Anda di halaman 1dari 23

Asuhan Keperawatan Mayor kasus Hipertensi

Dibuat untuk memenuhi tugas praktik klinik KMB I


Dosen pengampu : Nandang Waluya S.Kep.,M.Kep.,Sp.KMB

Disusun oleh :
Chiara Sukma Santika
PI7320119407

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG


JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG
2021
I. Konsep dasar penyakit
a. Konsep kondisi patologis

Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan penyakit
yang mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat, mengingat dampak
yang ditimbulkannya baik jangka pendek maupun jangka panjang sehingga
membutuhkan penanggulangan jangka panjang yang menyeluruh dan terpadu.
Penyakit hipertensi menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitasnya
(kematian) yang tinggi. Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang timbul
akibat adanya interaksi dari berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang.
Berbagai penelitian telah menghubungkan antara berbagai faktor resiko terhadap
timbulnya hipertensi. Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti
dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila
dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan
menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun
akan timbul tanda dan gejala hipertensi dengan kemungkinan komplikasinya.

Penyakit hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor sehingga
dari seluruh faktor yang telah disebutkan diatas, faktor mana yang lebih berperan
terhadap timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena
itulah maka pencegahan penyakit hipertensi yang antara lain dapat dilakukan
dengan menjalankan gaya hidup sehat menjadi sangat penting.

b. Definisi penyakit Hipertensi


Menurut American Society of Hypertension (ASH) hipertensi adalah suatu
sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari
kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan. WHO menyatakan hipertensi
merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg
dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar 95 mmHg. Hipertensi atau
penyakit darah tinggi merupakan suatu keadaan peredaran darah meningkat secara
kronis. Hal ini terjadi karena jantung bekerja lebih cepat memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi di dalam tubuh (Koes Irianto, 2014).
Hipertensi juga merupakan faktor utama terjadinya gangguan kardiovaskular.
Apabila tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan gagal ginjal, stroke,
dimensia, gagal jantung, infark miokard, gangguan penglihatan dan hipertensi
(Andrian Patica N Ejournal keperawatan volume 4 nomor 1, Mei 2016)
Dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah gangguan kardiovaskuler akibat
kondisi lain yg saling berhubungan dan jika tidak ditangani mengakibatkan
komplikasi penyakit lain nya.

c. Etiologi Hipertensi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai etiologi yang spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi
antara lain :
1) Genetik : adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada
orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu
didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam
keluarga.

2) Obesitas : berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32%
untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk
wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar
internasional). Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan
hubungan antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya
resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem
reninangiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal.
3) Jenis kelamin : prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause
salah satunya adalah penyakit jantung koroner. Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL
yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan
adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita
mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini
melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana
hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita
secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
4) Stres : Stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin
akan meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung
memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.
5) Kurang olahraga : Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan
penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat
menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk
hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung
harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu.
Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena
bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif
cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka
harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering
jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri.
6) Pola asupan garam dalam diet: World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko
terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak
lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari.
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler
ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi.
7) Kebiasaan Merokok: merokok menyebabkan peninggian tekanan darah.
Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi
maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami
ateriosklerosis.

d. Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral resistance.
Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak
terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki
sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang
disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah
dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks.
Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti reflex kardiovaskuler
melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat
yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem
pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler
dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin.
Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang
dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan
berbagai organ.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang
peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa
haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi
pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan
darah.
e. Tanda gejala Hipertensi
Tnada Gejala yang dapat muncul pada Hipertensi antara lain:

 Mual
 Muntah
 Sakit kepala
 Mimisan
 Sesak napas
 Nyeri dada
 Gangguan penglihatan
 Telinga berdenging
 Gangguan irama jantung
 Darah dalam urine

f. Pemeriksaan diagnostic Hipertensi


Diagnosis hipertensi dilakukan dengan mengukur tekanan darah pasien
menggunakan alat yang disebut sphygmomanometer. Selanjutnya, hasil
pengukuran tekanan darah akan diklasifikasikan sebagai berikut:

 Normal: berada di bawah 120/80 mmHg


 Meningkat: berkisar antara 120ꟷ129 mmHg untuk tekanan sistolik dan kurang
dari 80 mmHg untuk tekanan diastolik
 Hipertensi tingkat 1: 130/80 mmHgꟷ139/89 mmHg
 Hipertensi tingkat 2: 140/90 mmHg atau lebih tinggi

Kemudian, untuk mencari tahu penyebab tekanan darah tinggi dan mendeteksi
kerusakan organ yang mungkin terjadi akibat hipertensi dengan pemeriksaan :
 Tes darah, untuk mengukur kadar kolesterol dan kreatinin
 Tes urine, untuk mengukur kadar elektrolit dan hormon
 Elektrokardiogram, untuk mengetahui aktivitas listrik jantung
 CT scan perut, untuk mengetahui kondisi kelenjar adrenal
 USG ginjal, untuk memeriksa kondisi ginjal

g. Penatalaksanaan medis Hipertensi


Penatalaksanaan hipertensi meliputi terapi non farmakologi dan terapi
farmakologi. Terapi non farmakologi berupa modifikasi gaya hidup meliputi pola
diet, aktivitas fisik, larangan merokok dan pembatasan konsumsi alkohol. Terapi
farmakologis dapat diberikan antihipertensi tunggal maupun kombinasi. Pemilihan
obat anti hipertensi dapat didasari ada tidaknya kondisi khusus (komorbid maupun
komplikasi).
1. Non Farmakologi
Terapi non farmakologi untuk penanganan hipertensi berupa anjuran modifikasi
gaya hidup. Pola hidup sehat dapat menurunkan darah tinggi. Pemberian terapi
farmakologi dapat ditunda pada pasien hipertensi derajat 1 dengan risiko
komplikasi penyakit kardiovaskular rendah. Jika dalam 4-6 bulan tekanan darah
belum mencapai target atau terdapat faktor risiko penyakit kardiovaskular lainnya
maka pemberian medikamentosa sebaiknya dimulai.
2. Farmakologi
merekomendasikan inisiasi terapi farmakologis jika:

 TD ≥140/90 mmHg

pada pasien yang tidak memiliki penyakit kardiovaskular dan memiliki risiko
penyakit kardiovaskular aterosklerosis dalam 10 tahun <10%.

- TD ≥130/80 mmHg

- Terdapat penyakit kardiovaskular atau memiliki risiko penyakit


kardiovaskular aterosklerosis dalam 10 tahun >10%
- Lansia (≥65 tahun)
- Memiliki penyakit komorbid tertentu (DM, CKD, CKD paska transplantasi
ginjal, gagal jantung, angina pectoris stabil, penyakit arteri perifer,
pencegahan sekunder stroke lacunar)
Jenis obat hipertensi :

Diuretic thiazide, loop diuretic, aldosterone reseptor bloker, beta bloker, Beta
bloker aktivitas simpatomimetik intrinsic, ACEI dsb nya

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Data fokus pengkajian
a. Anamnesa
1. Identitas pasien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat
tinggal, tempat tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis
biasanya ditemukan pada 20 -50 tahun dan lebih sering terjadi anak
perempuan pada dibanding anak laki – laki. (Cahyono, 2014)
2. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh
klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah
nyeri abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
3. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang
bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman
dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
- Riwayat Kesehatan dahulu
kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
- Riwayat Kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita
penyakit kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena
penyakit ini menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola
makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat
keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan
tanpa riwayat keluarga.

b. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : kesadaran pasien, tanda – tanda vital pada TD biasanya ada
pada angka > 140/90
- System pernapasan : bentuk hidung, pola napas teratur, tidak ada gangguan jalan
napas, frekuensi napas 20x per menit, bunyi napas vesikuler, menunjukan
pernapasan pasien tidak bermasalah
- System kardiovaskular : warna kulit merata dengan sekitarnya, lesi (-), edema (-),
tidak terdapat pembengkakan, saat di auskultasi, s1 -s2 reguler tidak ada suara
tambahan, irama jantung normal 85x per menit, berdetak teratur menunjukan
system kardiovaskular pasien tidak bermasalah
- System pencernaan : kulit abdomen merata dengan sekitarnya, lesi (-), edema (-),
ascites (-), nyeri tekan epigastrium (-), palpasi ginjal tidak terdapat pembesaran
dan nyeri tekan, saat di auskultasi bisig usus dalam batas normal 5-35x per menit,
- System perkemihan : warna kulit merata dengan sekitarnya, tidak terdapat massa
di area perkemihan, palpasi ginjal tidak teraba (normal),
- System endokrin : disfungsi system endokrin dilihat pada apakah pasien tampak
lemah, proporsi tubuh kekerdilan atau raksasa, bentuk wajah rahang dan bibir
tidak abnormal, pada mata tidak ada periorbital atau exopthalamus, pada leher
warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak ada pembengkakan, tidak ada massa
tekan, hiperpigmentasi (-). Penumpukan massa berlebihan (-), pada palpasi
apakah terdapat pembesara kelenjar tiroid, auskultasi apakah terdapat bunyi bruit.
- System musculoskeletal : eks atas, inpeksi warna kulit, fleksi ekstensi
pergelangan tangan dan tangan normal, palpasi sendi interfalang distal, dan
proksimal juga sendi pergelaangan tangan, feksi ekstensi siku, pronasi supinais
telapak tangan, pada bahu abduksi adduksi eksternal, rotasi internal, palpasi nyeri
adanya nyeri tekan, eks bawah pergelangan kaki dan tungkai inspeksi warna kulit,
palpasi sendi, palpasi dan tekan setia sendi antara ibu jari, kaji batas gerak,
dorsofleksi plantarfleksi setiap pergelangan, tahap lutut dan pinggul inspeksi
warna kulit, palpasi lutut dari nyeri tekan, palpasi sendi tibiofemolar, periksa
rentang gerak,fleksi, rotasi, abduksi pinggul, pada tulang belakang inspeksi lalu
periksa rentang gerak,
- System integument dan imunitas : kulit apakah terdapat lesi, warna kulit merata
dan normal, palpasi tekstur dan tugor kulit, pemeriksaan kuku apakah sianosis,
atau adanya lesi, rambut apakah berdistribusi merata dan apakah adanya
malnutrisi
- Wicara dan THT : penialaian perkembangan mendengar dan wicara, pada telinga
apakah dapat mendengar dengan baik, pada hidung apakah penciuman normal
dan pada tenggorokan kaji reflek menelan dan reflek muntah
- System penglihatan : inspeksi kelainan mata, kaji reflek pupil, anemis, dan sklera.
kaji nyeri tekan daerah sekitar mata, apakah dapat melihat dengan jelas adanya
minus atau silindris

c. Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis hipertensi dilakukan dengan mengukur tekanan darah pasien
menggunakan alat yang disebut sphygmomanometer. Terjadi peningkatan
teknanan darah diatas 140/90 MmHg. Kemudian mencari tahu penyebab
hipertensi dengan pemeriksaan menunjang seperti darah, urine, EKG dsb nya

II. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler selebral dan iskemia
b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
c. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
e. Resiko cedera

III. Perencanaan Keperawatan

N Diagnosa Tujuan Tindakan Rasional


o keperawatan
1. Nyeri akut b.d Setelah 1. Melakukan 1.untuk mengetahui
peningkatan dilakukan pengkajian secara tingkat nyeri yang
tekanan perawatan .. x komperhensif, di rasakan sangat
vaskuler 24 jam observasi dan catat penting karena
serebral dan diharapkan lokasi, beratnya dapat membantu
iskemia nyeri (skala 1-10) dan menentukan
berkurang karakteristik nyeri intervensi yang
dengan kriteria (menetap, hilang tepat.
hasil : timbul). 2.untuk mengetahui
- Skala nyeri 2. Observasi tanda - perubahan tanda-
berkurang tanda vital tiap 8 jam tanda vital terutama
- Pasien 3. Ciptakan lingkungan suhu dan nadi
melaporkan yang nyaman dan merupakan salah
nyeri tenang. satu indikasi
berkurang 4. Beri posisi yang peningkatan nyeri
- Pasien nyaman. yang
menunjuka 5. Anjurkan pasien di alami oleh klien.
n rasa untuk melakukan 3.lingkungan yang
nyaman teknik relaksasi. nyaman dapat
6. Berikan terapi secara membuat klien
farmakologis beristirahat
dengan tenang
4.posisi yang nyaman
dapat
menghindarkan
penekanan pada
area nyeri.
5. teknik relaksasi
dapat membuat
klien merasa
nyaman dan
distraksi dapat
mengalihkan
perhatian klien
terhadap nyeri
sehingga
dapat mengurangi
nyeri yang di
rasakan.
6. obat-obat analgetik
akan memblok
reseptor nyeri
sehingga
nyeri tidak dapat
dipersepsikan.
2. Intoleransi Setelah 1.Kaji kemampuan 1. dapat menentukan
aktivitas b.d dilakukan pasien untuk melakukan intervensi yang
kelemahan perawatan .. x aktivitas normal, catat tepat dan acuan
24 jam laporan kelemahan, tindakan
diharapkan keletihan. selanjutnya
pasien dapat 2. Kaji TTV dalam batas 2. membantu
meningkatkan normal. mengidentifikasi
partisipasi 3. tingkatkan aktivitas dasar kondisi tubuh
dalam secara bertahap sesuai 3. membantu tubuh
aktivitas kemampuan beradaptasi dengan
dengan kriteria aktivitas dan
hasil : meningkatkan
-Klien dapat kekuatan otot
melakukan
aktivitas
secara mandiri.
-Mampu
melaksanakan
aktivitas
sehari – hari.
-keseimbangan
aktivitas dan
istirahat
3. Deficit Setelah 1. Kaji pengetahuan 1. untuk mengetahui
pengetahuan dilakukan klien tentang tingkat pemahaman
b.d kurang perawatan .. x penyakitnya. klien tentang
terpapar 24 jam 2. Jelaskan proses Penyakitnya
informasi diharapkan penyakit (tanda dan 2. agar klien dapat
deficit gejala). mengerti proses
pengetahuan 3. Jelaskan program penyakit yang di
berkurang pengobatan alternatif. alaminya
dengan kriteria 4. Instruksikan kapan 3. agar klien dapat
hasil : harus ke pelayanan mengetahui
-Pasien kesehatan. pengobatan yang
memahami 5. Tanyakan kembali
penyakit yang pengetahuan klien dapat di
dialaminya tentang penyakit, lakukan.
prosedur 4. agar klien dapat
perawatan dan cara pergi ke fasilitas
pengobatan. pelayanan
kesehatan.
5. mengevaluasi
kembali
pemahaman klien
4. Resiko Setelah 1. Monitor sirkulasi 1. Sebagai acuan
ketidakefektif dilakukan perifer (mis. nadi tanda dan gejala
an perfusi perawatan .. x perifer, edema, terjadinya resiko
jaringan otak 24 jam CRT, warna, suhu, ketidak efektifan
diharapkan dan adanya rasa perfusi jaringan
resiko tidak sakit pada 2. Sebagai acuan
terjadi dengan ekstremitas) terjadinya
kriteria hasil : 2. Monitor adanya peningkatan
Tidak ada tanda/gejala intracranial yang
tanda gejala peningkatan TIK menyebabkan
peningkatan perfusi jaringan
tekanan tidak efektif
intracranial
5. Resiko cedera Setelah 1. Kaji adanya tanda- 1. Sebagai acuan
dilakukan tanda resiko jatuh tindakan
perawatan .. x 2. Kolaborasi dengan intervensi tepat
24 jam keluarga dalam selanjutnya
diharapkan setiap tindakan 2. Keluarga sebagai
resiko cedera 3. Anjurkan dampingan individu terdekat
tidak terjadi dan dalam dalam penjagaan
dengan kriteria pengawasan keluarga pasien dari resiko
hasil : dalam setiap aktivitas cedera
-pasien tampak pasien 3. Keluarga sebagai
aman individu terdekat
-keluarga mendampingi
kolaboratif pasien dari cedera
menjaga
pasien dalam
setiap tindakan

DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.
Edisi 4. Volume 2. Jakarta : EGC

Amin Huda dkk (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC.NOC. Jakarta : Mediaction

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standar diagnosis keperawatan Indonesia :
definisi dan indicator diagnostic edisi 1 : Jakarta : Dewan pengurus PPNI

Udjianti, wajan. Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa Yasmin Asih. Jakarta:
Salemba Medika
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN D DENGAN GANGGUAN SISTEM
KARDIOVASKULAR : HIPERTENSI

a. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Klien
Nama : Tn.D
Tanggal lahir/umur : 45 thn
Jenis kelamin : Pria
Agama :
Pendidikan :
Golongan darah :
Diagnose medis :
Tanggal masuk RS :
Tanggal pengkajian :
Alamat : Sukamaju RT 04/ RW 04 Bandung

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama :
Umur :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :

c.Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama saat masuk RS dan Saat dilakukan pengkajian

Nyeri kepala

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan Nyeri kepala dikeluhakan ± 1


minggu yang lalu, Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri pada bagian belakang
leher dan rasa pegal-pegal pada punggung serta kaki. pasien juga merasa pusing
berputar dan merasa kelelahan, kesemutan ditangan dan kaki, namun pasien
mengaku tidak merasa mual atau sampai muntah. ketika nyeri kepala, muncul
keringat dan pasien merasa sesak. Seminggu yang lalu, pasien sudah berobat ke
puskesmas diberi captopril tapi tidak ada perubahan. pasien tetap merasakan
pusing dan nyeri kepala.

Saat dikaji pasien masih merasakan nyeri kepala, nyeri diperberat ketika
sedang stress, dan mengurang saat istirahat, nyeri seperti berputar dan dirasa
melelahkan, nyeri juga dirasa menyebar pada bagian belakang leher dan rasa
pegal-pegal pada punggung serta kaki, skala nyeri .. dari 0-10, nyeri dirasakan
terus menerus

3) Riwayat Kesehatan dahulu

Pasien mengatakan sebelumnya sering merasakan keluhan yang sama karena


mempunyai riwayat hipertensi. Kemudian pasien berobat dan kambuh lagi.

4) Riwayat Kesehatan keluarga

Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit yang


dideritanya, namun pasien memiliki Riwayat hipertensi atas keturunan Hipertensi
(+), dan tidak memiliki riwayat penyakit lain nya seperti : Riwayat penyakit
jantung (-), DM (-), Riwayat operasi (-), asma (-), bronkitis (-) dsb.
d. Pola Aktivitas

No Aktivitas Sebelum sakit Saat sakit


1 Makan
- Frekuensi 3x/hari
Nasi, lauk, ikan asin
- Jenis
1 porsi
- Porsi -
2 - Keluhan Kopi
Minum 2 gelas/hari
- Jenis
3 - Jumlah Normal

Eliminasi Normal
- BAB (frekuensi,
warna, konsisten)
4 - BAK (frekuensi,
warna, bau)
Istirahat dan tidur
- Malam
5 - Siang
- Keluhan Tidak olahraga
Ya
Personal hygine
-
6
- Mandi
- Perawatan gigi
- Perawatan rambut
Pola aktivitas
- Olahraga
- Merokok
- Alcohol

2.Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum :

- Tingkat kesadaran : Compos Mentis (CM), GCS 15 (E 4,M6,V5)


- Tanda tanda vital : TD : 170/110 MmHg , N : 92X/Menit , S : 36,4 , RR :
20X/mnt
1) Sistem Pernafasan
Hidung: Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, tidak ada sekret
2) Sistem kardiovaskular
Bentuk dan ukuran : Bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-),
pergerakan dinding dada simetris, Iga dan sela iga: Pelebaran ICS (-), Tipe
pernafasan: Torako-abdominal. Trakea: Tidak ada deviasi trakea, iktus kordis
teraba di ICS V linea parasternal sinistra. Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-),
krepitasi (-). Gerakan dinding dada : Simetris kiri dan kanan, Fremitus vocal:
Simetris kiri dan kanan. Sonor seluruh lapang paru. Batas parujantung :Kanan:
ICS II linea parasternalis dekstra, Kiri: ICS IV linea mid clavicula sinistra.
Cor: S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-). Pulmo: Vesikuler (+) pada
seluruh lapang paru Rhonki (-/-) Wheezing (-/-)
3) Sistem pencernaan
Mulut : Bentuk normal, perioral tidak sian pasienis, bibir lembab, lidah tidak
kotor, arkus faring simetris, letak uvula di tengah, faring tidak hiperemis,
tonsil T1-T1, muk pasiena mulut tidak ada kelainan, abdomen Bentuk :
Simetris. Umbilicus : Masuk merata, Distensi (-), Ascites (-) Bising usus (+)
normal, Bising aorta (-). Timpani pada seluruh lapang abdomen (+), Nyeri
tekan (-), Nyeri tekan epigastrium (-)Massa (-)Hepar / lien : tidak teraba
4) Sistem perkemihan
Normal
5) Sistem endokrin
-
6) Sistem Muskuloskeletal
-
7) Sistem integument dan imunitas
Kulit: Berwarna sawo matang, ikterus (-), sian pasienis (-)
8) Wicara dan THT

Telinga: Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret, tidak ada

serumen, Hidung: Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, tidak ada
sekret
9) Sistem penglihatan

Mata: Bentuk normal, Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, palpebral


superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan diameter kurang lebih 3
mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-) Bentuk normal, Konjungtiva anemis,
skelra tidak ikterik, palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat
dengan diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)

3. Data Psikologis
-
4. Data social
-
5. Data spiritual
-
6. Data Penunjang
Tidak terlampir data penunjang
Program dan rencana pengobatan

Nama obat Dosis Rute


Captopril 25mg 3x1 Oral
Amplodipin 5mg 1x1 Oral
e 500mg 3x1 Oral
Paracetamol

7. Analisa Data

No Data Interpretasi Masalah


1. Ds : pasien mengatakan Merokok / gaya Nyeri
pusing disertai nyeri hidup/factor genetic akut
kepala, menjalar ke
belakang leher, pusing Impuls saraf simpatis
berputar dan seperti
kelelahan Ganglia simpatis,
Do : neuron perganglion
TTV : TD 170/110 MmHg melepaskan asetikolin
S : 36.4 C
N : 92X/mnt Merangsang serabut
R : 20x/mnt saraf ganglion ke
pembuluh darah

Nonepineprin
dilepaskan

Vasokontriksi
pembuluh darah

Peningkatan tekanan
darah

Merangsang medula
oblongata

Sis saraf simpati


meningkat

Gangguan rasa nyaman


nyeri kepala / nyeri
akut
2. Ds : - Gangguan rasa nyaman Resiko
Do : pasien dengan nyeri kepala / nyeri jatuh
keadaan pusing dan nyeri akut
kepala
TTV : TD 170/110 MmHg Resiko jatuh
S : 36.4 C
N : 92X/mnt
R : 20x/mnt

8. Diagnosa Keperawatan
- Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia d.d
pasien mengeluh nyeri kepala
- Resiko jatuh b.d nyeri akut

9. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Tindakan Rasional


keperawatan
1. Nyeri akut b.d Setelah 1. Lakukan 1. untuk
mengetahui
peningkatan dilakukan pengkajian nyeri scr tingkat nyeri
tekanan perawatan 1 x .. komperhensif yang di
rasakan sangat
vaskuler jam diharapkan (frekuensi,letak,skala, penting karena
serebral dan nyeri berkurang karakteristik,waktu dapat
membantu
iskemia d.d dengan kriteria nyeri) menentukan
pasien hasil : 2. Observasi TTV intervensi yang
tepat.
mengeluh -terjadi setiap 8 jam 2. untuk
nyeri kepala penurunan skala 3. Ciptakan mengetahui
perubahan
TD : 170/110 nyeri lingkungan nyaman tanda-tanda
MmHg -pasien dan tenang vital terutama
suhu dan nadi
melaporkan 4. Beri posisi yang merupakan
penurunan rasa nyaman salah satu
indikasi
nyeri 5. Ajarkan pasien peningkatan
-pasien terlihat melakukan Teknik nyeri yang
di alami oleh
nyaman dan mengatasi nyeri non klien.
3. lingkungan
tenang farmakologis
yang nyaman
(relaksasi dan napas dapat membuat
klien
dalam)
beristirahat
6. Berikan terapi dengan tenang
4. posisi yang
secara farmakologis nyaman dapat
menghindarkan
penekanan
pada
area nyeri.
5. teknik relaksasi
dapat membuat
klien merasa
nyaman dan
distraksi dapat
mengalihkan
perhatian klien
terhadap nyeri
sehingga
dapat
mengurangi
nyeri yang di
rasakan.
6. obat-obat
analgetik akan
memblok
reseptor nyeri
sehingga
nyeri tidak
dapat
dipersepsikan.
2. Resiko jatuh Setelah 1. Kaji adanya 1. Sebagai acuan
tanda-tanda resiko tindakan
b.d nyeri akut dilakukan jatuh intervensi tepat
perawatan 1 x .. 2. Kolaborasi selanjutnya
dengan keluarga 2. Keluarga
jam diharapkan dalam setiap sebagai
resiko jatuh tindakan individu
3. Anjurkan terdekat dalam
tidak terjadi penjagaan
dampingan dan
dengan kriteria pasien dari
dalam resiko cedera
hasil : 3. Keluarga
pengawasan
-pasien dalam sebagai
keluarga dalam individu
keadaan aman terdekat
setiap aktivitas
-keluarga mendampingi
pasien pasien dari
kolaboratif cedera
menjaga pasien
dalam setiap
aktivitas
10. Pelaksanaan

No Hari / tgl/ jam Tindakan DP PARAF


1. 23-06-2021 1. Observasi TTV setiap 8 jam DX 1 Chiara
08.00 R/ TTV : TD 170/110 MmHg
S : 36.4 C
N : 92X/mnt
R : 20x/mnt
2. Ciptakan lingkungan nyaman
dan tenang
R/ keluarga kooperatif membantu DX 2 Chiara
menciptakan lingkungan tenang
bagi pasien
3. Anjurkan dampingan dan dalam
pengawasan keluarga dalam DX 1 Chiara
10.00 setiap aktivitas pasien
R/keluarga pasien kooperatif dalam
menjaga pasien selama ber aktivitas
10.10 selama sakit
4. Beri posisi yang nyaman
R/ pasien dan keluarga membantu
memposisikan pasien dengan
nyaman
5. Ajarkan pasien melakukan DX 2 Chiara
Teknik mengatasi nyeri non
farmakologis (relaksasi dan
12.00 napas dalam) DX 1 Chiara
R/pasien mau mengikuti anjuran
perawat dan memahami fungsi
tindakan yang dilakukan
14.00 6. Kolaborasi dengan keluarga
dalam setiap tindakan
R/ keluarga kolaboratif dan turut
serta dalam setiap tindakan
7. Berikan terapi secara
farmakologis
R/ pasien mau meminum obat,
keluarga aktif mengingatkan
mengenai konsumsi obat
DX 2 Chiara
8. Lakukan pengkajian nyeri scr
komperhensif
(frekuensi,letak,skala,
karakteristik,waktu nyeri)
R/ nyeri berkurang, terjadi
penurunan skala nyeri dari ..
menjadi.., nyeri hanya dibagian
kepala, nyeri seperti berputar dan
melelahkan, nyeri masih dirasa
terus menerus
9. Kaji adanya tanda-tanda resiko
jatuh
R/ pasien terlihat aman dan dalam
pantauan keluarga

11. EVALUASI

NO Hari / tgl/ jam Diagnosa Perkembangan Paraf


keperawatan
1. 23 – 06 – 2021 DX 1 S : Pasien mengatakan Chiara
08.00 nyeri berkurang, terjadi
penurunan skala dari..
menjadi ..
O : Pasien terlihat nyaman
(tidak menahan sakit)
A: Masalah teratasi
P: Intervensi Dihentikan
DX 2 Chiara
S:-
O : Pasien terlihat aman dan
terpantau dalam bimbingan
keluarga selama aktivitas
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai