Anda di halaman 1dari 16

Kerajaan Majapahit merupakan salah satu kerajaan terbesar di Indonesia yang

bercorak kan Hindu dan berada di Jawa Timur. Kerajaan ini didirikan oleh Raja
Raden Wijaya pada tahun tahun 1293 Masehi. Selain itu kerajaan ini juga disebut-
sebut sebagai kerajaan yang mempunyai wilayah kekuasaan yang terbesar di
Indonesia bahkan kekuasaannya hingga ke luar Indonesia.
Sejarah Singkat Kerajaan Majapahit
Sebenarnya kerajaan Majapahit berdiri sebab adanya serangan dari Jayaketwang
(Adipati Kediri) yang berhasil membunuh penguasa Kerajaan Singasari yang
terakhir yaitu Kertanegara dikarenakan menolak pembayaran upeti.
Selanjutnya Raden Wijaya (menantu Kertanegara) berhasil melarikan diri ke
Madura untuk meminta perlindungan terhadap Aryawiraraja. Lalu Raden Wijaya
diberi hutan tarik oleh Aryawiraraja untuk dipakai sebagai wilayah kekuasaan dan
pada akhirnya dijadikan sebuah desa baru dengan nama Majapahit.
Majapahit berasal dari kata ”buah maja” dan “rasa pahit”. Tidak lama kemudian
pasukan Mongolia yang dipimpin oleh Shis-Pi, Ike-Mise dan juga Kau Hsing
datang ke tanah Jawa. Yang tak lain adalah dengan tujuan untuk menghukum
Kertanegara karena menolak pembayaran upeti terhadap pasukan Mongolia.
Dalam situasi tersebut Raden Wijaya memanfaatkan kerja sama dengan pasukan
Mongolia untuk menyerang pasukan Jayaketwang. Dan pada akhirnya pasukan
Mongolia dengan bantuan Raden Wijaya menang dengan terbunuhnya
Jayaketwang. Tidak berselang lama, kemudian Raden Wijaya mengusir pasukan
Mongolia dari tanah Jawa.
Pengusiran tersebut terjadi ketika para pasukan Mongolia sedang berpesta untuk
merayakan kemenangannya atas pasukan Jayaketwang. Saat situasi yang lengah
tersebutlah Raden Wijaya memanfaatkannya untuk melakukan penyerangan
kepada Pasukan Mongolia.
Akhirnya Raden Wijaya berhasil untuk mengusir pasukan Mongolia dari tanah
Jawa dan kemudian naik tahta dan bergelar Sri Kertajasa Jayawardhana tahun
1293. 
Menurut para ahli, berdirinya Kerajaan Majapahit adalah ketika Raden Wijaya dinobatkan
sebagai raja Majapahit tanggal 15 bulan Kartika 1215 atau pada tanggal 10 November 1293.
Sebagaimana disinggung di atas bahwa Kerajaan Majapahit berada di Propinsi
Jawa Timur yang mana ibu kotanya di sebuah desa yang saat ini bernama
Triwulan di Mojokerto. Yang mana kerajaan Majapahit berdiri dari tahun 1293
hingga 1500 M.
Kehidupan di Kerajaan Majapahit
Ada beberapa faktor kehidupan yang menjadi maju serta runtuhnya Kerajaan
Majapahit, diantaranya yaitu:
Kehidupan Politik Kerajaan Majapahit
Kehidupan politik di Kerajaan Majapahit banyak sekali adanya pemberontakan
dari dalam kerajaan sendiri. Terjadinya pemberontakan tersebut mulanya saat
Raden Wijaya memerintah, yaitu banyak pemberontakan yang dilakukan oleh
Ranggalawe, Sora dan Nambi yang tujuan mereka yaitu untuk menjatuhkan
Raden Wijaya.
Tetapi dengan kecerdikan Raden Wijaya, pemberontakan tersebut bisa
dipadamkan. Masa pemerintahan Raden Wijaya pun akhirnya berakhir ketika ia
meninggal pada tahun 1309 M. Kemudian pengganti Raden Wijaya tidak lain
adalah anaknya yang bernama Jayanegara yang masih berumur 15 tahun.
Berbeda sekali dengan ayahnya, Jayanegara sama sekali tidak mempunyai
keahlian dalam memimpin kerajaan, sampai pada akhirnya Jayanegara dijuluki
dengan sebutan “Kala Jamet” yang berarti lemah dan jahat. Disaat pemerintahan
Jayanegara, banyak terjadi pemberontakan dari orang-orang kepercayaannya
sendiri yang dikarenakan kurang tegasnya Jayanegara dalam memimpin kerajaan
Majapahit.
Salah satu pemberontakan yang hampir menjatuhkan Jayanegara yaitu
pemberontakan yang dipimpin oleh Ra Kuti. Akan tetapi pemberontakan tersebut
bisa dipadamkan oleh Gajah Mada dan ia berhasil menyelamatkan Jayanegara ke
sebuah desa yang bernama Badaran.
Di desa tersebut Jayanegara berhasil dibunuh oleh seorang tabib yang bernama
Tancha ketika Jayanegara di operasi. Hal tersebut dikarenakan tabib tersebut
mempunyai dendam terhadap Jayanegara, dan kemudian tabib itu ditangkap dan
dibunuh oleh Gajah Mada.
Pada saat itu karena Jayanegara tidak mempunyai keturunan, maka
pemerintahan Majapahit digantikan oleh adiknya yang bernama Gayatri yang
memiliki gelar Tribuana Tunggadewi.  Dalam masa pemerintahannya tersebut ia
hanya memimpin Majapahit dari tahun 1328 sampai 1350.
Selama masa kepemimpinannya juga terjadi banyak sekali pemberontakan, tetapi
pemberontakan tersebut bisa dipatahkan oleh Gajah Mada. Atas jasanya tersebut,
maka Gajah Mada kemudian diangkat menjadi Mahapatih Majapahit. Setelah itu
kemudian Gajah Mada mengucap sebuah sumpah yang kemudian dikenal
dengan “Sumpah Palapa”.
Adapun bunyi dari sumpah palapa tersebut adalah “Gajah Mada pantang
bersenang-senang sebelum menyatukan Nusantara”, tidak lama dari sumpah
tersebut kemudian Tribuana Tunggadewi pun meninggal pada tahun 1350
M. Setelah Tribuana Tunggadewi meninggal, kemudian digantikan oleh Hayam
Wuruk.
Di masa inilah Kerajaan Majapahit berada dalam masa kajayaannya. Yang mana
kerajaan tersebut hampir menaklukkan seluruh wilayah Nusantara.
Kehidupan Ekonomi
Dengan lokasi kerajaan yang sangat strategis tersebut, saat itu Kerajaan
Majapahit dapat menjadi pusat perdagangan di tanah Jawa. Kerajaan Majapahit
merupakan salah satu kerajaan yang mayoritas masyarakatnya sebagai
pedagang.
Selain berdagang, masyarakat Majapahit juga banyak yang yang menjadi
pengrajin emas, pengrajin perak dan lain-lain. Untuk komoditas ekspor dari
kerajaan Majapahit berupa barang alam seperti: lada, garam, kain serta burung
kakak tua.
Sedangkan untuk komoditas impornya yaitu mutiara, emas, perak, keramik, serta
barang-barang yang terbuat dari besi. Selain itu dari segi mata uang, Kerajaan
Majapahit membuat mata uangnya dengan campuran perak, timah putih, timah
hitam serta tembaga.
Kemakmuran ekonomi dari Kerajaan Majapahit bisa dikatakan sebab adanya 2
faktor, yaitu dari lembah sungai Brantas dan sungai Bengawan Solo yang berada
di dataran rendah jadi sangat cocok bertani. Berbagai sarana infrastruktur juga
dibangun supaya lebih memudahkan warganya dalam bertani seperti
dibangunnya irigasi.
Faktor kedua yaitu dengan adanya pelabuhan-pelabuhan Majapahit yang berada
di pantai utara pulau Jawa memiliki peran dalam perdagangan remah-rempah
dari Maluku. Kerajaan Majapahit memakai sistem pungut pajak dari setiap kapal-
kapal yang mengadakan perjalanan ataupun singgah di pelabuhan Majapahit.
Kehidupan Kebudayaa
Kebudayaan masyarakat Majapahit sudah termasuk sangat maju pada masanya.
Hal tersebut ditandai dengan adanya berbagai perayaan-perayaan keagamaan
pada tiap tahunnya. Dibidang seni dan sastra juga tidak kalah majunya, bahkan
berperan di dalam kehidupan budaya di Majapahit.
Menurut seorang pendeta dari Italia bernama Mattiusi dimana ia pernah
menetap di Majapahit, ia melihat bahwa Kerajaan Majapahit yang sangat luar
biasa. Bahkan ia sangat kagum dengan istana kerajaan yang sangat luas dan
tangga serta bagian dalam ruangan yang berlapiskan emas dan perak. Selain itu,
menurutnya atapnya juga bersepuh emas.
Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit

Pada masa kepemimpinan Hayam Wuruk, semua sistem pemerintahan serta


birokrasi di Kerajaan Majapahit berjalan dengan teratur sesuai dengan yang telah
ditentukan. Sistem Birokrasi di Majapahit kala itu antara lain:
 Raja yang memimpin di kerajaan masa itu dianggap penjelmaan dewa oleh
masyarakat dan mempunyai hak tertinggi dalam kerajaan.
 Rakryan Mahamantri Kartini biasanya akan di jabat oleh putra-putra raja.
 Dharmadyaksa merupakan pejabat hukum di pemerintahan kerajaan.
 Dharmaupattati yaitu pejabat dibidang keagamaan dalam kerajaan.
Selain itu pembagian wilayah di dalam Kerajaan Majapahit juga dilakukan dengan
teratur yang disusun oleh Hayam Wuruk. Adapun pembagiannya yaitu:
 Bhumi, yaitu kerajaan dengan raja sebagai pemimpinnya.
 Negara, yaitu setingkat dengan propinsi dengan pemimpinnya adalah raja
atau natha yang juga sering disebut dengan bhre.
 Watek, yaitu setingkat dengan kabupaten yang dipimpin oleh Wiyasa.
 Kuwu, yaitu setingkat dengan kelurahan yang pemimpinannya bernama
lurah.
 Wanua, yaitu setingkat dengan desa yang dipimpin oleh Thani.
 Kabuyutan, yaitu setingkat dengan dusun atau tempat-tempat sakral.
Raja raja Kerajaan Majapahit
majapahit1478.blogspot.com
Dalam sejarah Kerajaan Majapahit ada beberapa raja yang pernah memimpin di
Majapahit, di antaranya yaitu:
 Raden Wijaya (1293-1309)
Raden Wijaya merupakan pendiri Kerajaan Majapahit dan sekaligus raja pertama
Majapahit. Raden Wijaya naik tahta Kerajaan Majapahit dengan diberi gelar
Kertarajasa Jayawardhana. Pada masa kepemimpinan Raden Wijaya tersebut
merupakan masa awal Kerajaan Majapahit.
Raden Wijaya terlihat lebih mengutamakan melakukan konsolidasi serta
memperkuat pemerintahan. Hal tersebut perlu dilakukan sebab pada waktu awal
tersebut merupakan merupakan transisi dari kerajaan sebelumnya yaitu kerajaan
Singasari menuju kerajaan baru yakni Kerajaan Majapahit.
Beberapa strategi dilakukan oleh Raden Wijaya untuk memperkuat
pemerintahan, misalnya dengan menjadikan Majapahit  sebagai pusat
pemerintahan. Kemudian memberikan posisi penting terhadap para pengikut
setianya, serta menikahi keempat putri Kertanegara (raja Singasari). Raden Wijaya
meninggal tahun 1309 dan dimakamkan di Candi Sumberjati atau Candi Simping.
 Jayanegara (1309-1328)
Jayanegara adalah raja kedua Majapahit. Jayanegara yaitu putra Raden Wijaya
tetapi dari selir. Sebab Raden Wijaya tidak mempunyai putra dari permaisuri,
maka Jayanegara yang merupakan putra dari selir tersebut yang kemudian
menjadi raja Majapahit.
Jayanegara memerintah kerajaan Majapahit di usia yang masih sangat muda
yaitu usia 15 tahun. Pemerintahan Jayanegara tidak kuat sehingga muncul banyak
pemberontakan. Dan pemberontakan tersebut di inisiasi oleh orang-orang di
lingkaran Istana Majapahit yang dahulunya adalah orang kepercayaan ayahnya.
Pemberontakan tersebut di antaranya pemberontakan Ronggolawe,
pemberontakan Lembu Sura, Nambi, serta ada beberapa pemberontakan lainnya.
 Tribuana Tungga Dewi (1328-1350)
Raja berikutnya yaitu Tribuana Tungga dewi yaitu adik dari Jayanegara yang
merupakan seorang wanita, sebab Jayanegara meninggal dalam keadaan tidak
memiliki keturunan. Sebenarnya tahta Jayanegara diberikan kepada Gayatri atau
Rajapatni yang tak lain adalah permaisuri Raden Wijaya.
Namun karena Gayatri sudah menjadi Bhiksuni, maka diwakilkan kepada putrinya
yang bernama Tribuana Tungga dewi. Masa pemerintahan Tribuana Tungga dewi
tersebut dapat dikatakan sebagai awal kejayaan Kerajaan Majapahit.
Meski masih ada beberapa pemberontakan di dalamnya, tetapi secara umum
berhasil ditumpas. Suami Tribuana Tungga dewi yaitu Cakradhara dan menjabat
sebagai Bhre Tumapel dengan gelar Kertawardana. Pemerintahan Tribuana
Tungga dewi lebih kuat lagi dengan adanya Mahapatih Gajah Mada.
Pada masa pemerintahan Tribuana Tungga dewi, Majapahit melakukan perluasan
kekuasaan besar-besaran di berbagai daerah di Nusantara.
 Hayam Wuruk (1350-1389)
Raja Majapahit selanjutnya yaitu Prabu Hayam Wuruk. Prabu Hayam Wuruk
merupakan raja yang berhasil membawa masa kejayaan Majapahit. Dengan
diawali oleh Tribuana Tungga dewi dalam ekspansi ke berbagai daerah,
selanjutnya Hayam Wuruk  menyempurnakan dengan tata kelola yang baik.
Gelar Hayam Wuruk yaitu Rajasanegara. Salah satu faktor penunjang kesuksesan
Hayam Wuruk di dalam memerintah Majapahit yaitu keberadaan para
pembantunya yang sangat mumpuni. Sebut saja Mahapatih Gajah Mada,
selanjutnya Adityawarman dan juga Mpu Nala.
Orang-orang tersebut mempunyai kapasitas yang sangat mumpuni dalam
menjalankan sebuah negara dalam mencapai kemajuan. Mpu Nala merupakan
sebagai pimpinan armada laut juga sangat mahir dalam menjalankan strategi.
Dengan kebesaran Kerajaan Majapahit, maka tak sulit bagi Majapahit untuk
menjalin kerjasama dengan beberapa kerajaan tetangga yang disebut dengan
Mitrekasatat.
 Kusumawardani-Wikramawardhana (1389-1399)
Raja selanjutnya yaitu Kusumawardani atau lebih tepatnya yaitu ratu Majapahit.
Kusumawardani dijadikan sebagai ratu di pusat Majapahit sedangkan putra laki-
laki dari selir Prabu Hayam Wuruk yaitu Bhre Wirabumi (Minak Jingga) dijadikan
sebagai raja kecil di Blambangan.
Bhre Wirabumi atau Minak Jingga tersebut menjadi raja di Blambangan tetapi
tetap berada di bawah kekuasaan Majapahit atau tetap tunduk kepada
Majapahit.
 Suhita (1399-1429)
Setelah masa pemerintahan Kusumawardani berakhir, kemudian jatuh kepada
Suhita yaitu putra dari Wikramawardhana dengan selir. Dari sinilah selanjutnya
muncul konflik yang akan membawa kepada keruntuhan Majapahit.
Bhre Wirabumi atau Minak Jinggo merasa dirinya lebih berhak atas tahta
Kerajaan Majapahit daripada Suhita kemudian terjadi perang saudara yaitu
Perang Paregreg (1401-1406). Wirabumi akhirnya dibunuh oleh Damar Wulan.
Perang Paregreg tersebut kemudian membuat banyak daerah di bawah
kekuasaan Majapahit akhirnya memisahkan diri dan membuat Majapahit semakin
terpuruk.
 Bhre Tumapel (Kertawijaya)- (1447-1451)
 Rajasawardhana (1451—1453)
 Purwawisesa (1456-1466)
 Kartabumi (1466-1478)
Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit
Dengan dibantu Mahapatih Gajah Mada Hayam Wuruk hampir menaklukkan
seluruh wilayah Nusantara, dan menjadikan Majapahit sebagai kerajaan terbesar
serta terkuat pada masanya. Seiring dengan perkembangan zaman Kerajaan
Majapahit juga dapat menguasai wilayah luar Nusantara seperti Thailand,
Singapura dan Malaysia.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit
Sejak sepeninggalan Mahapatih Gajah Mada serta Hayam Wuruk, Kerajaan
Majapahit mengalami kemunduran drastis. Apalagi saat itu ada banyak serangan
dari kerajaan-kerajaan Islam yang belum lama berdiri. Selain itu keruntuhan
Kerajaan Majapahit terjadi saat pemerintahan Patih Udara tahun 1518.
 Sistem Perekonomian Kerajaan Majapahit
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara
perdagangan. Pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai.
Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8
pada masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping
uang emas dan perak.
Sekitar tahun 1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit,
sebuah perubahan moneter penting terjadi: keping uang dalam negeri
diganti dengan uang “kepeng” yaitu keping uang tembaga impor dari
China. Pada November 2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno
seberat sekitar 40 kilogram digali dari halaman belakang seorang
penduduk di Sidoarjo.

 Sistem Kepercayaan Kerajaan Majapahit


Kepercayaan Siwa-Budha sudah ada sejak jaman Singasari abad XI,
kemulaan dianut di Nusantara pada jaman Majapahit yang telah
berhasil menyatukan seluruh Nusantara dengan “ Bhinneka Tunggal
Ika Tanhana Dharma Mangruwa “.
Setalah Majapahit runtuh pada abad XV 1500 M, Kepercayaan Siwa-
Budha tidak menonjol lagi di Jawa. Tetapi di pulau Bali yang tidak
tersentuh Aliran Kepercayaan lain, Siwa-Budha tetap lestari dianut
oleh para keturunan Majapahit.
Kepercayaan Siwa-Budha adalah penghormatan kepada leluhur
dimana jaman dahulu orang mati dibakar dan abunya dilarung ke
sungai atau laut agar kembali ke alam Mokswa atau Tuhan Yang Maha
Esa.
Titik awal persatuaan Siwa-Budha memang pada jaman Majapahit
dimana Pemujaan Roh Leluhur Bhatara Brahma Raja yang aliran Siwa
mempunyai istri Putri Cina yang beraliran Budha dan kemudian
menjadi cikal-bakal kawitan Majapahit.

 Kehidupan Ekonomi Kerajaan Majapahit


Majapahit merupakan negara agraris dan juga sebagai negara
maritim. Kedudukan sebagai negara agraris tampak dari letaknya di
pedalaman dan dekat aliran sungai. Kedudukan sebagai negara
maritim tampak dari kesanggupan angkatan laut kerajaan itu untuk
menanamkan pengaruh Majapahit di seluruh nusantara. Dengan
demikian, kehidupan ekonomi masyarakat Majapahit menitikberatkan
pada bidang pertanian dan pelayaran.
Udara di Jawa panas sepanjang tahun. Panen padi terjadi dua kali
dalam setahun, butir berasnya amat halus. Terdapat pula wijen putih,
kacang hijau, rempah-rempah, dan lain-lain kecuali gandum. Buah-
buahan banyak jenisnya, antara lain pisang, kelapa, delima, pepaya,
durian, manggis, langsa, dan semangka. Sayur mayur berlimpah
macamnya. Jenis binatang juga banyak. Untuk membantu pengairan
pertanian yang teratur, pemerintah Majapahit membangun dua buah
bendungan, yaitu Bendungan Jiwu untuk persawahan dan Bendungan
Trailokyapur untuk mengairi daerah hilir.
Majapahit memiliki mata uang sendiri yang bernama gobog. Gobog
merupakan uang logam yang terbuat dari campuran perak, timah
hitam, timah putih, dan tembaga. Bentuknya koin dengan lubang di
tengahnya. Dalam transaksi perdagangan, selain menggunakan mata
uang gobog, penduduk Majapahit juga menggunakan uang kepeng
dari berbagai dinasti. Menurut catatan Wang Ta- yuan seorang
pedagang dari Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah
lada, garam, kain, dan burung kakak tua. Sedangkan komoditas
impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan
barang dari besi.

 Kehidupan Sosial Dan Budaya Kerajaan


Majapahit
Pola tata masyarakat Majapahit dibedakan atas lapisan-lapisan
masyarakat yang perbedaannya lebih bersifat statis. Walaupun di
Majapahit terdapat empat kasta seperti di India, yang lebih dikenal
dengan catur warna, tetapi hanya bersifat teoritis dalam literatur
istana. Pola ini dibedakan atas empat golongan masyarakat, yaitu
brahmana, ksatria, waisya, dan sudra. Namun terdapat pula golongan
yang berada di luar lapisan ini, yaitu Candala, Mleccha, dan Tuccha,
yang merupakan golongan terbawah dari lapisan masyarakat
Majapahit.
Brahmana (kaum pendeta) mempunyai kewajiban menjalankan enam
dharma, yaitu: mengajar; belajar; melakukan persajian untuk diri
sendiri dan orang lain; membagi dan menerima derma (sedekah)
untuk mencapai kesempurnaan hidup; dan bersatu dengan Brahman
(Tuhan). Mereka juga mempunyai pengaruh di dalam pemerintahan,
yang berada pada bidang keagamaan dan dikepalai oleh dua orang
pendeta tinggi, yaitu pendeta dari agama Siwa (Saiwadharmadhyaksa)
dan agama Buddha (Buddhadarmadyaksa).
Saiwadyaksa mengepalai tempat suci (pahyangan) dan tempat
pemukiman empu (kalagyan). Buddhadyaksa mengepalai tempat
sembahyang (kuti) dan bihara (wihara). Menteri berhaji mengepalai
para ulama (karesyan) dan para pertapa (tapaswi). Semua rohaniawan
menghambakan hidupnya kepada raja yang disebut sebagai wikuhaji.
Para rohaniawan biasanya tinggal di sekitar bangunan agama, yaitu:
mandala, dharma, sima, wihara, dan sebagainya.
Kaum Ksatria merupakan keturunan dari pewaris tahta (raja) kerajaan
terdahulu, yang mempunyai tugas memerintah tampuk pemerintahan.
Keluarga raja dapat dikatakan merupakan keturunan dari kerajaan
Singasari- Majapahit yang dapat dilihat dari silsilah keluarganya dan
keluarga-keluarga kerabat raja tersebar ke seluruh pelosok negeri,
karena mereka melakukan sistem poligami secara meluas yang disebut
sebagai wargahaji atau sakaparek.
Semua anggota keluarga raja masing-masing diberi nama atas gelar,
umur, dan fungsi mereka di dalam masyarakat. Pemberian nama
pribadi dan nama gelar terhadap para putri dan putra raja didasarkan
atas nama daerah kerajaan yang akan mereka kuasai sebagai wakil
raja.
Waisya merupakan masyarakat yang menekuni bidang pertanian dan
perdagangan. Mereka bekerja sebagai pedagang, peminjam uang,
penggara sawah, dan beternak.
Kemudian kasta yang paling rendah dalam catur warna adalah kaum
sudra yang mempunyai kewajiban untuk mengabdi kepada kasta yang
lebih tinggi, terutama pada golongan brahmana.
Golongan terbawah yang tidak termasuk dalam catur warna dan
sering disebut sebagai pancama (warna kelima), yaitu:

1. Candala merupakan anak dari perkawinan campuran antara


laki-laki (golongan sudra) dengan wanita (dari ketiga golongan
lainnya: brahmana, waisya, dan waisya). Sehingga sang anak
mempunyai status yang lebih rendah dari ayahnya.
2. Mleccha adalah semua bangsa di luar Arya tanpa memandang
bahasa dan warna kulit, yaitu para pedagang-pedagang asing
(Cina, India, Champa, Siam, dll.) yang tidak menganut agama
Hindu.
3. Tuccha ialah golongan yang merugikan masyarakat, salah satu
contohnya adalah para penjahat. Ketika mereka diketahui
melakukan tatayi, maka raja dapat menjatuhi hukuman mati
kepada pelakunya. Perbuatan tatayi adalah membakar rumah
orang, meracuni sesama, mananung, mengamuk, merusak, dan
memfitnah kehormatan perempuan.

Dari aspek kedudukan dalam masyarakat Majapahit, wanita


mempunyai status yang lebih rendah dari para lelaki. Hal ini terlihat
pada kewajiban mereka untuk melayani dan menyenangkan hati para
suami mereka saja. Wanita tidak boleh ikut campur dalam urusan
apapun, selain mengurusi dapur rumah tangga mereka. Dalam
undang-undang Majapahit pun para wanita yang sudah menikah tidak
boleh bercakap-cakap dengan lelaki lain, dan sebaliknya.
Hal ini bertujuan untuk menghindari pergaulan bebas antara kaum
pria dan wanita.
Pada masa Majapahit bidang seni budaya berkembang pesat, terutama
seni sastra. Karya seni sastra yang dihasilkan pada masa zaman awal
Majapahit, antara lain sebagai berikut:
1. Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca pada tahun
1365. Isinya menceritakan hal-hal sebagai berikut:

 Sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit dengan masa


pemerintahannya.
 Keadaan kota Majapahit dan daerah-daerah kekuasaannya.
 Kisah perjalanan Raja Hayam Wuruk ketika berkunjung ke
daerah kekuasaannya di Jawa Timur beserta daftar candi-candi
yang ada.
 Kehidupan keagamaan dengan upacara-upacara sakralnya,
misalnya upacara Srrada untuk menghormati roh Gayatri dan
menambah kesaktian raja.

2. Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular. Kitab tersebut berisi


riwayat Sutasoma, seorang anak raja yang menjadi pendeta Buddha.
3. Kitab Arjunawijaya karangan Empu Tantular. Kitab tersebut
berisi tentang riwayat raja raksasa yang berhasil ditundukkan oleh
Raja Arjunasasrabahu.
4. Kitab Kunjarakarna dan Parthayajna, tidak jelas siapa
pengarangnya. Kitab itu berisi kisah raksasa Kunjarakarna yang ingin
menjadi manusia, dan pengembaraan Pandawa di hutan karena kalah
bermain dadu dengan Kurawa.
Sedangkan, karya seni sastra yang dihasilkan pada zaman akhir
Majapahit antara lain, sebagai berikut:

1. Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja Singasari


dan Majapahit.
2. Kitab Sudayana, isinya tentang Peristiwa Bubat.
3. Kitab Sorandakan, isinya tentang pemberontakan Sora.
4. Kitab Ranggalawe, isinya tentang pemberontakan Ranggalawe.
5. Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya sampai dengan
menjadi Raja Majapahit.
6. Kitab Usana Jawa, isinya tentang penaklukan Bali oleh Gajah
Mada dan Aryadamar.
7. Kitab Tantu Panggelaran, tentang pemindahan gunung
Mahameru ke Pulau Jawa oleh Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa.

Di samping seni sastra, seni bangunan juga berkembang pesat.


Bermacam-macam candi didirikan dengan ciri khas Jawa Timur, yaitu
dibuat dari bata, misalnya Candi Panataran, Candi Tigawangi, Candi
Surawana, Candi Jabung, dan Gapura Bajang Ratu.

 Kehidupan Agama Di Kerajaan Majapahit


Pada masa Kerajaan Majapahit berkembang agama Hindu Syiwa dan
Buddha. Kedua umat beragama itu memiliki toleransi yang besar
sehingga tercipta kerukunan umat beragama yang baik. Raja Hayam
Wuruk beragama Syiwa, sedangkan Gajah Mada beragama Buddha.
Namun, mereka dapat bekerja sama dengan baik. Rakyat ikut
meneladaninya, bahkan Empu Tantular menyatakan bahwa kedua
agama itu merupakan satu kesatuan yang disebut Syiwa-Buddha.
Hal itu ditegaskan lagi dalam Kitab Sutasoma dengan kalimat
Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa. Artinya,
walaupun beraneka ragam, tetap dalam satu kesatuan, tidak ada
agama yang mendua.
Urusan keagamaan diserahkan kepada pejabat tinggi yang disebut
Dharmmaddhyaksa. Jabatan itu dibagi dua, yaitu Dharmmaddhyaksa
Ring Kasaiwan untuk urusan agama Syiwa dan Dharmmaddhyaksa
Ring Kasogatan untuk urusan agama Buddha. Kedua pejabat itu
dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang disebut
dharmmaupatti.
Pejabat itu, pada zaman Hayam Wuruk yang terkenal ada tujuh orang
yang disebut sang upatti sapta. Di samping sebagai pejabat
keagamaan, para upatti juga dikenal sebagai kelompok cendekiawan
atau pujangga. Misalnya, Empu Prapanca adalah seorang
Dharmmaddhyaksa dan juga seorang pujangga besar dengan kitabnya
Negarakertagama. Untuk keperluan ibadah, raja juga melakukan
perbaikan dan pembangunan candi-candi.
Militer dan Persenjataan
Pada zaman Majapahit terjadi perkembangan, pelestarian, dan penyebaran teknik
pembuatan keris berikut fungsi sosial dan ritualnya. Teknik pembuatan keris mengalami
penghalusan dan pemilihan bahan menjadi semakin selektif. Keris pra-Majapahit dikenal berat
namun semenjak masa ini dan seterusnya, bilah keris yang ringan tetapi kuat menjadi petunjuk
kualitas sebuah keris. Penggunaan keris sebagai tanda kebesaran kalangan aristokrat juga
berkembang pada masa ini dan meluas ke berbagai penjuru Nusantara, terutama di bagian barat.
Berdasarkan buku Sejarah Yuan, prajurit pada masa Majapahit awal didominasi oleh infanteri
ringan. Pada saat serbuan Mongol ke Jawa (1293), tentara Jawa dideskripsikan sebagai prajurit
yang dimobilisasi sementara dari petani dan beberapa prajurit bangsawan. Para bangsawan
berbaris di garis depan, dan pasukan belakang yang besar berformasi T terbalik. "Tentara petani"
Jawa berpakaian setengah telanjang dan ditutupi dengan kain katun di bagian pinggangnya
(sarung). Sebagian besar senjata adalah busur dan panah, tombak bambu, dan pedang pendek.
Kaum aristokrat sangat dipengaruhi oleh budaya India, biasanya dipersenjatai dengan pedang dan
tombak, dan berpakaian putih.[31]
Selain keris, berkembang pula teknik pembuatan dan penggunaan tombak dan meriam kapal
sederhana yang disebut Cetbang. Majapahit di bawah Mahapatih (perdana menteri) Gajah
Mada memanfaatkan teknologi senjata bubuk mesiu yang diperoleh dari dinasti Yuan untuk
digunakan dalam armada laut.[32]  Saat ini salah satu koleksi Cetbang Majapahit tersebut berada di
:57

The Metropolitan Museum of Art, New York, Amerika.


Cetbang dipasang sebagai meriam tetap atau meriam putar, cetbang ukuran kecil dapat dengan
mudah dipasang di kapal kecil yang disebut Penjajap (Portugis: Pangajaua atau Pangajava), dan
juga Lancaran. Meriam ini dipergunakan sebagai senjata anti personil, bukan anti kapal. Pada
zaman ini, bahkan sampai abad ke 17, prajurit angkatan laut Nusantara bertempur di panggung
yang biasa disebut Balai (lihat gambar kapal). Menurut Anthony Reid, jika ditembakan pada
kumpulan prajurit dengan peluru scattershot, meriam seperti ini pasti sangat efektif.[33]
Majapahit memiliki pasukan elit yang disebut Bhayangkara. Tugas utama pasukan ini adalah untuk
melindung raja dan kaum bangsawan, namun mereka juga dapat diterjunkan ke pertempuran jika
diperlukan. Hikayat Banjar mencatat peralatan Bhayangkara di istana Majapahit:
... dengan perhiasannya orang berbaju rantai empat puluh serta pedangnya berkopiah taranggos
sachlat merah, orang membawa astengger [senapan sundut] empat puluh, orang membawa perisai
serta pedangnya empat puluh, orang membawa dadap serta sodoknya sepuluh, orang membawa
panah serta anaknya sepuluh, yang membawa tombak rampukan bersulam emas empat puluh,
yang membawa tameng Bali bertulis air empat puluh.

— Hikayat Banjar

Menurut catatan China, prajurit yang lebih kaya menggunakan baju pelindung yang disebut kawaca.
Baju pelindung ini berbentuk seperti tabung panjang dan terbuat dari tembaga yang dicetak.
Walaupun begitu, prajurit yang lebih miskin pergi berperang dengan telanjang dada. [34] Majapahit
juga mengawali penggunaan senjata api di Nusantara. Meskipun pengetahuan membuat senjata
berbasis serbuk mesiu di Nusantara sudah dikenal setelah serangan Mongol ke Jawa, pengetahuan
membuat senjata api datang jauh kemudian, setelah pertengahan abad ke-15. Ia dibawa oleh
negara-negara Islam di Asia Barat, kemungkinan besar oleh orang Arab. Tahun pengenalan yang
tepat tidak diketahui, tetapi dapat dengan aman disimpulkan tidak lebih awal dari tahun 1460.
[35]
:23
 Suatu catatan tentang penggunaan senjata api pada pertempuran melawan pasukan Giri pada
tahun 1470-an berbunyi:
"... wadya Majapahit ambedili, dene wadya Giri pada pating jengkelang ora kelar nadhahi tibaning mimis ..."
"... pasukan Majapahit menembaki (bedil=senjata api), sementara pasukan Giri berguguran karena mereka tidak kuat
dihujani peluru (mimis=peluru bulat)..."
Serat Darmagandhul

Tidak diketahui secara pasti jenis senjata api apa yang digunakan dalam pertempuran ini. Kata
"bedhil" dapat merujuk ke beberapa jenis senjata bubuk mesiu yang berbeda. Itu mungkin merujuk
pada arquebus Jawa (Zua Wa Chong - 爪哇銃) yang dilaporkan oleh orang China. Arquebus ini
memiliki kemiripan dengan arquebus Vietnam pada abad ke-17. Senjata ini sangat panjang, dapat
mencapai 2,2 m panjangnya, dan memiliki dudukan bipod yang dapat ditekuk. [36]
Catatan Tome Pires tahun 1515 menyebutkan pasukan tentara Gusti Pati, wakil raja Batara
Brawijaya, berjumlah 200,000 orang, 2,000 diantaranya adalah prajurit berkuda dan 4,000
adalah musketir.[37] Duarte Barbosa sekitar tahun 1510 mengatakan bahwa penduduk Jawa sangat
ahli dalam membuat artileri dan merupakan penembak artileri yang baik. Mereka membuat banyak
meriam 1 pon (cetbang atau rentaka), senapan lontak panjang, dan senjata api lainnya. Setiap
tempat disana dianggap sangat baik dalam mencetak artileri, dan juga dalam ilmu penggunaanya.

Sebuah lancaran dari Madura. Perhatikan adanya panggung tempur atau "balai" di atas geladak utamanya.

Untuk angkatan laut, armada Majapahit menggunakan djong/jong secara besar-besaran sebagai
kekuatan lautnya. Pada puncaknya Majapahit memiliki 5 armada perang. Tidak diketahui secara
pasti berapa jumlah total jong yang dimiliki Majapahit, tetapi jumlah terbesar yang pernah digunakan
dalam satu ekspedisi adalah berjumlah 400 buah, tepatnya saat Majapahit menyerang Pasai.
[39]
 Setiap kapal berukuran panjang sekitar 70-180 meter, berat sekitar 500-800 ton dan dapat
membawa 200-1000 orang. Kapal ini dipersenjatai meriam sepanjang 3 meter, dan
banyak cetbang berukuran kecil.[40] Sebuah jong dari tahun 1420 memiliki daya muat 2000 ton dan
hampir saja menyeberangi samudera Atlantik.[41] Sebelum tragedi Bubat tahun 1357, raja Sunda dan
keluarganya datang di Majapahit setelah berlayar di laut Jawa menggunakan kapal-kapal jong
hibrida Cina-Asia tenggara bertingkat sembilan (Bahasa Jawa kuno: Jong sasanga wagunan ring
Tatarnagari tiniru). Kapal hibrida ini mencampurkan teknik China dalam pembuatannya, yaitu
menggunakan paku besi selain menggunakan pasak kayu. [42] Menurut Sejarah Melayu, jenis kapal
lain yang digunakan Majapahit adalah malangbang, kelulus, lancaran, penjajap, jongkong,
cecuruh, tongkang, dan pelang.[43][44] Penggambaran angkatan laut Majapahit di masa modern
seringkali menggambarkan kapal-kapal bercadik, namun pada kenyataannya kapal ini berasal dari
abad ke-8 yaitu kapal Borobudur, yang digunakan dinasti Sailendra.[40]

Kebudayaan
Gapura Bajang Ratu, gerbang masuk salah satu kompleks bangunan penting di ibu kota Majapahit. Bangunan
ini masih tegak berdiri di Trowulan.

"Dari semua bangunan, tidak ada tiang yang luput dari ukiran halus dan warna indah" [Dalam lingkungan
dikelilingi tembok] "terdapat pendopo anggun beratap ijuk, indah bagai pemandangan dalam lukisan...
Kelopak bunga katangga gugur tertiup angin dan bertaburan di atas atap. Atap itu bagaikan rambut gadis
yang berhiaskan bunga, menyenangkan hati siapa saja yang memandangnya".
— Gambaran ibu kota Majapahit kutipan dari Nagarakertagama.
Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa seni
dan sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam kalender
tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari semua
wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau pajak. Kawasan Majapahit
secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan ibu kota dan sekitarnya;
wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk
langsung oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan Nusantara yang
menikmati otonomi luas.[45]
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar
keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa,
dan Waisnawa (pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus
titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung
tentang Islam, akan tetapi sangat mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat
itu.[2]
Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah
yang paling ahli menggunakannya. [46] Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris
dengan memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata.
Contoh candi Majapahit yang masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang
Ratu di Trowulan, Mojokerto. Beberapa elemen arsitektur berasal dari masa Majapahit, antara lain
gerbang terbelah candi bentar, gapura paduraksa (kori agung) beratap tinggi, dan pendopo berdasar
struktur bata. Gaya bangunan seperti ini masih dapat ditemukan dalam arsitektur Jawa dan Bali.
".... Raja [Jawa] memiliki bawahan tujuh raja bermahkota. [Dan] pulaunya berpenduduk banyak,
merupakan pulau terbaik kedua yang pernah ada.... Raja pulau ini memiliki istana yang luar biasa
mengagumkan. Karena sangat besar, tangga dan bagian dalam ruangannya berlapis emas dan perak,
bahkan atapnya pun bersepuh emas. Kini Khan Agung dari China beberapa kali berperang melawan raja
ini; akan tetapi selalu gagal dan raja ini selalu berhasil mengalahkannya."
— Gambaran Majapahit menurut Mattiussi (Pendeta Odorico da Pordenone).[47]
Catatan yang berasal dari sumber Italia mengenai Jawa pada era Majapahit didapatkan dari catatan
perjalanan Mattiussi, seorang pendeta Ordo Fransiskan dalam bukunya: "Perjalanan
Pendeta Odorico da Pordenone". Ia mengunjungi beberapa tempat di Nusantara: Sumatra, Jawa,
dan Banjarmasin di Kalimantan. Ia dikirim Paus untuk menjalankan misi Katolik di Asia Tengah.
Pada 1318 ia berangkat dari Padua, menyeberangi Laut Hitam dan menembus Persia, terus hingga
mencapai Kolkata, Madras, dan Srilanka. Lalu menuju kepulauan Nikobar hingga mencapai
Sumatra, lalu mengunjungi Jawa dan Banjarmasin. Ia kembali ke Italia melalui jalan darat lewat
Vietnam, China, terus mengikuti Jalur Sutra menuju Eropa pada 1330.
Di buku ini ia menyebut kunjungannya di Jawa tanpa menjelaskan lebih rinci nama tempat yang ia
kunjungi. Disebutkan raja Jawa menguasai tujuh raja bawahan. Disebutkan juga di pulau ini terdapat
banyak cengkih, kemukus, pala, dan berbagai rempah-rempah lainnya. Ia menyebutkan istana raja
Jawa sangat mewah dan mengagumkan, penuh bersepuh emas dan perak. Ia juga menyebutkan
raja Mongol beberapa kali berusaha menyerang Jawa, tetapi selalu gagal dan berhasil diusir
kembali. Kerajaan Jawa yang disebutkan di sini tak lain adalah Majapahit yang dikunjungi pada
suatu waktu dalam kurun 1318-1330 pada masa pemerintahan Jayanegara.

Kesusasteraan
Pada zaman Majapahit ditulis berbagai kakawin (puisi berbahasa Jawa Kuna),
seperti Negarakertagama dan Pararaton, dan juga muncul berbagai cerita kembangan dari epos
raya India (seperti Tantu Panggelaran, Garudeya, dan Sudhamala) maupun cerita lokal yang
populer hingga masa kini, seperti lingkaran cerita Panji, kisah Sri Tanjung, dan kisah Bhubuksah
dan Gagangaking. Berbagai ukiran batu candi dari masa ini banyak menggambarkan fragmen
cerita-cerita tersebut[48].
Ekonomi
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan.[20] Pajak dan denda
dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8
pada masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar
tahun 1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting
terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang "kepeng" yaitu keping uang tembaga impor
dari China. Pada November 2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat sekitar 40 kilogram
digali dari halaman belakang seorang penduduk di Sidoarjo. Badan Pelestarian Peninggalan
Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin tersebut berasal dari era Majapahit. [49] Alasan
penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak disebutkan dalam catatan sejarah, akan tetapi
kebanyakan ahli menduga bahwa dengan semakin kompleksnya ekonomi Jawa, maka diperlukan
uang pecahan kecil atau uang receh dalam sistem mata uang Majapahit agar dapat digunakan
dalam aktivitas ekonomi sehari-hari di pasar Majapahit. Peran ini tidak cocok dan tidak dapat
dipenuhi oleh uang emas dan perak yang mahal. [50]
Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat itu dikumpulkan dari
berbagai data dan prasasti. Prasasti Canggu yang berangka tahun 1358 menyebutkan sebanyak 78
titik perlintasan berupa tempat perahu penyeberangan di dalam negeri (mandala Jawa).[45] Prasasti
dari masa Majapahit menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan spesialisasi karier, mulai dari
pengrajin emas dan perak, hingga penjual minuman, dan jagal atau tukang daging. Meskipun
banyak di antara pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak zaman sebelumnya, namun proporsi
populasi yang mencari pendapatan dan bermata pencarian di luar pertanian semakin meningkat
pada era Majapahit.
Menurut catatan Wang Ta-Yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu
ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya
adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari
campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga.[51] Selain itu, catatan Odorico da
Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321,
menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata.[52]
Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor. Faktor pertama; lembah
sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur utara sangat cocok untuk
pertanian padi. Pada masa jayanya Majapahit membangun berbagai infrastruktur irigasi, sebagian
dengan dukungan pemerintah. Faktor kedua; pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa
mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan
komoditas rempah-rempah Maluku. Pajak yang dikenakan pada komoditas rempah-rempah yang
melewati Jawa merupakan sumber pemasukan penting bagi Majapahit. [45]
Nagarakretagama menyebutkan bahwa kemashuran penguasa Wilwatikta telah menarik banyak
pedagang asing, di antaranya pedagang dari India, Khmer, Siam, dan China. Pajak khusus
dikenakan pada orang asing terutama yang menetap semi-permanen di Jawa dan melakukan
pekerjaan selain perdagangan internasional. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi
pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain
di wilayah Majapahit di Jawa.[53]

Anda mungkin juga menyukai