Hayam Wuruk juga memiliki putra dari selir yang menjabat sebagai Bhre Wirabhumi
yang menikah dengan Nagarawardhani putri Bhre Lasem.
Masa pemerintahan Hayam Wuruk
Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk,Majapahit menaklukkan Kerajaan Pasai dan Aru (kemudian
bernama Deli,dekat Medan sekarang). Majapahit juga menghancurkan kerajaan Sriwijaya di
Palembang,
Peristiwa Bubat
Tahun 1351,Hayam Wuruk hendak menikahi puteri Raja Galuh (di Jawa Barat),Dyah Pitaloka
Citraresmi.
Pajajaran setuju asal bukan maksud Majapahit untuk mengambil alih kerajaan Galuh.
Ketika dalam perjalanan menuju upacara
pernikahan,Gajah Mada mendesak kerajaan Galuh untuk menyerahkan puteri sebagai upeti dan
tunduk kepada Majapahit. Kerajaan Galuh menolak, akhirnya pecah pertempuran,Perang Bubat.
Dalam peristiwa menyedihkan ini seluruh rombongan kerajaan Galuh tewas,dan dalam beberapa
tahun Galuh menjadi wilayah Majapahit.
"Kecelakaan sejarah" ini hingga sekarang masih dikenang terus oleh masyarakat Jawa Barat
dalam bentuk penolakan nama Hayam Wuruk dan Gajah Mada bagi pemberian nama jalan di
wilayah ini.
Tahun 1389 , Hayam Wuruk meninggal dengan dua anak:
Kusumawardhani (yang bersuami Wikramawardhana ),serta Wirabhumi yang merupakan anak
dari selirnya. Namun yang menjadi pengganti Hayam Wuruk adalah
menantunya,Wikramawardhana
Tahu kah kamu ?
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk lah Semboyan Bhineka tunggal Ika di cetuskan
Kitab Kakawin Sutasoma (yang memuat semboyan Bhinneka Tunggal Ika tan Hana Dharma
Mangrwa) digubah oleh Mpu Tantular,dan kitab Nagarakretagama digubah oleh Mpu Prapanca
pada tahun 1365
GAJAH MADA MAHAPATIH MAJAPAHIT
Gajah Mada (wafat k. 1364) adalah seorang panglima perang dan tokoh yang sangat
berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit. Menurut berbagai sumber mitologi, kitab, dan
prasasti dari zaman Jawa Kuno, ia memulai kariernya tahun 1313, dan semakin menanjak setelah
peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa pemerintahan Sri Jayanagara, yang mengangkatnya
sebagai Patih.[1] Ia menjadi Mahapatih (Menteri Besar) pada masa Ratu Tribhuwanatunggadewi,
dan kemudian sebagai Amangkubhumi (Perdana Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke
puncak kejayaannya.[4]
Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya, yaitu Sumpah Palapa, yang tercatat di dalam
Pararaton.[5] Ia menyatakan tidak akan memakan palapa sebelum berhasil menyatukan
Nusantara. Meskipun ia adalah salah satu tokoh sentral saat itu, sangat sedikit catatan-catatan
sejarah yang ditemukan mengenai dirinya. Wajah sesungguhnya dari tokoh Gajah Mada, saat ini
masih kontroversial.[6] Pada masa sekarang, Indonesia telah menetapkan Gajah Mada sebagai
salah satu Pahlawan Nasional dan merupakan simbol nasionalisme[7] dan persatuan Nusantara.
[8]
Sebuah arca yang diduga menggambarkan rupa Gajah Mada. Kini disimpan
di museum Trowulan, Mojokerto.
Purnawarman, Sang Maharaja Tarumanagara
Purnawarman (Purnavarmman) adalah raja yang tertera pada beberapa prasasti pada abad V. Ia
menjadi raja di Kerajaan Tarumanagara. Ia mengidentifikasikan dirinya dengan Wisnu.
Raja Purnawarman membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat
ke pantai yang dinamainya Sundapura. Pada masanya, kekuasaan Tarumanagara mencakup
wilayah Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah bagian barat. Prasasti lain yang memberitakan
Purnawarman, yakni Prasasti Cidanghiyang atau disebut juga Prasasti Lebak karena ditemukan di
Kampung Lebak di tepi Sungai Cidanghiyang, Kec. Munjul, Pandeglang, Banten. Hal ini
membuktikan bahwa daerah Banten dan pantai Selat Sunda juga termasuk wilayah kekuasaan
Tarumanagara.