Anda di halaman 1dari 7

3.

Identifikasikan masing-masing Candi tersebut apakah termasuk pada Candi Hindu atau Candi
Buddha, terangkan melalui gambar, filosofi simbol=simbol apa saja yang diterapkan ke dalam
desain Candi tersebut.
Candi Borobudur (candi budha)

nama “Borobudur” berasal dari Bahasa sangsekerta. Yang ditemukan oleh sejarawan belanda Bernama
J.G. de Casparis pada prasasti karangtengah dan tri tepusan, pendirian Borobudur pada tahun 824 M oleh
raja mataram (samaratungga) wangsa syailendra. Yang terselesaikan setengah abad dan dipimpin oleh
ratu pramudawardani. prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah
bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kamūlān yang
disebut Bhūmisambhāra. Istilah Kamūlān sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal,
bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan
bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa Sanskerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh
tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur .

Filosofi symbol-simbol yang diterapkan pada desain candi

Relief-relief dinding Borobudur

Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal
dari bahasa Sanskerta daksina yang artinya ialah timur. Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai,
dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah
kanan pintu gerbang itu. 
1. Kaki candi (karmawibhangga)

Karmawibhangga adalah naskah yang menggambarkan ajaran mengenai karma, yakni sebab-akibat
perbuatan baik dan jahat. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap
pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat. Secara keseluruhan
merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak
pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju
kesempurnaan.
2. Tingkat I (Lalitawistara)

Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-relief (tetapi bukan merupakan
riwayat yang lengkap) yang dimulai dari turunnya Sang Buddha dari surga Tushita, dan berakhir dengan
wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi sebelah
selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27
pigura tersebut menggambarkan kesibukan, baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk
menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. 
3. Tingkat II,III,IV (Gandawyuha)

Tingkat bagian pertama adalah adegan pembuka (Nidanaparivarta). Perjalanan Sudhana yang
dipahatkan pada Candi Borobudur digambarkan dengan menunggang kuda, berjalan kaki, naik
gajah, naik perahu untuk menjelajah ke berbagai tempat untuk berguru. Dalam Berbagai adegan
Sudhana digambarkan sebagai sosok lakilaki dengan pakaian, perhiasan, lengkap dengan mahkota
yang mewah, duduk menghadap guru dan orang-orang bijaksana .tingkat Bagian kedua adalah
perjalanan mengunjungi mitra-mitra handal. Selanjutnya adalah mengenai sepak terjang Maitreya
(Maitreya-vimoksha). Tingkat Bagian terakhir adalah tekad Samantabhadra mencari kebenaran
hakiki dan disebut Bhadracari yang dapat dijumpai pada dinding lorong IV Candi Borobudur
(menuju nirwana)
4. Jataka dan Awadana

cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok
penonjolan perbuatan-perbuatan baik, seperti sikap rela berkorban dan suka menolong yang
membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Beberapa kisah Jataka menampilkan
kisah fabel yakni kisah yang melibatkan tokoh satwa yang bersikap dan berpikir seperti manusia.
Sesungguhnya, pengumpulan jasa atau perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha
menuju ketingkat ke-Buddha-an.
5. Arca budha
arca buddha duduk bersila dalam posisi teratai serta menampilkan mudra atau sikap tangan simbolis
tertentu. Terdapat lima golongan mudra: Utara, Timur, Selatan, Barat, dan Tengah, kesemuanya
berdasarkan lima arah utama kompas menurut ajaran Mahayana. Keempat pagar langkan memiliki
empat mudra: Utara, Timur, Selatan, dan Barat, di mana masing-masing arca buddha yang menghadap
arah tersebut menampilkan mudra yang khas.
1. Bhumisparsa mudra/ Akshobhya (timur) Memanggil bumi sebagai saksi

2. Wara mudra/ Ratnasambhava (selatan) kedermawaan

3. Dhyana mudra./ Amitabha (barat) semadi atau meditasi


4. Abhaya mudra/ Amoghasiddhi(utara) ketidakgentaran

5. Witarka mudra/ Wairocana (tengah) akal budi

6. Dharmachakra mudra/ Wairocana (tengah) pemutaran roda dharma

Candi penataran
Candi Penataran ini dibangun pada masa dua kerajaan besar di Nusantara, yaitu Kediri
dan Majapahit. Candi Penataran dibangun sebagai tempat pemujaan Raja Hayam Wuruk
dari Majapahit untuk menyembah Hyang Acalapati atau yang dikenal sebagai Girindra atau Raja
Gunung.

Relief-relief candi penataran

Gaya reliefnya menunjukkan bentuk yang jelas berbeda dari candi-candi Jawa Tengah dari sebelum
abad ke-11 seperti Candi Prambanan. Wujud relief manusia digambarkan mirip wayang kulit, seperti
yang bisa dijumpai pada gaya pengukiran yang ditemukan di Candi Sukuh, suatu candi dari masa
akhir periode Hindu-Buddha dalam sejarah Nusantara. Gaya reliefnya menunjukkan bentuk yang
jelas berbeda dari candi-candi Jawa Tengah dari sebelum abad ke-11 seperti Candi Prambanan.
Wujud relief manusia digambarkan mirip wayang kulit, seperti yang bisa dijumpai pada gaya
pengukiran yang ditemukan di Candi Sukuh, suatu candi dari masa akhir periode Hindu-Buddha
dalam sejarah Nusantara.

1. Bubuksah dan Gagangaking

kisah Bubuksah dan Gagangaking ditampilkan dalam lima adegan pada panil di sisi timur di
antara dua tiang naga, bergerak dari selatan ke utara (dari kiri ke kanan). Penggambaran dimulai
dari pertemuan Gagangaking dan Bubuksah yang kemudian menjadi perdebatan. Adegan paling
khas dari kisah ini, yaitu Bubuksah menunggang harimau yang diikuti oleh Gagangaking yang
berpegangan pada ekor harimau,

2. Sri Tanjung (pendapa teras 2)


mengenai kesetiaan seorang istri (bernama Sri Tanjung) kepada suaminya, meskipun ia dilanda
fitnah. Tokoh Sri Tanjung digambarkan sebagai sosok perempuan bermahkota samping,
mengenakan kemben. Tokoh Sidapaksa digambarkan bertelanjang dada, di kepalanya
mengenakan tutup kepala khas, serta mengenakan kain semacam sarung yang diikat atau
mengenakan celana yang dibalut kain sedengkul.

3. Ramayana dan kresnayana

Pada dinding Candi Utama terukir relief Ramayana dengan tokoh Rama dan Shinta, dan


relief Kresnayana dengan tokoh Krisna dan Rukmini. Kisah Kresnayana menceritakan Krisna
yang menculik dan mempersunting Rukmini. Kisah Ramayana dan Kresnayana yang dipahatkan
pada dinding candi Penataran ditafsirkan mirip dengan kisah Ken Arok dan Ken Dedes.
Ketokohan Ken Arok sendiri masih menjadi kontroversi antara karakter seorang bandit yang
berambisi memperbaiki keturunan setelah mengerti arti cahaya yang terpancar dari garbha Ken
Dedes yang dilihatnya dan kemudian membunuh Tunggul Ametung yang menjadi suami sang
nareswari, atau karakter seorang bangsawan yang mengemban amanat dari Mpu Purwa yang
merupakan ayah Ken Dedes sekaligus keturunan Mpu Sindok untuk mengembalikan kejayaan
kerajaan Kanjuruhan yang ditaklukkan oleh kerajaan Kediri, dengan dukungan kalangan
brahmana dari kedua kerajaan.
4. Satwa-satwa
medalion hewan di candi Penataran merupakan wujud upaya candi Penataran dalam “mengawetkan”
hewan sejak abad ke-12 (ratusan tahun lalu). Jadi, hewan-hewan yang terdapat dalam medalion
adalah hewan-hewan yang telah ada sejak abad ke-12 dan beberapa masih ada hingga saat ini.

Beberapa pakar sejarah mengungkapkan bahwa latar belakang “pengawetan” adalah simbolisasi dari
kekuasaan Dewa Siwa yang menguasai segala jenis hewan. Dalam agama Hindu, Dewa Siwa adalah
dewa yang paling pertama ada sekaligus sebagai pemimpin dari dewa-dewa yang lain. Oleh sebab
itu, wajar jika di candi-candi Hindu ditampilkan sebuah perlambang tentang kehebatan Dewa Siwa.

Jenis-jenis hewan yang menjadi ‘model’ medalion candi Penataran cukup bervariasi. Sebut saja
seperti naga, anjing, angsa, ayam jantan, babi hutan, buaya, burung merak, burung bangau, burung
hantu, itik, kadal, kerbau, landak, kuda, kucing, komodo, sapi, rusa, tikus, musang, dan harimau.

gajah adalah tunggangan Dewa Indra. Selain itu, gajah juga merupakan Ganesha, lambang ilmu
pengetahuan sekaligus anak dari Dewa Siwa. Oleh karena itu, penggambaran gajah pada relief
Candi Penataran lebih dekat dimaknai sebagai wujud simbolis kebudayaan Hindu India
https://jelajahblitar.com/candi-penataran/

Anda mungkin juga menyukai