Anda di halaman 1dari 4

Hayam Wuruk

Penguasa monarki Kerajaan Majapahit

Illustrasi Hayam Wuruk

Berkuasa Majapahit: 1350–1389

Penobatan 1350

Pendahulu Tribhuwana Wijayatunggadewi

Penerus Wikramawardhana

Lahir 1334
 Majapahit

Wafat 1389
 Majapahit

Nama lengkap

Maharaja Sri Rajasanagara

Rajasanagara

Ayah Cakradhara (Kertawardhana Bhre Tumapel)

Ibu Tribhuwana Wijayatunggadewi

Permaisuri Sri Sudewi (Paduka Sori)

Agama Hindu
Hayam Wuruk (lahir 1334, meninggal 1389) adalah raja keempat Majapahit yang
memerintah tahun 1350-1389. Ia bergelar Sri Rājasanagara. Di bawah
pemerintahannya, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya.

Silsilah
Nama Hayam Wuruk artinya "ayam yang terpelajar". Ia adalah putra
pasangan Tribhuwana Tunggadewi (penguasa ketiga Majapahit) dengan Sri
Kertawardhana alias Cakradhara. Ibunya adalah putri Raden Wijaya pendiri Majapahit,
sedangkan ayahnya berkedudukan sebagai penguasa Tumapel (Bhatara i
Tumapel atau Bhre Tumapel[2]) atau kawasan Malang sekarang.
Hayam Wuruk dilahirkan tahun 1334 dan menurut
kitab Desawarnana (Negarakretagama) peristiwa kelahirannya ditandai dengan gempa
bumi di "Pabanyu Pindah" dan letusan Gunung Kelud. Pada tahun itu pula Gajah
Mada mengucapkan Sumpah Palapa.
Hayam Wuruk memiliki adik perempuan bernama Dyah Nertaja (kelak menjadi Bhre
Pajang), dan adik angkat perempuan bernama Indudewi (Bhre Lasem), yaitu
putri Rajadewi, adik ibunya. Permaisuri Hayam Wuruk bernama Sri Sudewi bergelar
Paduka Sori, yang adalah putri dari Wijayarajasa (Bhre Wengker). Paduka Sori adalah
saudara sepupu Hayam Wuruk, anak tiri Rajadewi. Dari pasangan ini
lahir Kusumawardhani yang menikah dengan Wikramawardhana, putra Bhre Pajang.
Hayam Wuruk juga memiliki putra dari selir yang menjabat sebagai Bhre Wirabhumi,
yang menikah dengan Nagarawardhani, putri Bhre Lasem.

Masa Pemerintahan

Diagram silsilah Wangsa Rajasa, keluarga kerajaan Singhasari dan Majapahit

Sumber sepak terjang Hayam Wuruk dalam pemerintahannya diceritakan dalam kitab
Desawarnana, suatu kitab yang didedikasikan untuk menghormatinya.
Hayam Wuruk naik tahta dalam usia relatif muda, 17 tahun, menggantikan ibundanya,
Tribhuwana Tunggadewi. Tribhuwana menyerahkan kekuasaan kepada anaknya itu
karena sebenarnya ia memerintah "mewakili" Gayatri, ibunya yang memilih menjalani
hidup sebagai pendeta. Ketika Gayatri meninggal, Tribhuwana menyatakan tidak lagi
berkuasa.
Hayam Wuruk dalam pemerintahannya banyak dibantu oleh patih andalannya, Gajah
Mada. Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk, Majapahit melakukan politik ekspansi untuk
menjamin kekuatannya di bidang perdagangan lewat laut, sekaligus sebagai
pelaksanaan sumpah yang dinyatakan oleh patih Gajah Mada. Majapahit
menaklukkan Kerajaan Pasai dan Aru (kemudian bernama Deli).
Versi Pertama[sunting | sunting sumber]
Tahun 1351, Hayam Wuruk hendak menikahi puteri Raja Galuh/Pajajaran (di Jawa
Barat), Dyah Pitaloka Citraresmi. Pajajaran setuju asal bukan maksud Majapahit untuk
merebut kerajaan Galuh. Ketika dalam perjalanan menuju upacara pernikahan, Gajah
Mada mendesak kerajaan Galuh untuk menyerahkan puteri sebagai upeti dan tunduk
kepada Majapahit. Kerajaan Galuh menolak, akhirnya pecah pertempuran, Perang
Bubat. Dalam peristiwa menyedihkan ini seluruh rombongan kerajaan Galuh tewas, dan
dalam beberapa tahun Galuh menjadi wilayah Majapahit.[butuh rujukan]
Versi kedua[sunting | sunting sumber]
 Dyah Pitaloka itu sebenarnya masih saudara sedarah dengan Hayam Wuruk
karena Raden Wijaya (penerus tahta kerajaan Sunda ke-26) adalah putra Rakyan
Jayadarma yang menikah dengan Dyah Lembu Tal yang merupakan keturunan Ken
Arok
 Rakyan Jayadarma adalah putra mahkota kerajaan Pakuan dari Prabu
Guru Darmasiksa.
 Rakeyan Jayadarma mati diracun oleh saudara kandungnya sendiri untuk merebut
tampuk kekuasaan.
 Kemudian Dyah Lembu Tal membawa Raden Wijaya ke Jawa Timur
 Gajah Mada mengingatkan kepada Hayam Wuruk bahwa Dyah Pitaloka masih satu
darah dengan dia sehingga tidak boleh menikah. Namun, Hayam Wuruk bersikeras
untuk menikahi Dyah Pitaloka
 Gajah Mada yang menyampaikan kepada rombongan kerajaan Sunda bahwa tidak
akan ada perkawinan antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka
 Karena merasa dipermalukan maka rombongan kerajaan Sunda menyerang
Majapahit demi kehormatan.

Pergantian Patih[sunting | sunting sumber]


Pada tahun 1364, Mahapatih Gajah Mada meninggal tanpa keterangan jelas mengenai
penyebabnya.
Tahun 1367 Hayam Wuruk mengangkat Gajah Enggon sebagai patih.

Kematian[sunting | sunting sumber]
Tahun 1372, ibundanya meninggal. Ini adalah pukulan berat baginya.
Tahun 1377 kembali menundukkan Swarnabhumi karena pelanggaran yang dilakukan
penguasanya. Setelah ini, Majapahit memasuki era damai dengan menjalin hubungan
baik dengan negara tetangganya.
Tahun 1389 Hayam Wuruk mangkat dan dimakamkan di Tajung. Ia digantikan oleh
menantunya Wikramawardhana.

Sastra[sunting | sunting sumber]
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, kitab Kakawin Sutasoma (yang memuat
semboyan Bhinneka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangrwa) digubah oleh Mpu
Tantular, dan kitab Nagarakretagama digubah oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365.

Suksesor[sunting | sunting sumber]
Tahun 1389, Hayam Wuruk meninggal dengan dua anak: Kusumawardhani (yang
bersuami Wikramawardhana), serta Wirabhumi yang merupakan anak dari selirnya.
Namun yang menjadi pengganti Hayam Wuruk adalah menantunya, Wikramawardhana.

Anda mungkin juga menyukai