Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN ANALISIS ARTIKEL TREND DAN ISSUE

“ asupan nutrisi pada pasien kritis”

NAMA KELOMPOK :

FAUZAN RISYADI 17031044

WIWIK RAHYU 17031045

ENY PURWA NINGSIH 17031046

YUYUN BELLA RIA 17031047

MIA PURNAMASARI 17031049

Program Studi Ilmu Keperawatan


STIKes Hang Tuah Pekanbaru
2020

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas papper Keperawatan kritis tentang
“trend dan issue asupan nutrisi pasien kritis ” . Shalawat berserta salam tak lupa kita ucapkan
untuk Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam
berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat sekarang ini.
Dalam penyusunannya, penyusun memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena
itu penyusun mengucapkan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak
lainnya yang bekerja sama menyelesaikan menyelesaikan makalah ini dari sanalah semua
kesuksesan ini berawal.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi dari makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi.

Pekanbaru, 01 November 2020

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ 1

DAFTAR ISI................................................................................................................ 2

ANALISIS ARTIKEL :

1.Hubungan antara status nutrisi dan penggunaan alat bantu nafas pada

pasien di ICU ............................................................................................................. 4

2.Nutrisi Enteral pada pasien dengan ventilator .................................................... 6

3.Pemberian nutrisi pada pasien dengan penyakit kritis di ruang perawatan

intensif anak RS.CIPTO MANGUNKUSOMO .................................................... 8

4.Eksplorasi peran perawat dan ahli gizi dalam pemberian nutrisi pada

pasien kritis ............................................................................................................... 10

5.Efektifitas pemberian nutrisi enteral metode intermitent feeding dan

gravity drip terhadap volume residu lambung pada pasien kritis

di ruangan ICU RSUD KEBUMEN ........................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 17

3
No. Analisis

1. a. Judul :
HUBUNGAN ANTARA STATUS NUTRISI DAN PENGGUNAAN ALAT BANTU
NAFAS PADA PASIEN DI ICU
b. Latar Belakang :
Status nutrisi dapat mempengaruhi fungsi paru. Malnutrisi dapat menimbulkan
kegagalan pada fungsi pernapasan. Nutrisi merupakan salah satu prediktor dalam
manajemen masalah pernapasan, sehingga dibutuhkan pemantauan terhadap status
nutrisi. Malnutrisi yang terjadi pada pasien ICU merupakan salah satu hal yang dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Malnutrisi dapat mengakibatkan
hipofosfatemia, hipomagnesemia, hipokalsemia dan hipokalemia yang dapat
menyebabkan kelemahan pada otot pernapasan. Hal ini dapat mengakibatkan
terjadinya kegagalan pernapasan serta menghambat proses weaning ventilator.
Kekurangan kalori dan protein tubuh juga dapat mengakibatkan penurunanan masa
otot diagfragma, hal ini mengakibatkan pemberian kalori tambahan harus dilakukan.
Nutrisi merupakan salah satu komponen penting yang harus diperhatikan dalam
perawatan pada pasien kritis. Pasien yang dirawat di intensive care unit (ICU) pada
dasarnya memiliki penyakit berbeda yang sangat membutuhkan nutrisi sebagai
pendukung penyembuhan. Kontribusi yang sangat buruk bagi kesembuhan pasien
bahkan dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan oleh pengurangan masa
tubuh yang dapat berakibat kepada penurunan fungsi pernapasan, menginduksi
kelelahan otot dan dapat mengakibatkan gagal nafas akut. Malnutrisi dapat
mengurangi kekuatan masa otot sekitar 37 %, 41 % maximal voluntary ventilation,
penurunan kapasitas vital paru sebesar 63% (Arora & Rocheste, 1982; Keens, Bryan,
Levison & Lanuzzo, 1978).
c. Tujuan :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status nutrisi dengan
penggunaan alat bantu pernapasan pada pasien di intensive care unit (ICU).
d. Isi :
Status nutrisi merupakan suatu komponen penting pada perawatan pasien kritis dan
memiliki pengaruh yang besar dalam proses penyembuhan pasien. Perubahan status

4
nutrisi pada pasien kritis disebabkan oleh peningkatan proses katabolisme yang
muncul akibat dari respon penyakit yang didertia pasien. Malnutrisi dapat memberikan
out come yang buruk bagi pasien kritis, pasien dengan status kecukupan gizi rendah
secara signifikan memiliki kelangsungan hidup yang lebih pendek dibandingkan
pasien dengan status kecukupan gizi baik (Wey, Day, Ouellette-Kuntz, &Heyland,
2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh O’Leary-Kelley et al (2005)
mayoritas responden yang dirawat diruangan intensif mendapatkan asupan nutrisi yang
rendah, sekitar 38% responden mendapatkan nutrisi kurang dari 50% kebutuhan
energy pasien. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa dari 14 pasien yang
mengalami malnutrisi didapatkan 10 orang yang menggunakan ventilator. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan olehWei, Day, Ouellette-Kuntz &Heyland
(2015) terhadap 1223 pasien yang dirawat diruangan ICU yang memenuhi kriteria,
didapatkan 475 orang pasien terpasang ventilator dengan status nutrisi rendah, sedang
dan tinggi. Hasil penelitiannya juga menunjukkan pasien yang memiliki status nutrisi
rendah lebih lama terpasang ventilator dibandingkan pasien dengan status nutrisi
tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Faisy et al (2009) pada pasien yang
terpasang ventilasi mekanik lebih dari 7 hari mengalami defisit energi sekitar
1200kkal/hari yang secara tidak langsung berkaitan dengan peningkatan angka
kematian pasien di ICU. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pemantauan dan pengkajian
bagi pasien yang memiliki risiko tinggi mengalami malnutrisi yang dapat
meningkatkan potensi penggunaaan ventilasi mekanik dan meningkatkan risiko
penggunaan ventilasi mekanik dalam jangka waktu yang lama.Pemberian nutrisi
enteral pada 24-48 jam pertama dirawat menunjukkan terjadinya penurunan
permeabilitas usus dan pelepasan sitokin dibandingkan pada pasien yang mendapatkan
nutrisi enteral setelah 72 jam dirawat. Pemberian nutrisi diawal dapat meningkatkan
motilitas usus, dan menurunkan intoleransi lambung (Doig, Heighes, Simpson,
Sweetman, & Davies, 2009).
e. Kesimpulan :
Pada pasien kritis, status nutrisi sangat berpengaruh besar. Termasuk yang paling
berpengaruh ialah pada pasien yang terpasang ventilator. Pada pasien yang terpasang

5
ventilator, banyak sekali kejadian malnutrisi yang ditemukan. Dalam waktu lama jika
ti, akan menyebabkan penyakit atau komplikasi yang lebih serius

2. a. Judul :
NUTRISI ENTERAL PADA PASIEN DENGAN VENTILATOR
b. Latar Belakang :
Pemberian nutrisi secara enteral adalah pemberian formula nutrisi ke lambung atau
usus hals melalui pipa nasogastrik atau nasojejunal sedangkan nutrisi parenteral
diberikan infus nutrisi melalui akses intravena. Terapi nutrisi menjadi hal yang
esensial terutama pada pasien bantuan ventilator. Pemenuhan kebutuhan energy harian
dan protein berperan penting dalam perbaikan luaran klinis. Meskipun bukan
merupakan terapi definitive, namun sokongan nutrisi yang adekuat diyakini dapat
memperbaiki kondisi klinis pasien. Sehingga amat penting bagi klinis dalam
menentukan berapa jumlah kalori dan total protein yang harus diberikan kepada
pasien. Beberapa klinis dibeberapa perawat intensif juga menerapkan restriksi jumlah
kalori pada metode trophic feeding, sebagian lagi pemberian jumlah kalori sesuai
taksiran kebutuhan harian pada metode full enteral nutrition. Adapula hipotesis
perlunya formulasi nutrisi khusus pada kondisi pasien dengan ventilator misalnya
pasien gagal napas akut diyakini memperoleh manfaat dengan diet rendah karbohidrat
meskipun masih controversial mengenai formulasi khusus.
c. Tujuan :
Tujuan penulisan ini mengulas literatur dan bukti klinis mengenai terapi nutrisi enteral
pada pasien kritis yang membutuhkan ventilator serta meningkatkan pemahaman
mengenai pentingnya peran nutrisi yang kadang kala sering terlupakan.
d. Isi :
Nutrisi enteral adalah pemberian formula nutrisi ke lambung atau usus halus melalui
pipa nasogastrik atau nasojejunal (Stephen, 2016:161). Pemberian nutrisi enteral di
indikasikan pada pasien sakit kritis tanpa kontraindikasi, pasien sakit kritis umumnya
tidak dapat makan peroral contohnya pada pasien ventilator. Nutrisi enteral dapat
memodulasi respons stress dengan cara mempertahankan taut erat vili dan tinggi vili
(Karen, 2019:1). Integritas saluran cerna amat penting dalam mempertahankan fungsi

6
jaringanlimfoid saluran cerna, jaringan ini akan melepaskan gastrin, hormon saluran
cerna lainnya, serta immunoglobulin A, yang akan memodulasi respons imun sistemik
terhadap stress dan meringankan derajat penyakit (Karen, 2019:1)
Rute pemberian nutrisi perenteral merupakan pilihan pada pasien yang dirawat dengan
ventilator jika saluran cerna pasien berfungsi baik. Sedangkan jika terdapat
kontraindikasi misalnya kondisi hemodinamik tidak stabil, obstruksi saluran cerna,
pendarahan saluran cerna mayor, dan iskemik gastrointestinal dipilih alternative nutrisi
parenteral. Terapi nutrisi enteral dini (dalam 24-48 jam) dapat menurunkan mortalitas
dan angka kejadian infeksi. Jika dibandingkan dengan nutrisi parenteral, rute enteral
memiliki angka kejadian infeksi lebih minim dan masa rawat yang lebih singkat.
Pemberian energy yang adekuat melalui sokongan nutrisi pada pasien dengan
ventilator amat penting. Jika overfeeding, meskipun dalam waktu singkat dapat
menyebabkan hiperglikemia dan lama perawatan dengan ventilator memanjang. Intake
protein pada pasien dengan ventilator merupakan bagian tak terpisahkan dari total
kebutuhan energy dan berperan independen dalam meningkatkan luaran klinis.
Sebagian besar protocol pemberian nutrisi adalah memberikan nutrisi perenteral dalam
24 jam secara berkesinambungan dalam kecepatan tertentu untuk memenuhi
kebutuhan harian pasien. Pola ini memiliki beberapa kelemahan dikarenakan nutrisi
enteral kerap kali dihentikan oleh berbagai sebab, sehingga jumlah nutrisi yang
diberikan kepada pasien tidak mencukupi target kebutuhan pasien selama 24 jam.
e. Kesimpulan :
Terapi nutrisi enteral berperan penting dalam perbaikan klinis pasien dengan ventilator
yang tidak dapat makan per oral. Pasien diberikan nutrisi enteral sesuai dengan
protocol pemberian nutrisi per institusi misalnya volume-based feeding atau secara
trophic feeding. Pasien dengan resiko malnutrisi mungkin akan lebih mendapat
manfaat dari nutrisi enteral. Kondisi pasien gagal napas dan ARDS yang memerlukan
ventilator tidak direkomendasikan oleh guideline untuk diberikan formulasi khusus
karena studi yang masih minim, meskipun sudah ada landasan teoritis penggunaan
formulasi nutrisi khusus pada kondisi ini. Nasogastric tube tetap merupakan salah satu
pilihan utama karena mudah dan cepat sehingga pemberian nutrisi tidak terlambat,
dapat pula diberikan agen-agen prokinetik untuk menurunkan residu lambung dan

7
meningkatkan toleransi nutrisi enteral.

3. a. Judul :
Pemberian nutrisi pada pasien dengan penyakit kritis di ruang perawatan intensif anak
RS.CIPTO MANGUNKUSOMO,
b. Latar Belakang :
Anak yang dirawat di PICU (pediatric intensive care unit) Anak cenderung untuk
mengalami malnutrisi sejak masuk atau selama perawatan. Hal ini akan memperberat
penyakit dasar dan komplikasinya, memperpanjang lama rawat, serta meningkatkan
mortalitas. Perhitungan kebutuhan kalori yang tepat serta pemberian nutrisi yang
adekuat dan sesuai merupakan target perawatan anak di PICU. Pemberian nutrisi pada
pasien dengan penyakit mengakibatkan peningkatan hormon counterregulatoryseperti
katekolamin, glukagon, dan glukokortikoid dalam serum yang pada akhirnya akan
mengubah metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.3,4 Kondisi stres
meningkatkan proses katabolisme yang memerlukan energi dalam jumlah besar
sehinga pasien mudah mengalami malnutrisi energi protein (MEP). Banyak protein
yang dipakai untuk memperbaiki jaringan yang rusak karena proses inflamasi. Selain
dari hal tersebut di atas, disebutkan bahwa pemberian nutrisi pada pasien yang dirawat
tidak sesuai dengan peresepan nutrisi sehingga membuat anak semakin mengalami
MEP. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor seperti restriksi cairan, kondisi anak
tidak stabil, perdarahan saluran cerna, dan lain sebagainya. Diperlukan evaluasi nutrisi
yang baik sehingga malnutrisi pada pasien di PICU dapat dihindari.
c. Tujuan :
Untuk mengetahui sta-tus nutrisi awal saat pasien masuk PICU, pola pemberian nutrisi
sesuai kebutuhan pasien, selisih peresepan dan pemberian nutrisi serta faktor yang
memengaruhinya.
d. Isi :
Status gizi terbanyak pasien saat awal masuk PICU adalah gizi kurang (48,9%). Hal
tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan data penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa saat masuk PICU pasien sudah mengalami malnutrisi, pada 15%-
25% kasus.1,5 Mehta dkk,2 dalam penelitian secara multisenter pada 31 PICU rumah

8
sakit pendidikan,malnutrisi berat telah terjadi pada 30% pasien yang masuk PICU.
Prevalensi malnutrisi yang tinggi sejak awal masuk PICU Anak FKUI RSCM
berhubungan dengan tingkat ekonomi masyarakat Indonesia. Hal tersebut
menyebabkan sebelum masuk PICU, anak sudah berada dalam kondisi kurang atau
buruk. Selain itu, RS. Cipto Mangunkusumo merupakan rumah sakit pusat rujukan
umum pasien yang tidak dapat ditangani oleh rumah sakit lainsehingga menyebabkan
pasien datang sudah dalam kondisi yang buruk dan mengalami malnutrisi.
Pemberian nutrisi terbanyak dimulai pada hari ke-2. Hal tersebut terjadi karena pasien
yang masuk ke PICU Anak, prioritas utama adalah menjaga stabilisasi susunan saraf
pusat, respirasi, kardiovaskular, metabolik, dan hematologi sehingga pemberian nutrisi
diberikan jika semua keadaan tersebut sudah stabil. Pemberian nutrisi hari pertama
didapatkan 26,7% pasien. Angka tersebut lebih rendah dari penelitan yang
mendapatkan pemberian nutrisi pada hari pertama 40% dan kedua 70%, Rekomendasi
ASPEN (American Society for parental and enteral nutrition) menyebutkan bahwa
apabila tidak ada gangguan saluran cerna, pemberian nutrisi enteral harus diberikan
sesegera mungkin.4Stabilisasi pasien kadang tidak mudah sehingga memerlukan
waktu yang lebih lama untuk memulai pemberian nutrisi. Pada hari ke-4, dua (4,4%)
pasien mulai mendapatkan pemberian nutrisi.Pada 29 (64,4%) pasien, lama rawat <72
jam. asien yang dirawat t72 jam biasanya disebabkan karena ketidakstabilan pasca
bedah, pasien leukemia dengan hiperleukositosis, dan pasien dengan gangguan
neurologis seperti Guillan-Barre Syndrome (GBS) yang membutuhkan pemantauan
ketat di PICU.
Penilaian status gizi secara antropometris dilakukan dengan mengukur berat badan
dengan alat bed scaledan tinggi badan dengan alat meteran. Data berat dan tinggi
badan pasien akan diisi dalam grafik. Untuk pasien 1 bulan sampai 5 tahun digunakan
grafik. Pengelompokan status gizi menjadi gizi buruk, kurang, normal, overweight
serta obesitas berdasarkan kriteria Waterlow yang disadur dari Asuhan Nutrisi
Pediatrik, Perhitungan kebutuhan nutrisi pada pasien dengan kondisi kritis
menggunakan formula
Setelah status gizi ditentukan, dihitung kebutuhan kalori berdasarkan BMR sesuai usia
ditambahkan dengan faktor stres yang terjadi pada masing-masing pasien. Selain itu,

9
dihitung kebutuhan protein dan lemak sesuai RDA untuk masing-masing kelompok
umur. Pemberian kalori, pada saat pasien dirawat dengan menghitung rata-rata
pemberian kalori per hari, dibandingkan dengan kebutuhan kalori berdasarkan BMR.
e. Kesimpulan :
Pada pasien dengan kondisi kritis, pemberian nutrisi merupakan salah satu target terapi
anak yang dirawat di PICU, terutama anak yang sejak awal masuk mengalami gizi
kurang atau buruk. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, klinisi harus
memperhitungkan kebutuhan energi beserta faktor stres yang menyertainya,
perhitungan pemberian makronutrien, mengutamakan jalur oral atau enteral, terutama
apabila tidak ditemukan kelainan saluran cerna. Terdapat selisih antara peresepan dan
pemberian nutrisi yang disebabkan adanya penyulit sehingga nutrisi enteral tidak dapat
diberikan. Hal tersebut menyebabkan underfeeding pada anak yang dirawat di PICU
dan anak makin mengalami malnutrisi. Untuk mencegah terjadinya malnutrisi pada
anak yang dirawat di PICU, perhitungan kebutuhan kalori, protein, dan lemak harus
dilakukan secara cermat. Diperlukan kerjasama antara klinisi, perawat, dietisien, dan
farmasi dalam suatu tim asuhan nutrisi pada pasien dengan kondisi kritis.

4. a. Judul :
EKSPLORASI PERAN PERAWAT DAN AHLI GIZI DALAM PEMBERIAN
NUTRISI PADA PASIEN KRITIS
b. Latar Belakang :
Penelitian melaporkan prevalensi tingkat internasional malnutrisi rumah sakit
sebanyak 19-60% angka kejadian. Prevalensi malnutrisi rumah sakit di Australia
sebesar 35-63% dan malnutrisi rumah sakit di indonesia sebesar 61.1%(Maree, 2011;
Sugiarto Nanang, 2014). Sebuah studi di Indonesia melaporkan malnutrisi mendorong
peningkatan Length of Stay (LOS) 4-7 hari dengan status malnutrisi 31,8%, LOS 8-14
hari dengan status malnutrisi 33,7% dan LOS ≥ 14 hari dengan status malnutrisi
61,1%. Malnutrisi berdampak pada emosional dan fisik pasien, dampak fisik
diantaranya kegagalan fungsi imun, penyembuhan luka yang lama sedangkan dampak
emosional yaitu perawatan yang lama dapat meningkatnya biaya perawatan dan
menjadi beban bagi pasien(Wright- Myrie Donnete, 2013). Mengkonsumsi makanan

10
yang tidak biasa dikonsumsi membuat pasien stres dan tidak nyaman. Penyediaan
makanan di rumah sakit sesuai standar dengan pertimbangan keamanan pasien. Pasien
kritis biasanya akan diberikan makanan dalam bentuk cair melalui NGT. Pemberian
makan dengan NGT tidak seperti proses makan pada umumnya sebab, pasien tidak
memasukan makanan melalui mulut, mengunyah dan menelan makanannya. Pasien
perlu beradaptasi dengan jenis makanan baru namun, kebutuhan nutrisi pasien kritis
tidak dapat ditunda. Dukungan nutrisi meliputi terapi obat, perawatan, diet dan peran
interdisipliner diantaranya dokter, apoteker, ahli gizi dan perawat(Cong et al., 2015;
Maree, 2011). Dukungan nutrisi merupakan tugas penting dalam perawatan pasien
kritis. Makna nutrisi tidak hanya sebatas makanan masuk ke tubuh pasien. Tetapi,
bagaimana makanan dapat memaksimalkan proses penyembuhan pasien. Oleh karena
itu, nutrisi pasien kritis dikelola oleh multidisiplin ilmu, diantaranya dokter
bertanggungjawab pada seluruh proses pelaksanaan, apoteker bertanggungjawab
memberikan terapi obat yang tidak mempengaruhi proses penyerapan makanan, ahli
gizi bertanggungjawab menyediakan formula makanan yang tepat sesuai dengan
kebutuhan pasien dan perawat bertanggungjawab menyediakan akses masuknya
makanan, memaksimalkan penyerapan makanan sampai makanan dihantarkan ke sel
tubuh.
c. Tujuan :
menentukan pandangan perawat dan ahli gizi tentang peran mereka dalam gizi.
d. Isi :
Penyediaan makanan di rumah sakit sesuai standar dengan pertimbangan keamanan
pasien. Pasien kritis biasanya akan diberikan makanan dalam bentuk cair melalui
NGT. Pemberian makan dengan NGT tidak seperti proses makan pada umumnya
sebab, pasien tidak memasukan makanan melalui mulut, mengunyah dan menelan
makanannya. Pasien perlu beradaptasi dengan jenis makanan baru namun, kebutuhan
nutrisi pasien kritis tidak dapat ditunda. Dukungan nutrisi meliputi terapi obat,
perawatan, diet dan peran interdisipliner diantaranya dokter, apoteker, ahli gizi dan
perawat(Cong et al., 2015; Maree, 2011). Dukungan nutrisi merupakan tugas penting
dalam perawatan pasien kritis. Makna nutrisi tidak hanya sebatas makanan masuk ke
tubuh pasien. Tetapi, bagaimana makanan dapat memaksimalkan proses penyembuhan

11
pasien. Oleh karena itu, nutrisi pasien kritis dikelola oleh multidisiplin ilmu,
diantaranya dokter bertanggungjawab pada seluruh proses pelaksanaan, apoteker
bertanggungjawab memberikan terapi obat yang tidak mempengaruhi proses
penyerapan makanan, ahli gizi bertanggungjawab menyediakan formula makanan yang
tepat sesuai dengan kebutuhan pasien dan perawat bertanggungjawab menyediakan
akses masuknya makanan, memaksimalkan penyerapan makanan sampai makanan
dihantarkan ke sel tubuh.
Dalam peneletian ini akan dipaprkan secara jelas bagaimana perbedaan fungsi dan
peran perat dan ahli gizi didalam memberikan asupan nutrisi pada pasien kritis. Dari
sumber yang sebelumnya ditemukan bahwa Perawat memandang tiga dasar penting
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi pasien yaitu (Marjory, 2018); 1)kemampuan
memasukan meliputi fungsi digesti mekanis seperti mengunyah dan menelan;
2)kemampuan mencerna meliputi fungsi enzim-enzim pencernaan didalam tubuh
untuk membantu pemecahan molekul nutrien menjadi lebih kecil agar bisa diserap
oleh usus; 3)kemampuan mengabsopsi yaitu dimulai dari penyerapan sampai
menghantarkan zat nutrien ke sel. Sedangkan, Ahli gizi merupakan profesional medis
yang berfokus pada aspek kebutuhan gizi penggunaan diet yang tepat, mencegah
komplikasi dengan diet yang sesuai serta membantu proses penyembuhan dengan
ketersediaan gizi yang cukup. Perawat dan ahli gizi merupakan tenaga profesional
yang berasal dari disiplin ilmu berbeda namun, saling bersinggungan dalam tugas
pengelolaan nutrisi.
Dari hasil penenlitian tersebut didapatkan bahwa dalam pemberian nutrisi perawat
berpendapat bahwa mereka menjadi manager dalam manajemen nutrisi pasien setiap
hari. Perawat melakukan pemeriksaan fisik untuk identifikasi resiko malnutrisi,
mengawasi waktu makan pasien, menyediakan akses masuknya makanan dan
mengevaluasi makanan yang diserap. First linedigambarkan sebagai kemandirian
perawat dalam mengelola managemen nutrisi sesuai dengan peran dan tanggungjawab
profesional perawat. Selain itu, peran perawat juga memaksimalkan asupan makan
dengan modifikasi lingkungan. Perawat fokus pada kenyamanan pasien selama
pemberian makan, perawat meminimalisir lingkungan yang mengganggu saat makan
dan mendorong partisipasi keluarga dalam pemberian makan.

12
Sedangkan peran ahli gizi sebagai konselor dan perawat sebagai asesor. Ahli gizi
berpendapat bahwa mereka memiliki kewenangan terkait segala sesuatu tentang gizi
dan perawat berpendapat bahwa dirinya adalah asesor yang bertanggungjawab
mengkaji terus menerus untuk mengetahui perubahan status nutrisi pasien.
e. Kesimpulan :
Perawat bertanggung jawab agar target nutrisi tercapai yang meliputi kualitas dan
kuantitas Perawat berperan sebagai first line merupakan gambaran seorang manager
yang memiliki otonomi dalam mengatur diri sendiri mengelola nutrisi. Perawat
memaksimalkan asupan nutrisi dengan memodifikasi lingkungan membuat pasien
senyaman mungkin serta melibatkan keluarga, kemudian perawat sebagai asesor
berinteraksi dengan ahli gizi sebagai konselor. Perawat dan ahli gizi saling berinteraksi
dan saling membutuhkan untuk mencapai satu tujuan ahir didefinisikan sebagai
kolaborasi interdisipliner.
5. a. Judul
EFEKTIFITAS PEMBERIAN NUTRISI ENTERAL METODE INTERMITTENT
FEEDING DAN GRAVITY DRIP TERHADAP VOLUME RESIDU LAMBUNG
PADA PASIEN KRITIS DI RUANG ICU RSUD KEBUMEN,
b. Latar Belakang
Nutrisi memegang peranan penting pada perawatan pasien sakit berat, karena sering
dijumpai gangguan nutrisi sehubungan dengan meningkatnya metabolisme dan
katabolisme. Gangguan nutrisi ini akan mempengaruhi system imunitas,
kardiovaskuler dan respirasi, sehingga risiko infeksi meningkat, penyembuhan luka
melambat dan lama rawat memanjang. Karena apabila pemberian nutrisinya kurang
adekuat, maka keadaan sakit pasien akan memburuk, pasien akan sulit sembuh dan
kemungkinan akan menderita berbagai komplikasi (Lestari, 2008). Angka malnutrisi
di ICU dilaporkan setinggi 40% dan hal ini berhubungan dengan meningkatnya
morbiditas dan mortalitas dari penderita (Setijanto, 2006).
c. Tujuan
Untuk mengetahui volume residu lambung pada pemberian nutrisi enteral metode
intermittent feeding dan gravity drip.
d. Isi

13
Pemenuhan nutrisi dengan mengkonsumsi makanan secara normal merupakan cara
ideal untuk pemenuhan asupan pasien. Namun pada kenyataannya sering dijumpai
pasien tidak mampu atau tidak mau makan secara normal, sehingga pemenuhan
kebutuhan nutrisi tidak tercapai. Pemberian nutrisi enteral melalui selang merupakan
pilihan berikutnya apabila terjadi Anoreksia, gangguan menelan atau penyakit usus
dapat membatasi asupan peroral. Pemberian secara enteral akan mempertahankan
fungsi pencernaan dan penyerapan saluran makanan dan juga mempertahankan
penghalang imunologik yang ada pada usus, mencegah organisme dalam usus
menyerang tubuh. Walaupun banyak keuntungan dari nutrisi enteral, pemberian
nutrisi nasogastric memiliki resiko khususnya pada pasien sakit kritis atau pasien
cedera. Kemungkinan penyebabnya adalah karena penundaan pengosongan lambung,
posisi berbaring pasien selama pemberian nutrisi, peningkatan kecepatan, volume dan
konsentrasi (AsDI, 2005).
Perawat sebagai bagian dari team ICU, yang mempunyai ruang lingkup luas,
karakteristik unik serta peran yang penting dalam pemberian asuhan keperawatan
kritis di ICU. Pada setiap pemberian dukungan nutrisi memerlukan pengetahuan dan
keahlian khusus dalam bidang nutrisi, penatalaksanaan pemberian nutrisi enteral
merupakan peranan perawat (Dinarto, 2002).
Pada studi pendahuluan yang telah dilakukan, Ruang ICU RSUD Kebumen yang
terletak dalam satu ruangan dengan Ruang ICCU merupakan jenis ICU primer,
mempunyai kapasitas 8 bed. Berdasarkan pengamatan peneliti selama bertugas di
Ruang ICU RSUD Kebumen pemberian nutrisi enteral pada pasien kritis diberikan
secara gravity drip. Dimana grvity drip adalah sebuah cara pemberian nutrisi enteral
sesuai dengan pemberian yang ditetapkan dengan bantuan gravitasi, dilakukan diatas
ketinggian lambung dan kecepatan pemberian ditentukan oleh gravitasi (Brunner &
Suddarth, 2003). Pemberian tersebut dapat lebih beresiko terhadap kejadian
regurgitasi/muntah, aspirasi paru ataupun aspirasi pneumonia. Hal ini dihubungkan
dengan kapasitas lambung yang terbatas dan volume residu lambung yang lebih
banyak, karena lambatnya pengosongan lambung. Refleks pengosongan lambung
dihambat oleh isi yang penuh, kadar lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal
usus halus.

14
Sedangkan metode pemberian intermittent feeding adalah sebuah cara pemberian
nutrisi enteral menggunakan pompa elektronik dengan aturan pemberian yang telah
ditetapkan, dengan mengatur tetesan cairan/jam dan diberikan sesuai dengan dosis
atau jangka waktu tertentu. Keuntungan metode ini adalah kesiapan lambung dalam
menerima nutrisi enteral karena diberikan secara bertahap, lambung yang tidak terisi
penuh akan lebih dapat mencerna makanan dan pengosongan lambung akan lebih
cepat sehingga mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Hal ini tentu akan lebih
berpengaruh pada pasien kritis yang baru teratasi fase kritisnya dan sejalan dengan
salah satu tujuan pemberian nutrisi pada pasien kritis yaitu mencegah komplikasi yang
timbul sehubungan dengan ketidaktepatan dalam pemberian nutrisi enteral.
Hasil dari penelitian ini adalah volume residu lambung sesudah pemberian nutrisi
pada pemberian nutrisi enteral metode intermittent feeding adalah berkisar antara 0
sampai dengan 16 ml dengan rerata 2,47 ± 4,87 ml dan modusnya adalah 0 ml. Pada
pemberian nutrisi enteral metode intermittet feeding, cara pemberiannya adalah secara
bertahap sesuai dengan waktu jam makan. Pemberian secara bertahap ini akan lebih
memaksimalkan motilitas lambung sehingga pengosongan lambung lebih cepat.
Sedangkan volume residu lambung sesudah pemberian nutrisi enteral metode gravity
drip adalah berkisar antara 0 sampai dengan 35 ml dengan rerata 6,93 ± 10,75 ml dan
modusnya adalah 0 ml. Pemberian nutrisi enteral metode gravity drip yaitu sebuah
cara pemberian nutrisi enteral menggunakan tabung nutrisi enteral (corong/spuit)
sesuai dengan pemberian yang ditetapkan dengan bantuan gravitasi bumi. Pada
pemberian nutrisi enteral metode gravity drip, nutrisi enteral secara cepat masuk
dalam lambung (5-10 menit). Volume yang banyak dalam lambung mengakibatkan
motilitas lambung menjadi lambat, isi lambung semakin asam yang akan
mempengaruhi pembukaan sfingter pilorus, juga menyebabkan distensi lambung yang
menyebabkan reflek enterogastrik, sehingga pengosongan lambung menjadi lebih
lambat. Refleks pengosongan lambung akan dihambat oleh isi yang penuh, kadar
lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal usus halus (Jayarasti, 2009).
e. Kesimpulan
Volume residu lambung sesudah pemberian nutrisi pada pemberian nutrisi enteral
metode intermittent feeding lebih sedikit daripada volume residu lambung pada

15
pemberian nutrisi enteral metode gravity drip sehingga pemberian nutrisi enteral
metode intermittent feeding lebih efektif daripada metode gravity drip dengan nilai p
sebesar 0,045. Pemberian nutrisi enteral metode intermittent feeding terbukti lebih
efektif daripada metode gravity drip sehingga pemberian nutrisi enteral metode
intermittent feeding dapat menjadi pilihan dalam pemberian nutrisi enteral pada pasien
kritis, khususnya di Ruang ICU RSUD Kebumen.

DAFTAR PUSTAKA

16
Deli, Hellena, T. Abdur Rasyid, & Muhamad Refki. 2018. Hubungan antara Status Nutrisi dan
Penggunaan Alat Bantu Nafas pada Pasien di ICU. Jurnal Ilmiah Keperawatan Indonesia,
Vol 2, No 1

Irwan & Suwarman. 2020. Nutrisi Enteral pada Pasien dengan Ventilator. Jurnal Ilmiah WIDYA
Kesehatan dan Lingkungan, Volume 1 Nomor 3

Munawaroh, Sri Wisnu, Handoyo, Diah Astutiningrum. 2012. Efektifitas Pemberian Nutrisi
Enteral Metode Intermittent Feeding dan Gravity Drip terhadap Volume Residu Lambung
pada Pasien Kritis di Ruang ICU RSUD Kebumen. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan,
Volume 8, No. 3

Pitri, Dwi Angela, Suhartini Ismail, & Meira Erawati. 2019. Eksplorasi Peran Perawat dan Ahli
Gizi dalam Pemberian Nutrisi pada Pasien Kritis. Jurnal Perawat Indonesia, Volume 3 No
2 Hal 109-116

Yuniar, Irene. dkk. 2014. Pemberian Nutrisi pada Pasien dengan Penyakit Kritis di Ruang
Perawatan Intensif Anak RS. Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri, Vol. 16 No. 4

17

Anda mungkin juga menyukai