Anda di halaman 1dari 3

Analisis Buku Gadjah Mada : Pahlawan Persatuan Nusantara

Disusun guna melengkapi tugas mata kuliah : Historiografi Indonesia

Dosen Pengampu :
Dr. Rhoma Dwi Aria Yuliantri M.Pd.
Septian Teguh Wijayanto M.Pd.

Oleh : Muhammad Fajarrochman Sasmito

PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2023

Historiografi Indonesia | Pendidikan Sejarah


Nama : Muhammad Fajarrochman Sasmito
NIM : 21406241056
Mata Kuliah : Historiografi
Dosen Pengampu : Bapak Septian Teguh Wijiyanto

Laporan Hasil Bacaan

Identitas Buku : Gadjah Mada


Penulis : Muh. Yamin
Penerbit : Balai Pustaka
Jumlah Halaman : 118 halaman

A. Garis besar isi


Buku Gadjah Mada : Pahlawan Persatuan Nusantara adalah buku yang ditulis oleh
Muh.Yamin pada 1960 oleh Balai Pustaka. Buku ini mengisahkan perjalanan sang
Mahapatih dari kecil hingga akhir hayatnya. Buku ini memiliki 12 bab perjalanan
Gajah Mada yang kalau kita analisis terbagi menjadi beberapa segmen. Segmen
pertama adalah bab 1 yang menceritakan mengenai asal usul Gajah Mada dalam
berbagai sumber. Ada sumber yang menyatakan kalau Gajah Mada lahir di pinggiran
sungai Brantas, adapun yang bilang Gadjah Mada dari Bali. Dalam perjalanan
hidupnya, Patih Gajah adalah sosok yang kompleks, dimana dia adalah ahli dalam
strategi militer, politik, dan diplomasi yang membuat dirinya Bab 2 membahas
mengenai ringkasan perjalanan Kerajaan Majapahit dengan Gadjah Mada hingga
keruntuhannya pasca kehilangan 2 sosok besarnya, Gadjah Mada dan Raja Hayam
Wuruk.

Yang selanjutnya bagian perjalanan awal beliau pada Bab 3. Bab 3 ini menjelaskan
mengenai perjalanan awal beliau sebagai punggawa Majapahit dan perkembangannya,
Bab 4 kemudian membahas tantangan yang dihadapi beliau dan bagaimana beliau
melewati masalah seperti konflik kepentingan, dan tantangan pribadi dari diri patih
sendiri dan berbagai pemberontakan. Contohnya seperti beberapa pemberontakan
pada masa awal Majapahit yang membuat ibukota terkadang tidak aman, terutama
Pemberontakan Kuti dan Sadeng dimasa Kalagemet, dimana Gajah Mada dikenal
dengan Pasukan Bhayangkara. Hal seperti itu membuat posisi Gajah Mada teruji dan
menjadi Patih Majapahit. Selanjutnya ada Bab 5, Gajah Mada menunjukkan
kepiawaiannya dalam pemerintahan Majapahit. Kemudian Bab 6 membahas tentang
kedekatan Gajah Mada terhadap tokoh penting seperti Raja Hayam Wuruk, Patih
Tadah, Prapanca, dll.

Selanjutnya adalah segmen pucak dari Gajah Mada di Bab 7, yaitu membahas tentang
sumpahnya yang terkenal, yaitu Sumpah Palapa/Amukti Palapa yang berisi janji
Gajah Mada untuk berpuasa atau tidak memakan buah palapa sebelum menyatukan
daerah di wilayah Nusantara seperti Gurun, Seram, Tanjung Pura, Pahang, Dompo,
Bali, Sunda, Palembang, Tumasik dibawah kekuasaan Majapahit. Dari situlah Bab 8
kemudian menyimpulkan Sumpah Palapa merupakan sebuah bentuk penyatuan
kontekstual dan lambang dari impian serta impian persatuan dan kesatuah di
Nusantara. Konsep tersebut yang menginspirasi konsep Sumpah Pemuda, yang mana
sumpah tersebut berisi 3 hal pokok, yaitu tanah air, bangsa, dan bahasa yang
kemudian melahirkan negara Indonesia.

Historiografi Indonesia | Pendidikan Sejarah


Meskipun demikian, Gajah Mada juga tidak sesempurna selama kariernya. Bagai
sepandai pandai tupai melompat, pasti jatuh jua. Dalam masa jabatannya Gajah Mada
memiliki permasalah dengan keluarga kerajaan, terutama di masa pemerintahan
Hayam Wuruk (1350-1389). Dijelaskan pada Bab 9, Salah satu peristiwanya yaitu
terjadinya kegagalan beliau dalam menjalin komunikasi dan diplomasi yang baik
dengan Kerajaan Sunda Galuh yang mengakibatkan Perang Bubat pada 1357 yang
menewaskan rombongan dari Dyah Pitaloka, calon istri Hayam Wuruk, sehingga
ibarat nila setitik rusak susu sebelanga, menjadikan karier Gajah Mada merosot. Bab
10 dan 11 memiliki kisah yang cukup tragis, dimana kemunduran Gajah Mada pasca
Perang Bubat dan nasib akhirnya yang tidak banyak diketahui orang da diketahui.
Memasuki segmen terakhir adalah kemunduran. Di bab 11, sama seperti bab 2, bab ini
membahas masa kemunduran Majapahit pasca Hayam Wuruk dan Gajah Mada.
Majapahit seolah hampa tanpa adanya Raja dan Patih yang memiliki visi yang tinggi
dalam memimpin dan melengkapi satu sama lain, sehingga penerus mereka tidak
dapat mempertahankan apa yang sudah mereka capai. Yang terakhir yaitu bab 12
yang berisi penutup dari buku yang berisikan pujian terhadap jasa sang Mahapatih
sebagai pencetus pemersatu bangsa yang menjadi bagian besar sejarah dari bangsa
Indonesia dan pengaruhnya hingga saat ini.
B. Ciri-ciri historiografi
Dalam buku ini, penulis memakai pendekatan historiografi nasionalis. Pendekatan ini
adalah cara menganalisis sebuah peristiwa sejarah dengan menempatkan bangsa
Indonesia sebagai subjeknya. Hal tersebut terlihat jelas dengan penempatan Gajah
Mada oleh Muhammad Yamin sebagai tokoh dalam buku. Gajah Mada digambarkan
sebagai tokoh ideal bangsa yang memiliki perjalanan panjang dalam menyatukan
Nusantara. Gajah Mada memulai kariernya sebagai seorang punggawa di Kerajaan
Majapahit yang mengalami berbagai cobaan, seperti pemberontakan, peperangan, dan
rumitnya perpolitikan di Majapahit pada waktu itu. Dari pengalaman tersebut
membentuk pandangan sang Mahapatih mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan
dalam menjaga keutuhan negara.

Sumpahnya yang terkenal, yaitu Sumpah Palapa yang diikrarkan pada 1328 adalah
salah satu yang menjadi titik fokus dalam buku, dikarenakan dalam sumpah tersebut,
Gajah Mada menyebutkan penyatuan daerah di Nusantara dibawah Majapahit. Untuk
pertama kalinya, seorang patih dari kerajaan di Nusantara mengungkapkan niat untuk
menyatukan Nusantara dan secara kontekstual merupakan cikal bakal dari tumbuhnya
semangat dari masa lampau yang mengakibatkan 2 peristiwa penting, yaitu Sumpah
Pemuda, yaitu pengakuan satu bangsa, tanah air, dan bahasa persatuan yang kelak
menjadi dasar terbentuknya bangsa Indonesia. Meskipun terkesan kontekstual dan
menurut beberapa orang tidak akurat, seperti yang dikatakan Asvi Warman Adam
“satu orang yang banyak menciptakan "sejarah yang bercorak nasional" alias
propaganda adalah Muhammad Yamin”, tetapi buku ini menjadi salah satu buku yang
menanamkan jiwa nasionalisme bagi generasi muda di masa depan.

Historiografi Indonesia | Pendidikan Sejarah

Anda mungkin juga menyukai