Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerajaan Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang
pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya
menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan
Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389. Kerajaan Majapahit adalah Kerajaan
Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara
terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa,
Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya
masih diperdebatkan.

Hanya terdapat sedikit bukti fisik dari sisa-sisa Kerajaan Majapahit, dan sejarahnya tidak jelas.
Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan adalah Pararaton (‘Kitab Raja-raja’) dalam bahasa
Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno. Pararaton terutama menceritakan Ken Arok
(pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya
Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa
keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Kakawin Nagarakretagama pada tahun
2008 diakui sebagai bagian dalam Daftar Ingatan Dunia (Memory of the World Programme) oleh
UNESCO. Setelah masa itu, hal yang terjadi tidaklah jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam
bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah sejarah kerajaan Majapahit?
2. Bagaimanakah sistem pemerintahan kerajaan Majapahit?
3. Bagaimanakah kebudayaan kerajaan Majapahit?
4. Bagaimanakah kehidupan ekonomi kerajaan Majapahit?
5. Bagaimanakah kepercayaan keagamaan kerajaan Majapahit?
6. Kapan masa kejayaan kerajaan Majapahit?
7. Bagaimana proses surutnya kerajaan Majapahit?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit


Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini
menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang
bernama Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari
yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak
wajahnya dan memotong telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar
ke Jawa tahun 1293.

Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara.
Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu
Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang
membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang.
Jawaban dari surat di atas disambut dengan senang hati. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik.
Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil
dari buah maja, dan rasa “pahit” dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu
dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang.

Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu


Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut
karena mereka berada di negeri asing. Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk
menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di
pulau yang asing. Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah
hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang
bertepatan dengan tanggal 10 November 1293.

Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi


masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi
memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Pemberontakan
Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan,
Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut disebutkan dalam Pararaton. Slamet Muljana menduga
bahwa mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang
tepercaya raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan.

Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan
lalu dihukum mati. Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309. Putra dan penerus Wijaya adalah
Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti “penjahat lemah”. Kira-kira pada suatu
waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone
mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca.
Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih
mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya
Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit.

Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat
pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk
melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan
Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan
Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan
oleh putranya, Hayam Wuruk.
B. Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah
selama perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang
otoritas politik tertinggi. Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan
pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja
biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:
1. Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja;
2. Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan;
3. Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan;
4. Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan.

Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan
Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang
bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat pula
semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang disebut
Bhattara Saptaprabhu. Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan Singhasari,
terdiri atas beberapa kawasan tertentu di bagian timur dan bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah
oleh uparaja yang disebut Paduka Bhattara yang bergelar Bhre atau “Bhatara i”. Gelar ini adalah gelar
tertinggi bangsawan kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk kerabat dekat raja. Tugas mereka
adalah untuk mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke pusat, dan
mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang mereka pimpin.

Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang
dikelola oleh kerabat dekat raja. Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit
dikenal sebagai berikut:
1. Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja;
2. Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau bangsawan);
3. Watek: dikelola oleh wiyasa;
4. Kuwu: dikelola oleh lurah;
5. Wanua: dikelola oleh thani;
6. Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.

Sedangkan dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit
dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre. Daerah-daerah
bawahan tersebut yaitu: Kahuripan, Daha, Tumapel, Wengker, Matahun, Wirabumi, Kabalan,
Kembang Jenar, Pajang, Jagaraga, Keling, Kelinggapura, Singhapura, Tanjungpura. Saat Majapahit
memasuki era kemaharajaan Thalasokrasi saat pemerintahan Gajah Mada, beberapa negara bagian di
luar negeri juga termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit, sebagai hasilnya, konsep teritorial
yang lebih besar pun terbentuk.

Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal Majapahit atau Majapahit Lama
selama masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang termasuk area ini adalah
ibukota kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana raja secara efektif menjalankan pemerintahannya.
Area ini meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya yang dikelola oleh para Bhre
(bangsawan), yang merupakan kerabat dekat raja. Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung.
Area ini secara langsung dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa, dan wajib membayar upeti tahunan.
Akan tetapi, area-area tersebut biasanya memiliki penguasa atau raja pribumi, yang kemungkinan
membentuk persekutuan atau menikah dengan keluarga kerajaan Majapahit.
Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan pegawainya di tempat-tempat ini dan mengatur
kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan mengumpulkan pajak, namun mereka menikmati
otonomi internal yang cukup besar. Wilayah Mancanegara termasuk di dalamnya seluruh daerah Pulau
Jawa lainnya, Madura, Bali, dan juga Dharmasraya, Pagaruyung, Lampung dan Palembang di
Sumatra. Nusantara, adalah area yang tidak mencerminkan kebudayaan Jawa, tetapi termasuk ke
dalam koloni dan mereka harus membayar upeti tahunan. Mereka menikmati otonomi yang cukup luas
dan kebebasan internal, dan Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan birokratnya atau
tentara militernya di sini; akan tetapi, tantangan apa pun yang terlihat mengancam ketuanan Majapahit
atas wilayah itu akan menuai reaksi keras.

Termasuk dalam area ini adalah kerajaan kecil dan koloni di Maluku, Kepulauan Nusa
Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya. Ketiga kategori itu masuk ke dalam
lingkaran pengaruh Kerajaan Majapahit. Akan tetapi Majapahit juga mengenal lingkup keempat yang
didefinisikan sebagai hubungan diplomatik luar negeri. Mitreka Satata, yang secara harafiah berarti
“mitra dengan tatanan (aturan) yang sama”. Hal itu menunjukkan negara independen luar negeri yang
dianggap setara oleh Majapahit, bukan sebagai bawahan dalam kekuatan Majapahit. Menurut
Negarakertagama pupuh 15, bangsa asing adalah Syangkayodhyapura (Ayutthaya di Thailand),
Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat), Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di
Myanmar), Kerajaan Champa, Kamboja (Kamboja), dan Yawana (Annam). Mitreka Satata dapat
dianggap sebagai aliansi Majapahit, karena kerajaan asing di luar negeri seperti China dan India tidak
termasuk dalam kategori ini meskipun Majapahit telah melakukan hubungan luar negeri dengan kedua
bangsa ini.

Pola kesatuan politik khas sejarah Asia Tenggara purba seperti ini kemudian diidentifikasi oleh
sejarahwan modern sebagai “mandala”, yaitu kesatuan yang politik ditentukan oleh pusat atau inti
kekuasaannya daripada perbatasannya, dan dapat tersusun atas beberapa unit politik bawahan tanpa
integrasi administratif lebih lanjut. Daerah-daerah bawahan yang termasuk dalam lingkup mandala
Majapahit, yaitu wilayah Mancanegara dan Nusantara, umumnya memiliki pemimpin asli penguasa
daerah tersebut yang menikmati kebebasan internal cukup luas. Wilayah-wilayah bawahan ini
meskipun sedikit-banyak dipengaruhi Majapahit, tetap menjalankan sistem pemerintahannya sendiri
tanpa terintegrasi lebih lanjut oleh kekuasaan pusat di ibu kota Majapahit. Pola kekuasaan mandala ini
juga ditemukan dalam kerajaan-kerajaan sebelumnya, seperti Sriwijaya dan Angkor, serta mandala-
mandala tetangga Majapahit yang sezaman; Ayutthaya dan Champa.

C. Kebudayaan Kerajaan Majapahit


Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa
seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam kalender
tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari semua
wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau pajak. Kawasan Majapahit
secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan ibu kota dan sekitarnya; wilayah-
wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk langsung
oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan Nusantara yang menikmati otonomi luas.

Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar
keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu)
dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu.
Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang Islam, akan tetapi sangat mungkin terdapat
beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat itu. Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi
pada masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya.

Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah


tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang masih
dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto.
Beberapa elemen arsitektur berasal dari masa Majapahit, antara lain gerbang terbelah candi bentar,
gapura paduraksa (kori agung) beratap tinggi, dan pendopo berdasar struktur bata. Gaya bangunan
seperti ini masih dapat ditemukan dalam arsitektur Jawa dan Bali.

Catatan yang berasal dari sumber Italia mengenai Jawa pada era Majapahit didapatkan dari
catatan perjalanan Mattiussi, seorang pendeta Ordo Fransiskan dalam bukunya: “Perjalanan Pendeta
Odorico da Pordenone”. Ia mengunjungi beberapa tempat di Nusantara: Sumatera, Jawa, dan
Banjarmasin di Kalimantan. Ia dikirim Paus untuk menjalankan misi Katolik di Asia Tengah. Pada
1318 ia berangkat dari Padua, menyeberangi Laut Hitam dan menembus Persia, terus hingga mencapai
Kolkata, Madras, dan Srilanka. Lalu menuju kepulauan Nikobar hingga mencapai Sumatera, lalu
mengunjungi Jawa dan Banjarmasin. Ia kembali ke Italia melalui jalan darat lewat Vietnam, China,
terus mengikuti Jalur Sutra menuju Eropa pada 1330.

Di buku ini ia menyebut kunjungannya di Jawa tanpa menjelaskan lebih rinci nama tempat
yang ia kunjungi. Disebutkan raja Jawa menguasai tujuh raja bawahan. Disebutkan juga di pulau ini
terdapat banyak cengkeh, kemukus, pala, dan berbagai rempah-rempah lainnya. Ia menyebutkan istana
raja Jawa sangat mewah dan mengagumkan, penuh bersepuh emas dan perak. Ia juga menyebutkan
raja Mongol beberapa kali berusaha menyerang Jawa, tetapi selalu gagal dan berhasil diusir kembali.
Kerajaan Jawa yang disebutkan di sini tak lain adalah Majapahit yang dikunjungi pada suatu waktu
dalam kurun 1318-1330 pada masa pemerintahan Jayanegara.

Pada zaman Majapahit ditulis berbagai kakawin (puisi berbahasa Jawa Kuna), seperti
Negarakertagama dan Pararaton, dan juga muncul berbagai cerita kembangan dari epos raya India
(seperti Tantu Panggelaran, Garudeya, dan Sudhamala) maupun cerita lokal yang populer hingga masa
kini, seperti lingkaran cerita Panji, kisah Sri Tanjung, dan kisah Bhubuksah dan Gagangaking.
Berbagai ukiran batu candi dari masa ini banyak menggambarkan fragmen cerita-cerita tersebut.

D. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Majapahit


Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Pajak dan denda
dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada
masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar tahun
1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting terjadi:
keping uang dalam negeri diganti dengan uang “kepeng” yaitu keping uang tembaga impor dari China.
Pada November 2008 sekitar 10.388 keping koin China kuno seberat sekitar 40 kilogram digali dari
halaman belakang seorang penduduk di Sidoarjo.

Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin tersebut
berasal dari era Majapahit. Alasan penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak disebutkan dalam
catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa dengan semakin kompleksnya ekonomi
Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil atau uang receh dalam sistem mata uang Majapahit agar
dapat digunakan dalam aktivitas ekonomi sehari-hari di pasar Majapahit. Peran ini tidak cocok dan
tidak dapat dipenuhi oleh uang emas dan perak yang mahal.

Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat itu dikumpulkan dari
berbagai data dan prasasti. Prasasti Canggu yang berangka tahun 1358 menyebutkan sebanyak 78 titik
perlintasan berupa tempat perahu penyeberangan di dalam negeri (mandala Jawa). Prasasti dari masa
Majapahit menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan spesialisasi karier, mulai dari pengrajin emas
dan perak, hingga penjual minuman, dan jagal atau tukang daging. Meskipun banyak di antara
pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak zaman sebelumnya, namun proporsi populasi yang mencari
pendapatan dan bermata pencarian di luar pertanian semakin meningkat pada era Majapahit.
Menurut catatan Wang Ta-Yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu
ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas,
perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah
putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan Odorico da Pordenone, biarawan Katolik Roma
dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321, menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh
dengan perhiasan emas, perak, dan permata.

Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor. Faktor pertama; lembah sungai Brantas dan
Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur utara sangat cocok untuk pertanian padi. Pada masa
jayanya Majapahit membangun berbagai infrastruktur irigasi, sebagian dengan dukungan pemerintah.
Faktor kedua; pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa mungkin sekali berperan penting
sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan komoditas rempah-rempah Maluku. Pajak yang
dikenakan pada komoditas rempah-rempah yang melewati Jawa merupakan sumber pemasukan
penting bagi Majapahit.

Nagarakretagama menyebutkan bahwa kemashuran penguasa Wilwatikta telah menarik banyak


pedagang asing, di antaranya pedagang dari India, Khmer, Siam, dan China. Pajak khusus dikenakan
pada orang asing terutama yang menetap semi-permanen di Jawa dan melakukan pekerjaan selain
perdagangan internasional. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi pedagang dari India
dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit
di Jawa.

E. Aliran Kepercayaan Kerajaan Majapahit


Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan anggun, dengan cita rasa
seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam kalender
tata negara digelar tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari semua
wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau pajak. Kawasan Majapahit
secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan ibu kota dan sekitarnya; wilayah-
wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk langsung
oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan Nusantara yang menikmati otonomi luas
.
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar
keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu)
dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu.
Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang Islam, akan tetapi sangat mungkin terdapat
beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat itu.

Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah
yang paling ahli menggunakannya. Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan
memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi
Majapahit yang masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di
Trowulan, Mojokerto. Beberapa elemen arsitektur berasal dari masa Majapahit, antara lain gerbang
terbelah candi bentar, gapura paduraksa (kori agung) beratap tinggi, dan pendopo berdasar struktur
bata. Gaya bangunan seperti ini masih dapat ditemukan dalam arsitektur Jawa dan Bali.

F. Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit


Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga
1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah
Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra,
semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik
(Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak
kejayaan Kemaharajaan Majapahit. Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-
daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi
terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja.

Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan
Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok. Selain melancarkan serangan dan
ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan
karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri
Kerajaan Sunda sebagai permaisurinya. Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian
persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke
Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk.

Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk
di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di
lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga
kerajaan Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan
Sunda dapat dibinasakan secara kejam. Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan
hati remuk redam melakukan “bela pati”, bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya. Kisah
Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian
di Bali dan juga naskah Carita Parahiyangan. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali
tidak disebutkan dalam Nagarakretagama.

Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya keraton yang
adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem
ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala
raksasa yang membentang dari Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku.
Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan
Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah
Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti
berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala pemberontakan atau
tantangan bagi ketuanan Majapahit atas daerah itu dapat mengundang reaksi keras.

Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan
serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang. Meskipun penguasa Majapahit
memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga,
perhatian utama Majapahit nampaknya adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan
perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam
mulai memasuki kawasan ini.

G. Surutnya Kerajaan Majapahit


Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur
melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran
akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang
menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra
dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta. Perang saudara yang disebut Perang
Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana.
Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian
dipancung. Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah
taklukannya di seberang.

Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang
dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara
kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan
komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang,
Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang
memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir
yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh
Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451.

Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan
memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja
akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian
wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi
memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki
Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara
mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam,
yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara.

Di bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung
kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka
dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan
Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan
Majapahit. Setelah mengalami kekalahan dalam perebutan kekuasaan dengan Bhre Kertabumi,
Singhawikramawardhana mengasingkan diri ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri)
dan terus melanjutkan pemerintahannya di sana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada
tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dengan memanfaatkan ketidakpuasan
umat Hindu dan Budha atas kebijakan Bhre Kertabumi serta mempersatukan kembali Majapahit
menjadi satu kerajaan.

Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1498 dengan gelar Girindrawardhana
hingga ia digulingkan oleh Patih Udara. Akibat konflik dinasti ini, Majapahit menjadi lemah dan mulai
bangkitnya kekuatan kerajaan Demak yang didirikan oleh keturunan Bhre Wirabumi di pantai utara
Jawa. Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400
saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu
pemerintahan ) hingga tahun 1518. Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala
yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan
harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna
hilanglah kemakmuran bumi”. Namun yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut
adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana.

Raden Patah yang saat itu adalah adipati Demak sebetulnya berupaya membantu ayahnya
dengan mengirim bala bantuan dipimpin oleh Sunan Ngudung, tetapi mengalami kekalahan bahkan
Sunan Ngudung meninggal di tangan Raden Kusen adik Raden Patah yang memihak Ranawijaya
hingga para dewan wali menyarankan Raden Fatah untuk meneruskan pembangunan masjid Demak.
Hal ini diperkuat oleh prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan
Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara
Ranawijaya dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi.
Sebenarnya perang ini sudah mulai mereda ketika Patih Udara melakukan kudeta ke Girindrawardhana
dan mengakui kekuasan Demak bahkan menikahi anak termuda Raden Patah, tetapi peperangan
berkecamuk kembali ketika Prabu Udara meminta bantuan Portugis.
Sehingga pada tahun 1518, Demak melakukan serangan ke Daha yang mengakhiri sejarah
Majapahit dan ke Malaka. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga
kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari
pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan
Kertabhumi. Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1518, kekuatan
kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Demak di bawah
pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan
Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena ia adalah
putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.

Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan
bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati
Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M. Demak memastikan
posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa.
Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal
kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian
barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan
ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan
Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah
selama perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang
otoritas politik tertinggi.

Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Pajak dan denda
dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada
masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar tahun
1300, pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting terjadi:
keping uang dalam negeri diganti dengan uang “kepeng” yaitu keping uang tembaga impor dari China.

B. Saran
Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan berusaha menjaga dan
melestarikan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Mulyana, Slamet. (2006). Tafsir Sejarah Nagarakretagama. Jakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara.

Komandoko, Gamal. (2009). Gajah Mada: Menangkis Ancaman Pemberontakan Ra Kuti: Kisah

Ketangguhan Seorang Patih Majapahit Dalam Menjaga Keutuhan Takhta Sang Raja. Jakarta: Narasi.

https://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit

Anda mungkin juga menyukai