Anda di halaman 1dari 184

Majapahit

Imperium yang berpusat di Jawa


antara tahun 1293 hingga 1527

Kemaharajaan Majapahit (bahasa


ꦶ ꦠ꧀;
Jawa: ꦏꦫꦺꦠꦴꦤꦗꦥꦲ
Karaton Majapait, Sanskerta: व व
त ; Wilwatikta) adalah sebuah
kerajaan yang berpusat di Jawa
Timur, Indonesia, yang pernah
berdiri sekitar tahun 1293 hingga
1527 M. Kerajaan ini mencapai
puncak kejayaannya menjadi
kemaharajaan raya yang
menguasai wilayah yang luas di
Nusantara pada masa kekuasaan
Hayam Wuruk, yang berkuasa dari
tahun 1350 hingga 1389.
Kemaharajaan Majapahit
ꦏꦫꦺꦠꦴꦤꦗꦥꦲ ꦶ ꦠ꧀ (Jawa)
व व त (Sanskerta)
ᬧᬚᬫᬚᬧᬳᬶᬢ᭄ (Bali)
ᮊᮛᮏᮃᮔ᮪ᮙᮏᮕᮠᮤᮒ᮪ (Sunda)
满者伯夷王国 (Mandarin)
อาณาจักรมัชปาหิต (Thai)
1293–1527

Bendera Surya Majapahit

Semboyan: Mitreka Satata
ꦶ ꦺ ꦠꦿꦏꦱꦠꦠ

(Jawa Kuno: "Persaudaraan yang satu


dengan dasar persamaan derajat")
Peta wilayah kekuasaan Majapahit
berdasarkan Nagarakertagama; keakuratan
wilayah kekuasaan Majapahit menurut
penggambaran orang Jawa masih
Status Kerajaan
diperdebatkan.[1]
Ibu kota Mojokerto (masa
Raden Wijaya)
Trowulan (masa
Jayanagara)
Kediri (masa
Girishawardhana)

Bahasa yang umum Jawa Kuno (utama),


digunakan Kawi (alternatif),
Sanskerta

Agama Siwa-Buddha (Hindu


dan Buddha),
Kejawen, Animisme

Pemerintahan Monarki

Sri Maharaja  
• 1293-1309 Raden Wijaya

• 1309-1328 Jayanagara

• 1328-1350 Tribhuwana
Wijayatunggadewi

• 1350-1389 Hayam Wuruk

• 1389-1429 Wikramawardhana

• 1429-1447 Suhita

• 1447-1451 Kertawijaya

• 1451-1453 Rajasawardhana

• 1456-1466 Girishawardhana

• 1466-1474 Suraprabhawa

• 1474-1519 Girindrawarddhana/
Brawijaya

Rakryan Mantri ri  
Pakira-kiran
• 1294 – 1316 Mahapatih Nambi
• 1316 – 1323 Mahapatih Dyah
Halayudha

• 1323 – 1334 Mahapatih Arya


Tadah

• 1334 – 1364 Mahapatih Gajah


Mada

• 1367 – 1394 Mahapatih Gajah


Enggon

• 1394 – 1398 Mahapatih Gajah


Manguri

Sejarah  

• Penobatan Raden 10 November 1293


Wijaya

• Invasi Kesultanan 1527


Demak

Mata uang Koin emas, koin


perak, koin kepeng
(koin perunggu yang
diimpor dari
Tiongkok), koin
gobog

Didahului oleh Digantikan oleh


Kerajaan Singasari Kesultanan Demak

Sekarang bagian dari  Indonesia


 Malaysia
 Singapura
 Brunei Darussalam
 Thailand
 Timor Leste
 Filipina

Sumber frasa Mitreka Satata berasal dari


Kakawin Nagarakretagama karangan Empu
Prapañca pada zaman keemasan kerajaan
Majapahit. Semboyan Mitreka Satata dipakai
oleh Mahapatih Gajah Mada. Sebagai
landasan dalam menjalankan politik luar
negeri Majapahit yang bersifat kekerabatan,
hidup berdampingan secara damai dengan
negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Kerajaan Majapahit adalah


kerajaan Hindu-Buddha terakhir
yang menguasai Nusantara dan
dianggap sebagai kerajaan
terbesar dalam sejarah
Indonesia.[2] Menurut
Negarakertagama, kekuasaannya
terbentang dari Jawa, Sumatra,
Semenanjung Malaya, Kalimantan,
hingga Indonesia timur, meskipun
wilayah kekuasaannya masih
diperdebatkan.[3]
Historiografi
Hanya terdapat sedikit bukti fisik
dari sisa-sisa Kerajaan Majapahit,[4]
dan sejarahnya tidak jelas.[5]
Sumber utama yang digunakan
oleh para sejarawan adalah
Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam
bahasa Kawi dan Nagarakretagama
dalam bahasa Jawa Kuno.[6]
Pararaton terutama menceritakan
Ken Arok (pendiri Kerajaan
Singhasari) namun juga memuat
beberapa bagian pendek mengenai
terbentuknya Majapahit.
Sementara itu, Nagarakertagama
merupakan puisi Jawa Kuno yang
ditulis pada masa keemasan
Majapahit di bawah pemerintahan
Hayam Wuruk. Kakawin
Nagarakretagama pada tahun
2008 diakui sebagai bagian dalam
Daftar Ingatan Dunia (Memory of
the World Programme) oleh
UNESCO.[7] Setelah masa itu, hal
yang terjadi tidaklah jelas.[8] Selain
itu, terdapat beberapa prasasti
dalam bahasa Jawa Kuno maupun
catatan sejarah dari Tiongkok dan
negara-negara lain.[8]

Keakuratan semua naskah


berbahasa Jawa tersebut
dipertentangkan. Tidak dapat
disangkal bahwa sumber-sumber
itu memuat unsur non-historis dan
mitos. Beberapa sarjana seperti
C.C. Berg menganggap semua
naskah tersebut bukan catatan
masa lalu, tetapi memiliki arti
supernatural dalam hal dapat
mengetahui masa depan.[9]
Namun, banyak pula sarjana yang
beranggapan bahwa garis besar
sumber-sumber tersebut dapat
diterima karena sejalan dengan
catatan sejarah dari Tiongkok,
khususnya daftar penguasa dan
keadaan kerajaan yang tampak
cukup pasti.[5] Tahun 2010
sekelompok pengusaha Jepang
dipimpin Takajo Yoshiaki
membiayai pembuatan kapal
Majapahit atau Spirit of Majapahit
yang akan berlayar ke Asia.
Menurut Takajo, hal ini dilakukan
untuk mengenang kerjasama
Majapahit dan Kerajaan Jepang
melawan Kerajaan China (Mongol)
dalam perang di Samudera
Pasifik.[10] Menurut Guru Besar
Arkeologi Asia Tenggara National
University of Singapore John N.
Miksic jangkauan kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatra dan
Singapura bahkan Thailand yang
dibuktikan dengan pengaruh
kebudayaan, corak bangunan,
candi, patung dan seni.[11] Bahkan
ada perguruan silat bernama Kali
Majapahit yang berasal dari Filipina
dengan anggotanya dari Asia dan
Amerika. Silat Kali Majapahit ini
mengklaim berakar dari Kerajaan
Majapahit kuno yang disebut
menguasai Filipina, Singapura,
Malaysia dan Selatan Thailand.[12]

Sejarah

Berdirinya Majapahit …
Arca Harihara (paduan Siwa dan Wisnu)
perwujudan Kertarajasa dari Candi Simping,
Blitar, kini koleksi Museum Nasional.

Sebelum berdirinya Majapahit,


Singhasari telah menjadi kerajaan
paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi
perhatian Kubilai Khan, penguasa
Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia
mengirim utusan yang bernama
Meng Chi[13] ke Singhasari yang
menuntut upeti. Kertanagara,
penguasa kerajaan Singhasari yang
terakhir menolak untuk membayar
upeti dan mempermalukan utusan
tersebut dengan merusak
wajahnya dan memotong
telinganya.[13][14] Kubilai Khan
marah dan lalu memberangkatkan
ekspedisi besar ke Jawa tahun
1293.

Ketika itu, Jayakatwang, adipati


Kediri, sudah menggulingkan dan
membunuh Kertanegara. Atas
saran Aria Wiraraja, Jayakatwang
memberikan pengampunan kepada
Raden Wijaya, menantu
Kertanegara, yang datang
menyerahkan diri. Kemudian,
Wiraraja mengirim utusan ke Daha,
yang membawa surat berisi
pernyataan, Raden Wijaya
menyerah dan ingin mengabdi
kepada Jayakatwang.[15] Jawaban
dari surat di atas disambut dengan
senang hati.[15] Raden Wijaya
kemudian diberi hutan Tarik. Ia
membuka hutan itu dan
membangun desa baru. Desa itu
dinamai Majapahit, yang namanya
diambil dari buah maja, dan rasa
"pahit" dari buah tersebut. Ketika
pasukan Mongol tiba, Wijaya
bersekutu dengan pasukan Mongol
untuk bertempur melawan
Jayakatwang. Setelah berhasil
menjatuhkan Jayakatwang, Raden
Wijaya berbalik menyerang sekutu
Mongolnya sehingga memaksa
mereka menarik pulang kembali
pasukannya secara kalang-kabut
karena mereka berada di negeri
asing.[16][17] Saat itu juga
merupakan kesempatan terakhir
mereka untuk menangkap angin
muson agar dapat pulang, atau
mereka terpaksa harus menunggu
enam bulan lagi di pulau yang
asing.
Tanggal pasti yang digunakan
sebagai tanggal kelahiran kerajaan
Majapahit adalah hari penobatan
Raden Wijaya sebagai raja, yaitu
tanggal 15 bulan Kartika tahun
1215 saka yang bertepatan dengan
tanggal 10 November 1293. Ia
dinobatkan dengan nama resmi
Kertarajasa Jayawardhana.
Kerajaan ini menghadapi masalah.
Beberapa orang tepercaya
Kertarajasa, termasuk Ranggalawe,
Sora, dan Nambi memberontak
melawannya, meskipun
pemberontakan tersebut tidak
berhasil. Pemberontakan
Ranggalawe ini didukung oleh Panji
Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran
Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra
Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini
tersebut disebutkan dalam
Pararaton.[18] Slamet Muljana
menduga bahwa mahapatih
Halayudha lah yang melakukan
konspirasi untuk menjatuhkan
semua orang tepercaya raja, agar
ia dapat mencapai posisi tertinggi
dalam pemerintahan. Namun
setelah kematian pemberontak
terakhir (Kuti), Halayudha
ditangkap dan dipenjara, dan lalu
dihukum mati.[17] Wijaya meninggal
dunia pada tahun 1309.
Putra dan penerus Wijaya adalah
Jayanegara. Pararaton
menyebutnya Kala Gemet, yang
berarti "penjahat lemah". Kira-kira
pada suatu waktu dalam kurun
pemerintahan Jayanegara, seorang
pendeta Italia, Odorico da
Pordenone mengunjungi keraton
Majapahit di Jawa. Pada tahun
1328, Jayanegara dibunuh oleh
tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu
Gayatri Rajapatni seharusnya
menggantikannya, akan tetapi
Rajapatni memilih mengundurkan
diri dari istana dan menjadi
bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak
perempuannya Tribhuwana
Wijayatunggadewi untuk menjadi
ratu Majapahit. Pada tahun 1336,
Tribhuwana menunjuk Gajah Mada
sebagai Mahapatih, pada saat
pelantikannya Gajah Mada
mengucapkan Sumpah Palapa
yang menunjukkan rencananya
untuk melebarkan kekuasaan
Majapahit dan membangun sebuah
kemaharajaan. Selama kekuasaan
Tribhuwana, kerajaan Majapahit
berkembang menjadi lebih besar
dan terkenal di kepulauan
Nusantara. Tribhuwana berkuasa
di Majapahit sampai kematian
ibunya pada tahun 1350. Ia
diteruskan oleh putranya, Hayam
Wuruk.

Kejayaan Majapahit …

Perkembangan Kemaharajaan Majapahit,


bermula di Trowulan, Majapahit, Jawa Timur,
pada abad ke-13, kemudian
mengembangkan pengaruhnya atas
kepulauan Nusantara, hingga surut dan
runtuh pada awal abad ke-16.

Hayam Wuruk, juga disebut


Rajasanagara, memerintah
Majapahit dari tahun 1350 hingga
1389. Pada masanya Majapahit
mencapai puncak kejayaannya
dengan bantuan mahapatihnya,
Gajah Mada. Di bawah perintah
Gajah Mada (1313-1364),
Majapahit menguasai lebih banyak
wilayah.

Menurut Kakawin Nagarakretagama


pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatra,
semenanjung Malaya, Kalimantan,
Sulawesi, kepulauan Nusa
Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik
(Singapura) dan sebagian
kepulauan Filipina.[19] Sumber ini
menunjukkan batas terluas
sekaligus puncak kejayaan
Kemaharajaan Majapahit.

Meriam Cetbang Majapahit, dari


Metropolitan Museum of Art, yang
diperkirakan berasal dari abad ke-14.[20]
Perhatikan adanya lambang Surya
Majapahit.

Namun, batasan alam dan


ekonomi menunjukkan bahwa
daerah-daerah kekuasaan tersebut
tampaknya tidaklah berada di
bawah kekuasaan terpusat
Majapahit, tetapi terhubungkan
satu sama lain oleh perdagangan
yang mungkin berupa monopoli
oleh raja.[21] Majapahit juga
memiliki hubungan dengan Campa,
Kamboja, Siam, Birma bagian
selatan, dan Vietnam, dan bahkan
mengirim duta-dutanya ke
Tiongkok.[2][21]

Selain melancarkan serangan dan


ekspedisi militer, Majapahit juga
menempuh jalan diplomasi dan
menjalin persekutuan.
Kemungkinan karena didorong
alasan politik, Hayam Wuruk
berhasrat mempersunting
Citraresmi (Pitaloka), putri
Kerajaan Sunda sebagai
permaisurinya.[22] Pihak Sunda
menganggap lamaran ini sebagai
perjanjian persekutuan. Pada 1357
rombongan raja Sunda beserta
keluarga dan pengawalnya bertolak
ke Majapahit mengantarkan sang
putri untuk dinikahkan dengan
Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah
Mada melihat hal ini sebagai
peluang untuk memaksa kerajaan
Sunda takluk di bawah Majapahit.
Pertarungan antara keluarga
kerajaan Sunda dengan tentara
Majapahit di lapangan Bubat tidak
terelakkan. Meski dengan gagah
berani memberikan perlawanan,
keluarga kerajaan Sunda
kewalahan dan akhirnya
dikalahkan. Hampir seluruh
rombongan keluarga kerajaan
Sunda dapat dibinasakan secara
kejam.[23] Tradisi menyebutkan
bahwa sang putri yang kecewa,
dengan hati remuk redam
melakukan "bela pati", bunuh diri
untuk membela kehormatan
negaranya.[24] Kisah Pasunda
Bubat menjadi tema utama dalam
naskah Kidung Sunda yang
disusun pada zaman kemudian di
Bali dan juga naskah Carita
Parahiyangan. Kisah ini disinggung
dalam Pararaton tetapi sama
sekali tidak disebutkan dalam
Nagarakretagama.

Kakawin Nagarakretagama yang


disusun pada tahun 1365
menyebutkan budaya keraton yang
adiluhung, anggun, dan canggih,
dengan cita rasa seni dan sastra
yang halus dan tinggi, serta sistem
ritual keagamaan yang rumit. Sang
pujangga menggambarkan
Majapahit sebagai pusat mandala
raksasa yang membentang dari
Sumatra ke Papua, mencakup
Semenanjung Malaya dan Maluku.
Tradisi lokal di berbagai daerah di
Nusantara masih mencatat kisah
legenda mengenai kekuasaan
Majapahit. Administrasi
pemerintahan langsung oleh
kerajaan Majapahit hanya
mencakup wilayah Jawa Timur dan
Bali, di luar daerah itu hanya
semacam pemerintahan otonomi
luas, pembayaran upeti berkala,
dan pengakuan kedaulatan
Majapahit atas mereka. Akan
tetapi segala pemberontakan atau
tantangan bagi ketuanan Majapahit
atas daerah itu dapat mengundang
reaksi keras.[25]

Pada tahun 1377, beberapa tahun


setelah kematian Gajah Mada,
Majapahit melancarkan serangan
laut untuk menumpas
pemberontakan di Palembang.[2]

Meskipun penguasa Majapahit


memperluas kekuasaannya pada
berbagai pulau dan kadang-kadang
menyerang kerajaan tetangga,
perhatian utama Majapahit
tampaknya adalah mendapatkan
porsi terbesar dan mengendalikan
perdagangan di kepulauan
Nusantara. Pada saat inilah
pedagang muslim dan penyebar
agama Islam mulai memasuki
kawasan ini.
Surutnya Majapahit …

Bidadari Majapahit, arca emas apsara gaya


Majapahit menggambarkan zaman kerajaan
Majapahit sebagai "zaman keemasan"
Nusantara.

Terakota wajah yang dipercaya sebagai


Terakota wajah yang dipercaya sebagai
potret Gajah Mada.

Sesudah mencapai puncaknya


pada abad ke-14, kekuasaan
Majapahit berangsur-angsur
melemah. Setelah wafatnya Hayam
Wuruk pada tahun 1389, Majapahit
memasuki masa kemunduran
akibat konflik perebutan takhta.
Kematian Hayam Wuruk dan
adanya konflik perebutan takhta
menyebabkan daerah-daerah
Majapahit di bagian utara Sumatra
dan Semenanjung Malaya
memerdekakan diri, dimana
semenanjung Malaya menjadi
daerah kekuasaan Kerajaan
Ayutthaya hingga nantinya muncul
Kesultanan Melaka yang didukung
oleh Dinasti Ming.[26]

Pewaris Hayam Wuruk adalah putri


mahkota Kusumawardhani, yang
menikahi sepupunya sendiri,
pangeran Wikramawardhana.
Hayam Wuruk juga memiliki
seorang putra dari selirnya
Wirabhumi yang juga menuntut
haknya atas takhta.[5] Perang
saudara yang disebut Perang
Paregreg diperkirakan terjadi pada
tahun 1405-1406, antara
Wirabhumi melawan
Wikramawardhana. Perang ini
akhirnya dimenangi
Wikramawardhana, semetara
Wirabhumi ditangkap dan
kemudian dipancung. Tampaknya
perang saudara ini melemahkan
kendali Majapahit atas daerah-
daerah taklukannya di seberang.

Pada kurun pemerintahan


Wikramawardhana, serangkaian
ekspedisi laut Dinasti Ming yang
dipimpin oleh laksamana Cheng
Ho, seorang jenderal muslim China,
tiba di Jawa beberapa kali antara
kurun waktu 1405 sampai 1433.
Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng
Ho ini telah menciptakan
komunitas muslim China dan Arab
di beberapa kota pelabuhan pantai
utara Jawa, seperti di Semarang,
Demak, Tuban, dan Ampel; maka
Islam pun mulai memiliki pijakan di
pantai utara Jawa.[27]

Wikramawardhana memerintah
hingga tahun 1426, dan diteruskan
oleh putrinya, Ratu Suhita, yang
memerintah pada tahun 1426
sampai 1447. Ia adalah putri kedua
Wikramawardhana dari seorang
selir yang juga putri kedua
Wirabhumi. Pada 1447, Suhita
mangkat dan pemerintahan
dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik
laki-lakinya. Ia memerintah hingga
tahun 1451. Setelah Kertawijaya
wafat, Bhre Pamotan menjadi raja
dengan gelar Rajasawardhana dan
memerintah di Kahuripan. Ia wafat
pada tahun 1453 M. Terjadi jeda
waktu tiga tahun tanpa raja akibat
krisis pewarisan takhta.
Girisawardhana, putra Kertawijaya,
naik takhta pada 1456. Ia
kemudian wafat pada 1466 dan
digantikan oleh
Singhawikramawardhana. Pada
1468 pangeran Kertabhumi
memberontak terhadap
Singhawikramawardhana dan
mengangkat dirinya sebagai raja
Majapahit.[8]

Ketika Majapahit didirikan,


pedagang Muslim dan para
penyebar agama sudah mulai
memasuki Nusantara. Pada akhir
abad ke-14 dan awal abad ke-15,
pengaruh Majapahit di seluruh
Nusantara mulai berkurang. Pada
saat bersamaan, sebuah kerajaan
perdagangan baru yang
berdasarkan Islam, yaitu
Kesultanan Malaka, mulai muncul
di bagian barat Nusantara.[28] Di
bagian barat kemaharajaan yang
mulai runtuh ini, Majapahit tak
kuasa lagi membendung
kebangkitan Kesultanan Malaka
yang pada pertengahan abad ke-15
mulai menguasai Selat Malaka dan
melebarkan kekuasaannya ke
Sumatra. Sementara itu beberapa
jajahan dan daerah taklukan
Majapahit di daerah lainnya di
Nusantara, satu per satu mulai
melepaskan diri.

Pada masa pemerintahan


Wikramawardhana, daerah
kekuasaan Majapahit di pulau
Sumatra hanya tinggal Indragiri,
Jambi dan Palembang,
sebagaimana ditulis pada catatan
Yingyai Shenglan ciptaan Ma Huan,
salah satu penerjemah laksamana
Cheng Ho. Dan setelah kematian
Wikramawardhana dan masa
pemerintahan penerusnya, daerah
Indragiri diberikan kepada Mansur
Syah dari Malaka sebagai hadiah
pernikahannya dengan putri
Majapahit, yang semakin
mengurangi kendali Majapahit di
Sumatra.

Setelah mengalami kekalahan


dalam perebutan kekuasaan
dengan Bhre Kertabumi,
Singhawikramawardhana
mengasingkan diri ke pedalaman
di Daha (bekas ibu kota Kerajaan
Kediri) dan terus melanjutkan
pemerintahannya di sana hingga
digantikan oleh putranya
Ranawijaya pada tahun 1474. Pada
1478 Ranawijaya mengalahkan
Kertabhumi dengan
memanfaatkan ketidakpuasan
umat Hindu dan Budha atas
kebijakan Bhre Kertabumi serta
mempersatukan kembali Majapahit
menjadi satu kerajaan. Ranawijaya
memerintah pada kurun waktu
1474 hingga 1498 dengan gelar
Girindrawardhana hingga ia
digulingkan oleh Patih Udara.
Akibat konflik dinasti ini, Majapahit
menjadi lemah dan mulai
bangkitnya kekuatan kerajaan
Demak yang didirikan oleh
keturunan Bhre Wirabumi di pantai
utara Jawa.

Waktu berakhirnya Kemaharajaan


Majapahit berkisar pada kurun
waktu tahun 1478 (tahun 1400
saka,[Catatan 1] berakhirnya abad
dianggap sebagai waktu lazim
pergantian dinasti dan berakhirnya
suatu pemerintahan) hingga tahun
1527.[29]:36

Dalam tradisi Jawa ada sebuah


kronogram atau candrasengkala
yang berbunyi sirna ilang kretaning
bumi. Sengkala ini konon adalah
tahun berakhirnya Majapahit dan
harus dibaca sebagai 0041, yaitu
tahun 1400 Saka, atau 1478
Masehi. Arti sengkala ini adalah
“sirna hilanglah kemakmuran
bumi”. Namun yang sebenarnya
digambarkan oleh candrasengkala
tersebut adalah gugurnya Bhre
Kertabumi, raja ke-11 Majapahit,
oleh Girindrawardhana.[30] Raden
Patah yang saat itu adalah adipati
Demak sebetulnya berupaya
membantu ayahnya dengan
mengirim bala bantuan dipimpin
oleh Sunan Ngudung, tetapi
mengalami kekalahan dan bahkan
Sunan Ngudung meninggal di
tangan Raden Kusen adik Raden
Patah yang memihak Ranawijaya
hingga para dewan wali
menyarankan Raden Fatah untuk
meneruskan pembangunan masjid
Demak.

Hal ini diperkuat oleh prasasti Jiyu


dan Petak, Ranawijaya mengaku
bahwa ia telah mengalahkan
Kertabhumi [30] dan memindahkan
ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa
ini memicu perang antara
Ranawijaya dengan Kesultanan
Demak, karena penguasa Demak
adalah keturunan Kertabhumi.
Pada masa ini, Demak sudah
menjadi penguasa pesisir Jawa
yang dominan, dan mereka
mengambil alih daerah Jambi dan
Palembang dari kekuasaan
Majapahit[31](hlm.154-155) yang telah
terpukul dan berfokus di
pedalaman pulau Jawa.
Sebenarnya perang ini sudah mulai
mereda ketika Patih Udara
melakukan kudeta ke
Girindrawardhana dan mengakui
kekuasan Demak bahkan menikahi
anak termuda Raden Patah, tetapi
peperangan berkecamuk kembali
ketika Prabu Udara meminta
bantuan Portugis untuk
mengalahkan Demak. Sehingga
pada tahun 1527, Demak
melakukan serangan ke Daha yang
mengakhiri sejarah
Majapahit[29]:54-55 dan ke Malaka.
Sejumlah besar abdi istana,
seniman, pendeta, dan anggota
keluarga kerajaan mengungsi ke
pulau Bali. Pengungsian ini
kemungkinan besar untuk
menghindari pembalasan dan
hukuman dari Demak akibat
selama ini mereka mendukung
Ranawijaya melawan Kertabhumi.

Dengan jatuhnya Daha yang


dihancurkan oleh Demak pada
tahun 1527, kekuatan kerajaan
Islam pada awal abad ke-16
akhirnya mengalahkan sisa
kerajaan Majapahit.[32] Demak di
bawah pemerintahan Raden
(kemudian menjadi Sultan) Patah
(Fatah), diakui sebagai penerus
kerajaan Majapahit. Menurut
Babad Tanah Jawi dan tradisi
Demak, legitimasi Raden Patah
karena ia adalah putra raja
Majapahit Brawijaya V dengan
seorang putri China.

Catatan sejarah dari Tiongkok,


Portugis (Tome Pires), dan Italia
(Pigafetta) mengindikasikan
bahwa telah terjadi perpindahan
kekuasaan Majapahit dari tangan
penguasa Hindu ke tangan Adipati
Unus, penguasa dari Kesultanan
Demak, antara tahun 1518 dan
1521 M.[30]

Demak memastikan posisinya


sebagai kekuatan regional dan
menjadi kerajaan Islam pertama
yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu
setelah keruntuhan Majapahit, sisa
kerajaan Hindu yang masih
bertahan di Jawa hanya tinggal
kerajaan Blambangan di ujung
timur, serta Kerajaan Sunda yang
beribu kota di Pajajaran di bagian
barat. Perlahan-lahan Islam mulai
menyebar seiring mundurnya
masyarakat Hindu ke pegunungan
dan ke Bali. Beberapa kantung
masyarakat Hindu Tengger hingga
kini masih bertahan di pegunungan
Tengger, kawasan Bromo dan
Semeru.

Militer dan
persenjataan
Pada zaman Majapahit terjadi
perkembangan, pelestarian, dan
penyebaran teknik pembuatan
keris berikut fungsi sosial dan
ritualnya. Teknik pembuatan keris
mengalami penghalusan dan
pemilihan bahan menjadi semakin
selektif. Keris pra-Majapahit
dikenal berat namun semenjak
masa ini dan seterusnya, bilah
keris yang ringan tetapi kuat
menjadi petunjuk kualitas sebuah
keris. Penggunaan keris sebagai
tanda kebesaran kalangan
aristokrat juga berkembang pada
masa ini dan meluas ke berbagai
penjuru Nusantara, terutama di
bagian barat.

Berdasarkan buku Sejarah Yuan,


prajurit pada masa Majapahit awal
didominasi oleh infanteri ringan.
Pada saat serbuan Mongol ke
Jawa (1293), tentara Jawa
dideskripsikan sebagai prajurit
yang dimobilisasi sementara dari
petani dan beberapa prajurit
bangsawan. Para bangsawan
berbaris di garis depan, dan
pasukan belakang yang besar
berformasi T terbalik. "Tentara
petani" Jawa berpakaian setengah
telanjang dan ditutupi dengan kain
katun di bagian pinggangnya
(sarung). Sebagian besar senjata
adalah busur dan panah, tombak
bambu, dan pedang pendek. Kaum
aristokrat sangat dipengaruhi oleh
budaya India, biasanya
dipersenjatai dengan pedang dan
tombak, dan berpakaian putih.[33]

Senjata mesiu yang digunakan oleh


Majapahit, kiri ke kanan:
Sebuah cetbang berlaras ganda di atas
kereta meriam (gun carriage), dengan garpu
putar, sekitar tahun 1522. Mulut meriam
berbentuk Nāga Jawa.
Gambaran sebuah meriam galah China yang
ditemukan di Jawa, 1421 masehi.
Kemungkinan meriam galah Jawa, yakni
bedil tombak, dimodelkan dari senjata ini.

Selain keris, berkembang pula


teknik pembuatan dan penggunaan
tombak dan meriam kapal
sederhana yang disebut Cetbang.
Majapahit di bawah Mahapatih
(perdana menteri) Gajah Mada
memanfaatkan teknologi senjata
bubuk mesiu yang diperoleh dari
dinasti Yuan untuk digunakan
dalam armada laut.[34]:57 Saat ini
salah satu koleksi Cetbang
Majapahit tersebut berada di The
Metropolitan Museum of Art, New
York, Amerika.

Cetbang dipasang sebagai meriam


tetap atau meriam putar, cetbang
ukuran kecil dapat dengan mudah
dipasang di kapal kecil yang
disebut Penjajap (Portugis:
Pangajaua atau Pangajava), dan
juga Lancaran. Meriam ini
dipergunakan sebagai senjata anti
personil, bukan anti kapal. Pada
zaman ini, bahkan sampai abad ke
17, prajurit angkatan laut
Nusantara bertempur di panggung
yang biasa disebut Balai (lihat
gambar kapal). Ditembakan pada
kumpulan prajurit dengan peluru
scattershot (peluru sebar atau
peluru gotri, dapat berupa
grapeshot, case shot, atau paku
dan batu), cetbang sangat efektif
untuk pertempuran jenis
ini.[35]:241[36]
Majapahit memiliki pasukan elit
yang disebut Bhayangkara. Tugas
utama pasukan ini adalah untuk
melindung raja dan kaum
bangsawan, namun mereka juga
dapat diterjunkan ke pertempuran
jika diperlukan. Hikayat Banjar
mencatat perlengkapan
Bhayangkara di istana Majapahit:

... dengan perhiasannya orang


berbaju rantai empat puluh
serta pedangnya berkopiah
taranggos sachlat merah,
orang membawa astengger
[senapan sundut] empat
puluh, orang membawa
perisai serta pedangnya
empat puluh, orang membawa
dadap [perisai rotan] serta
sodoknya [senjata mirip
tombak dengan mata lebar]
sepuluh, orang membawa
panah serta anaknya sepuluh,
yang membawa tombak
rampukan bersulam emas
empat puluh, yang membawa
tameng Bali bertulis air empat
puluh.

— Hikayat Banjar. 6.3


Bagian yang dipotong dari peta Laut
Cina di atlas Miller, menunjukkan
jong bertiang enam dan tiga.

Baju besi dari sebuah patung candi di


Singasari.
Arquebus Jiaozhi ini mirip dengan
arquebus Jawa.
Patung dewa memegang sebuah
kuiras, dari Nganjuk, Jawa Timur,
pada masa sebelumnya (abad ke-10
sampai ke-11).
Berbagai macam keris dan senjata
galah (tombak) dari Jawa.

Menurut catatan China, prajurit


yang lebih kaya menggunakan baju
pelindung yang disebut
kawaca.[Catatan 2] Baju pelindung ini
berbentuk seperti tabung panjang
dan terbuat dari tembaga yang
dicetak. Walaupun begitu, prajurit
yang lebih miskin pergi berperang
dengan telanjang dada.[37] Jenis
baju zirah lain yang digunakan di
Jawa era Majapahit adalah waju
rante (zirah rantai) dan
karambalangan (lapisan logam
yang dikenakan di depan
dada).[38]:202[39][40] Dalam Kidung
Sunda pupuh 2 bait 85 dijelaskan
bahwa mantri-mantri (menteri atau
perwira) Gajah Mada mengenakan
baju besi dalam bentuk zirah rantai
atau plastron dengan hiasan emas
dan mengenakan pakaian
kuning,[41]:103 sedangkan dalam
Kidung Sundayana pupuh 1 bait 95
disebutkan bahwa Gajah Mada
mengenakan karambalangan
berhias timbul dari emas,
bersenjata tombak berlapis emas,
dan perisai penuh dengan hiasan
dari intan berlian.[40][39]

Majapahit juga mengawali


penggunaan senjata api di
Nusantara. Meskipun pengetahuan
membuat senjata berbasis serbuk
mesiu di Nusantara sudah dikenal
setelah serangan Mongol ke Jawa,
dan pendahulu senjata api, yaitu
meriam galah (bedil tombak),
dicatat digunakan oleh Jawa pada
tahun 1413,[42][43]:245 pengetahuan
membuat senjata api sejati datang
jauh kemudian, setelah
pertengahan abad ke-15. Ia dibawa
oleh negara-negara Islam di Asia
Barat, kemungkinan besar oleh
orang Arab. Tahun pengenalan
yang tepat tidak diketahui, tetapi
dapat dengan aman disimpulkan
tidak lebih awal dari tahun
1460.[44]:23 Suatu catatan tentang
penggunaan senjata api pada
pertempuran melawan pasukan
Giri pada sekitar tahun 1500-1506
berbunyi:[45]

"... wadya Majapahit ambedili,


dene wadya Giri pada pating
jengkelang ora kelar nadhahi
tibaning mimis ..."
"... pasukan Majapahit
menembaki (bedil=senjata
api), sementara pasukan Giri
berguguran karena mereka
tidak kuat dihujani peluru
(mimis=peluru bulat)..."

- Serat Darmagandhul

Tidak diketahui secara pasti jenis


senjata api apa yang digunakan
dalam pertempuran ini. Kata
"bedhil" dapat merujuk ke beberapa
jenis senjata bubuk mesiu yang
berbeda. Itu mungkin merujuk pada
arquebus Jawa (Zua Wa Chong - ⽖
哇銃) yang dilaporkan oleh orang
China. Arquebus ini memiliki
kemiripan dengan arquebus
Vietnam pada abad ke-17. Senjata
ini sangat panjang, dapat
mencapai 2,2 m panjangnya, dan
memiliki dudukan bipod yang
dapat ditekuk.[46]

Catatan Tome Pires tahun 1513


menyebutkan pasukan tentara
Gusti Pati, wakil raja Batara
Brawijaya, berjumlah 200.000
orang, 2.000 diantaranya adalah
prajurit berkuda dan 4.000 adalah
musketir.[47]:176 Duarte Barbosa
sekitar tahun 1514 mengatakan
bahwa penduduk Jawa sangat ahli
dalam membuat artileri dan
merupakan penembak artileri yang
baik. Mereka membuat banyak
meriam 1 pon (cetbang atau
rentaka), senapan lontak panjang,
spingarde (arquebus), schioppi
(meriam tangan), api Yunani, gun
(bedil besar atau meriam), dan
senjata api atau kembang api
lainnya.[48]:198[49]:224 Setiap tempat
disana dianggap sangat baik
dalam mencetak/mengecor artileri,
dan juga dalam ilmu
penggunaanya.[50]:254[48]:198

Kavaleri sejati pertama, unit


terorganisir dari penunggang kuda
yang kooperatif, mungkin telah
muncul di Jawa selama abad ke-12
M.[51] Naskah Jawa kuno kakawin
Bhomāntaka menyebutkan kisah
kuda Jawa awal dan sejarah
menunggang kuda.[52]:436 Naskah
tersebut mungkin mencerminkan
konflik (secara alegoris) antara
kavaleri Jawa yang baru jadi dan
infanteri elit mapan yang
membentuk inti dari pasukan Jawa
sampai abad ke-12.[53]:113 Pada
abad ke-14 M, Jawa menjadi
peternak kuda yang penting dan
pulau ini bahkan terdaftar di antara
pemasok kuda ke Cina.[54]:208
Selama masa Majapahit, jumlah
kuda dan kualitas kuda keturunan
Jawa terus berkembang sehingga
pada tahun 1513 masehi Tomé
Pires memuji kuda-kuda yang
sangat dihiasi dari bangsawan
Jawa, dilengkapi dengan sanggurdi
bertatahkan emas dan pelana yang
dihiasi dengan mewah yang "tidak
ditemukan di tempat lain di
dunia".[47]:174-175

Sebuah lancaran dari Madura. Perhatikan


adanya panggung tempur atau "balai" di atas
geladak utamanya.
g y

Untuk angkatan laut, armada


Majapahit menggunakan
djong/jong secara besar-besaran
sebagai kekuatan lautnya. Pada
puncaknya Majapahit memiliki 5
armada perang. Tidak diketahui
secara pasti berapa jumlah total
jong yang dimiliki Majapahit, tetapi
jumlah terbesar yang pernah
digunakan dalam satu ekspedisi
adalah berjumlah 400 buah,
tepatnya saat Majapahit
menyerang Pasai.[55] Setiap kapal
berukuran panjang sekitar 70-180
meter, berat sekitar 500-800 ton
dan dapat membawa 200-1000
orang. Kapal ini dipersenjatai
meriam sepanjang 3 meter, dan
banyak cetbang berukuran kecil.[38]
Sebuah jong dari tahun 1420
memiliki daya muat 2000 ton dan
hampir saja menyeberangi
samudera Atlantik.[56] Sebelum
tragedi Bubat tahun 1357, raja
Sunda dan keluarganya datang di
Majapahit setelah berlayar di laut
Jawa dalam armada dengan 200
kapal besar dan 2000 kapal yang
lebih kecil.[41]:16-17, 76-77 Kapal yang
dinaiki keluarga kerajaan adalah
sebuah jong hibrida Cina-Asia
tenggara bertingkat sembilan
(Bahasa Jawa kuno: Jong sasanga
wagunan ring Tatarnagari tiniru).
Kapal hibrida ini mencampurkan
teknik China dalam pembuatannya,
yaitu menggunakan paku besi
selain menggunakan pasak kayu
dan juga pembuatan sekat kedap
air (watertight bulkhead), dan
penambahan kemudi
sentral.[57]:270[58]:272-276 Jenis kapal
lain yang digunakan Majapahit
adalah malangbang, kelulus,
lancaran, penjajap, jongkong,
cerucuh, tongkang, dan
pelang.[55][59][60] Penggambaran
angkatan laut Majapahit di masa
modern sering kali
menggambarkan kapal-kapal
bercadik, namun pada
kenyataannya kapal ini berasal dari
abad ke-8 yaitu kapal Borobudur,
yang digunakan dinasti Sailendra.
Penelitian oleh Nugroho
menyimpulkan bahwa kapal yang
digunakan oleh Majapahit tidak
menggunakan cadik, dan
menggunakan ukiran Borobudur
sebagai dasar rekonstruksi kapal
Majapahit adalah
salah.[61][38]:266-267

Penjelajahan dan
navigasi
Selama era Majapahit penjelajahan
orang-orang Nusantara mencapai
prestasi terbesarnya. Ludovico di
Varthema (1470-1517), dalam
bukunya Itinerario de Ludouico de
Varthema Bolognese menyatakan
bahwa orang Jawa Selatan
berlayar ke "negeri jauh di selatan"
hingga mereka tiba di sebuah
pulau di mana satu hari hanya
berlangsung selama empat jam
dan "lebih dingin daripada di
bagian dunia mana pun". Penelitian
modern telah menentukan bahwa
tempat tersebut terletak
setidaknya 900 mil laut (1666 km)
selatan dari titik paling selatan
Tasmania.[62]:248-251

Orang Jawa, seperti suku-suku


Austronesia lainnya, menggunakan
sistem navigasi yang mantap:
Orientasi di laut dilakukan
menggunakan berbagai tanda
alam yang berbeda-beda, dan
dengan memakai suatu teknik
perbintangan sangat khas yang
dinamakan star path navigation.
Pada dasarnya, para navigator
menentukan haluan kapal ke pulau-
pulau yang dikenali dengan
menggunakan posisi terbitnya dan
terbenamnya bintang-bintang
tertentu di atas cakrawala.[63]:10
Pada zaman Majapahit, kompas
dan magnet telah digunakan, selain
itu kartografi (ilmu pemetaan) telah
berkembang. Pada tahun 1293
Raden Wijaya memberikan sebuah
peta dan catatan sensus penduduk
pada pasukan Mongol dinasti
Yuan, menunjukkan bahwa
pembuatan peta telah menjadi
bagian formal dari urusan
pemerintahan di Jawa.[64]
Penggunaan peta yang penuh
garis-garis memanjang dan
melintang, garis rhumb, dan garis
rute langsung yang dilalui kapal
dicatat oleh orang Eropa, sampai-
sampai orang Portugis menilai
peta Jawa merupakan peta terbaik
pada awal tahun 1500-an.[62][65]

Ketika Afonso de Albuquerque


menaklukkan Malaka (1511), orang
Portugis mendapatkan sebuah
peta dari seorang mualim Jawa,
yang juga menampilkan bagian
dari benua Amerika. Mengenai
peta itu, Albuquerque berkata:[66]

"... peta besar seorang mualim


Jawa, yang berisi Tanjung
Harapan, Portugal dan tanah
Brazil, Laut Merah dan Laut
Persia, Kepulauan Cengkih,
navigasi orang Cina dan Gom,
dengan garis rhumb dan rute
langsung yang bisa ditempuh
oleh kapal, dan dataran gigir
(hinterland), dan bagaimana
kerajaan berbatasan satu
sama lain. Bagiku, Tuan, ini
adalah hal terbaik yang
pernah saya lihat, dan Yang
Mulia akan sangat senang
melihatnya memiliki nama-
nama dalam tulisan Jawa,
tetapi saya punya saya orang
Jawa yang bisa membaca dan
menulis, saya mengirimkan
karya ini kepada Yang Mulia,
yang ditelusuri Francisco
Rodrigues dari yang lain, di
mana Yang Mulia dapat
benar-benar melihat di mana
orang Cina dan Gore (Jepang)
datang, dan tentu saja kapal
Anda harus pergi ke
Kepulauan Cengkih, dan di
mana tambang emas ada,
pulau Jawa dan Banda,
tindakan seperiodenya, dari
siapa pun sezamannya, dan
tampaknya sangat mungkin
bahwa apa yang dia katakan
adalah benar..." - Surat untuk
raja Manuel I dari Portugal,
April 1512.

Kebudayaan

Gapura Bajang Ratu, gerbang masuk salah


satu kompleks bangunan penting di ibu kota
Majapahit. Bangunan ini masih tegak berdiri
di Trowulan.

"Dari semua
Nagarakretagam bangunan, tidak
a menyebutkan ada tiang yang
budaya keraton luput dari ukiran
yang adiluhung
halus dan warna
dan anggun,
indah" [Dalam
dengan cita rasa
lingkungan
seni dan sastra
yang halus, serta dikelilingi tembok]
sistem ritual "terdapat pendopo
keagamaan yang anggun beratap
rumit. Peristiwa ijuk, indah bagai
utama dalam pemandangan
kalender tata dalam lukisan...
negara digelar Kelopak bunga
tiap hari pertama
katangga gugur
bulan Caitra
tertiup angin dan
(Maret-April)
ketika semua bertaburan di atas
utusan dari atap. Atap itu
semua wilayah bagaikan rambut
taklukan
gadis yang
Majapahit
berhiaskan bunga,
datang ke istana
menyenangkan
untuk membayar
upeti atau pajak. hati siapa saja
Kawasan yang
Majapahit secara memandangnya".
sederhana
terbagi dalam
— Gambaran ibu
tiga jenis: kota Majapahit
keraton kutipan dari
termasuk Nagarakertagama.
kawasan ibu
kota dan sekitarnya; wilayah-
wilayah di Jawa Timur dan Bali
yang secara langsung dikepalai
oleh pejabat yang ditunjuk
langsung oleh raja; serta wilayah-
wilayah taklukan di kepulauan
Nusantara yang menikmati
otonomi luas.[67]

Ibu kota Majapahit di Trowulan


merupakan kota besar dan terkenal
dengan perayaan besar
keagamaan yang diselenggarakan
setiap tahun. Agama Buddha, Siwa,
dan Waisnawa (pemuja Wisnu)
dipeluk oleh penduduk Majapahit,
dan raja dianggap sekaligus titisan
Buddha, Siwa, maupun Wisnu.
Nagarakertagama sama sekali
tidak menyinggung tentang Islam,
akan tetapi sangat mungkin
terdapat beberapa pegawai atau
abdi istana muslim saat itu.[2]

Walaupun batu bata telah


digunakan dalam candi pada masa
sebelumnya, arsitek Majapahitlah
yang paling ahli
menggunakannya.[68] Candi-candi
Majapahit berkualitas baik secara
geometris dengan memanfaatkan
getah tumbuhan merambat dan
gula merah sebagai perekat batu
bata. Contoh candi Majapahit yang
masih dapat ditemui sekarang
adalah Candi Tikus dan Gapura
Bajang Ratu di Trowulan,
Mojokerto. Beberapa elemen
arsitektur berasal dari masa
Majapahit, antara lain gerbang
terbelah candi bentar, gapura
paduraksa (kori agung) beratap
tinggi, dan pendopo berdasar
struktur bata. Gaya bangunan
seperti ini masih dapat ditemukan
dalam arsitektur Jawa dan Bali.

Catatan ".... Raja [Jawa]


yang
memiliki bawahan
berasal dari
tujuh raja bermahkota.
sumber
[Dan] pulaunya
Italia
berpenduduk banyak,
mengenai merupakan pulau
Jawa pada terbaik kedua yang
era pernah ada.... Raja
Majapahit
pulau ini memiliki
didapatkan
istana yang luar biasa
dari catatan
mengagumkan. Karena
perjalanan
Mattiussi, sangat besar, tangga
seorang dan bagian dalam
pendeta ruangannya berlapis
Ordo emas dan perak,
Fransiskan bahkan atapnya pun
dalam bersepuh emas. Kini
bukunya: Khan Agung dari
"Perjalanan
China beberapa kali
Pendeta
berperang melawan
Odorico da
Pordenone". raja ini; akan tetapi
Ia selalu gagal dan raja
mengunjun ini selalu berhasil
gi beberapa
mengalahkannya."
tempat di
Nusantara: — Gambaran
Sumatra, Majapahit menurut
Jawa, dan
Mattiussi (Pendeta
Banjarmasi
Odorico da
n di
Pordenone).[69][Catatan 3]
Kalimantan.
Ia dikirim Paus untuk menjalankan
misi Katolik di Asia Tengah. Pada
1318 ia berangkat dari Padua,
menyeberangi Laut Hitam dan
menembus Persia, terus hingga
mencapai Kolkata, Madras, dan
Srilanka. Lalu menuju kepulauan
Nikobar hingga mencapai Sumatra,
lalu mengunjungi Jawa dan
Banjarmasin. Ia kembali ke Italia
melalui jalan darat lewat Vietnam,
China, terus mengikuti Jalur Sutra
menuju Eropa pada 1330.

Di buku ini ia menyebut


kunjungannya di Jawa tanpa
menjelaskan lebih rinci nama
tempat yang ia kunjungi.
Disebutkan raja Jawa menguasai
tujuh raja bawahan. Disebutkan
juga di pulau ini terdapat banyak
cengkih, kemukus, pala, dan
berbagai rempah-rempah lainnya.
Ia menyebutkan istana raja Jawa
sangat mewah dan mengagumkan,
penuh bersepuh emas dan perak.
Ia juga menyebutkan raja Mongol
beberapa kali berusaha menyerang
Jawa, tetapi selalu gagal dan
berhasil diusir kembali. Kerajaan
Jawa yang disebutkan di sini tak
lain adalah Majapahit yang
dikunjungi pada suatu waktu
dalam kurun 1318-1330 pada
masa pemerintahan Jayanegara.

Diplomat Portugis Tome Pires,


yang mengunjungi Nusantara pada
1512, mencatat kebudayaan Jawa
pada akhir zaman Majapahit. Kisah
Pires menceritakan tentang para
tuan dan bangsawan di Jawa.
Mereka digambarkan sebagai:

... tinggi dan tampan, dengan


dekorasi mewah, dan mereka
memiliki banyak kuda yang
sangat dihiasi. Mereka
menggunakan keris, pedang,
dan tombak dari berbagai
jenis, semuanya bertatahkan
emas. Mereka adalah
pemburu dan penunggang
kuda yang hebat - kuda itu
memiliki sanggurdi semua
bertatahkan emas dan pelana
yang juga bertatahkan, yang
tidak dapat ditemukan di
tempat lain di dunia.
Penguasa Jawa begitu mulia
dan agung sehingga tidak ada
bangsa yang bisa
dibandingkan dengan mereka
di wilayah yang luas di bagian
ini. Kepala mereka dicukur -
setengah dicukur - sebagai
tanda keindahan, dan mereka
selalu mengusap rambut
mereka dari dahi ke atas tidak
seperti yang dilakukan orang
Eropa. Penguasa Jawa dipuja
seperti dewa, dengan rasa
hormat yang tinggi dan
penghormatan yang dalam.
Para bangsawan pergi
berburu atau mencari
kesenangan dengan gaya yang
agung. Mereka menghabiskan
seluruh waktu mereka dalam
kesenangan, pengiring
memiliki begitu banyak
tombak dengan gagang emas
dan perak, begitu kaya
tatahannya, dengan begitu
banyak anjing jenis harrier,
greyhound dan anjing lainnya;
dan mereka memiliki begitu
banyak gambar yang dilukis
dengan pemandangan dan
pemandangan berburu.
Pakaian mereka dihiasi
dengan emas, keris, pedang,
pisau, kelewang mereka
semua bertatahkan emas;
mereka memiliki sejumlah
selir, kuda jennet, gajah,
lembu untuk menarik kereta
dari kayu yang dicat dan
bersepuh emas. Para
bangsawan pergi dengan
kereta kemenangan, dan jika
mereka pergi melalui laut
mereka pergi dengan kelulus
yang dicat dan dihiasi; ada
apartemen indah untuk
wanita mereka, tempat lain
untuk para bangsawan yang
menemaninya.[47]:174 dan 200

Kesusasteraan
Pada zaman Majapahit ditulis
berbagai kakawin (puisi berbahasa
Jawa Kuno), seperti
Negarakertagama, prosa, seperti
Pararaton, dan juga muncul
berbagai cerita kembangan
(carangan, spin off) dari epos raya
India dalam bentuk kidung (seperti
Tantu Panggelaran, Garudeya, dan
Sudhamala) maupun cerita lisan
yang populer hingga masa kini,
seperti lingkaran cerita Panji, kisah
Sri Tanjung, dan kisah Bhubuksah
dan Gagangaking. Berbagai ukiran
batu candi dari masa ini banyak
mengabadikan fragmen cerita-
cerita tersebut.[70]

Ekonomi
Celengan zaman Majapahit, abad 14-15
Masehi Trowulan, Jawa Timur. (Koleksi
Museum Gajah, Jakarta)

Majapahit merupakan negara


agraris dan sekaligus negara
perdagangan.[21] Pajak dan denda
dibayarkan dalam uang tunai.
Ekonomi Jawa telah sebagian
mengenal mata uang sejak abad
ke-8 pada masa kerajaan Medang
yang menggunakan butiran dan
keping uang emas dan perak.
Sekitar tahun 1300, pada masa
pemerintahan raja pertama
Majapahit, sebuah perubahan
moneter penting terjadi: keping
uang dalam negeri diganti dengan
uang "kepeng" yaitu keping uang
tembaga impor dari China. Pada
November 2008 sekitar 10.388
keping koin China kuno seberat
sekitar 40 kilogram digali dari
halaman belakang seorang
penduduk di Sidoarjo. Badan
Pelestarian Peninggalan Purbakala
(BP3) Jawa Timur memastikan
bahwa koin tersebut berasal dari
era Majapahit.[71] Alasan
penggunaan uang logam atau koin
asing ini tidak disebutkan dalam
catatan sejarah, akan tetapi
kebanyakan ahli menduga bahwa
dengan semakin kompleksnya
ekonomi Jawa, maka diperlukan
uang pecahan kecil atau uang
receh dalam sistem mata uang
Majapahit agar dapat digunakan
dalam aktivitas ekonomi sehari-
hari di pasar Majapahit. Peran ini
tidak cocok dan tidak dapat
dipenuhi oleh uang emas dan
perak yang mahal.[72]

Tau-I Chi, yang ditulis sekitar 1350


M, menyebutkan tentang kekayaan
dan kemakmuran Jawa pada masa
itu:

"Ladang-ladang di Jawa kaya


dan tanahnya rata dan berair
baik, maka dari itu gandum
dan beras berlimpah, dua kali
lipat di negara lain. Orang-
orang tidak mencuri, dan apa
yang dijatuhkan di jalan tidak
diambil. Pepatah umum:
"Jawa yang makmur" berarti
negara ini. Pria dan wanita
menutup kepala mereka dan
mengenakan pakaian
panjang."[73]

Beberapa gambaran mengenai


skala ekonomi dalam negeri Jawa
saat itu dikumpulkan dari berbagai
data dan prasasti. Prasasti Canggu
yang berangka tahun 1358
menyebutkan sebanyak 78 titik
perlintasan berupa tempat perahu
penyeberangan di dalam negeri
(mandala Jawa).[67] Prasasti dari
masa Majapahit menyebutkan
berbagai macam pekerjaan dan
spesialisasi karier, mulai dari
pengrajin emas dan perak, hingga
penjual minuman, dan jagal atau
tukang daging. Meskipun banyak di
antara pekerjaan-pekerjaan ini
sudah ada sejak zaman
sebelumnya, namun proporsi
populasi yang mencari pendapatan
dan bermata pencarian di luar
pertanian semakin meningkat pada
era Majapahit.

Menurut catatan Wang Ta-Yuan,


pedagang Tiongkok, komoditas
ekspor Jawa pada saat itu ialah
lada, garam, kain, dan burung
Kakaktua, sedangkan komoditas
impornya adalah mutiara, emas,
perak, sutra, barang keramik, dan
barang dari besi. Mata uangnya
dibuat dari campuran perak, timah
putih, timah hitam, dan
tembaga.[74] Selain itu, catatan
Odorico da Pordenone, biarawan
Katolik Roma dari Italia yang
mengunjungi Jawa pada tahun
1321, menyebutkan bahwa istana
raja Jawa penuh dengan perhiasan
emas, perak, dan permata.[75]

Kemakmuran Majapahit diduga


karena dua faktor. Faktor pertama
adalah kesuburan lahan di lembah
Sungai Brantas dan Bengawan
Solo di dataran rendah Jawa Timur
utara mendukung pertanian padi.
Pada masa jayanya Majapahit
membangun berbagai infrastruktur
irigasi, sebagian dengan dukungan
pemerintah. Faktor kedua adalah
pelabuhan-pelabuhan Majapahit di
pantai utara Jawa yang berperan
penting sebagai ekspor-impor
serta transit bagi komoditas
rempah-rempah dari timur
(Maluku). Pajak yang dikenakan
pada komoditas rempah-rempah
yang melewati Jawa merupakan
sumber pemasukan penting bagi
Majapahit.[67]

Nagarakretagama menyebutkan
bahwa kemasyhuran penguasa
Wilwatikta telah menarik banyak
pedagang asing, di antaranya
pedagang dari India, Khmer, Siam,
dan Tiongkok. Pajak khusus
dikenakan pada orang asing
terutama yang menetap semi-
permanen di Jawa dan melakukan
pekerjaan selain perdagangan
internasional. Majapahit memiliki
pejabat sendiri untuk mengurusi
pedagang dari India dan Tiongkok
yang menetap di ibu kota kerajaan
maupun berbagai tempat lain di
wilayah Majapahit di Jawa.[76]

Selama era Majapahit, hampir


semua komoditas dari Asia
ditemukan di Jawa. Ini dikarenakan
perdagangan laut ekstensif yang
dilakukan oleh kerajaan Majapahit
yang menggunakan berbagai jenis
kapal, terutamanya jong, untuk
berdagang ke tempat-tempat yang
jauh.[38]:267-293 Ma Huan
(penerjemah Cheng Ho) yang
mengunjungi Jawa pada 1413,
menyatakan bahwa pelabuhan di
Jawa adalah memperdagangkan
barang dan menawarkan layanan
yang lebih banyak dan lebih
lengkap daripada pelabuhan lain di
Asia Tenggara.[38]:241

Struktur pemerintahan
Majapahit memiliki struktur
pemerintahan dan susunan
birokrasi yang teratur pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk, dan
tampaknya struktur dan birokrasi
tersebut tidak banyak berubah
selama perkembangan
sejarahnya.[77] Raja dianggap
sebagai penjelmaan dewa di dunia
dan ia memegang otoritas politik
tertinggi.

Aparat birokrasi …

Raja dibantu oleh sejumlah pejabat


birokrasi dalam melaksanakan
pemerintahan, dengan para putra
dan kerabat dekat raja memiliki
kedudukan tinggi. Perintah raja
biasanya diturunkan kepada
pejabat-pejabat di bawahnya,
antara lain yaitu:
Rakryan Mahamantri Katrini,
biasanya dijabat putra-putra raja
Rakryan Mantri ri Pakira-kiran,
dewan menteri yang melaksanakan
pemerintahan
Dharmmadhyaksa, para pejabat
hukum keagamaan
Dharmma-upapatti, para pejabat
keagamaan

Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-


kiran terdapat seorang pejabat
yang terpenting yaitu Rakryan
Mapatih atau Patih
Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat
dikatakan sebagai perdana menteri
yang bersama-sama raja dapat ikut
melaksanakan kebijaksanaan
pemerintahan. Selain itu, terdapat
pula semacam dewan
pertimbangan kerajaan yang
anggotanya para sanak saudara
raja, yang disebut Bhattara
Saptaprabhu.

Pembagian wilayah …

Kawasan inti Majapahit dan provinsinya


(Mancanagara) di kawasan Jawa Timur dan
Jawa Tengah, termasuk pulau Madura dan
Bali.
Dalam pembentukannya, kerajaan
Majapahit merupakan kelanjutan
Singhasari,[17] terdiri atas beberapa
kawasan tertentu di bagian timur
dan bagian tengah Jawa. Daerah
ini diperintah oleh uparaja yang
disebut Paduka Bhattara yang
bergelar Bhre atau "Bhatara i".
Gelar ini adalah gelar tertinggi
bangsawan kerajaan. Biasanya
posisi ini hanyalah untuk kerabat
dekat raja. Tugas mereka adalah
untuk mengelola kerajaan mereka,
memungut pajak, dan mengirimkan
upeti ke pusat, dan mengelola
pertahanan di perbatasan daerah
yang mereka pimpin.

Selama masa pemerintahan


Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada
12 wilayah di Majapahit, yang
dikelola oleh kerabat dekat raja.
Hierarki dalam pengklasifikasian
wilayah di kerajaan Majapahit
dikenal sebagai berikut:

1. Bhumi: kerajaan, diperintah oleh


Raja
2. Nagara: diperintah oleh rajya
(gubernur), atau natha (tuan),
atau bhre (pangeran atau
bangsawan)
3. Watek: dikelola oleh wiyasa,
4. Kuwu: dikelola oleh lurah,
5. Wanua: dikelola oleh thani,
. Kabuyutan: dusun kecil atau
tempat sakral.
Hubungan dengan
No Provinsi Gelar Penguasa
Raja

Kahuripan (atau
Bhre
1 Janggala, sekarang Tribhuwanatunggadewi ibu suri
Kahuripan
Sidoarjo)

Daha (bekas ibu kota bibi sekaligus ibu


2 Bhre Daha Rajadewi Maharajasa
dari Kediri) mertua

Tumapel (bekas ibu Bhre


3 Kertawardhana ayah
kota dari Singhasari) Tumapel

Wengker (sekarang Bhre paman sekaligus


4 Wijayarajasa
Ponorogo) Wengker ayah mertua

Matahun (sekarang Bhre suami dari Putri


5 Rajasawardhana
Bojonegoro) Matahun Lasem, sepupu raja

Wirabhumi Bhre
6 Bhre Wirabhumi[Catatan 4]1 anak
(Blambangan) Wirabhumi

Bhre saudara laki-laki


7 Paguhan Singhawardhana
Paguhan ipar

Bhre
8 Kabalan Kusumawardhani[Catatan 5]2 anak perempuan
Kabalan

Bhre keponakan
9 Pawanuan Surawardhani
Pawanuan perempuan

Lasem (kota pesisir di


10 Bhre Lasem Rajasaduhita Indudewi sepupu
Jawa Tengah)

Pajang (sekarang saudara


11 Bhre Pajang Rajasaduhita Iswari
Surakarta) perempuan

Mataram (sekarang Bhre keponakan laki -


12 Wikramawardhana[Catatan 5]2
Yogyakarta) Mataram laki

Catatan:
1 Bhre Wirabhumi sebenarnya adalah gelar: Pangeran Wirabhumi (blambangan), nama
aslinya tidak diketahui dan sering disebut sebagai Bhre Wirabhumi dari Pararaton. Dia
menikah dengan Nagawardhani, keponakan perempuan raja.
2 Kusumawardhani (putri raja) menikah dengan Wikramawardhana (keponakan laki-laki
raja), pasangan ini lalu menjadi pewaris tahta.
Arca dewi Parwati sebagai perwujudan
anumerta Tribhuwanattunggadewi, ratu
Majapahit ibunda Hayam Wuruk.

Sedangkan dalam Prasasti


Waringin Pitu (1447 M) disebutkan
bahwa pemerintahan Majapahit
dibagi menjadi 14 daerah bawahan,
yang dipimpin oleh seseorang yang
bergelar Bhre.[78] Daerah-daerah
bawahan tersebut yaitu:
Kahuripan (no. 1)
Daha (no. 2)
Tumapel (no. 3)
Wengker (no. 4)
Matahun (no. 5)
Wirabumi (no. 6)
Kabalan (no. 8)
Kembang Jenar (no. 10)
Pajang (no. 11)
Jagaraga
Keling
Kelinggapura
Singhapura
Tanjungpura
Prasasti ini tidak menyebutkan
beberapa daerah yang telah
diketahui merupakan dibawah
kekuasaan Majapahit berdasarkan
sumber-sumber luar, seperti
Sulalatus Salatin dan buku Suma
Oriental ciptaan Tome Pires.
Daerah-daerah ini termasuk :

Indragiri di Sumatra dan Siantan


(sekarang Pontianak pada pesisir
barat Kalimantan), yang menurut
Sulalatus Salatin, diberikan sebagai
hadiah pernikahan kepada
Kesultanan Malaka atas
pernihkahan sultan Mansur Syah
dari Malaka dengan putri
Majapahit. Sultan Mansur Syah
memerintah pada tahun 1459 -
1477, sehingga pada tahun 1447
artinya Indragiri dan Siantan masih
dibawah kekuasaan Majapahit.
Jambi dan Palembang, yang hanya
mulai lepas dari genggaman
Majapahit ketika diambil-alih oleh
Kesultanan Demak[79](hlm.154-155)
pada saat masa perangnya
melawan Majapahit yang
diperintah Ranawijaya. Perang
antara Demak dan Majapahit
terjadi sekitar tahun 1478 - 1498
ketika Ranawijaya membunuh Bhre
Kertabhumi dan terusir kembali ke
Daha oleh pasukan Demak
Dan Bali yang merupakan daerah
pengungsian terakhir para
bangsawan, seniman, pendeta dan
penduduk agama Hindu di Jawa
ketika Majapahit runtuh oleh
Demak.

Saat Majapahit memasuki era


kemaharajaan Thalasokrasi saat
pemerintahan Gajah Mada,
beberapa negara bagian di luar
negeri juga termasuk dalam
lingkaran pengaruh Majapahit,
sebagai hasilnya, konsep teritorial
yang lebih besar pun terbentuk:

Negara Agung, atau Negara Utama,


inti kerajaan. Area awal Majapahit
atau Majapahit Lama selama masa
pembentukannya sebelum
memasuki era kemaharajaan. Yang
termasuk area ini adalah ibu kota
kerajaan dan wilayah sekitarnya
dimana raja secara efektif
menjalankan pemerintahannya.
Area ini meliputi setengah bagian
timur Jawa, dengan semua
provinsinya yang dikelola oleh para
Bhre (bangsawan), yang
merupakan kerabat dekat raja.
Mancanegara, area yang
melingkupi Negara Agung. Area ini
secara langsung dipengaruhi oleh
kebudayaan Jawa, dan wajib
membayar upeti tahunan. Akan
tetapi, area-area tersebut biasanya
memiliki penguasa atau raja
pribumi, yang kemungkinan
membentuk persekutuan atau
menikah dengan keluarga kerajaan
Majapahit. Kerajaan Majapahit
menempatkan birokrat dan
pegawainya di tempat-tempat ini
dan mengatur kegiatan
perdagangan luar negeri mereka
dan mengumpulkan pajak, namun
mereka menikmati otonomi
internal yang cukup besar. Wilayah
Mancanegara termasuk di
dalamnya seluruh daerah Pulau
Jawa lainnya, Madura, Bali, dan
juga Dharmasraya, Pagaruyung,
Lampung dan Palembang di
Sumatra.
Nusantara, adalah area yang tidak
mencerminkan kebudayaan Jawa,
tetapi termasuk ke dalam koloni
dan mereka harus membayar upeti
tahunan. Mereka menikmati
otonomi yang cukup luas dan
kebebasan internal, dan Majapahit
tidak merasa penting untuk
menempatkan birokratnya atau
tentara militernya di sini; akan
tetapi, tantangan apa pun yang
terlihat mengancam ketuanan
Majapahit atas wilayah itu akan
menuai reaksi keras. Termasuk
dalam area ini adalah kerajaan
kecil dan koloni di Maluku,
Kepulauan Nusa Tenggara,
Sulawesi, Kalimantan, dan
Semenanjung Malaya.

Ketiga kategori tersebut masuk ke


dalam lingkaran pengaruh Kerajaan
Majapahit. Akan tetapi Majapahit
juga mengenal lingkup keempat
yang didefinisikan sebagai
hubungan diplomatik luar negeri.

Hubungan diplomatik …

Majapahit juga menempuh jalan


diplomasi dalam menjalin
persekutuan. Semboyan Mitreka
Satata digunakan oleh Mahapatih
Gajah Mada sebagai landasan
dalam menjalankan politik luar
negeri Majapahit yang bersifat
kekerabatan, hidup berdampingan
secara damai dengan negara-
negara di kawasan Asia Tenggara.
Kutipan ini berasal dari Kakawin
Nagarakretagama pupuh 15, bait
1[80]. Lengkapnya ialah:
Jawa Kuno Alih bahasa
nahan / lwir ni?
deçantara Such is the aspect of
kacaya de çri the other countries,
narapati, tuhn / protected by the
ta? Illustrious Prince;
synakayodyapura
verily, to be sure:
kimuta?
Syangkayodhyapura,
darmmanagari,
together with
marutma mwa?
Dharmanagari,
ri? rajapura
Marutma and Rajapura,
nuniweh
and Singhanagari too,
sinhanagari, ri
Campa, Kamboja.
campa
Different is Yawana,
kambojanyat i
that is a friend, regul
yawana mitreka
satata
kuno? teka? nusa Concerning now this
madura tatan island of Madura, this is
ilwi? parapuri, ri not at all of the same
denyan tungal / aspect as the foreign
mwa? kingdoms,
yawadarani because of the fact that
rakwaikana danu, it has been one with the
samudra(1) Yawa-country, so it is
nangu?(2) said, at that time in the
bhumi(3) kta ça- past: "The oceans carry
(98b) ka kalanya a country" (124 = 202
karnö, teweknyan A.D.), such is their
dadyapantara Shaka-year, one hears,
sasiki tatwanya
their moment to
tan adoh become provided with
an interstice;
(nevertheless) they are
one in essence, not far
away (from each other).

huwus rabda? Already the other


dwipantara continents are getting
sumiwi ri çri ready to show
narapati, obedience to the
padasthity Illustrious Prince,
awwat /
alike orderly they bring
pahudama wijil in all kinds of products
anken / every ordained season.
pratimasa, sake As an instance of the
kotsahan / sa? honoured Prabhu's
prabhu ri exertion for all the good
sakhahaywanyan that is taken care of by
iniwö, bhujanga him, ecclesiastical
mwa? officers and mandarins
mantrinutus are sent to fetch the
umahalot / patti produce regularly.
satata.

Mitreka Satata yang secara


harafiah berarti "persaudaraan
yang satu dengan dasar
persamaan derajat". Mitreka
berasal dari kata mitra dan ika
(mitra = sahabat; ika = itu) Satata
berarti satu tata (sama derajat dan
kekal). Hal itu menunjukkan negara
independen luar negeri yang
dianggap setara oleh Majapahit,
bukan sebagai bawahan dalam
kekuatan Majapahit. Menurut
Negarakertagama pupuh 15,
bangsa asing adalah
Syangkayodhyapura (Ayutthaya di
Thailand), Dharmmanagari
(Kerajaan Nakhon Si Thammarat),
Marutma, Rajapura dan Sinhanagari
(kerajaan di Myanmar), Kerajaan
Champa, Kamboja (Kamboja), dan
Yawana (Annam). Mitreka Satata
dapat dianggap sebagai aliansi
Majapahit, karena kerajaan asing di
luar negeri seperti China dan India
tidak termasuk dalam kategori ini
meskipun Majapahit telah
melakukan hubungan luar negeri
dengan kedua bangsa ini.
Pola kesatuan politik khas sejarah
Asia Tenggara purba seperti ini
kemudian diidentifikasi oleh
sejarahwan modern sebagai
"mandala", yaitu kesatuan yang
politik ditentukan oleh pusat atau
inti kekuasaannya daripada
perbatasannya, dan dapat tersusun
atas beberapa unit politik bawahan
tanpa integrasi administratif lebih
lanjut.[81] Daerah-daerah bawahan
yang termasuk dalam lingkup
mandala Majapahit, yaitu wilayah
Mancanegara dan Nusantara,
umumnya memiliki pemimpin asli
penguasa daerah tersebut yang
menikmati kebebasan internal
cukup luas. Wilayah-wilayah
bawahan ini meskipun sedikit-
banyak dipengaruhi Majapahit,
tetap menjalankan sistem
pemerintahannya sendiri tanpa
terintegrasi lebih lanjut oleh
kekuasaan pusat di ibu kota
Majapahit. Pola kekuasaan
mandala ini juga ditemukan dalam
kerajaan-kerajaan sebelumnya,
seperti Sriwijaya dan Angkor, serta
mandala-mandala tetangga
Majapahit yang sezaman;
Ayutthaya dan Champa.

Raja-raja Majapahit
Silsilah wangsa Rajasa, keluarga penguasa
Singhasari dan Majapahit. Penguasa
ditandai dalam gambar ini.[82]

Para penguasa Majapahit adalah


penerus dari keluarga kerajaan
Singhasari, yang dirintis oleh Sri
Ranggah Rajasa, pendiri Wangsa
Rajasa pada akhir abad ke-13.
Berikut adalah daftar penguasa
Majapahit. Perhatikan bahwa
terdapat periode kekosongan
antara pemerintahan
Rajasawardhana (penguasa ke-8)
dan Girishawardhana yang
mungkin diakibatkan oleh krisis
suksesi yang memecahkan
keluarga kerajaan Majapahit
menjadi dua kelompok[8].
Nama Raja Gelar Tahun

1293 -
Raden Wijaya Kertarajasa Jayawardhana
1309

Sri Maharaja Wiralandagopala Sri Sundarapandya Dewa 1309 -


Jayanagara
Adhiswara 1328

Tribhuwana Sri Tribhuwanottunggadewi Maharajasa 1328 -


Wijayatunggadewi Jayawisnuwardhani 1350

1350 -
Hayam Wuruk Maharaja Sri Rajasanagara
1389

1389 -
Wikramawardhana Bhra Hyang Wisesa Aji Wikrama
1429

1429 -
Suhita Prabu Stri Suhita
1447

1447 -
Kertawijaya Sri Maharaja Wijaya Parakramawardhana
1451

1451 -
Rajasawardhana Rajasawardhana Sang Sinagara
1453

1456 -
Girishawardhana Girishawardhana Dyah Suryawikrama
1466

Sri Adi Suraprabhawa Singhawikramawardhana Giripati 1466 -


Suraprabhawa
Pasutabhupati Ketubhuta 1474

-Dyah Wijayakarana -Girindrawarddhana Dyah Wijayakarana


1474 -
-Dyah Wijayakusuma -Girindrawarddhana Dyah Wijayakusuma
1527
-Dyah Raṇawijaya -Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya (Brawijaya V)

Nama Gelar …

Girindrawarddhana …
Girīndrawarddhana adalah gelar
bagi tiga raja Majapahit terakhir.
Ketiga raja Majapahit yang
menggunakan gelar ini adalah
anak-anak dari Rajasawardhana
Sang Sinagara (Raja Majapahit ke-
8), yaitu : Dyah Wijayakarana, Dyah
Wijayakusuma dan Dyah
Ranawijaya Gelar ini ditemukan
dalam Prasasti Waringinpitu yang
bertahun 1369 Saka (1447 M),
serta Prasasti Ptak (OJO XCI) dan
Prasasti Jiwu (OJO XCII-XCV) yang
keduanya bertahun 1408 Saka
(1486 M).[83]

Brawijaya …
Brawijaya atau Bhra Wijaya atau
Prabu Brawijaya adalah gelar yang
dianggap melekat pada penguasa
Majapahit, khususnya Dyah
Ranawijaya dengan gelar
"Brawijaya V" yang dianggap
penguasa terakhirnya. Sebagai
gelar historis, gelar ini diragukan
karena sampai saat ini tidak ada
sumber dari masa Majapahit yang
menyebutkan adanya gelar
Brawijaya.

Warisan sejarah
Arca pertapa Hindu dari masa Majapahit

akhir. Koleksi Museum für Indische Kunst,


Berlin-Dahlem, Jerman.

Majapahit telah menjadi sumber


inspirasi kejayaan masa lalu bagi
bangsa-bangsa Nusantara pada
abad-abad berikutnya.

Legitimasi politik …
Kesultanan-kesultanan Islam
Demak, Pajang, dan Mataram
berusaha mendapatkan legitimasi
atas kekuasaan mereka melalui
hubungan ke Majapahit. Demak
menyatakan legitimasi
keturunannya melalui Kertabhumi;
pendirinya, Raden Patah, menurut
babad-babad keraton Demak
dinyatakan sebagai anak
Kertabhumi dan seorang Putri Cina,
yang dikirim ke luar istana sebelum
ia melahirkan. Penaklukan
Mataram atas Wirasaba tahun
1615 yang dipimpin langsung oleh
Sultan Agung sendiri memiliki arti
penting karena merupakan lokasi
ibu kota Majapahit. Keraton-
keraton Jawa Tengah memiliki
tradisi dan silsilah yang berusaha
membuktikan hubungan para
rajanya dengan keluarga kerajaan
Majapahit — sering kali dalam
bentuk makam leluhur, yang di
Jawa merupakan bukti penting —
dan legitimasi dianggap meningkat
melalui hubungan tersebut. Bali
secara khusus mendapat pengaruh
besar dari Majapahit, dan
masyarakat Bali menganggap diri
mereka penerus sejati kebudayaan
Majapahit.[68]
Para penggerak nasionalisme
Indonesia modern, termasuk
mereka yang terlibat Gerakan
Kebangkitan Nasional di awal abad
ke-20, telah merujuk pada
Majapahit, disamping Sriwijaya,
sebagai contoh gemilang masa
lalu Indonesia. Majapahit kadang
dijadikan acuan batas politik
negara Republik Indonesia saat
ini.[21] Dalam propaganda yang
dijalankan tahun 1920-an, Partai
Komunis Indonesia menyampaikan
visinya tentang masyarakat tanpa
kelas sebagai penjelmaan kembali
dari Majapahit yang
diromantiskan.[84] Sukarno juga
mengangkat Majapahit untuk
kepentingan persatuan bangsa,
sedangkan Orde Baru
menggunakannya untuk
kepentingan perluasan dan
konsolidasi kekuasaan negara.[85]
Sebagaimana Majapahit, negara
Indonesia modern meliputi wilayah
yang luas dan secara politik
berpusat di pulau Jawa.

Beberapa simbol dan atribut


kenegaraan Indonesia berasal dari
elemen-elemen Majapahit. Bendera
kebangsaan Indonesia "Sang
Merah Putih" atau kadang disebut
"Dwiwarna" ("dua warna"), berasal
dari warna Panji Kerajaan
Majapahit. Demikian pula bendera
armada kapal perang TNI Angkatan
Laut berupa garis-garis merah dan
putih juga berasal dari warna
Majapahit. Semboyan nasional
Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika",
dikutip dari "Kakawin Sutasoma"
yang ditulis oleh Mpu Tantular,
seorang pujangga Majapahit.

Arsitektur …

Sepasang patung penjaga gerbang abad ke-


14 d i k il M j hit di J Ti
14 dari kuil Majapahit di Jawa Timur
(Museum of Asian Art, San Francisco)

Majapahit memiliki pengaruh yang


nyata dan berkelanjutan dalam
bidang arsitektur di Indonesia.
Penggambaran bentuk paviliun
(pendopo) berbagai bangunan di
ibu kota Majapahit dalam kitab
Negarakretagama telah menjadi
inspirasi bagi arsitektur berbagai
bangunan keraton di Jawa serta
Pura dan kompleks perumahan
masyarakat di Bali masa kini.
Meskipun bata merah sudah
digunakan jauh lebih awal, para
arsitek Majapahitlah yang
menyempurnakan teknik
pembuatan struktur bangunan bata
ini.

Beberapa elemen arsitektur


kompleks bangunan di Jawa dan
Bali diketahui berasal dari masa
Majapahit. Misalnya gerbang
terbelah candi bentar yang kini
cenderung dikaitkan dengan
arsitektur Bali, sesungguhnya
merupakan pengaruh Majapahit,
sebagaimana ditemukan pada
Candi Wringin Lawang, salah satu
candi bentar tertua di Indonesia.
Demikian pula dengan gapura
paduraksa (kori agung) beratap
tinggi, dan pendopo berlandaskan
struktur bata. Pengaruh citarasa
estetika dan gaya bangunan
Majapahit dapat dilihat pada
kompleks Keraton Kasepuhan di
Cirebon, Masjid Menara Kudus di
Jawa Tengah, dan Pura Maospait
di Bali. Tata letak kompleks
bangunan berupa halaman-
halaman berpagar bata yang
dihubungkan dengan gerbang dan
ditengahnya terdapat pendopo,
merupakan warisan arsitektur
Majapahit yang dapat ditemukan
dalam tata letak beberapa
kompleks keraton di Jawa serta
kompleks puri (istana) dan pura di
Bali.

Kesenian modern
Kebesaran kerajaan ini dan
berbagai intrik politik yang terjadi
pada masa itu menjadi sumber
inspirasi tidak henti-hentinya bagi
para seniman masa selanjutnya
untuk menuangkan kreasinya,
terutama di Indonesia. Berikut
adalah daftar beberapa karya seni
yang berkaitan dengan masa
tersebut.

Puisi lama …
Serat Darmagandhul, sebuah kitab
yang tidak jelas penulisnya karena
menggunakan nama pena Ki
Kalamwadi, namun diperkirakan
dari masa Kasunanan Surakarta.
Kitab ini berkisah tentang hal-hal
yang berkaitan dengan perubahan
keyakinan orang Majapahit dari
agama sinkretis "Hindu" ke Islam
dan sejumlah ibadah yang perlu
dilakukan sebagai umat Islam.

Komik dan strip komik …

Serial "Mahesa Rani" karya Teguh


Santosa yang dimuat di Majalah
Hai, mengambil latar belakang
pada masa keruntuhan Singhasari
hingga awal-awal karier Mada
(Gajah Mada), adik seperguruan
Lubdhaka, seorang rekan Mahesa
Rani.
Komik/Cerita bergambar Imperium
Majapahit, karya Jan Mintaraga.
Komik Majapahit karya R.A.
Kosasih
Strip komik "Panji Koming" karya
Dwi Koendoro yang dimuat di surat
kabar "Kompas" edisi Minggu,
menceritakan kisah sehari-hari
seorang warga Majapahit bernama
Panji Koming.
Komik "Dharmaputra Winehsuka",
karya Alex Irzaqi, kisah Ra Kuti dan
Ra Semi dalam latar peristiwa
pemerontakan Nambi 1316 M.

Roman/novel sejarah …

Sandyakalaning Majapahit (1933),


roman sejarah dengan setting
masa keruntuhan Majapahit, karya
Sanusi Pane.
Pelangi Di langit Singasari (1968 -
1974), roman sejarah dengan
setting zaman kerajaan Kediri dan
Singasari, karya S. H. Mintardja.
Bara Di Atas Singgasana, roman
sejarah dengan setting zaman
kerajaan singasari dan Majapahit,
karya S. H. Mintardja
Kemelut Di Majapahit, roman
sejarah dengan setting masa
kejayaan Majapahit, karya
Asmaraman S. Kho Ping Hoo.
Zaman Gemilang
(1938/1950/2000), roman sejarah
yang menceritakan akhir masa
Singasari, masa Majapahit, dan
berakhir pada intrik seputar
terbunuhnya Jayanegara, karya
Matu Mona/Hasbullah Parinduri.
Senopati Pamungkas (1986/2003),
cerita silat dengan setting
runtuhnya Singhasari dan awal
berdirinya Majapahit hingga
pemerintahan Jayanagara, karya
Arswendo Atmowiloto.
Arus Balik (1995), sebuah epos
pasca kejayaaan Nusantara pada
awal abad 16, karya Pramoedya
Ananta Toer.
Dyah Pitaloka - Senja di Langit
Majapahit (2005), roman karya
Hermawan Aksan tentang Dyah
Pitaloka Citraresmi, putri dari
Kerajaan Sunda yang gugur dalam
Peristiwa Bubat.
Gajah Mada (2005), sebuah roman
sejarah berseri yang mengisahkan
kehidupan Gajah Mada dengan
ambisinya menguasai Nusantara,
karya Langit Kresna Hariadi.
Jung Jawa (2009), sebuah antologi
cerita pendek berlatar Nusantara,
karya Rendra Fatrisna Kurniawan,
diterbitkan Babel Publishing
dengan ISBN 978-979-25-3953-0.

Film/sinetron …

Tutur Tinular, suatu adaptasi film


karya S. Tidjab dari serial
sandiwara radio. Kisah ini berlatar
belakang Kerajaan Singhasari pada
pemerintahan Kertanegara hingga
Majapahit pada pemerintahan
Jayanagara.
Saur Sepuh, suatu adaptasi film
karya Niki Kosasih dari serial
sandiwara radio yang populer pada
kurun dasawarsa pertengahan
1980-an hingga awal 1990-an. Film
ini sebetulnya lebih berfokus pada
sejarah Pajajaran namun berkait
dengan Majapahit pula.
Walisanga, sinetron Ramadan
tahun 2003 yang berlatar
Majapahit pada masa Brawijaya V
hingga Kesultanan Demak pada
zaman Sultan Trenggana.
Puteri Gunung Ledang, sebuah film
Malaysia tahun 2004, mengangkat
cerita berdasarkan legenda Melayu
terkenal, Puteri Gunung Ledang.
Film ini menceritakan kisah
percintaan Gusti Putri Retno
Dumilah, seorang putri Majapahit,
dengan Hang Tuah, seorang
perwira Kesultanan Malaka.

Permainan video …

Civilization V: Brave New World


yang terbit pada Juli 2013, terdapat
peradaban Indonesia dengan tokoh
pemimpinnya Gajah Mada.
Meskipun dinamakan peradaban
'Indonesia', namun perdaban ini
menggunakan Surya Majapahit
sebagai simbolnya. Peradaban ini
memiliki bangunan unik yaitu
Candi, yang memiliki ikon
bergambar Candi bentar di
Trowulan, Mojokerto.
Kemudian pada Civilization VI
sebuah DLC memiliki salah satu
pemimpin Majapahit, Dyah Gitarja
sebagai pemimpin peradaban
Indonesia dengan simbolnya
berupa Surya Majapahit yang lebih
sederhana. Unit unik untuk
peradaban ini adalah jong, yang
menggantikan frigate.
Age of Empires II: The Age of Kings
ekspansi keempat Rise of Rajas
yang terbit pada Desember 2016,
menampilkan misi sebagai Gajah
Mada, dari awal pendirian
Majapahit mengusir tentara
Mongolia dan Kediri (Kerajaan
Singhasari), menaklukkan kerajaan-
kerajaan lain di kepulauan
Nusantara setelah Sumpah Palapa
hingga peristiwa Perang Bubat
yang mengakhiri karier Gajah Mada
sebagai Mahapatih kerajaan
Majapahit. Bangunan Candi bentar,
Gapura Bajang Ratu serta Candi
Kalasan ditampilkan secara visual
pada misi Gajah Mada. Gajah
Mada juga muncul di Age of
Empires II Definitive Edition yang
dirilis pada November 2019.
Bendera Majapahit, Getih-Getah
Samudra atau Gula Kelapa, ada
dalam Age of Empires III Definitive
Edition (rilis Oktober 2020) sebagai
bendera untuk Indonesia, sebuah
negara revolusioner yang hadir
bagi peradaban Belanda. Sebuah
unit bernama Cetbang Cannon
tersedia untuk Indonesia.

Lihat pula
Kakawin Nagarakretagama
Pararaton
Kidung Sunda
Brawijaya
Kerajaan Singhasari
Sejarah Nusantara
Gajah Mada
Museum Pusat Informasi
Majapahit

Catatan
1. ^ Tahunnya ditandai dengan
candrasengkala "sirna ilang
kertaning bumi" (sirna = 0, ilang = 0,
kerta = 4, bumi = 1). Berarti tahun
1400 saka atau 1478 masehi.
2. ^ Kawaca memiliki dua makna.
Yang pertama adalah kemeja yang
dikenakan oleh para rohaniawan,
yang lainnya berarti baju besi. Lihat
Nugroho, Irawan Djoko (2011). hal.
386.
3. ^ Pordenone menyebutkan bahwa
Raja Jawa memerintah atas "tujuh
raja yang bermahkota", mungkin
merujuk pada Bhattara Saptaprabhu
atau tujuh Bhattara atau Bhre
(Adipati / Adipati Wanita), yang
merupakan tujuh penatua
berpengaruh yang memerintah tujuh
nagara atau kerajaan daerah, sesuai
dengan provinsi Majapahit di Jawa
Timur dan Tengah; yaitu Kahuripan,
Daha, Tumapel, Wengker, Lasem,
Pajang, dan Mataram.
4. ^ Bhre Wirabhumi sebenarnya
adalah gelar: Adipati dari Wirabhumi
(Blambangan), nama aslinya tidak
diketahui. Ia disebut sebagai Bhre
Wirabhumi di Pararaton. Dia
menikahi Nagawardhani, keponakan
raja.
5. ^ a b Kusumawardhani (putri raja)
menikah dengan Wikramawardhana
(keponakan raja), pasangan ini
menjadi ahli waris bersama.

Referensi
1. ^ D.G.E. Hall (1956). "Problems of
Indonesian Historiography". Pacific
Affairs. 38 (3/4): 353—359.
2. ^ a b c d Ricklefs (1991), halaman 19
3. ^ Prapantja, Rakawi, trans. by
Theodore Gauthier Pigeaud, Java in
the 14th Century, A Study in Cultural
History: The Negara-Kertagama by
Pakawi Parakanca of Majapahit,
1365 AD (The Hague, Martinus
Nijhoff, 1962), vol. 4, p. 29. 34; G.J.
Resink, Indonesia’s History Between
the Myths: Essays in Legal History
and Historical Theory (The Hague:
W. van Hoeve, 1968), hal. 21.
4. ^ Taylor, Jean Gelman (2003).
Indonesia: Peoples and Histories.
New Haven and London: Yale
University Press. hlm. pp.29. ISBN 0-
300-10518-5.
5. ^ a b c Ricklefs (1991), page 18
. ^ Johns, A.H. (1964). "The Role of
Structural Organisation and Myth in
Javanese Historiography" . The
Journal of Asian Studies. 24 (1):
91–99.
7. ^ Nagarakretagama Diakui sebagai
Memori Dunia , kompas.com
. ^ a b c d M.C. Ricklefs, Sejarah
Indonesia Modern 1200-2004, Edisi
ke-3. Diterjemahkan oleh S. Wahono
dkk. Jakarta: Serambi, 2005, hal. 55.
Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref> tidak sah; nama
"Ricklefs_55" didefinisikan berulang
dengan isi berbeda
9. ^ C. C. Berg. Het rijk van de
vijfvoudige Buddha (Verhandelingen
der Koninklijke Nederlandse
Akademie van Wetenschappen, Afd.
Letterkunde, vol. 69, no. 1)
Ansterdam: N.V. Noord-Hollandsche
Uitgevers Maatschappij, 1962; cited
in M.C. Ricklefs, A History of
Modern Indonesia Since c. 1300,
2nd ed. Stanford: Stanford
University Press, 1993, pages 18
and 311
10. ^
http://www.tempo.co/read/news/20
10/07/01/061260022/Indonesia-
Jepang-Buat-Kapal-Majapahit/
Tempo/
11. ^
http://sains.kompas.com/read/201
2/12/05/19045066/Majapahit-
Jajah-hingga-Semenanjung-
Malaya . Kompas/
12. ^ http://www.kali-majapahit.com/
13. ^ a b Setiono, Benny. "Kehancuran
dan Kebangkitan Martabat/ Jati Diri
Etnis Tionghoa Di Indonesia (bagian
1)" . Diakses tanggal 16 Juni.
14. ^ David Bor - Khubilai khan and
Beautiful princesses of Tumapel
2006
15. ^ a b Mulyana 2006, hlm. 122
1 . ^ Groeneveldt, W.P. Historical Notes
on Indonesia and Malaya: Compiled
from Chinese Sources. Djakarta:
Bhratara, 1960.
17. ^ a b c Slamet Muljana. Menuju
Puncak Kemegahan (LKIS, 2005)
1 . ^ Komandoko 2009, hlm. 16
19. ^ Poesponegoro, M.D., Notosusanto,
N. (editor utama). Sejarah Nasional
Indonesia. Edisi ke-4. Jilid II.
Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hal.
436.
20. ^ "Cannon | Indonesia (Java) |
Majapahit period (1296–1520) | The
Met" . The Metropolitan Museum of
Art, i.e. The Met Museum. Diakses
tanggal 6 August 2017.
21. ^ a b c d Ricklefs (1991), halaman 56
22. ^ Munoz, Paul Michel (2006). Early
Kingdoms of the Indonesian
Archipelago and the Malay
Peninsula. Singapore: Editions
Didier Millet. hlm. 279.
ISBN 9814155675.
23. ^ Drs. R. Soekmono, (1973, 5th
reprint edition in 1988). Pengantar
Sejarah Kebudayaan Indonesia 2,
2nd ed. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius. hlm. 72.
24. ^ Y. Achadiati S, Soeroso M.P.,
(1988). Sejarah Peradaban Manusia:
Zaman Majapahit. Jakarta: PT Gita
Karya. hlm. 13.
25. ^ Millet, Didier (August 2003). John
Miksic, ed. Indonesian Heritage
Series: Ancient History. Singapore
169641: Archipelago Press.
hlm. 106. ISBN 981-3018-26-7.
2 . ^ Groeneveldt, W.P. (1877). Notes on
the Malay Archipelago and Malacca,
Compiled from Chinese Sources.
Batavia: Transactions of the
Batavian Society of Arts and
Science.
27. ^ (Indonesia) Muljana, Slamet
(2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-
Jawa dan timbulnya negara-negara
Islam di Nusantara . PT LKiS
Pelangi Aksara. hlm. 63.
ISBN 9798451163.ISBN 978-979-
8451-16-4
2 . ^ Ricklefs (2005), hal. 57.
29. ^ a b Ricklefs, Merle Calvin (2008). A
History of Modern Indonesia Since
c. 1200 Fourth Edition. New York:
Palgrave Macmillan.
ISBN 9780230546851.
30. ^ a b c Poesponegoro & Notosusanto
(1990), hal. 448-451.
31. ^ Pires, Tome. Suma Oriental. The
Hakluyt Society. ISBN
9784000085052.
32. ^ Robert W. Hefner (1983). "Ritual
and Cultural Reproduction in Non-
Islamic Java" . American
Ethnologist. 10 (1983): 665––683.
doi:10.1525/ae.1983.10.4.02a0003
0 . Diakses tanggal 2008-10-23.
33. ^ Song Lian. Sejarah Yuan.
34. ^ Pramono, Djoko (2005). Budaya
Bahari. Gramedia Pustaka Utama.
ISBN 9789792213768.
35. ^ Manguin, Pierre-Yves (1976).
"L'Artillerie legere nousantarienne: A
propos de six canons conserves
dans des collections portugaises".
Arts Asiatiques. 32: 233–268.
3 . ^ Reid, Anthony (2012). Anthony
Reid and the Study of the Southeast
Asian Past. ISBN 978-981-4311-96-0
37. ^ Groeneveldt, W.P. (1877). Notes on
the Malay Archipelago and Malacca,
Compiled from Chinese Sources.
Batavia: Transactions of the
Batavian Society of Arts and
Science.
3 . ^ a b c d e Nugroho, Irawan Djoko
(2011). Majapahit Peradaban
Maritim. Suluh Nuswantara Bakti.
ISBN 9786029346008.
39. ^ a b Nugroho, Irawan Djoko (6
August 2018). "Baju Baja Emas
Gajah Mada" . Nusantara Review.
Diakses tanggal 14 August 2019.
40. ^ a b Berg, Kindung Sundāyana
(Kidung Sunda C), Soerakarta,
Drukkerij “De Bliksem”, 1928.
41. ^ a b Berg, C. C., 1927, Kidung
Sunda. Inleiding, tekst, vertaling en
aanteekeningen, BKI LXXXIII : 1-161.
42. ^ Mayers (1876). "Chinese
explorations of the Indian Ocean
during the fifteenth century ". The
China Review. IV: p. 178.
43. ^ Manguin, Pierre-Yves (1976).
"L'Artillerie legere nousantarienne: A
propos de six canons conserves
dans des collections portugaises".
Arts Asiatiques. 32: 233–268.
44. ^ Crawfurd, John (1856). A
Descriptive Dictionary of the Indian
Islands and Adjacent Countries.
Bradbury and Evans.
45. ^ de Graaf, Hermanus Johannes
(1985). Kerajaan-kerajaan Islam di
Jawa. Jakarta: Temprint. hlm. 180.
4 . ^ Tiaoyuan, Li (1969). South
Vietnamese Notes. Guangju Book
Office.
47. ^ a b c Pires, Tome (1944). The Suma
oriental of Tomé Pires : an account
of the East, from the Red Sea to
Japan, written in Malacca and India
in 1512-1515 ; and, the book of
Francisco Rodrigues, rutter of a
voyage in the Red Sea, nautical
rules, almanack and maps, written
and drawn in the East before 1515 .
The Hakluyt Society.
ISBN 9784000085052.
4 . ^ a b Barbosa, Duarte (1866). A
Description of the Coasts of East
Africa and Malabar in the Beginning
of the Sixteenth Century . The
Hakluyt Society.
49. ^ Partington, J. R. (1999). A History
of Greek Fire and Gunpowder
(dalam bahasa Inggris). JHU Press.
ISBN 978-0-8018-5954-0.
50. ^ Jones, John Winter (1863). The
travels of Ludovico di Varthema in
Egypt, Syria, Arabia Deserta and
Arabia Felix, in Persia, India, and
Ethiopia, A.D. 1503 to 1508 .
Hakluyt Society.
51. ^ Wade, G., 2009, “The horse in
Southeast Asia prior to 1500 CE:
Some vignettes,” in: B. G. Fragner, R.
Kauz, R. Ptak and A.
Schottenhammer (eds), Pferde in
Asien: Geschichte, Handel und
Kultur/Horses in Asia: History, Trade
and Culture. Vienna, Verlag der
Österreichischen Akademie der
Wissenschaften: 161-177.
52. ^ Teeuw, A. and S. O. Robson
(2005). Bhomāntaka. The Death of
Bhoma. Leiden: KITLV Press.
ISBN 9789067182539.
53. ^ Jakl, Jiri. "The Whale in Old
Javanese kakawin: timiṅgila,
'elephant fish', and lĕmbwara
revisited" (dalam bahasa Inggris).
54. ^ Ptak, Roderich (1999). China’s
Seaborne Trade with South and
Southeast Asia, 1200-1750.
Ashgate. ISBN 9780860787761.
55. ^ a b Nugroho (2011). h. 286,
mengutip Hikayat Raja-Raja Pasai",
3: 98: "Sa-telah itu, maka disuroh
baginda musta'idkan segala
kelengkapan dan segala alat senjata
peperangan akan mendatangi
negeri Pasai itu, sa-kira-kira empat
ratus jong yang besar-besar dan lain
daripada itu banyak lagi daripada
malangbang dan kelulus.". Juga
lihat Hill, A. H. (Juni 1960). "Hikayat
Raja-Raja Pasai". Journal of the
Malaysian Branch of the Royal
Asiatic Society. 33: h. 98 dan 157:
Then he directed them to make
ready all the equipment and
munitions of war needed for an
attack on the land of Pasai - about
four hundred of the largest junks,
and also many barges
(malangbang) and galleys.
5 . ^ Text from Fra Mauro map, 10-A13,
bahasa Italia asli: "Circa hi ani del
Signor 1420 una naue ouer çoncho
de india discorse per una trauersa
per el mar de india a la uia de le
isole de hi homeni e de le done de
fuora dal cauo de diab e tra le isole
uerde e le oscuritade a la uia de
ponente e de garbin per 40 çornade,
non trouando mai altro che aiere e
aqua, e per suo arbitrio iscorse 2000
mia e declinata la fortuna i fece suo
retorno in çorni 70 fina al sopradito
cauo de diab. E acostandose la
naue a le riue per suo bisogno, i
marinari uedeno uno ouo de uno
oselo nominato chrocho, el qual ouo
era de la grandeça de una bota
d'anfora." [1]
57. ^ Lombard, Denys (2005). Nusa
Jawa: Silang Budaya, Bagian 2:
Jaringan Asia . Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama. An Indonesian
translation of Lombard, Denys
(1990). Le carrefour javanais. Essai
d'histoire globale (The Javanese
Crossroads: Towards a Global
History) vol. 2. Paris: Éditions de
l'École des Hautes Études en
Sciences Sociales.
5 . ^ Manguin, Pierre-Yves (September
1980). "The Southeast Asian Ship:
An Historical Approach". Journal of
Southeast Asian Studies. 11 (2):
266–276.
doi:10.1017/S002246340000446X .
JSTOR 20070359 .
59. ^ Sejarah Melayu, 5.4: 47: Maka
betara Majapahit pun menitahkan
hulubalangnya berlengkap perahu
akan menyerang Singapura itu,
seratus buah jung; lain dari itu
beberapa melangbing dan kelulus,
jongkong, cecuruh, tongkang, tiada
terhisabkan lagi banyaknya.
0. ^ Sejarah Melayu, 10.4: 77: ... maka
baginda pun segera menyuruh
berlengkap tiga ratus buah jung, lain
dari pada itu kelulus, pelang,
jongkong, tiada terbilang lagi.
1. ^ Nugroho, Irawan Djoko (30 Juli
2018). "Replika Kapal Majapahit,
Replika Untuk Menghancurkan
Sejarah Bangsa" . Nusantara
Review. Diakses tanggal 14 Agustus
2020.
2. ^ a b Jones, John Winter (1863). The
travels of Ludovico di Varthema in
Egypt, Syria, Arabia Deserta and
Arabia Felix, in Persia, India, and
Ethiopia, A.D. 1503 to 1508. Hakluyt
Society.
3. ^ Liebner, Horst H. (2002). Perahu-
Perahu Tradisional Nusantara.
Jakarta.
4. ^ Suarez, Thomas (2012). Early
Mapping of Southeast Asia: The
Epic Story of Seafarers, Adventurers,
and Cartographers Who First
Mapped the Regions Between China
and India. Tuttle Publishing.
5. ^ "Teknologi Era Majapahit" .
Nusantara Review (dalam bahasa
Inggris). 2018-10-02. Diakses
tanggal 2020-06-11.
. ^ Cartas de Afonso de Albuquerque,
Volume 1, p. 64, April 1, 1512
7. ^ a b c Millet, Didier (August 2003).
John Miksic, ed. Indonesian
Heritage Series: Ancient History.
Singapore 169641: Archipelago
Press. hlm. 107. ISBN 981-3018-26-
7.
. ^ a b Schoppert, P., Damais, S.
(1997). Di dalam Didier Millet
(editor):, ed. Java Style. Paris:
Periplus Editions. hlm. 33–34. ISBN
962-593-232-1.
9. ^ "Ritual Networks and Royal Power
in Majapahit Java, page:100" .
Persee. 1996. Diakses tanggal
2010-07-14.
70. ^ Munandar AA. 2004. KARYA
SASTRA JAWA KUNO YANG
DIABADIKAN PADA RELIEF CANDI-
CANDI ABAD KE-13—15 M .
MAKARA, SOSIAL HUMANIORA,
VOL. 8, NO. 2, AGUSTUS 2004: 54-
60.
71. ^ "Uang Kuno Temuan Rohimin
Peninggalan Majapahit" . 2008.
72. ^ Millet, Didier (Hardcover edition —
August 2003). John Miksic, ed.
Indonesian Heritage Series: Ancient
History. Singapore 169641:
Archipelago Press. hlm. 107.
ISBN 981-3018-26-7.
73. ^ Groeneveldt, W.P. (1896).
"Supplementary jottings to the notes
on the Malay Archipelago and
malacca compiled from chinese
surces / by W.P. Groeneveldt" (PDF).
T'oung pao. 7: 113–134.
74. ^ Poesponegoro & Notosusanto
(1990), hal. 434-435.
75. ^ Poesponegoro & Notosusanto
(1990), hal. 431-432.
7 . ^ Poesponegoro & Notosusanto
(1990), hal. 220.
77. ^ Poesponegoro & Notosusanto
(1990), hal. 451-456.
7 . ^ Nastiti, Titi Surti. Prasasti
Majapahit, dalam situs
www.Majapahit-Kingdom.com dari
Direktorat Jenderal Sejarah dan
Purbakala. Jumat, 22 Juni 2007.
79. ^ Pires, Tome. Suma Oriental. The
Hakluyt Society. ISBN
9784000085052,
0. ^ "Materials for the Medieval History
of Indonesia" .
1. ^ Dellios, Rosita (2003-1-1).
"Mandala: from sacred origins to
sovereign affairs in traditional
Southeast Asia" (dalam bahasa
Inggris). Bond University Australia.
Diakses tanggal 2011-12-11.
2. ^ Bullough, Nigel (1995). Historic
East Java: Remains in Stone.
Jakarta: ADLine Communications.
hlm. 116–117. Teks "consulting
editor: Mujiyono PH" akan diabaikan
(bantuan); Teks "Printed in
Singapore " akan diabaikan
(bantuan)
3. ^ Djaraf 1977.
4. ^ Ricklefs, hal. 363
5. ^ Friend, Theodore. Indonesian
Destinies. Cambridge,
Massachusetts and London:
Belknap Press, Harvard University
Press. hlm. p.19. ISBN 0-674-01137-
6.

Daftar pustaka
Mulyana, Slamet (2006). Tafsir
sejarah nagarakretagama (dalam
bahasa Indonesia). PT LKiS
Pelangi Aksara. hlm. 122.
ISBN 978-979-2552-546.
Komandoko, Gamal (2009). Gajah
Mada: menangkis ancaman
pemberontakan Ra Kuti: kisah
ketangguhan seorang patih
Majapahit dalam menjaga keutuhan
takhta sang raja (dalam bahasa
Indonesia). Penerbit Narasi.
hlm. 122. ISBN 978-979-164-145-2
Periksa nilai: checksum |isbn=
(bantuan).

Pranala luar

Wikimedia Commons memiliki


media mengenai Majapahit.

(Inggris) Memories of Majapahit -


memuat sejarah dan keterangan
situs-situs peninggalan Majapahit.
(Indonesia) Diskusi tentang
Perseteruan Ming dan Majapahit
(Indonesia) Terjemahan Naskah
Asli Kitab Negarakretagama Karya
Mpu Prapanca - Dari situs
www.sejarahnasional.org

Didahului Kerajaan
Diteruskan oleh:
oleh: Hindu-Budha
Demak
Singasari 1292–1527

Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Majapahit&oldid=17955522"

Terakhir disunting 5 hari yang lalu oleh 103.105.27.100

Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0


kecuali dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai