DAN
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TN. T
1. Konsep Hipertensi
A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah
persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Hipertensi merupakan
penyebab utama gagal jantung, gagal ginjal. Disebut sebagai
“pembunuh diam-diam“ karena orang dengan hipertensi sering
ridak menampakkan gejala (Brunner & Suddart, 2015). Sedangkan
menurut Sheps (2005) dalam Masriadi (2016), hipertensi adalah
penyakit dengan tanda adanya gangguan tekanan darah sistolik
maupun diastolik yang naik diatas tekana darah normal.Tekanan
darah sistolik adalah tekana puncak yang tercapai ketika jantung
berkontraksi dan memompakan darah keluar melalui
arteri.Tekanan darah diastolik diambil tekanan jatuh ketitik
terendah saat jantung rileks dan mengisi darah kembali.
Tagor, (2003) dalam Wijaya & Putri, (2013), hipertensi
adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali
pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa
factor risiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam
mempertahankan tekanan darah secara normal.(Wijaya & Putri,
2013).Menurut JNC hipertensi terjadi apabila tekanan darah lebih
dari 140 / 90 mmHg. 2.
B. Penyebab hipertensi
1) Hipertensi primer atau esensial
Hipertensi primer atau esensial adalah tidak dapat
diketahuin penyebabnya. Hipertensi esensial biasanya dimulai
sebagai proses labil (intermiten) pada individu pada akhir 30-an
dan 50-an dan secara bertahap “ menetap “ pada suatu saat
dapat juga terjadi mendadak dan berat, perjalanannya
dipercepat atau “maligna“ yang menyebabkan kondisi pasien
memburuk dengan cepat. Penyebab hipertensi primer atau
esensial adalah gangguan emosi, obesitas, konsumsi alkohol
yang berlebihan, kopi, obat – obatan, faktor keturunan
(Brunner & Suddart, 2015). Sedangkan menurut Robbins
(2007), beberpa faktor yang berperan dalam hipertensi primer
atau esensial mencakup pengaruh genetik dan pengaruh
lingkungan seperti :stress, kegemukan, merokok, aktivitas fisik
yang kurang, dan konsumsi garam dalam jumlah besar
dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah kenaikan tekanan darah dengan
penyebab tertentu seperti penyempitan arteri renalis, penyakit
parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan
kehamilan (Brunner & Suddart, 2015). Sedangkan menurut
Wijaya & Putri (2013), penyebab hipertensi sekunder
diantaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes,
kelainan adrenal, kelainan aorta, kelianan endokrin lainnya
seperti obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme dan
pemakaian obat-obatan seperti kontasepsi oral dan
kartikosteroid.
D. Patofisiologi
Faktor predisposisi yang saling berhubungan juga turut
serta menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pasien
hipertensi. Di antaranya adalah faktor primer dan faktor sekunder.
Faktor primer adalah faktor genetik, gangguan emosi, obesitas,
konsumsi alkohol, kopi, obat – obatan, asupan garam, stress,
kegemukan, merokok, aktivitas fisik yang kurang.Sedangkan
faktor sekunder adalah kelainan ginjal seperti tumor, diabetes,
kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti
obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme dan pemakaian obat-
obatan seperti kontasepsi oral dan kartikosteroid (Brunner &
Suddart, (2005) dalam Wijaya & Putri, (2013).
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak.
Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
implus yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuro preganglion melepaskan asetikolin,
yang akan merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokontriktor.Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
neropinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bias terjadi (Brunner & Suddart, (2005) dalam Wijaya &
Putri, (2013).
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi,
kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi.Medulla adrenal mengsekresi epinefrin
yang menyebabkan vasokontriksi.Korteks adrenal mengsekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasonkonstriktor pembuluh darah.Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin.Rennin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor
kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal.Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler.Semua factor tersebut cendrung pencetus keadaan
hipertensi (Brunner & Suddart, (2005) dalam Wijaya & Putri,
(2013).
Perubahan struktural dan fungsional pada sitem pembuluh
darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah
yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang ada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang di
pompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.
(Brunner & Suddart, (2005) dalam Wijaya & Putri, (2013).
E. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan
apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula
ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat
( kumpulan cairan ), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus
berat edema pupil ( edema pada diskus optikus ) (Brunner &
Suddart, 2015).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak
menampakkan gejala sampai bertahun – tahun. Gejala, bila ada,
biasanya menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan
manifestasi yang khas sesuai system organ yang divaskularisasi
oleh pembuluh darah bersangkutan. Penyakit arteri koroner dengan
angina adalah gejala yang paling menyertai hipertensi.Hipertrofi
ventrikel kiri terjadi sebagai respons peningkatan beban kerja
ventrikel saat dipaksa berkontraksi melawan tekana sistemik yang
menigkat.Apabila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan
beban kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri (Brunner &
Suddart, 2015).
Crowin (2000) dalam Wijaya & Putri (2013), menyebutkan
bahwa sebagian besar gejala klinis timbul :
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang – kadang disertai mual dan
muntah, akibat peningkatan tekana intracranial.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan
saraf pusat
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus..
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan
tekanan kapiler.
F. Komplikasi hipertensi
Hipertensi yang tidak ditanggulangi dalam jangka panjang
akan menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ
yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi
hipertensi dapat terjadi pada organ-organ tubuh menurut Wijaya &
Putri (2013), sebagai berikut :
1. Jantung
Hipertensi dapat menyebab terjadinya gagal jantung dan
penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban
kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor
dan berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi.
Akibatnya, jantung tidak lagi mampu memompa sehingga
banyaknya cairang yang tetahan diparu maupun jaringan tubuh
lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau oedema.
Kondisi ini disebut gagal jantung.
2. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko
stroke, apabila tidak diobati resiko terkena stroke 7 kali lebih
besar.
3. Ginjal
Hipertensi juga menyebabkan kerusakan ginjal, hipertensi
dapat menyebabkan kerusakan system penyaringan didalam
ginjal akibat lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat
yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah
dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.
4. Mata
Hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati
hipertensi dan dapat menimbulkan kebutaan. 8.
G. Penatalaksanaan
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah
mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan
mencapai dan mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90
mmHg. Efektivitas setiap program ditentukan oleh derajat
hipertensi, komplikasi, biaya perawatan dan kualitas hidup
sehubungan dengan terapi (Brunner & Suddart, 2015). Beberapa
penelitan menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis
termasuk penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium dan
tembakau, latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang
harus dilakukan pada setiap antihipertensi. Apanila penderita
hipertensi ringan berada dalam risiko tinggi (pria perokok) atau
bila tekanan darah diastoliknya menetap, diatas 85 mmHg atau 95
mmHg dan sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg, maka perlu
dimulai terapi obat-obatan. (Brunner & Suddart, 2015 ).
Ridwanamirudin (2007) dalam Wijaya & Putri (2013),
menjelaskan bahwa penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari
berbagai macam cara modifikasi gaya hidup sangat penting dalam
mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan hipertensi dengan
non farmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya
hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu :
1. Mempertahankan berat badan ideal
Radmarsarry, (2007) dalam Wijaya & Putri (2013),
mengatasi obesitas juga dapat dilakukan dengan melakukan
diet rendah kolesterol namun kaya dengan serat dan protein,
dan jika berhasil menurunkan berat badan 2,5 – 5 kg maka
tekanan darah diastolik dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg.
2. Kurangi asupan natrium
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013),
penguramgan konsumsi garam menjadi ½ sendok the/hari dapat
menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan tekanan
diastolic sebanyak 2,5 mmHg.
3. Batasi konsumsi alkohol
Radmarsarry (2007) dalam Wijaya & Putri (2013),
konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alcohol
berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah.Para peminum
berat mempunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih
besar dari pada mereka yang tidak meminum berakohol.
4. Diet yang mengandung kalium dan kalsium
Kaplan, (2006) dalam Wijaya & Putri (2013), Pertahankan
asupan diet potassium ( >90 mmol (3500 mg)/hari) dengan cara
konsumsi diet tinggi buah dan sayur seperti : pisang, alpukat,
papaya, jeruk, apelkacang-kangan, kentang dan diet rendah
lemak dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh dan lemat
total. Sedangkan menurut Radmarsarry (2007) dalam Wijaya &
Putri (2013), kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan
meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersama
urin.Dengan mengonsumsi buahbuahan sebanyak 3-5 kali
dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan potassium yamg
cukup.
5. Menghindari merokok
Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), merokok
memang tidak berhubungan secara langsung dengan timbulnya
hipertensi, tetapi merokok dapat menimbulkan resiko
komplikasi pada pasien hipertensi seperti penyakit jantung dan
stroke, maka perlu dihindari rokok karena dapat memperberat
hipertensi.
6. Penurunan Stress
Sheps (2005) dalam Wijaya & Putri ( 2013), stress memang
tidak menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika
episode stress sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan
sementara yang sangat tinggi.
7. Terapi pijat
Dalimartha (2008) dalam Wijaya & Putri (2013), pada
prinsipnya pijat yang dikukan pada penderita hipertensi adalah
untuk memperlancar aliran energy dalam tubuh sehingga
gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat diminalisir,
ketika semua jalur energi tidak terhalang oleh ketegangan otot
dan hambatan lain maka risiko hipertensi dapat ditekan.
Berikut beberapa obat tradisional yang dapat digunakan
oleh penderita hipertensi menurut Latief (2014) adalah sebagai
berikut :
a. Bawang putih
2 – 3 siung bawang utih dikupas, dicuci, dikunyah dan
ditelan dengan air hangat. Gunakan 3 kali sehari.Selain itu,
bawang putih juga dapat dibakar sampai matang sebelum
dimakan.2 hari pertama makan 6 siung.Selanjutnya makan
2 siung selama seminggu.
b. Belimbing manis
Beberapa buah belimbing manis muda diparut dan diambil
sarinya. Sari belimbing diminum 2 kali sehari.
c. Belimbing wuluh
3 buah belimbing wuluh direbus dengan tiga gelas air
hingga air tinggal setengah. Air rebusan disaring dan
diminum 1 kali sehari pada pagi hari. Cara lainnya,
belimbing wuluh diparut dan diperas, air perasan diminum
1 kali sehari.
d. Mengkudu
2 buah mengkudu di buang bijinya, diparut, dan diperas.Air
perasan ditambah air mentimun, gula aren, dan 2 gelas air
panas, lalu di saring, diminum 3 kali sehari.
e. Mentimun
2 buah mentimun dicuci, diparut, diperas, dan diminum 2-3
kali sehari.Cara lainnya, 150 gr mentimun direbus dan
disaring.Timun yang telah direbus dimakan dan air rebusan
diminum.Hal ini dilakukan dengan teratur setiap hari.
f. Sambiloto (ampadu tanah)
Setengah genggam daun sambiloto segar direbus dengan 3
gelas airnya tinggal tiga perempat gelas, diminum 3 kali
sehari.
2. Konsep Keluarga
Definisi Keluarga
Keluarga adalah sebagai unit sosial-ekonomi terkecil dalam
masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua institusi.
Keluarga merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau
lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal,
hubungan darah, hubungan perkawinan, dan adopsi (Puspitawati,
2016). Keluarga menurut Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009
(dalam Puspitawati, 2016) Tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga: Bab II: Bagian Ketiga Pasal 4 Ayat
(2), bahwa Pembangunan keluarga bertujuan untuk meningkatkan
kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram, dan
harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan
kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Keluarga merupakan
keharusan yang diwajibkan oleh Agama, salah satunya tertera pada
Kitab Suci Al Qur’an (Puspitawati, 2016):
a. Firman Allah dalam Surat At-Tahrim Ayat 6: “Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”.
b. Firman Allah dalam Surat Al-Furqon : Ayat 74 “Dan orang-
orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada
kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang
hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa”.
Ciri Keluarga
Terdapat 4 ciri keluarga yaitu (Puspitawati, 2016):
a. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh
ikatan perkawinan (pertalian antar suami dan istri), darah
(hubungan antara orangtua dan anak) atau adopsi.
b. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama
dibawah satu atap dan merupakan susunan satu rumah tangga.
Tempat kost dan rumah penginapan bisa saja menjadi rumah
tangga, tetapi tidak akan dapat menjadi keluarga, karena
anggota-anggotanya tidak dihubungkan oleh darah, perkawinan
atau adopsi.
c. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang
berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan peranan-
peranan sosial bagi si suami dan istri, ayah dan ibu, anak laki-
laki dan perempuan, saudara laki-laki dan saudara perempuan;
Peranan-peranan tersebut diperkuat oleh kekuatan tradisi dan
sebagian lagi emosional yang menghasilkan pengalaman.
d. Keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama yang
diperoleh dari kebudayaan umum. Keluarga sebagai suatu
susunan sosial yang didasarkan pada kontrak perkawinan
termasuk dengan pengenalan hak-hak dan tugas orangtua;
tempat tinggal suami, istri dan anak-anak; dan kewajiban
ekonomi yang bersifat reciprocal antara suami dan istri.
Tujuan Keluarga
Tujuan keluarga adalah mewujudkan kesejahteraan lahir
(fisik, ekonomi) dan batin (sosial, psikologi, spiritual, dan mental).
Selain itu juga untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan
bagi anggota keluarganya, serta melestarikan keturunan dan
budaya suatu bangsa. Keluarga yang sejahtera diartikan sebagai
keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah,
mampu memenuhi kebutuhan fisik dan mental yang layak,
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki hubungan
yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota keluarga, dan
antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya (Puspitawati,
2016).
Tipe Keluarga
Terdapat dua tipe keluarga, antara lain (Limantoro & Japarianto,
2016):
a. Nuclear family (keluarga inti)
Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan satu atau lebih anak.
Jenis keluarga ini cenderung memiliki anggota keluarga yang
lebih sedikit dibandingkan dengan extended family. Dalam
jenis keluarga ini biasanya pihak yang memiliki wewenang
lebih besar dalam mengambil keputusan adalah orangtua.
Pengambilan keputusan untuk kebutuhan anak pada awalnya
akan dilakukan oleh orang tua. Hal tersebut akan mulai berubah
seiring dengan pertambahan usia anak, hingga akhirnya anak
mampu membuat keputusannya sendiri.
b. Extended family
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang tinggal bersama
yang biasanya terdiri dari kakek, nenek, paman, bibi dan
keponakan. Keluarga jenis ini tentunya memiliki kebutuhan
yang lebih beragam apabila dibandingkan dengan nuclear
family. Hal ini dapat disebabkan jumlah anggota keluarga yang
lebih banyak sehingga kebutuhannya menjadi lebih beragam.
Misalnya saja anak-anak membutuhan matras single untuk
tidur dengan ukuran yang lebih kecil, untuk ayah dan ibu
membutuhkan matras double dengan ukuran lebih lebar karena
digunakan bersama, sedangkan untuk nenek atau kakek bisa
jadi membutuhkan matras single atau double namun dengan
ukuran yang lebih panjang dibandingkan dengan matras anak.
Teori Struktural-Fungsional Keluarga
Pendekatan teori sosiologi struktural-fungsional menyangkut
struktur (aturan pola sosial) dan fungsinya dalam masyarakat.
Penganut pandangan teori struktural-fungsional melihat sistem
sosial sebagai suatu sistem yang seimbang, harmonis dan
berkelanjutan. Konsep struktur sosial meliputi bagian-bagian dari
sistem dengan cara kerja pada setiap bagian yang terorganisir.
Pendekatan teori ini mengakui adanya segala keragaman dalam
kehidupan sosial yang kemudian diakomodasi dalam fungsi sesuai
dengan posisi (Puspitawati, 2016).
Pendekatan struktural-fungsional menekankan pada
keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga dan kestabilan
sistem sosial dalam masyarakat. Pendekatan teori struktural-
fungsional dapat digunakan dalam menganalisis peran keluarga
agar dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga
dan masyarakat. Konsep keseimbangan mengarah kepada konsep
homeostasis suatu organisme yaitu suatu kemampuan untuk
memelihara stabilitas agar kelangsungan suatu sistem tetap terjaga
dengan baik meskipun di dalamnya mengakomodasi adanya
adaptasi dengan lingkungan (Puspitawati, 2016).
Sebagai asumsi dasar dalam teori struktural fungsional adalah
(Puspitawati, 2016):
a. Masyarakat selalu mencari titik keseimbangan.
b. Masyarakat memerlukan kebutuhan dasar agar titik
keseimbangan terpenuhi.
c. Untuk memenuhi kebutuhan dasar, maka fungsi-fungsi harus
dijalankan.
d. Untuk memenuhi semua ini, maka harus ada struktur tertentu
demi berlangsungnya suatu keseimbangan atau homeostatik.
Konsep Struktural Fungsional adalah (Puspitawati, 2016):
a. Sistem: Suatu obyek dan hubungan antar obyek dengan
atributnya.
b. Boundaries: Suatu batas antara sistem dan lingkungannya yang
mempengaruhi aliran informasi dan energinya (tertutup atau
terbuka).
c. Aturan Transformasi: Memperlihatkan hubungan antara
elemen-elemen dalam suatu sistem.
d. Feedback: Suatu konsep dari teori sistem yang menggambarkan
aliran sirkulasi dari output kembali sebagai input (positif,
negatif/ penyimpangan).
e. Variety: Merujuk pada derajat variasi adaptasi perubahan
dimana sumber daya dari sistem dapat memenuhi tuntutan
lingkungan yang baru.
f. Equilibrium: Merujuk pada keseimbangan antara input dan
output (homeostatis mempertahankan keseimbangan secara
dinamis antara feedback dan kontrol).
g. Subsistem: Variasi tingkatan dari suatu sistem yang merupakan
bagian dari suatu sistem.
h. Struktur keluarga.
i. Pembagian peran, tugas dan tanggung jawab, hak dan
kewajiban.
j. Menjalankan fungsi.
k. Mempunyai aturan dan nilai/norma yang harus diikuti.
l. Mempunyai tujuan.
Aplikasi Struktural Fungsional dalam Keluarga (Puspitawati,
2016):
a. Berkaitan dengan pola kedudukan dan peran dari anggota
keluarga tersebut, hubungan antara orangtua dan anak, ayah
dan ibu, ibu dan anak perempuannya, dll.
b. Setiap masyarakat mempunyai peraturan-peraturan dan
harapan-harapan yang menggambarkan orang harus
berperilaku.
c. Tipe keluarga terdiri atas keluarga dengan suami istri utuh
beserta anak-anak (intact families), keluarga tunggal dengan
suami/istri dan anak-anaknya (single families), keluarga
dengan anggota normal atau keluarga dengan anggota yang
cacat, atau keluarga berdasarkan tahapannya, dan lain-lain.
d. Aspek struktural menciptakan keseimbangan sebuah sistem
sosial yang tertib (social order). Ketertiban keluarga akan
tercipta kalau ada struktur atau strata dalam keluarga, dimana
masing-masing mengetahui peran dan posisinya dan patuh pada
nilai yang melandasi struktur tersebut.
e. Terdapat 2 (dua) Bentuk keluarga yaitu: (1) Keluarga Inti
(nuclear family), dan (2) Keluarga Luas (extended family).
f. Struktur dalam keluarga dapat dijadikan institusi keluarga
sebagai sistem kesatuan dengan elemen-elemen utama yang
saling terkait (Puspitawati, 2016):
1. Status sosial: Pencari nafkah, ibu rumah tangga, anak
sekolah, dan lain-lain.
2. Fungsi dan peran sosial: Perangkat tingkah laku yang
diharapkan dapat memotivasi tingkah laku seseorang yang
menduduki status sosial tertentu (peran
instrumental/mencari nafkah; peran emosional
ekspresif/pemberi cinta, kasih sayang).
3. Norma sosial: Peraturan yang menggambarkan bagaimana
sebaiknya seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu.
Teori Perkembangan Keluarga
Teori Perkembangan Keluarga merupakan multilevel theory
yang berhubungan dengan individualis, dan institusi keluarga. Hal-
hal yang sering dibahas pada teori ini adalah konsep perkembangan
tugas (the Development of task) sepanjang siklus kehidupan
keluarga (Family life cycle). Tahapan Perkembangan Keluarga ada
8 tahapan yaitu (Nurjanah, 2019):
a. Tahapan perkawinan (married couple), Pada tahap ini individu
baru menikah.
b. Tahapan mempunyai anak (childbearing), Pada tahap ini
individu yang sebelumnya sudah menikah kemudian memililiki
anak pertama yang masih bayi.
c. Tahapan anak berumur preschool (Preschool age), Dimana
pada keluarga ini anak yang tadinya masih bayi mulai
memasuki usia pra-sekolah.
d. Tahapan anak berumur Sekolah Dasar (school age), Pada tahap
ini keluarga yang anak pertamanya mulai memasuki sekolah
dasar.
e. Tahapan anak berumur remaja (teenage), Keluarga pada tahap
ini anak pertama dalam keluarga tersebut mulai beranjak
remaja.
f. Tahapan anak lepas dari orangtua (launching center), Pada
tahap ini anak pertama dalam keluarga tersebut yang
sebelumnya masih remaja sudah memasuki usia dewasa.
g. Tahapan orangtua umur menengah (middle-aged parents), Pada
tahap ini keluarga yang anaknya sudah dewasa dan mandiri
serta siap untuk menikah dan tinggal dengan keluarga barunya
sehingga anak tersebut meninggalkan rumah orang tuanya.
h. Tahapan orangtua umur manula (aging parents), Keluarga pada
tahap ini kedua orang tuanya sudah tidak bekerja dan sudah
tidak produktif, tahap ini terjadi hingga kematian.
3. Konsep Keperawatan Keluarga
Definisi Keperawatan Keluarga
Keperawatan keluarga merupakan pelayanan holistik yang
menempatkan keluarga dan komponennya sebagai fokus pelayanan
dan melibatkan anggota keluarga dalam tahap pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan
memobilisasi sumber pelayanan kesehatan yang tersedia di keluarga
dan sumber-sumber dari profesi lain, termasuk pemberi pelayanan
kesehatan dan sektor lain di komunitas (Kholifah & Widagdo,
2016).
Tujuan Keperawatan Keluarga
Tujuan keperawatan keluarga ada dua macam, yaitu tujuan
umum dan khusus. Tujuan umum dari keperawatan keluarga adalah
kemandirian keluarga dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Tujuan khusus dari keperawatan keluarga adalah
keluarga mampu melaksanakan tugas pemeliharaan kesehatan
keluarga dan mampu menangani masalah kesehatannya, antara lain
(Kholifah & Widagdo, 2016):
a. Mengenal masalah kesehatan yang dihadapi anggota keluarga.
Kemampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan
seluruh anggota keluarga. Contoh, apakah keluarga mengerti
tentang pengertian dan gejala diabetes mellitus yang diderita
oleh anggota keluarganya.
b. Membuat keputusan secara tepat dalam mengatasi masalah
kesehatan anggota keluarga. Kemampuan keluarga dalam
mengambil keputusan untuk membawa anggota keluarga ke
pelayanan kesehatan. Contoh, segera memutuskan untuk
memeriksakan anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus ke
pelayanan kesehatan.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang mempunyai
masalah kesehatan. Kemampuan keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang sakit. Contoh, keluarga mampu merawat
anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus, yaitu
memberikan diet DM, memantau minum obat antidiabetik,
mengingatkan untuk senam, dan kontrol ke pelayanan
kesehatan.
d. Memodifikasi lingkungan yang kondusif. Kemampuan
keluarga dalam mengatur lingkungan, sehingga mampu
mempertahankan kesehatan dan memelihara pertumbuhan serta
perkembangan setiap anggota keluarga. Contoh, keluarga
menjaga kenyamanan lingkungan fisik dan psikologis untuk
seluruh anggota keluarga termasuk anggota keluarga yang
sakit.
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk
pemeliharaan dan perawatan anggota keluarga yang
mempunyai masalah kesehatan. Contoh, keluarga
memanfaatkan Puskesmas, rumah sakit, atau fasilitas pelayanan
kesehatan lain untuk anggota keluarganya yang sakit.
Sasaran Keperawatan Keluarga
Sasaran keperawatan keluarga antara lain (Kholifah & Widagdo,
2016):
a. Keluarga sehat
Keluarga sehat adalah seluruh anggota keluarga dalam kondisi
tidak mempunyai masalah kesehatan. Namun masih
memerlukan antisipasi terkait dengan siklus perkembangan
manusia dan tahapan tumbuh kembang keluarga. Fokus
intervensi keperawatan terutama pada promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit.
b. Keluarga risiko tinggi dan rawan kesehatan
Keluarga risiko tinggi dapat didefinisikan jika satu atau lebih
anggota keluarga memerlukan perhatian khusus dan memiliki
kebutuhan untuk menyesuaikan diri terkait siklus perkembangan
anggota keluarga dan keluarga dengan faktor risiko penurunan
status kesehatan.
c. Keluarga yang memerlukan tindak lanjut
Keluarga yang memerlukan tindak lanjut merupakan keluarga
yang mempunyai masalah kesehatan dan memerlukan tindak
lanjut pelayanan keperawatan atau kesehatan misalnya klien
pasca hospitalisasi penyakit kronik, penyakit degeneratif,
tindakan pembedahan, dan penyakit terminal.
Peran dan Fungsi Perawat Keluarga
Peran dan fungsi perawat di keluarga adalah sebagai berikut
(Kholifah & Widagdo, 2016):
a) Pelaksana
Peran dan fungsi perawat sebagai pelaksana adalah memberikan
pelayanan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan,
mulai pengkajian sampai evaluasi. Pelayanan diberikan karena
adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan,
serta kurangnya keamanan menuju kemampuan melaksanakan
kegiatan sehari-hari secara mandiri. Kegiatan yang dilakukan
bersifat promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif.
b) Pendidik
Peran dan fungsi perawat sebagai pendidik adalah
mengidentifikasi kebutuhan, menentukan tujuan,
mengembangkan, merencanakan, dan melaksanakan pendidikan
kesehatan agar keluarga dapat berperilaku sehat secara mandiri.
c) Konselor
Peran dan fungsi perawat sebagai konselor adalah memberikan
konseling atau bimbingan kepada individu atau keluarga dalam
mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman
yang lalu untuk membantu mengatasi masalah kesehatan
keluarga.
d) Kolaborator
Peran dan fungsi perawat sebagai kolaborator adalah
melaksanakan kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait
dengan penyelesaian masalah kesehatan di keluarga.
A. Pengkajian
Proses pengakajian keluarga ditandai dengan pengumpulan
informasi terus menerus dan keputusan professional yang
mengandung arti terhadap informasi yang dikumpulkan.
Pengumpulan data keluarga berasal dari berbagai sumber :
wawancara, observasi rumah keluarga dan fasilitasnya,
pengalaman yang dilaporkan anggota keluarga.
1) Data umum
a) Nama kepala keluarga
b) Alamat dan no telpon
c) Komposisi keluarga
Komposisi keluarga terdiri dari Genogram 3 generasi.
d) Tipe Keluarga
Menjelaskan mengenai tipe/jenis keluarga beserta kendala
atau masalah-masalah yang terjadi pada keluarga tersebut.
e) Suku
Mengkaji asal usul suku bangsa keluarga serta
mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait
dengan kesehatan.
f) Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta
kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan.
g) Status sosial ekonomi
Keluarga Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh
pendapatan baik dari kepala keluarga maupun anggota
keluarga lainnya.Selain itu sosial ekonomi keluarga
ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang
dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang
dimiliki oleh keluarga.
h) Aktifitas Rekreasi Keluarga
Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat dari kapan saja
keluarga pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat
rekreasi tertentu, namun dengan menonton televisi dan
mendengarkan radio juga merupaka aktivitas rekreasi.
2) Riwayat Keluarga dan Tahap Perkembangan Keluarga
a) Tahap Perkembangan Keluarga
Saat Ini Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh
anak tertua dari keluarga ini.
b) Tahap Perkembangan Keluarga yang Belum Terpenuhi
Menjelaskan perkembangan keluarga yang belum
terpenuhi, menjelaskan mengenai tugas perkembangan
keluaruarga yang belum terpenuhioleh keluarga serta
kendala-kendala mengapa tugas perkembangan tersebut
belum terpenuhi.
c) Riwayat keluarga inti
Menjelaskan mengenai riwayat keluarga inti meliputi
riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-
masing anggota keluarga, perhatian keluarga terhadap
pencegaha penyakit termasuk status imunisasi, sumber
pelayanan kesehatan yang bias digunakan keluarga dan
pengalaman terhadapa pelayanan kesehatan.
d) Riwayat keluarga sebelumnya
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan keluarga dari
pihak suami dan istri.
3) Lingkungan
a) Karakteristik Rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas
rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela,
pemanfaatan ruangan, peletakan perabotan rumah tangga,
jenis septic tank, jarak septic tank dengan sumber air
minum yang digunakan serta denah rumah.
b) Karakteristik tetangga dan momunitas RW
Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan
komunitas setempat, yang meliputi kebiasaan, lingkungan
fisik, aturan/kesepakatan penduduk setempat, budaya
setempat yang mempengaruhi kesehatan.
c) Mobilitas geografis keluraga
Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan melihat
kebiasaan keluarga berpindah tempat.
d) Perkumpulan Keluarga dan interaksi dalam Masyarakat
Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga
untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada
dan sejauhmana interaksi keluarga dengan masyarakat.
e) Sistem Pendukung Keluarga
Jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasiltas
yang dimilki keluarga untuk menunjang kesehatan
mencakup fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau
pendukung dari anggota keluarga dan fasilitas social atau
dukungan dari masyarakat setempat
4) Struktur Keluarga
a) Pola komunikasi
Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota
keluarga.
b) Struktur Kekuatan Keluarga
Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan
mempengaruhi oranglain untuk merubah perilaku.
c) Struktur Peran
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga
baik secara formal maupun informal.
d) Nilai dan Norma Budaya
Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh
keluarga, yangberhubungan dengan kesehatan.
5) Fungsi Keluarga
a) Fungsi Afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota
keluarga, persaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga,
dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya.
b) Fungsi Sosialisasi
Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam
keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin,
norma, budaya serta perilaku.
c) Fungsi Perawatan Keluarga
Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan
makanan, pakaian,perlindungan serta merawat anggota
keluarga yg sakit. Sejauh mana pengetahuan keluarga
mengenai sehat sakit. Kesanggupan keluarga didalam
melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari
kemampuan keluarga melaksanakan 5 tugas kesehatan
keluarga, yaitu keluarga mampu mengenal masalah
kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan
tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota yang
sakit,menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan
kesehatan dan keluarga mampu memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang terdapat dilingkungan setempat.
d) Fungsi reproduksi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi
keluarga adalah:
1) Berapa juamlah anak?
2) Apakah rencana keluarga berkaitan dengan jumlah
anggota keluarga?
3) Metode yang digunakan keluarga dalam upaya
mengendalikan jumlahanggota keluarga?
e) Fungsi ekonomi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga
adalah:
1) Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang,
pangan dan papan
2) Sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang
ada dimasyarakat dalam upaya peningkatan status
kesehatan keluarga
6) Stress dan koping keluarga
a) Stressor jangka pendek
Stressor yang dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu kurang dari enambulan.
b) Stressor jangka panjang
Stressor yang di alami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu lebih dari enambulan.
c) Kemampuan Keluarga Berespon terhadap Masalah
Stressor dikaji sejauhmana keluarga berespon terhadap
stressor
d) Strategi koping yang digunakan
Dikaji strategi koping yang digunakan keluarga bila
menhadapi permasalahan/stress.
e) Strategi adaptasi disfungsional
Dijelaskan menegnai strategi adaptasi disfungsional yang
digunakan keluarga bila menghadapi permaslahan/stress.
7) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga,
metode yang digunakan samadengan pemeriksaan fisik klinik
head to toe.
B. Diagnosa keperawatan
Keluarga Diagnosa keperawatan keluarga meruoakan
perpanjangan diagnosis ke system keluarga dan subsitemnya
serta merupakan hasil pengkajian keperawatan.Diagnosis
keperawatan keluarga termasuk masalah kesehatan aktualdan
potensial dengan perawat keluarga yang memiliki kemampuan
dan mendapatkan lisensi untuk menanganinya berdasarkan
pendidikan dan pengalaman.( Friedman, 2010). Tipologi dari
diagnosa keperwatan adalah:
1. Diagnosa keperawatan keluarga aktual (terjadi
defisit/gangguan kesehatan).
2. Diagnosa keperwatan keluarga resiko (ancaman) dirumuskan
apabila sudah ada data yang menunjang namun belum terjadi
gangguan.
3. Diagnosa keperawatan keluarga sejahtera (potensial)
merupakan suatu kedaan dimana keluarga dalam kondisi
sejahtera sehingga kesehatan keluarga dapat ditingkatkan.
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada keluarga
dengan masalah hipertensi adalah :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan ketidakmampuan keuarga dalam mengenal masalah
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah
3. Nyeri berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam
mengenal masalah
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga dalam merawata keluarga yang sakit
5. Ketidakefektifan pola koping keluarga berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah
6. Defesiensi pengetahuan ansietas berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
7. Resiko cidera berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga dalam merawat keluarga yang sakit.
I. Data Umum :
1. Nama Kepala Keluarga : Tn. T
2. Alamat dan No Telepon : Ds. Plandi RT 012 RW 002 Kec.
Wonosari Kab. Malang
3. Pekerjaan Kepala Keluarga : Petani
4. Pendidikan Kepala Keluarga : SD
5. Komposisi Anggota Keluarga : Suami - Istri
Status Imunisasi
No Nama JK Hub dgn KK Umur Pendidkan BC Polio DPT Hepatitis Cam Ket
G 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 pak
70th SD
1 tn. T L Suami
68th SD Tidak
2 Ny. S P Istri
imunis
asi
Genogram :
Tn. T Ny. S
Ket :
Laki- laki :
Perempuan :
Tinggal serumah :
Meninggal : X
Ta K. dapur T. K.man
ma tidur sholat di
n
sa
mpi k.tidu r. keluarga
ng r
garasi
r.tamu
Taman depan
Jangka Panjang : Tn. T dan Ny. S merasa khawatir bila salah satu diantara
mereka nanti sakit atau meninggal karena hanya tinggal berdua saja.
Tempat/Tanggal/Bulan
ANALISA DATA
1. DS:
Tn. T mengatakan peningkatan Nyeri Akut
nyeri pada leher resistensi pembuluh
dan terasa berat darah
Skala nyeri 4-5
Nyeri yang
dirasakan hilang
timbul
Tn. T mengatakan
sering mengalami
pusing dan sakit
kepala
DO:
TD : 185/90
mmHg
Nadi 98 x/menit
Tn. T sesekali
tampak meringis
memegangi leher
belakangnya
DO:
TD : 185/90 mmHg
Pada saat kunjungan
istri Tn.M memasak
ikan asin dan sayur
bersantan untuk
keluarganya, tidak
ada perlakuan khusus
terkait diit pada
keluarga
3. DS:
Tn. T tidak pernah Ketidakmampuan
mengikuti senam keluarga dalam Resiko tinggi terjadinya
hipertensi/berolahrag merawat keluarga komplikasi
a yang sakit
Tensi Tn. T sering
diatas 160 dan leher
berat tapi
Tn. T mengatakan
sudah terbiasa dengan
kondisinya itu
DO:
BB : 53 Kg
TD : 185/90 mmHg
Tn. T sesekali tampak
meringis memegangi
leher belakangnya
A. Pengertian
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormak dan diukur paling tidak
pada tiga kesempatan yang berbeda. Tekanan yang dianggap optimal adalah
kurang dari 120 mmHg untuk tekanan sistolik dan 80 mmHg untuk tekana
diastolik (Meranti, 2015).
B. Penyebab Hipertensi
1) Ras/suku bangsa
2) Usia
3) Kegemukan
4) Asupan garam tinggi
5) Riwayat hipertensi dalam keluarga
6) Stress
7) Merokok
8) Peminum alkohol
C. Tanda dan Gejala Hipertensi
1. Pusing rasa berat di tengkuk
2. Sukar tidur
3. Rasa mudah lelah
4. Cepat marah
5. Telingan berdenging
6. Mata berkunang-kunang
7. Penglihatan kabur
8. Sesak nafas
9. Mimisan
10. Terkadang ada pula penderita hipertensi yang tidak disertai gejala apapun
D. Penatalaksanaan Hipertensi
a. Penanganan
Obat darah tinggi harus dikonsumsi rutin dan tepat dosis. Berikut contoh
obat hipertensi yang biasa diberikan seperti amlodipin, nifedipin, clonidin,
propanolol, dan masih banyak lagi. Konsultasikan keluhan anda kepada
dokter agar mendapatkan penanganan dan pengobatan yang tepat
b. Pencegahan
1. Pola hidup yang sehat, hindari stress berlebihan, banyak mengambil
waktu santau atau rileks
2. Olahraga sesuai kemampuan dan teratur
3. Penurunan berat badan apabila berat badan berlebih
4. Istirahat cukup
5. Hindari rokok dan alkohol
6. Kurangi makanan yang mengandung banyak lemak dan garam
7. Banyak makan buah dan sayur
8. Sering lakukan cek tekanan darah secara teratur
9. Periksalah sedini mungkin kemungkinan terkena darah tinggi