Bhurloka (dalam Buddhisme: Kamadhatu), adalah ranah terendah makhluk yang fana;
manusia, hewan, juga makhluk halus Hantu dan iblis. Di ranah ini manusia masih terikat
dengn hawa nafsu, hasrat, dan cara hidup yang tidak suci. Halaman terlar dan kaki candi
melambangkan ranah bhurloka.
Bwahloka (dalam Buddhisme: Rupadhatu), adalah alam tegah, tempat orang suci, resi,
pertapa, dan dewata rendahan. Di alam ini manusia mulai melihat cahaya kebenaran.
Halaman tengah dan tubuh candi melambangkan ranah bwahloka.
Swahloka (dalam Buddhisme: Arupadhatu), adalah ranah trtinggi sekaligus tersuci tempat
para dewa Hapsara Hapsari Bidadari bersemayam, juga disebut swargaloka. Halaman
dalam dan atap candi melambangkan ranah swahloka. Atap candi-candi di kompleks
Prambanan dihiasi dengan kemuncak mastaka berupa ratna (Sanskerta: permata),
bentuk ratna Prambanan merupakan modifikasi bentuk wajra yang melambangkan intan
atau halilintar. Dalam arsitektur Hindu Jawa kuno, ratna adalah sandingan Hindu
untuk stupa Buddha, yang berfungsi sebagai kemuncak atau mastaka candi.
Pada saat pemugaran, tepat di bawah arca Siwa di bawah ruang utama candi Siwa
terdapat sumur yang didasarnya terdapat pripih (kotak batu). Sumur ini sedalam 5,75
meter dan peti batu pripih ini ditemukan di atas timbunan arang kayu, tanah, dan tulang
belulang hewan korban. Di dalam pripih ini terdapat benda-benda suci seperti lembaran
emas dengan aksara bertuliskan Baruna (dewa laut) dan Parwata (dewa gunung).
Dalam peti batu ini terdapat lembaran tembaga bercampur arang, abu, dan tanah, 20
keping uang kuno, beberapa butir permata, kaca, potongan emas, dan lembaran perak,
cangkang kerang, dan 12 lembaran emas (5 diantaranya berbentuk kura-kura,
ular naga (kobra), padma, altar, dan telur).[20]
Relief[sunting | sunting sumber]
Relief di Prambanan menampilkan Shinta tengah diculik Rahwana yang menunggangi raksasa
bersayap, sementara burung Jatayu di sebelah kiri atas mencoba menolong Shinta.