Anda di halaman 1dari 4

Majapahit (Jawa: ꧋ꦩꦙꦥꦲꦶꦠ꧀; pengucapan bahasa

Jawa: [madʒapaɪt]; Sanskerta: Vilvatikta; Kawi: Wilwatikta)[Catatan 1] adalah sebuah kemaharajaan yang
berpusat di Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri tahun 1293–1527 M.
Kemaharajaan ini didirikan oleh Raden Wijaya menantu Kertanagara, maharaja Singhasari terakhir,
dan mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas
di Nusantara pada masa kekuasaan raja Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350–1389.
Kemaharajaan Majapahit adalah kemaharajaan Hindu-Buddha terakhir yang
menguasai Nusantara dan dianggap sebagai monarki terbesar dalam sejarah Indonesia.
[2]
Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang dari Jawa, Sumatra, Semenanjung
Malaya, Kalimantan, Filipina (Kepulauan Sulu), Manila (Saludung), Sulawesi, Papua, dan lainnya.
[3]
Sisa-sisa peninggalan arkeologis dan reruntuhan bangunan kunonya banyak ditemukan
di Kabupaten Mojokerto, karena pernah menjadi ibukota Majapahit.

Historiografi[sunting | sunting sumber]


Sejarah mengenai kemaharajaan Majapahit masih menjadi salah satu subjek penelitian yang
menarik untuk dibahas dan ditelusuri lebih jauh lagi.[4][5] Sumber utama yang digunakan oleh
para sejarawan diantaranya adalah Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa
Kawi dan Nagarakretagama dalam bahasa Jawa Kuno.[6] Pararaton menceritakan Ken
Arok (pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai
terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama adalah puisi Jawa Kuno yang ditulis pada
masa keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Kakawin Nagarakretagama pada
tahun 2008 diakui sebagai bagian dalam Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World Programme)
oleh UNESCO.[7] Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno maupun catatan
sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.[8]
C.C. Berg menganggap bahwa sebagian naskah tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi memiliki
arti supernatural dalam hal dapat mengetahui masa depan.[9] Kebanyakan sarjana tidak menerima
pandangan ini, karena catatan sejarah Majapahit sesuai dengan catatan Cina yang tidak mungkin
memiliki maksud yang sama. Daftar penguasa dan detail struktur negara tidak menunjukkan tanda-
tanda dibuat-buat.[10] Pada tahun 2010, sekelompok pengusaha Jepang dipimpin Takajo Yoshiaki
membiayai pembuatan kapal Majapahit atau Spirit of Majapahit yang akan berlayar ke Asia. Menurut
Takajo, hal ini dilakukan untuk mengenang kerjasama Majapahit dan Kerajaan Jepang melawan
Kerajaan Yuan China (Mongol) dalam perang di Samudera Pasifik.[11] Menurut Guru Besar
Arkeologi Asia Tenggara National University of Singapore John N. Miksic, jangkauan kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatra dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan dengan pengaruh
kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni.[12] Bahkan ada perguruan silat bernama Kali
Majapahit yang populer di Filipina dengan anggotanya dari Asia dan Amerika. Silat Kali Majapahit ini
mengklaim berakar dari Kemaharajaan Majapahit kuno yang disebut menguasai Filipina, Singapura,
Malaysia dan Selatan Thailand.[13]

Sejarah[sunting | sunting sumber]


Pendirian[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Serbuan Yuan-Mongol ke Jawa
Arca HaTanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran
kerajaan Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan
Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan
nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang
tepercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya,
meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Pemberontakan Ranggalawe ini didukung oleh
Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati.
Semua ini tersebut disebutkan dalam Pararaton.[19] Slamet Muljana menduga bahwa
mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya
raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian
pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati.[18] Wijaya
wafat pada tahun 1309.
Putra dan penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti
"penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara, seorang
pendeta Italia, Odorico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328,
Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya
menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan
menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk
menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih,
pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan
rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan.
Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal
di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada tahun
1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
Puncak kejayaan Majapahit[sunting | sunting sumber]
Perkembangan Kemaharajaan Majapahit, bermula di
Trowulan, Majapahit, Jawa Timur, pada abad ke-13, kemudian mengembangkan pengaruhnya
atas kepulauan Nusantara, hingga surut dan runtuh pada awal abad ke-16.
Rajapatni (Gayatri) wafat pada tahun 1350. Setelah ibundanya wafat, Ratu Tribhuwanatunggadewi
menyerahkan tahta Majapahit kepada putranya, Hayam Wuruk. Ketika naik tahta Hayam Wuruk
baru berusia 16 tahun[20]
Ibnu Battuta dalam perjalanannya antara tahun 1332–1347 mengunjungi tempat yang disebut "Mul
Jawa" (pulau Jawa atau Jawa Majapahit, kebalikan dari "al-Jawa" yang mengacu pada Sumatra).
Negeri itu membentang sebesar 2 bulan perjalanan, dan memerintah negara Qaqula dan Qamara.
Dia tiba di kota bertembok bernama Qaqula/Kakula, dan mengamati bahwa kota itu memiliki kapal
perang untuk bajak laut yang merampok dan mengumpulkan tol dan gajah dipekerjakan untuk
berbagai tujuan. Dia bertemu dengan penguasa Mul Jawa dan tinggal sebagai tamu selama tiga
hari.[21]:96-97[22]:880–883 Ibnu Battuta mengatakan bahwa perempuan Jawa menunggang kuda, memahami
cara memanah dan berperang seperti laki-laki. Ibnu Battuta mencatat sebuah cerita tentang sebuah
negara bernama Tawalisi yang menentang raja China (Dinasti Yuan) dan berperang dengannya
menggunakan banyak kapal jung sampai dia berdamai dengan syarat tertentu.[22]:884–885[23]:3, 114–115
Setelah naik tahta Hayam Wuruk bergelar Sri Rajasanegara. Pada masa pemerintahan Hayam
Wuruk, Majapahit mengalami zaman keemasan. Hayam Wuruk didampingi oleh Mahapatih Gajah
Mada. Hayam Wuruk menjadi raja Majapahit yang paling terkenal. Gajah Mada meneruskan cita-
citanya. Satu persatu kerajaan di nusantara dapat ditaklukkan dibawah Majapahit. Wilayah
kerajaannya meliputi hampir seluruh wilayah nusantara sekarang, ditambah Tumasik (Singapura)
dan Semenanjung Melayu.[24]

“ Tumasik jatuh ke tangan Majapahit pada masa raja kedua, Sri Wikrama Wira yang
berkuasa pada 1357–1362.[25]
Sempat lepas dari kendali Majapahit saat mengalami konflik internal. Situasi ini
dimanfaatkan oleh Kerajaan Ayutthaya dari Siam (Thailand) yang kemudian menjadi
pemilik baru Tumasik. Namun, Majapahit berhasil merebutnya kembali pada sekitar
tahun 1390.[26] ”
Kebesaran Majapahit mencapai puncaknya pada zaman pemerintahan Ratu Tribhuwanatunggadewi
Jayawishnuwardhani (1328–1350). Dan mencapai zaman keemasan pada masa pemerintahan
Prabhu Hayam Wuruk (1350–1389) dengan Mahapatih Gajah Mada-nya yang kesohor dipelosok
Nusantara itu. Pada masa itu kemakmuran benar-benar dirasakan seluruh rakyat nusantara.[27]
Hayam Wuruk (Sri Rajasanegara) sebagai raja Majapahit berlangsung sesudah mangkatnya Sri
Rajapatni pada tahun saka 1272 (1350), hal ini juga dibuktikan dalam piagam Singhasari yang
menjelaskan bahwa dengan penobatan Hayam Wuruk sebagai raja
Majapahit, Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani berhenti memagung tampuk pimpinan
negara.[28] Hayam Wuruk dibantu dengan patihnya Yaitu Gadjah Mada yang dikenal dengan
“Sumpah Palapa” dia bersumpah tidak akan merasakan palapa (menikmati istirahat) sebelum
menyatukan Nusantara di bawah naungan Majapahit.[29]
Pada masa Hayam Wuruk hampir seluruh wilayah nusantara dapat dipersatukan dengan Panji-panji
kerajaan Majapahit. Pengaruh kekuasaan dan kerjasama Majapahit meluas sampai ke luar
nusantara. Pada era Hayam Wuruk agama Hindu menjadi agama para rakyat Majapahit secara
keseluruhan. Berbeda dengan Hayam Wuruk yang beragama Hindu agama mahapatih Gadjah
Mada adalah Budha.[30]
rihara (paduan Siwa dan Wisnu) perwujudan Kertarajasa dari Candi Simping, Blitar, kini
koleksi Museum Nasional.
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini
menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang
bernama Meng Chi[14] ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan
Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut
dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya.[14][15] Kubilai Khan marah dan lalu
memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas
saran penasehat kerajaan Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden
Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan
ke Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi
kepada Jayakatwang.[16] Jawaban dari surat di atas disambut dengan senang hati.[16] Raden
Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru dengan
pelabuhan utama di Canggu. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja,
dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan
Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang,
Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang
kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di negeri asing.[17][18] Saat itu juga
merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau
mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.

Anda mungkin juga menyukai