[8]
Ia menyatakan tidak akan istirahat atau menikmati kesenangan sebelum berhasil
menyatukan Nusantara.[9]:363-364 Meskipun ia adalah salah satu tokoh sentral saat itu, sangat sedikit
catatan-catatan sejarah yang ditemukan mengenai dirinya. Wajah sesungguhnya dari tokoh Gajah
Mada, saat ini masih kontroversial.[10] Banyak masyarakat Indonesia masa sekarang yang
menganggapnya sebagai pahlawan dan simbol nasionalisme Indonesia[11] dan persatuan Nusantara.
[12]
Sebuah kuiras yang dipersembahkan oleh seorang brahmana, digambarkan di candi Borobudur.
Pakaian perang atau baju besi dari sebuah patung candi di Singasari.
Patung dewa memegang sebuah kuiras, dari Nganjuk, Jawa Timur, pada masa sebelumnya (abad ke-
10 sampai ke-11).
Menurut Munandar, pada awalnya Gajah Mada diarcakan sebagai tokoh Brajanata dalam cerita
panji, dan sebagai Bima dalam cerita Mahabharata pada masa kemudian. Pada awalnya Gajah
Mada tidak langsung diarcakan sebagai tokoh Bima, ia diarcakan sebagai tokoh Brajanata karena
kisah Panji lebih dulu dikenal daripada kegiatan pembuatan arca-arca Bima yang agaknya mulai
berlangsung pada pertengahan abad ke-15. Pemuliaan Gajah Mada pada tahap pertama bersifat
profan—adalah dalam bentuk pengarcaannya sebagai Brajanata, namun selanjutnya terjadi
pemuliaan Gajah Mada dalam tahap kedua yang lebih bersifat sakral, yaitu disetarakan dengan
Bima sebagai salah satu aspek Siwa.[17] Pada arca yang terdapat di Museum Nasional, arca tersebut
digambarkan berbadan tegap, kumis melintang, rambut ikal berombak, di bagian puncak kepala
terdapat ikatan rambut dengan pita membentuk seperti topi tekes. Ia mengenakan busana dan
perhiasan gelang dan kelat lengan atas berupa ular sebagaimana Bima.[18]