Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KELOMPOK 2

KEPERAWATAN KTIRIS

“HIPOGLIKEMIA DAN HIPERGLIKEMIA HIPEROSMOLAR”

Hilmiatussaidah (17031050)
Reysa elsyafitri (17031051)
Srimelda (17031052)
Fenty fajri (17031053)
Salisa Ashanita R (17031054)

Program Studi Sarjana Keperawatan

STIKes Hang Tuah Pekanbaru

2020

i
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Makalah ini yang berjudul “hipoglikemia dan hiperglikemia hiperosmolar”.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Sehingga dapat menjadi acuan bagi kami
untuk kedepannya.

Kami juga mengucapkan banyak terimakasish kepada semua pihak yang terlibat
dalam pembuatan makalah ini.

Wassalamualaikum

Pekanbaru, 14 november 2020

Penyusun

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Hipoglikemia adalah keadaan kadar gula darah di bawah nilai normal ( < 45 – 50 mg /
dL). Hipoglikemia perlu dicegah pada pasien diabetes yang mendapatkan terapi pengendalian
kadar glukosa darah karena dapat menyebabkan kematian apabila kadar gula darah tidak
segera ditingkatkan. 1 Hipoglikemia adalah salah satu komplikasi yang dihadapi oleh
penderita diabetes melitus. Tidak seperti nefropati diabetik ataupun retinopati diabetik yang
berlangsung secara kronis, hipoglikemia dapat terjadi secara akut dan tiba – tiba dan dapat
mengancam nyawa. Hal tersebut disebabkan karena glukosa adalah satu – satunya sumber
energi otak dan hanya dapat diperoleh dari sirkulasi darah karena jaringan otak tidak
memiliki cadangan glukosa. Kadar gula darah yang rendah pada kondisi hipoglikemia dapat
menyebabkan kerusakan sel – sel otak. Kondisi inilah yang menyebabkan hipoglikemia
memiliki efek yang fatal bagi penyandang diabetes melitus, di mana 2% – 4% kematian
penderita diabetes melitus disebabkan oleh hipoglikemia
Diabetes yang tidak disadari dan tidak diobati dengan tepat atau diputus akan memicu
timbulnya penyakit berbahaya dan memicu terjadinya komplikasi. Komplikasi yang
diakibatkan kadar gula yang terus menerus tinggi dan merupakan penyulit dalam perjalanan
penyakit diabetes mellitus salah satunya adalah Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik
Hiperglikemia. Angka kematian HHNK 40-50%, lebih tinggi dari pada diabetik ketoasidosis.
Karena pasien HHNK kebanyakan usianya tua dan seringkali mempunyai penyakit lain.
Sindrom koma hiperglikemik hiperosmolar non ketosis penting diketahui karena
kemiripannya dan perbedaannya dari ketoasidosis diabetic berat dan merupakan diagnosa
banding serta perbedaan dalam penatalaksanaan (Hudak dan Gallo).
Pasien yang mengalami sindrom koma hipoglikemia hiperosmolar nonketosis akan
mengalami prognosis jelek. Komplikasi sangat sering terjadi dan angka kematian mencapai
25%-50%.

iii
1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui intervensi keperawatan pada pasien kritis
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui intervensi yang tepat pada pasien kritis dengan hipoglikemia dan
hiperglikemia hyperosmolar
b. Untuk mengetahui penyebab dari pasien yang mengalami dengan hipoglikemia dan
hiperglikemia hyperosmolar

iv
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Hipoglikemia

2.1 Definisi Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam darah mengalami
penurunan dibawah nilai normal dan merupakan kondisi klinik yang membutuhkan penanganan
yang bersifat emergensi. Batasan ―kadar glukosa darah rendah‖ untuk menetapkan seseorang
mengalami hipoglikemia sangat bervariasi. American Diabetes Association (ADA 2005)
menggunakan batasan 70 mg/dl atau kurang, sedangkan European Medicine agency (EMA 2010)
menggunakan patokan hipoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari 54 mg/dl.

2.2 Etiologi Hipoglikemia

Penyebab terjadinya hipoglikemia adalah multi faktorial, penyebab utama adalah


iatrogenik (pemberian obat-obatan pada pasien diabetes melitus), penyakit infeksi yang disertai
sepsis, tumor, stres, defisiensi hormon dan penyakit autoimmun. Penyebab lain yang sering
ditemukan adalah asupan makanan yang tidak adekuat, konsumsi alkohol yang berkepanjangan,
interaksi obat, penyakit kronik pada hati dan ginjal. Hipoglikemia juga sering ditemukan pada
usia lanjut dan usia neonatus. Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien diabetes melitus dan
disebut iatrogenic hypoglycemia, sedangkan hipoglikemia yang terjadi pada pasien non-diabetes
disebut hipoglikemia spontan.

2.3 Tanda Dan Gejala

Hipoglikemia akan menyebabkan gejala dan keluhan yang berlangsung progresif , mulai
gejala yang ringan dan tidak khas seperti penglihatan kabur, penurunan daya konsentrasi,
perasaan lemas, pusing dan sakitkepala sampai terjadinya kejang-kejang, penurunan kesadaran
dan bahkan kematian. Gejala-gejala yang timbul tersebut dipengaruhi oleh berat dan lamanya
hipoglikemia. Gejala-gejala dan keluhan hipoglikemia dikelompokkan atas gejala
neurogenik/autonomik dan gejala neuroglikopenik.

v
1. Gejala neurogenik/autonomik berupa terjadinya perubahan persepsi psikologis oleh
karena keadaan hipoglikemia akan merangsang sistim simpato-adrenal (aktivasi sistim
saraf otonom). Gejala neurogenik/autonomik akan terjadi bila konsentrasi/kadar glukosa
darah mencapai sekitar 60 mg/dl.
2. Gejala neuroglikopenik akan dialami bila kadar glukosa darah mencapai sekitar 50 mg/dl
atau lebih rendah dan terjadi akibat berkurangnya suplai glukosa keotak. Gejala
neurogenik sendiri dikelompokkan dalam dua kelompok: a. Gejala adrenergik berupa
palpitasi, tahikardia, gelisah, kecemasan dan tremor. b. Gejala kolinergik berupa keringat
yang berlebihan, pucat, teraba hangat, parastesi, mual perasaan lapar yang berlebihan.
Sedangkan gejala neuroglikopenik bervariasi mulai dari perasaan lemas, pusing, sakit
kepala, perubahan perilaku, kebingungan, penurunan fungsi kognitif, kejang-kejang
sampai penurunan kesadaran dan koma. Hipoglikemia berat yang berlangsung
berkepanjangan dapat menyebabkan kematian dan kerusakan otak permanen.

2.4 Klasifikasi Hipoglikemia

Dalam praktek sehari-hari maka klasifikasi hipoglikemia yang sering digunakan adalah
berdasarkan karakteristik dan kondisi klinis serta penampilan pasien yaitu pasien yang nampak
sehat (healthy appearing patients), pasien yang nampak sakit (ill appearing patients) dan
hipoglikemia yang terjadi pada pasien rawat jalan (outpatients setting) ataupun yang dirawat
dirumah sakit (hypoglycemia in hospitalized patients).

1. Klasifikasi hipoglikemia pada pasien non-diabetes


Secara klasik hipoglikemia pada pasien non-diabetes dikelompokkan dalam dua
kelompok utama yaitu :
a. Post-prandial (reactive) hipoglikemia: hipoglikemia yang terjadi dalam waktu hingga
4-5 jam setelah makan
b. Fasting (post-absorbtive) hipoglikemia: Menurunnya kadar glukosa darah <70 mg/dl
yang disertai dengan gejala dan keluhan hipoglikemia yang dialami >4 jam setelah
makan. Beberapa ahli melaporkan temuan adanya pasien yang mengalami hipoglikemia
post prandial dan juga hipoglikemia puasa, bahkan dapat dijumpai pasien yang
mengalami hipoglikemia yang tidak tergantung pada waktu makan.

vi
2. Klasifikasi hipoglikemia pada pasien diabetes Hipoglikemia pada pasien diabetes dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok, diantaranya: Derajat keparahan, kadar
glukosa darah dan manifestasi klinik dan kemampuan untuk menolong diri sendiri.
Klasifikasi standar untuk hipoglikemia pada pasien diabetes adalah klasifikasi yang
banyak digunakan untuk evaluasi terapi dan outcomes dari berbagai penelitian klinik
yaitu:
a. Confirmed hypoglycemia adalah kejadian hasil pengukuran kadar glukosa darah yang
rendah.
b. Severe hypoglycemia adalah kejadian dimana pasien membutuhkan pertolongan orang
lain untuk mengatasi hipoglikemianya.
c. Nocturnal hypoglycemia adalah kejadian hipoglikemia yang dialami pada waktu
malam hari. Secara umum periode waktu untuk kejadian nocturnal hypoglycemia adalah
pada saat bed time hingga waktu bangun dipagi hari.

3. PERKENI pada tahun 2015 membuat rekomendasi klasifikasi hipoglikemia yang lebih
lengkap dan mempunyai kemiripan dengan klasifikasi dari ADA yaitu:
a. Hipoglikemia berat apabila kadar GDS sangat rendah dan pasien tidak sadar serta
membutuhkan bantuan orang lain untuk pemberian karbohidrat, glukagon, atau tindakan
resusitasi lainnya.
b. Hipoglikemia simtomatik apabila kadar GDS <70mg/dl dan disertai keluhan serta
gejala hipoglikemia. Pasien masih dapat menolong dirinya sendiri.
c. Hipoglikemia asimtomatik apabila kadar GDS <70mg/dl, namun tanpa disertai gejala
dan keluhan hipoglikemia.
d. Hipoglikemia relatif apabila kadar masih GDS >70 mg/dl, namun terdapat gejala dan
keluhan hipoglikemia.
e. Probable hipoglikemia apabila gejala dan keluhan hipogllikemia, tanpa disertai
pemeriksaan GDS.

4. Klasifikasi hipoglikemia yang lain adalah berdasarkan kadar glukosa darah sebagai
berikut: Hipoglikemia ringan (mild) bila kadar glukosa darah <70 mg/dl, hipoglikemia

vii
sedang (moderate) bila kadar glukosa darah <55 mg/dl dan hipoglikemia berat (severe)
bila kadar glukosa darah <40 mg/dl.

5. Klasifikasi terbaru dari hipoglikemia adalah berdasarkan rekomendasi dari International


Hypoglycemia Study Group dan American Diabetes Association tahun 2017 yang
mengelompokkan hipoglikemia berdasarkan kombinasi antara manifestasi klinik, kadar
glukosa darah dan kemampuan untuk dapat menolong diri sendiri

2.5 Dampak Hipoglikemia Pada Berbagai Organ Tubuh

1. Otak Apabila suplai glukosa ke otak mengalami penurunan secara mendadak, maka
dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif, kegagalan fungsi otak, koma dan
kematian. Hipoglikemia berat yang terjadi pada pasien usia lanjut akan menyebabkan
peningkatan risiko dimensia dan ataksia cerebellum
2. Jantung.
Hipoglikemia akut akan mengaktivasi sistim simpato-adrenal dan pelepasan epinefrin
dengan akibat terjadi perubahan hemodinamik melalui peningkatan denyut jantung, dan
tekanan darah sistolik diperifer, sebaliknya akan terjadi penurunan tekanan darah sentral
dan resistensi arteri diperifer. Aktivasi dari sistim simpato-adrenal juga akan
meningkatkan kontraktilitas miokardium dan curah jantung (stroke volume dan cardiac
output). Konsekwensi dari perubahan hemodinamik tersebut adalah peningkatan beban
kerja jantung pada waktu terjadi hipoglikemia. Hal ini dapat memicu terjadinya serangan
iskemia dan gangguan perfusi jantung. Pelepasan epinefrin juga dihubungkan dengan
terjadinya gangguan irama jantung berupa pemanjangan interval QT yang dapat
menyebabkan tahikardia, fibrilasi dan kematian mendadak
3. Endotel pembuluh darah dan respon inflamasi Hipoglikemia akan menurunkan sekresi
insulin dan meningkatkan respon glukagon, mengaktivasi respon simpato-adrenal,
meningkatkan sekresi epinefrin dan glukokortikoid. Hipoglikemia juga akan menginduksi
kerusakan endotel , gangguan koagulasi dan peningkatan marker-marker inflamasi seperti
C-reactive protein, interleukin-6, interleukin-8, TNF alfa dan endotelin.
4. Mata.

viii
Hipoglikemia dapat menyebabkan gangguan visual terutama pada penderita diabetes
melitus. Kelainan mata pada hipoglikemia dapat berupadiplopia, penglihatan kabur, dan
kehilangan sensitivitas kontras serta gangguan pada retina

2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hipoglikemia

1. Efek Samping Obat-Obatan. Obat diabetes atau obat-obatan yang dapat menurunkan
kadar gula darah menjadi faktor utama dari turunnya gula dalam darah.

2. Minum Alkohol Berlebihan.

3. Kondisi Medis Tertentu.

4. Produksi Insulin yang Berlebih oleh Pankreas.

5. Gangguan Hormon.

6. Puasa.

B. Hiperglikemia Hiperosmolar

2.1 Definisi

Hyperglicemic hyperosmolar nonketotic syndrome (HHNS) atau Sindrom hiperglikemik


hiperosmolar (SHH) adalah komplikasi yang mengancam nyawa dari penyakit diabetes mellitus
tipe 2 yang tidak terkontrol. Pertama diketahui lebih dari seabad yang lalu namun jarang
didiagnosis sampai adanya laporan dari Sament dan Schwartz pada tahun 1957 (Venkatraman &
Singhi, 2006). Sindrom Hiperglikemik hiperosmolar (SHH) ditandai dengan peningkatan
konsentrasi glukosa yang ekstrim dalam darah yang disertai dengan hiperosmolar tanpa adanya
ketosis yang signifikan, dan biasanya jarang terjadi pada anak-anak. Namun hasil studi kasus
belakang ini menjelaskan bahwa kejadian SHH pada anak diprediksi akan meningkat (Zeitler at
al., 2011).

2.2 Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi :

1. Insufisiensi insulin

ix
a. DM, pankreatitis, pankreatektomi

b. Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)

2. Increase exogenous glukosa.

a. Hiperalimentation (tpn)

b. High kalori enteral feeding

3. Increase endogenous glukosa.

a. Acute stress (ami, infeksi)

b. Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)

4. Infeksi: pneumonia, sepsis, gastroenteritis.

5. Penyakit akut: perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan kardiovaskular.

6. Pembedahan/operasi.

7. Pemberian cairan hipertonik.

8. Luka bakar.

Faktor risiko:

1. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)

2. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)

3. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)

4. Riwayat keluarga DM

5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram

6. Riwayat DM pada kehamilan

7. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)

x
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu)

2.3 Manisfestasi Klinis

Biasanya penderita yang mengalami SHH adalah pasien lanjut usia dan yang tidak
tediagnosis diabetes atau diabetes tiper 2 yang diterapi dengan diet dengan atau tanpa
pengobatan diabetes oral. Penderita sering menggunakan pengobatan yang malah memperparah
keluhan, seperti penggunaan diuretic yang dapat menyebabkan dehidrasi ringan. Penderita SHH
biasanya lemas, gangguan penglihatan, atau keram pada tungkai. Mual dan muntah juga kadang
terjadi, tetapi lebih sering pada pasien diabetes ketoasidosis. Kadang-kadang pasien
memperlihatkan gejala letargi, pusing, bingun, dan hemiparesis, kejang atau koma (Stoner,
2005). Perubahan pada status mental biasanya terjadi pada konsentrasi osmolalitas cairan dalam
tubuh >330 mosmol/kg. konstelasi dari mata cekung, jalur longitudinal pada lidah dan
kelemahan ekstremitas berkorelasi dengan peningkatan kadar urea darah. (Gross 1992, Sinert
2005 dalam Joint British Diabetes Societies 2012). Hipovolemik yang parah dapat menimbulkan
manifestasi seperti takikardi (nadi>100x/menit) dan atau hipotensi (TD sistol<100mmHg)
(Lapides 1965, Delaney 2000, Kavouras 2002 dalam Joint British Diabetes Societies 2012).

2.4 Patofisiologi

Sindrom hiperglikemik hiperosmotik ditandai dengan adanya peningkatan hiperglikemi


parah yang dapat dilihat peningkatan osmolaltias serum dan bukti klinis adanya dehidrasi tanpa
akumulasi α-hidroksibutirat atau acetoacetic ketoacids. Hiperglikemi disebabkan karena
defisiensi absolut/relatif dari insulin karena penurunan respon insulin dari jaringan (resistensi
insulin). Hal ini menyebabkan peningkatan glukoneogenesis dan glikogenolisis yang dapat
meningkatkan proses pembentukan glukosa dari glikogen dan senyawa lain di dalam tubuh,
selain itu terjadi penurunan uptake dan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer sehingga
menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah (Venkatraman & Singhi, 2006).

Kejadian yang menginisiasi pada SHH adalah glucosuric dieresis. Munculnya kadar
glukosa dalam urin memperburuk kapasitas pengenceran urin oleh ginjal, sehingga menyebabkan
kehilangan air yang lebih parah. Dalam kondisi yang normal, ginjal berperan sebagai katup
penfaman untuk mengeluarkan glukosa yang melewati ambang batas dan mencegah akumulasi

xi
glukosa lebih lanjut. Penurunan volume intravascular atau penyakit ginjal dapat menurunkan
LFG (Laju filtrasi glomerulus) menyebabkan kadar glukosa meningkat. Pengeluaran lebih
banyak air daripada natrium menyebabkan hiperosmolar. Insulin diprosuksi, namun tidak cukup
mampu untuk menurunkan kadar glukosa, terutama pada kondisi resistansi insulin pada
penderita Diabetes Melitus (Stoner, 2005).

2.5 Komplikasi

1. Koma.

2. Gagal jantung.

3. Gagal ginjal.

4. Gangguan hati

2.6 Penatalaksanaan

1. Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan mengunkan cairan

NACL bisa diberikan cairan isotonik atau hipotonik ½ normal diguyur 1000 ml/jam
sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik, baru
diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian cairan isotonil
harus mendapatkan pertimbangan untuk pasien dengan kegagalan jantung, penyakit ginjal
atau hipernatremia. Glukosa 5% diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-
250 mg%.

2. Insulin

Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar hiperglikemik non ketotik
sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin dosis
rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu pelaksanaan pengobatan
dapat menggunakan skema mirip proprotokol ketoasidosis diabetik

3. Kalium

xii
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal membaik,
perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan

4. Hindari infeksi sekunder

Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter.

xiii
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kasus

Seorang pasien Ny.Y umur 57 tahun dibawa kerumah sakit dengan hipoglikemia keadaan
pingsan. Suami pasien mengatakan pasien sedang berlibur bersama keluarga. ,menurut keluarga
pasien sepertinya kecapekan akibat terlalu bersemangat bertamsaya, sebelumnya masuk kerumah
sakit keluarga pasien mengatakan pasien juga terlihat lemah dan wajahnya pucat. Perawat
melakukan pemeriksaan kepada pasien terlihat pasien terbaring lemas, klien tampak pucat, akral
teraba dingin, ketika pasien bernafas terlihat retraksi dinding dada, pola nafas pasien reguler
dengan Respiratory Rate (RR) 28 x/menit,TD 140/90 mmHg, pasien tampak berkeringat, CRT >
3 detik, suhu 35OC, nadi teraba lemah, GCS:E2V4M5, kesadaran pasien apatis, pada saat
pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) pasien 37 mg/dl. Keluarga pasien mengatakan
kepalanya terasa senat-senut, pasien juga sering mengeluhkan pusing sering muncul. Keluarga
pasien mengatakan riwayat penyakit dahulu pasien mempunyai riwayat penyakit diabetes melitus
tipe II sejak 6 tahun yang lalu, keluarga juga mengatakan pasien pernah dirawat dirumah sakit
sebelumnya dengan gejala yang tidak jauh berbeda dan ini merupakan ketiga kalinya pasien
masuk rumah sakit.

3.2 Kesesuaian Teori dan Kasus

1. Pada teori menjelaskan Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam
darah mengalami penurunan dibawah nilai normal dan merupakan kondisi klinik yang
membutuhkan penanganan yang bersifat emergensi. Hal ini sesuai dengan kasus dimana
pasien sudah di diagnosa sebelum sudah mengalami hipoglikemi.
2. Pada kasus menjelaskan salah satu yang menyebabkan terjadi nya pasien menderita
hipoglikemia karena Ny.Y sudah menderita diabetes melitus tipe 2 sejak 6 tahun yang
lalu ini sejalan dengan teori yang menyebutkan etiologi terjadinya hipoglikemia adalah
multi faktorial, penyebab utama adalah iatrogenik (pemberian obat-obatan pada pasien
diabetes melitus), penyakit infeksi yang disertai sepsis, tumor, stres, defisiensi hormon
dan penyakit autoimmun.

xiv
3. Pada teori gejala dan keluhan yang berlangsung progresif , mulai gejala yang ringan dan
tidak khas seperti penglihatan kabur, penurunan daya konsentrasi, perasaan lemas,
pusing dan sakitkepala sampai terjadinya kejang-kejang, penurunan kesadaran dan
bahkan kematian. Gejala-gejala yang timbul tersebut dipengaruhi oleh berat dan lamanya
hipoglikemia. Gejala neurogenik/autonomik berupa terjadinya perubahan persepsi
psikologis oleh karena keadaan hipoglikemia akan merangsang sistim simpato-adrenal
(aktivasi sistim saraf otonom). Gejala neurogenik/autonomik akan terjadi bila
konsentrasi/kadar glukosa darah mencapai sekitar 60 mg/dl. Gejala neuroglikopenik akan
dialami bila kadar glukosa darah mencapai sekitar 50 mg/dl atau lebih rendah dan terjadi
akibat berkurangnya suplai glukosa keotak. Gejala neurogenik sendiri dikelompokkan
dalam dua kelompok: a. Gejala adrenergik berupa palpitasi, tahikardia, gelisah,
kecemasan dan tremor. b. Gejala kolinergik berupa keringat yang berlebihan, pucat,
teraba hangat, parastesi, mual perasaan lapar yang berlebihan. Sedangkan gejala
neuroglikopenik bervariasi mulai dari perasaan lemas, pusing, sakit kepala, perubahan
perilaku, kebingungan, penurunan fungsi kognitif, kejang-kejang sampai penurunan
kesadaran dan koma. Hipoglikemia berat yang berlangsung berkepanjangan dapat
menyebabkan kematian dan kerusakan otak permanen. Hal ini sesuai dengan kasus yang
menyebutkan tanda gejala pasien saat dilakukan pemeriksaan keluarga mengatakan
pasien sering pusing dan tampak lemas dan lemah, saat pemeriksaan fisik terlihat pasien
terbaring lemas, klien tampak pucat, akral teraba dingin, ketika pasien bernafas terlihat
retraksi dinding dada, pola nafas pasien reguler dengan Respiratory Rate (RR) 28
x/menit,TD 140/90 mmHg, pasien tampak berkeringat, CRT > 3 detik, suhu 35OC, nadi
teraba lemah, GCS:E2V4M5, kesadaran pasien apatis, pada saat pemeriksaan gula darah
sewaktu (GDS) pasien 37 mg/dl.
4. Menurut teori Klasifikasi hipoglikemia yang lain adalah berdasarkan kadar glukosa darah
sebagai berikut: Hipoglikemia ringan (mild) bila kadar glukosa darah <70 mg/dl,
hipoglikemia sedang (moderate) bila kadar glukosa darah <55 mg/dl dan hipoglikemia
berat (severe) bila kadar glukosa darah <40 mg/dl. Penjelasan ini sesuai dengan kasus
dinama saat dilakukannya pemeriksaan gula darah sewaktu hasil DGS pasien sekitar 37
mg/dl. Ini masuk kedalam klasifikasi hipoglikemia berat (severe) dimana gula dara < 40
mg/dl

xv
BAB IV
ASKEP

Ny. S dengan hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus di instalasi gawat


darurat RSUD Dr. Moewardi. Dari pengkajian didapatkan hasil tentang keluhan utama
yaitu klien dalam keadaan pingsan. Alasan klien masuk Instalasi Gawat Darurat,
Keluarga mengatakan kemarin klien bersama dengan suami bertamasya, sehingga klien
kecapekan dan keluarga juga mengatakan bahwa sejak kemarin sore sebelum magrib
sekitar jam 17.45 klien sudah terlihat lemas dan klien tampak pucat. Keluarga
mengatakan sekitar 15 menit sebelum masuk Rumah Sakit IGD dr. Moewardi klien
pingsan. Klien terlihat terbaring lemas, klien tampak pucat, akral dingin, klien tampak
berkeringat, ketika bernafas terlihat retraksi dinding dada dan pola nafas klien tampak
reguler dengan Respiratory Rate (RR) 28x/menit. Keluarga mengatakan klien terakhir
makan adalah tadi malam dan hari ini klien belum sarapan. Klien mengatakan kepala
terasa pusing, pusing terasa senut- senut dengan skala 6, klien mengatakan pusing sering
muncul, pusing terasa berat ketika klien beraktivitas. dan ekspresi wajah klien tampak
tegang dan klien tampak memegangi kepala.
Riwayat penyakit dahulu keluarga mengatakan mempunyai riwayat penyakit
diabetes mellitus sejak 6 tahun yang lalu, keluarga juga mengatakan kalau klien
sebelumnya pernah dirawat di Rumah Sakit, kali ini merupakan ketiga kalinya klien
dirawat di Rumah Sakit, terakhir klien dirawat di Rumah Sakit yaitu awal bulan Juni
2012 karena glukosa darah klien yang tinggi. Riwayat penyakit keluarga, keluarga
mengatakan didalam keluarga ada yang mempunyai riwayat penyakit diabetes mellitus
yaitu dari ayah klien.
Pada pengkajian primer klien mengalami masalah pada breathing yaitu pola nafas
reguler dengan RR = 28 x/menit, klien tampak bernafas menggunakan otot aksesoris
klien juga mengalami masalah pada circulation yaitu akral teraba dingin dengan suhu
358oC, capilery refill 3 detik, nadi teraba lemah, klien tampak pucat dan klien tampak
berkeringat. Pada pengkajian sekunder klien mengalami masalah pada Last meal, yaitu
Keluarga mengatakan klien terakhir makan adalah tadi malam dan hari ini klien belum
sarapan.

xvi
Hasil pemeriksaan fisik pada Ny. S keadaan umum lemah, kesadaran apatis,
GCS:E3V5M5, TD: 120/80 mmHg, RR:28x/menit, N:96x/ menit, S: 358oC. Pada
pemeriksaan Head to toe yang mengalami masalah antara lain pada membrane mukosa
bibir kering, pemeriksaan dada inspeksi: RR: 28x/menit dan terlihat pergerakan otot
aksesoris, dan akral teraba dingin. Pada pemeriksaan Gula Darah Sewaktu (GDS) yang
dilakukan pada klien tanggal 17 Juli 2012 GDS : 37 mg/dl.
Setelah mendapatkan data-data yang menunjukkan keadaan klien maka diperoleh
analisa data, sehingga dapat ditentukan diagnosa sesuai prioritasnya yaitu: pola nafas
tidak efektif b.d adanya depresan pusat pernapasan, penurunan kadar glukosa darah b.d
penurunan produksi energi metabolik, nyeri akut b.d penurunan suplai oksigen ke otak,
risiko penurunan perfusi jaringan perifer b.d penurunan kadar glukosa darah.

Setelah ditemukan masalah keperawatan pada klien kemudian disusun rencana


keperawatan, tujuan dan kriteria hasilnya untuk setiap diagnosa keperawatan.
Adapun implementasi keperawatan yang dilakukan pada Ny. S yaitu: 1) pola
nafas tidak efektif b.d adanya depresan pusat pernapasan, implementasi yang dilakukan
antara lain: mengauskultasi bunyi nafas, mencatat frekuensi dan kedalaman nafas,
mengobservasi adanya tanda sianosis, meninggikan kepala/ tempat tidur sesuai kebutuhan
pasien, memberikan tambahan O2 3 lpm. 2) Penurunan kadar glukosa darah b.d
penurunan produksi energi metabolik, implementasi yang dilakukan antara lain: mengkaji
keadaan umum klien, melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, melibatkan keluarga
pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi, melakukan pemeriksaan glukosa darah,
melakukan pemberian cairan infus D 10% 20 tpm per IV. melakukan pemberian terapi D
40% 50 ml per IV. 3) Nyeri akut b.d penurunan suplay oksigen ke otak, implementasi
yang dilakukan antara lain: mengobservasi karakteristik, lokasi, waktu dan perjalanan
rasa nyeri, mengajarkan tehnik relaksasi, memberikan kotorolac 30 mg per IV. 4) Risiko
penurunan perfusi jaringan perifer b.d penurunan kadar glukosa darah, implementasi
yang dilakukan antara lain: mengkaji sirkulasi perifer secara komprehensif,
mendiskusikan dan identifikasi penyebab dari sensasi tidak normal dan perubahan
sensasi, melakukan pemeriksaan GDS.

xvii
Setelah tindakan yang dilakukan sesuai kemudian dilakukan evaluasi. Evaluasi
akhir dari tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu diagnosa 1) pola nafas tidak efektif
teratasi sebagian (klien mengatakan merasa lebih nyaman, klien tampak lebih nyaman
dengan posisi semifowler, klien tampak terpasang nasal kanul 3 lpm), lanjutkan
intervensi dengan pertahankan pemberian kanul O2. 2) Penurunan kadar glukosa darah
teratasi sebagian (mukosa bibir tampak lembab, klien terpasang infuse D 10% 20 tpm, D
40% 50 ml masuk per IV, GDS : 105 mg/dl), lanjutkan intervensi dengan melakukan
pantauan terhadap tekanan darah, monitor GDS. 3) Nyeri akut teratasi sebagian (ekspresi
wajah klien tampak rileks, skala nyeri 4, ketorolac 30 mg masuk per IV), lanjutkan
intervensi dengan melakukan monitor vital sign, monitor skala dan kualitas nyeri,
motivasi dalam melakukan management nyeri. 4) Perubahan risiko penurunan perfusi
jaringan perifer teratasi sebagian (akral hangat, nadi teraba kuat, GDS : 105 mg/dl),
intervensi dilanjutkan dengan melakukan pantauan terhadap tekanan darah, monitor
GDS.

xviii
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam darah
mengalami penurunan dibawah nilai normal dan merupakan kondisi klinik yang
membutuhkan penanganan yang bersifat emergensi dan penyebab salah satu adalah multi
factorial. Gejala yang ringan dan tidak khas seperti penglihatan kabur, penurunan daya
konsentrasi bahkan kematian.
Hyperglicemic hyperosmolar nonketotic syndrome (HHNS) atau Sindrom
hiperglikemik hiperosmolar (SHH) adalah komplikasi yang mengancam nyawa dari
penyakit diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol. Pertama diketahui lebih dari
seabad yang lalu namun jarang didiagnosis sampai adanya laporan dari Sament dan
Schwartz pada tahun 1957 (Venkatraman & Singhi, 2006). Biasanya penderita yang
mengalami SHH adalah pasien lanjut usia dan yang tidak tediagnosis diabetes atau
diabetes tiper 2 yang diterapi dengan diet dengan atau tanpa pengobatan diabetes oral.
Sindrom hiperglikemik hiperosmotik ditandai dengan adanya peningkatan hiperglikemi
parah yang dapat dilihat peningkatan osmolaltias serum dan bukti klinis adanya dehidrasi
tanpa akumulasi α-hidroksibutirat atau acetoacetic ketoacids. Hiperglikemi disebabkan
karena defisiensi absolut/relatif dari insulin karena penurunan respon insulin dari jaringan
(resistensi insulin).

xix
DAFTAR PUSTAKA

Sumber: Zeiter, P., Haqq, A., Rosenbloom, A. & Glaser, N. 2011. Hyperglicemic
Hyperosmolar Syndrome in Children: Pathophysiological consideration and Suggested
Guidelines for Treatment. The Journal of Pediatric 2011(4):1

Venkatraman, R. & Singhi, S.C.2008. Hyperglicemic Hyperosmolar Nonketotic


Syndrome. Indian journal of Pediatric, 2008 (73) :1

Joint British Diabetes Societies. 2012. The Management of The Hyperosmolar State
(HHS) in Adults with Diabetes.

Hardaye, W. R. 2012. Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketosis.

Morton, P. G. 2011. Keperawatan Kritis vol. 2. Jakarta : EGC.

Setiawan, Deni. 2011. Koma Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketosis.

xx
xxi
xxii
xxiii
xxiv
xxv
xxvi
xxvii

Anda mungkin juga menyukai