Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

Dosen Pembimbing:
Raras Merbawani, S.Kep,Ns., M.HKes

Disusun Oleh:
Yunis Dwi Kurniasari (202003064)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
TAHUN AJARAN 2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan ini diajukan oleh:


Nama : Yunis Dwi Kurniasari
NIM : 2020003064
Program Studi : Profesi Ners
Judul Laporan Pendahuluan : Laporan Pendahuluan Hipertensi
Telah diperiksa dan disetujui sebagai tugas dalam praktik klinik keperawatan dasar

Mojokerto, Januari 2021


Pembimbing akademik

(Raras Merbawani, S.Kep,Ns., M.Hkes)


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Hipertensi
I. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah didalam
arteri. Hiper artinya berlebihan, sedangkan tensi artinya tekanan atau tegangan. Untuk
itu, hipertensi merupakan tekanan darah atau denyut jantung yang lebih tinggi
dibandingkan dengan normal karena penyempitan pembuluh darah atau gangguan
lainnya (Asikin et al., 2016).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan
(morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Triyanto, 2014).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistol diatas 140 mmHg dan atau
peningkatan tekanan darah diastol diatas 90 mmHg (Bachrudin & Najib, 2016)
Dari uraian tersebut dapat disimbulkan bahwa hipertensi adalah peningkatan
tekanan darah dari batas normal tanpa disertai gejala, apabila tidak segera ditangani
akan menyebabkan berbagai penyakit contohnya stroke.
II. Etiologi
Pada Umumunya hipertensi tidak mempuyai penyebab yang spesifik
(idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi
hipertensi:
a) Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi
a) Usia: Seiring peningkatan usia maka tekanan darah akan mengalami
peningkatan karena elastisitas arteri berkurang. Arteri tidak dapat lentur dan
cenderung kaku, sehingga volume darah yang mengalir sedikit dan kurang
lancar.
b) Genetik
Faktor keturunan memang memiliki peran yang besar terhadap munculnya
hipertensi. Hal tersebut terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa
hipertensi lebih banyak terjadi pada kembar monozigot (berasal dari satu sel
telur) dibanding heterozigot (berasal dari sel telur yang berbeda). Jika seseorang
termasuk orang yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) dan
tidak melakukan penanganan atau pengobatan maka ada kemungkinan
lingkungannya akan menyebabkan hipertensi berkembang dan dalam waktu
sekitar tigapuluhan tahun akan mulai muncul tanda-tanda dan gejala hipertensi
dengan berbagai komplikasinya (Suiraoka, 2012).
c) Jenis Kelamin
Wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.
Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon esterogen
yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan esterogen
dianggap sebagai penejelasan adanya imunitas wanita pada pada usia
premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi
sedikit hormon esterogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon esterogen tersebut
berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya
mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun (Manurung, 2018).
b) Faktor yang Dapat Dimodifikasi
1. Obesitas
Kelebihan berat badan (obesitas) dapat menyebabkan hipertensi
karena makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan
untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume
darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri maka akan menyebabkan
hipertensi. (AS, 2010)
2. Merokok
Rokok mengandung ribuan zat kimia yang berbahaya bagi tubuh,
seperti tar, nikotin, gas dan karbon monoksida. Kebiasan merokok dapat
menyebabkan hipertensi karena nikotin dalam rokok dapat merangsang
pelepasan hormon adrenalin yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah serta kadar kolesterol dalam darah. (AS, 2010).
3. Konsumsi Garam
Garam yang didalamnya mengandung natrium merupakan faktor
penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah
ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan
garam kurang dari 3 gram/hari prevelensi hipertensinya rendah. Sedangkan
asupan garam antara 5-15 gram/hari prevelensi hipertensi meningkat
menjadi 15-20%. Pengaruh asupan terhadap hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (AS, 2010)
Garam yang secara kimiawi dirumuskan NaCl terdiri dari natrium
(NA) dan Klor (Cl). Natrium yang beredar dalam darahlah yang dituding
memilikiefek langsung pada peningkatan tekanan darah ini dengan
membentuk ikatan dengan airv (H2O) yang menyebabkan jumlah/volume
cairan darah meningkat. Pada kondisi peningkatan volume cairan darah,
maka tubuh dalam hal ini jantung merespon dengan meningkatkan tekanan
darah untuk menjamin seluruh cairan darah dapat beredar keseluruh tubuh
(Anies, 2018).
4. Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali pakai
untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah
rusak. Jelantah dapat menyebabkan risiko hipertensi sebesar 5,43 kali
dibanding yang tidak mengkonsumsi jelantah. Hal itu terjadi karena
mengkonsumsi minyak jelantah dapat meningkatkan pembentukan
kolesterol yang berlebihan yang dapat menyebabkan atherosclerosis yang
menjadi pemicu hipertensi (AS, 2010).
5. Minum kopi
Tekanan darah dapat meningkat jika seseorang sering minum kopi.
Hal itu terjadi karena kafein dalam kopi memacu kerja jantung dalam
memompa darah, kemudian peningkatan tekanan darah pada jantung
diteruskan pada arteri sehingga tekanan darah meningkat (AS, 2010).
6. Stress
Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara
individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara
tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem
biologis, psikologis dan sosial seseorang dari seseorang. Stress adalah
sesuatu yang dirasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tak
mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan untuk mengatasinya
dengan efektif.
Pada orang yang sedang mengalami stress atau mengalami tekanan
mental saraf simpatis di pusat sarafnya bekerja sangat keras. Salah satu
tugas saraf simpatis adalah merangsang hormon adrenalin, hormon ini
dapat menyebabkan jantung berdenyut lebih cepat dan menyebabkan
penyempitan kapiler darah tepi dan mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan darah (AS, 2010).
7. Kurang Olaharaga (pola hidup pasif)
Pola hidup pasif atau kurang olahraga dapat menyebabkan
peningkatan berat badat dan obesitas yang merupakan faktor terjadinya
hipertensi (A. Potter & Perry, 2010).
8. Minum Alkohol
Minum beralkohol juga dapat meningkatkan kadar trigliserida dalam
darah. Padahal trigleserida adalah kolestrol yang jahat yang dapat
menyebabkan tekanan darah menjadi naik (Anies, 2018)
III. Patofisiologi
Empat sisitem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah
antara lain sisitem baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin
angiotensin dan autoregulasi vaskuler.
Baroreseptor arteri terutama ditemukan pada sinus carotid, tapi juga dalam
aorta dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor inin memonitor derajat tekanan arteri.
Sistem baroreseptor meniadakan tekanan arteri melalui mekanisme perlambatan
jantung oleh respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan
tonus simpatis. Oleh karena itu, reflek kontrol sirkulasi meningkat tekanan arteri
sistemik bila tekanan baroreseptor turun dan menurunkan tekanan arteri sistemik bila
tekanan baroreseptor meningkat. Alasan pasti mengapa kontrol ini gagalpada
hipertensi belum diketahui. Hal ini ditunjukkan untuk meningkatkan re-setting
sensitivitas baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat, sekalipun
penurunan tidak ada.
Perubahan volume cairan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh
mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme
fisiologi kompleks yang mengubah tekanan balik vena ke jantung dan mengakibatkan
peningkatan curah jantung. Bila ginjal berfungsi secara adekuat, peningkatan tekanan
arteri mengakibatkan diurasis dan penurunan tekanan darah. Kondisi patolgis yang
mengubah ambang tekanan pada ginjal dan mensekresikan garam dan air akan
meningkatakan tekanan arteri sistemik.
Renin dan angiotensis memegang peranan dalam pengaturan tekanan darah.
Ginjal memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak pada substrat protein
plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang kemudian diubah oleh converting
enzim menjadi bentuk angiotensin II kemudian menjadi angiotensin III. Angiotensin
II dan III mempunyai alat vasokontriktor yang kuat pada pembuluh darah dan
merupakan mekanisme kontrol terhadap pelepasan aldesteron. Aldesteron sangat
bermakna pada hipertensiterutama pada aldesteron primer. Melalui peningkatan
aktivitas sistem saraf simpatis, angiotensin II dan III juga mempunyai efek inhibiting
atau penghambat pada eksresi garam (natrium) dengan akibat peningkatan tekanan
darah.
Sekresi renin yang tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya tekanan
perifer vaskuler pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi, kadar renin harus
turun karena peningkatan arterional renal mungkin menghambat sekresi renin. Namun
demikian, sebagian besar orang hipertensi esensial mempunyai kadar renin normal.
Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada paisen hipertensi esensial akan
mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital. Hipertensi esensial
mengakibatkan hiperplasia medial (penelan) arteriole-arteriole. Karena pembuluh
darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan kerusakan organ
tubuh. Hal ini menyebabkan infark miokard, stroke, gagal jantung, dan gagal ginjal
(Udijayanti,2010)
Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin, merokok, stress, kurang olah raga, faktor genetik, konsumsi garam berlebih, obesitas

PATWAY
Hipertensi Perubahan situasi Informasi yang Defisit pengetahuan
minim
Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan Pembuluh Darah

Vasokontriksi

Gangguan Sirkulasi

Otak Pembuluh darah Retina

Spasme
Sistemik Koroner Arteriol
Resistensi pembuluh Suplai O2 ke otak
darah otak menurun
Vasokontriksi Iskemi Diplopia
Miocrad
Nyeri Sinkop
Afterload meningkat Resti Injuri
SAR memberikan Nyeri Dada
Ketidak efektifan
stimulus nyeri
perfusi jarinagnan
Penurunan Curah Fatique
Aktivasi SAR
meningkat Jantung
Intoleransi
Gangguan Pola Tidur Aktivitas
IV. Tanda Dan Gejala
Berikut ini tanda dan gejala hipertensi menurut Edward K. Chung:
1) Tidak ada gejala
Hipertensi biasanya tidak akan menimbulkan gejala namun, akan
menimbulkan gejala setelah terjadi kerusakan organ, misalnya jantung, ginjal, otak,
dan mata.
2) Gejala yang sering kali terjadi
Peningkatan tekanan darah >140 mmHg, nyeri kepala, pusing/migrain, rasa
berat ditengkuk, sulit untuk tidur, lemah dan lelah, sesak nafas, mata kunang-
kunang, gelisah, mual, muntah (Asikin et al., 2016).
V. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi tekanan darah menurut WHO dan ISHWG (International Society
Of Hypertension Working Group) dalam (Manurung, 2018) diantaranya :

Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah


Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 >85
Normal-Tinggi 130-139 85-89
Tingkat 1 (hipertensi Ringan) 140-159 90-99

Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109


Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :


1. Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi primer atau juga disebut hipertensi esensial adalah tekanan
darah sistemik yang naik secara persisten (LeMone et al., 2016). Hipertensi primer
ini belum diketahui secara pasti penyebabnya. Adapun faktor yang berpengaruh
yaitu faktor genetik, lingkungan (makan garam atau natrium berlebih, stress pada
psikis, dan obesitas) (Manurung, 2018). Hipertensi primer ini tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Penderita hipertensi primer sering tidak
menimbulkan gejala sampai penyakit menjadi parah bahkan sepertiganya tidak
menunjukkan gejala selama 10 atau 20 tahun (Masriadi, 2016).
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah kenaikan tekanan darah yang terjadi akibat
proses dasar yang dapat diidentifikasi (LeMone et al., 2016). Berikut ini penyebab
hipertensi sekunder seperti penyakit ginjal, gangguan neurologis, dan kehamilan.
VI. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemerisaan Laboratorium
a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti hipokoagulabilitas,
anemia.
b. BUN/Kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal
c. Glukosa: Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin
d. Urinalisa: darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM
2) CT Scan : Mengidikasi adanya tumor cerebral, encelopati
3) EKG
4) IUP: mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal
5) Foto dada: menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung
VII.Komplikasi
1. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke
dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah kedaerah-daerah yang
diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat
melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma
(Manurung, 2018).
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kapiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein
akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang,
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik (Manurung,
2018)
3. Gagal jantung
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang
kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul diparu, kaki
dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam paru-paru menyebabkan
sesak nafas, timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering
dikatakan edema. Enselopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan kedalam ruang intertisium
diselurh susunan saraf pusat.
4. Dimensia
Dimensia adalah lupa ingatan yang secara fisik penderitanya masih sehat,
tapi dia sering mengeluh lupa. Dimensia ditandai oleh kehilangan secara
tersembunyi dan progresif daya ingat dan fungsi intelektual (AS, 2010). Orang
lanjut usia dengan hipertensi berisiko terhadap semua bentuk stroke dan sering
mengalami beberapa infark serebral kecil tanpa gejala, yang dapat menyebabkan
hilangnya fungsi intelektual atau kognitif dan demensia secara progresif (Beevers
et al., 2015).
5. Glaukoma
Salah satu komplikasi hipertensi adalah gangguan retinopati, yang dikenal
dengan istilah glaukoma. Glaukoma terjadi karena tekanan darah yang tinggi
berlangsung dalam jangka waktu cukup panjang, sehingga meningkatkan tekanan
intraokular mata, arteriol yang menyuplai darah ke mata menyempit. Hubungan
antara peningkatan tekanan intraokular dan tekanan darah merupakan hubungan
langsung yang berbanding lurus dengan yang lainnya (Lingga, 2012).

VIII. PENATALAKSANAAN
1) Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis adalah penatalaksanaan dengan
menggunakan obat-obatan. Berikut ini golongan obat-obatan yang diberikan
pada pasien hipertensi:
1. Diuretik
Obat-obat jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
(melalui kencing). Dengan demikian, volume cairan dalam tubuh berkurang
sehingga daya pompa jantung lebih ringan. Menurut Hayens (2003), diuretik
menurunkan tekanan darah dengan cara mengurangi jumlah air dan garam di
dalam tubuh serta melonggarkan pembuluh darah. Sehingga tekanan darah
secara perlahan-lahan mengalami penurunan karena hanya ada fluida yang
sedikit di dalam sirkulasi dibandingkan dengan sebelum menggunakan
diuretik. Selain itu, jumlah garam di dinding pembuluh darah menurun
sehingga menyebabkan pembuluh darah membesar. Kondisi ini membantu
tekanan darah menjadi normal kembali (Manurung, 2018). Salah satu
golongan diuretik yang sering diberikan pada pasien yaitu hidroklorotiazid
(Muttaqin, 2009).
2. Penghambat adrenergik (Beta Blocker)
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis betabloker tidakdianjurkan pada penderita yang telah
diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronkial. Pemberian
beta blocker tidak dianjurkan pada penderita gangguan pernafasan seperti
asma bronkial karena pada pemberian beta blocker dapat menghambat reseptor
beta 2 ditempat lain. Penghambatan beta 2 ini dapat membuka pembuluh darah
dan saluran udara (bronki) yang menuju ke paru-paru. Sehingga penghambatan
beta 2 dari aksi pembukaan ini dengan beta blocker dapat memperburuk
penderita asma (Manurung, 2018).
3. Vasodilator
Agen vasodilator bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
merelaksasi otot pembuluh darah. Contoh yang termasuk obat jenis vasodilator
adalah prasosin dan hidralasin. Kemungkinan yang akan terjadi akibat
pemberian obat ini adalah sakit kepala dan pusing (Manurung, 2018).

4. Penghambat enzim konversi angiotensin (penghambat ACE)


Obat ini bekerja melalui penghambatan aksi dari sistem renin-
angiotensin. Efek utama ACE inhibitor adalah menurunkan efek enzim
pengubah angiotensin (anggiotensin-converting enzym). Kondisi ini akan
menurunkan perlawanan pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah
(Manurung, 2018)
5. Antagonis kalsium
Antagonis kalsium adalah sekelompok obat yang bekerja mempengaruhi
jalnnya masuk kalsium ke sel-sel dan mengendurkan otot-otot didalam dinding
pembuluh darah sehingga menurunkan perlawanan terhadap aliran darah dan
tekanan darah. Antagonis kalsim bertindak sebagai vasodilator atau pelebar.
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas) yang termasuk golongan obat ini adalah:
nifeldipin, diltiasem dan verapamil. Efek samping yang mungkin timbul
adalah: sembelit, pusing, sakit kepala, dan muntah (Manurung, 2018).
2) Penatalaksanaan Non Farmakologis
Penatalaksanaan non farmokologis adalah penatalaksanaan tanpa
mengguankan obat-obatan. Penatalaksanakan non farmakologis dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a) Istirahat yang Cukup
Istirahat dapat mengurangi ketegangan dan kelelahan otot bekerja
sehingga mengembalikan kesegaran tubuh dan pikiran. Istirahat dengan
posisi badan berbaring dapat mengembalikan aliran darah ke otak.
Berusahalan untuk beristirahat setelah beberapa saat melakukan kesibukan
rutinitas (AS, 2010).
b) Diet
Pendekatan diet untuk menangani hipertensi berfokus pada
menurunkan asupan natrium, mempertahankan asupan kalium dan kasium
yang cukup, dan mengurangi asupan asupan lemak total jenuh. Pembatasan
natrium ringan hingga sedang (tidak ada tambahan garam) menurankan
tekanan darah dan memperkuatefek obat-obatan anti-hipertensi untuk
sebagian besar pasien hipertensi. Diet DASH (Dietery Approaches to Stop
Hypertention) telah terbukti bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah.
Diet ini berfokus pada semua makanan daripada nutrisi itu sendiri. Diet ini
kaya buah dan sayuran (hingga 10 sajian per hari) dan rendah lemak total
jenuh. Penurunan berat badan dianjurkan untuk pasien yang obes.
Penurunan semisal 4,5 kg menurunkan tekanan darah pada banyak orang.
Diet yang seimbangan seperti diet DASH dianjurkan untuk penurunan berat
badan (LeMone et al., 2016).
c) Aktivitas (olahraga)
Melalui olahraga yang yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik
aerobik selama 30-45 menit perhari) dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah. Palmer (2007) mengatakan bahwa
cara untuk meningkatkan aktivitas fisik yaitu dengan berjalan kaki,
berenang, bersepeda, berlari setiap hari mulai dari latihan ringan dan
tingkatkan secara perlahan – lahan (Manurung, 2018). Selain dapat
memperlancar peredaran darah, olahraga dapat pula membekar lemak
sehingga tidak kelebihan berat badan. Olaharaga rileks seperti yoga dan
meditasi juga dapat menurunkan tekanan darah (AS, 2010).
d) Terapi Herbal
Didalam tradisional Chinesse Pharmacology, ada lima macam citra
rasa dari tanaman obat yaitu pedas, manis, asam, pahit, dan asin. Penyajian
jenis obat-obatan herbal ini khususnya dalam terapi hipertensi disuguhkan
dengan beberapa cara, misalnya dengan dimakan langsung, disajikan
dengan dibuat jus untuk diambil sarinya, diolah menjadi obat ramuan
ataupun dimasak sebagai pelengkap menu sehari-hari. Adapun tanaman
obat tradisonal yang dapat digunakan untuk penyakit hipertensi yaitu:
Bawang putih, seledri, belimbing wuluh, belimbing, teh, wortel, mengkudu,
mentimun, dll (Manurung, 2018).
e) Berhenti merokok dan berhenti minum alkohol
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab meningkatnya tekanan
darah. Begitu juga dengan alkohol, efek samping banyak mengkonsumsi
alkohol adalah semakin tinggi tekanan darah, akibatnya peluang hipertensi
semakin tinggi. Oleh karena itu, berhenti merokok dan berhenti minum
alkohol sangat penting dilakukan untuk menurunkan tekanan darah
(Manurung, 2018)

f) Terapi Relaksasi
Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang
didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis (Triyanto,
2014). Relaksasi adalah suatu keadaan yang bersifat menguntungkan yang
ditandai dengan penurunan denyut nadi, frekuensi pernafasan, tekanan
darah, ketegangan otot, dan meperbaiki suasana hati melalui partisipasi
klien langsung (A. Potter & Perry, 2010). Terapi relaksasi seperti umpan
balik biologis, sentuhan terapi, yoga, meditasi dan latihan pernafasan dapat
menurunkan tekanan darah (LeMone et al., 2016).
g) Menghindari stres
Orang yang beresiko terkena hipertensi sebaiknya menghindari diri dari
stres. Hal ini disebabkan orang yang terkena stres pembuluh darahnya akan
mengkerut dan menyempit. Hal ini dapat menyebabkan naiknya tekanan
darah seseorang. Apabila stres tersebut hilang, maka tekanan darah akan
normal kembali. Selain itu, faktor stres dialami seseorang berhubungan juga
dengan aktivitas syaraf simpatis yang merangsang sekresi hormon
adrenalin. Hormon ini dapat membuat jantung berdenyut lebih cepat
sehingga dapat mengakibatkan penyempitan kapiler darah tepi.

B. Konsep Askep Hipertensi


I. Pengkajian
Aspek yang perlu dikaji pada klien dengan hipertensi adalah
a. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat.
b. Riwayat Penyakit
1. Riwayat penyakit Dahulu
Apakah dulu pasien pernah menderita hipertensi atau penyakit lainnya.
2. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah keluarga ada yang menderita penyakit hipertensi atau yang lainnya
c. Pola Kesehatan Fungsional
1. Pola Nutrisi/Metabolisme
Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta
kolesterol,serta riwayat penggunaan obat diuretik.
2. Pola Istirahat Tidur
Terjadi gangguan istirahat tidur
3. Pola Aktivitas/ Latihan
Kebiasaan pasien sebelum sakit, seperti jarang olahraga
4. Pola Koping/Toleransi
Stressor yang dapat menyebabkan hipertensi (masalah keluarga, dll)
e. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik kepala sampai leher
Pemeriksaan fisik kepala sampai leher pasien hipertensi yaitu keringat berlebih,
pusing, muka merah, sakit kepala.
2. Sistem pernafasan
Sistem pernafasan pada penderita hipertensi bisa berupa dispney atau takipnea,
namun tidak semua mengalami tanda gejala tersebut.
3. Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler pada penderita hipertensi adalah kenaikan darah, denyut
nadi jelas dari karotis, jugularis, radialis,radialis.
4. Sistem pencernaan
Mual dan muntah sering timbul dalam penyakit hipertens, namun tidak
semuanya mengalami gejala mual dan muntah.

5. Sitem muskuloskeletas dan neurologi


Gejala pada sistem muskuloskeletal dan neulorogi timbul rasa nyeri pada
tengkuk leher, dan skit kepala

II. Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intravaskuler serebral (agen
pencedera fisiologis)
2. Defisit pengetahuan tentang hipertensi berhubungan dengan kurang terpapar
informasi

III. Intervensi
Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan Tujuan: Manajemen Nyeri
dengan peningkatan Setelah dilakuakn tindakan Observasi:
tekanan vaskuler serebral keperawatan 2x 24 jam 1. Identifikasi lokasi,
dan iskemia (agen tingkat nyeri menurun karakteristik, durasi, frekuensi,
pencedera fisiologis) kualitas, dan intensitas nyeri.
Kriteria Hasil 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon skala nyeri
2. Frekuensi nadi non verbal
membaik Terapeutik:
3. Tekanan darah menurun 1. Berikan teknik non
4. Pola tidur membaik farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat tidur
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyer
3. Anjurkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Defisit pengetahuan Tujuan: Edukasi Kesehatan:
tentang hipertensi Setelah dilakuakn tindakan Observasi:
berhubungan dengan keperawatan 1x 24 jam 1. Identifikasi kesiapan dan
kurang terpapar informasi tingkat pengetahuan kemampuan menerima
membaik informasi
Terapeutik:
Kriteria Hasil: 1. Sediakan materi dan media
1. Kemampuan pendidikan kesehatan
menjelaskan 2. Jadwalkan pendidikan
pengetahuan tentang kesehatan sesuai dengan
suatu topik meningkat kesepakatan
2. Verbalisasi minat dalam 3. Berikan kesempatan untuk
belajar meningkat bertanya
3. Perilaku membaik Edukasi:
1. Jelaskan faktor resiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
2. Ajarkan perilaku yang dapat
mencegah kekambuhan
hipertensi

DAFTAR PUSTAKA

A. Potter, P., & Perry, A. G. (2010). Fundamental Of Nursing (7 Buku 2). Elsevier.
Anies. (2018). Buku Ajar Kedokteran & Kesehatan Penyakit Degeneratif. Ar-Ruzz Media.
AS, M. (2010). Hidup Bersama Hipertensi. In-Books.
Asikin, M., Nuralamsyah, M., & Susaldi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Kardiovaskular. Erlangga.
Bachrudin, M., & Najib, M. (2016). Keperawatan Medikal Bedah I. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Beevers, D. G., Lip, G. Y. H., & O’Brien, E. (2015). ABC Hypertension (6th ed.). BMJ Book.
LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
(A. Linda (ed.); 5 volume 3). EGC.
Lingga, L. (2012). Bebas Hipertensi Tanpa Obat. PT Agro Media Pustaka.
Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Konsep Mind Mapping Dan NANDA
NIC NOC Jilid 2. CV. Trans Info Media.
Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. CV. Trans Info Media.
PPNI,T.P. (2017) . Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:Dewan Pengurus
PPNI
PPNI,T.P. (2017) . Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:Dewan Pengurus
PPNI
PPNI,T.P. (2017) . Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:Dewan Pengurus PPNI
Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu.
Graha Ilmu.

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA NY. M DENGAN


HIPERTENSI DI DUSUN DRADAH, LAMONGAN
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
IDENTITAS PASIEN IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
a. Nama : Ny. M a. Nama : Tn. P
b. Usia : 50 Tahun b. Status Perkawinan : Menikah
c. Status Perkawinan : Menikah c. Pekerjaan :Tani
d. Pendiidkan : SMP d. Alamat : Dsn. Dradah
e. Pekerjaan : Tani Lamongan
f. Agama :Islam e. Hubungan dengan klien: Suami
g. Alamat :Dsn. Dradah,
Lamongan
h. Pengkajian Tgl :12 Jan 2021
i. Waktu Pengkajian : 08.00 WIB

B. STATUS KESEHATAN
1. KELUHAN UTAMA
Ny. M mengatakan nyeri di tengkuk lehernya
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Ny. M mengatakan mulai kemarin setelah isya’ Ny. M merasakan pusing, nyeri di
tegkuk lehernya, dan dahinya terasa panas, nyeri ditengkuk lehernya dirasakan
seperti menahan beban berat, nyeri akan bertambah saat digunakan beraktivitas,
skala nyerinya 4, dan dirasakan sewaktu-waktu. Ny.M mengatakan akibat pusing
dan nyerinya sering terbangun saat tidur, Tidur <8 jam. Ny. M juga mengatakan
selama 2 hari berturut-turut ini mengkonsumsi ikan asin yang kemungkinan
menyebabkan darah tingginya kambuh.
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Ny.M mengatakan dahulu tidak pernah menderita penyakit menular seperti TBC
atau lainnya, namun sekitar 1 tahun ini Ny. M sudah menderita hipertensi.

4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Ny. M mengatakan ayah Ny. M sekarang sedang menderita stroke yang
sebelumnya Ayah Ny. M juga mempunyai riwayat hipertensi

KEADAAN UMUM
Tanda-tanda Vital
Nadi : 105x/menit
RR : 20x/menit
TD :160/96 mmHg

II. PENGKAJIAN SISITEM


1. B1 (BREATING)
Inspeksi : Bentuk dada simetris, pola nafas normal, tidak terdapat tarikan otot
bantu nafas
Palpasi : Ekspansi Paru sama, focal fremitus getaran sama antara kanan dan
kiri, tidak ada nyeri tekan pada dinding dada
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler
2. B2 (BLOOD)
Inspeksi : Konjungtiva normal
Palpas i : CRT < 3 detik, akral hangat
Perkusi : Redup
Auskultasi : Suara jantung normal
3. B3 (BRAIN)
Inspeksi : Kesadaran composmentis, GCS 4-5-6,wajah meringis, mata sayu,
pupil isokor, pendengaran baik, sering menguap penciuman normal
(dapar mencium bau minyak kayu putih)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada hidung
Perkusi :-
Auskultasi :-
4. B4 (BLADDER)
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kandung kemih, urin, tidak menggunakan alat
bantu saat berkemih
Palpasi : Ginjal 2 kanan dan kiri
Perkusi :
Auskultasi :
5. B5 (BOWEL)
Inspeksi : Mulut bersih, mukosa bibir lembab, bentuk abdomen simetris, titak
ada bekas luka pada abdomen.
Auskultasi : Bising usus 14x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri abdomen
Perkusi : Tympani
6. B6 (BONE)
Inspeksi : warna kulit normal, tidak ada oedema, tidak ada luka, kebersihan
kulit bersih, kemampuan pergerakan bebas, kekuatan otot 5 5 5 5,
Palpasi : Turgor kulit elastis
Perkusi :-
Auskultasi :-

C. ANALISA DATA
Nama: Ny. M
NO
DATA ETIOLOGI MASALAH
Dx

1 DS: Konsumsi garam Nyeri Akut


1. Pasien mengatakan pusing dan berlebih
nyeri ditengkuk lehernya
2. Pengkajian PQRST Hipertensi
P : Nyeri bertambah saat digunakan
beraktifitas Kerusakan vaskuler
Q : Seperti menahan beban berat pembuluh darah
R : Tengkuk leher
S : Skala 4 Perubahan struktur
T : Sewaktu-waktu
Penyumbatan
DO: pembuluh darah
1. wajah meringis
2. TD : 160/96mmHg Vasokontriksi
3. N : 105x/menit
Gangguan sirkulasi

Otak

Tekanan
Intravaskuler
meningkat

Tekanan pembuluh
darah otak
meningkat

Nyeri Akut

2 DS: Konsumsi garam Gangguan pola tidur


1. Pasien mengatakan sering terbangun berlebih
saat tidur jika terasa nyeri
2. Pasien mengatakan tidur < 8 jam Hipertensi

DO: Kerusakan vaskuler


Pasien sering menguap pembuluh darah
Mata sayu
Perubahan struktur

Penyumbatan
pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan sirkulasi
Otak

Resistensi pembuluh
darah otak

Nyeri

SAR memberikan
stimulus nyeri

Aktivasi SAR
meningkat

Gangguan pola tidur

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : Ny. M
No Diagnosa Keperawatan TTD
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis (Tekanan Yunis
Intravaskuler meningkat) (D.0077)
2 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri akibat hipertensi (D.005) Yunis

E. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
.
Dx
1 Nyeri akut berhubungan Setelah melakukan tindakan Manajemen Nyeri (1.08238)
dengan agen cidera keperawatan 2x24 jam Observasi:
fisiologis (Tekanan diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Intravaskuler menurun durasi, frekuensi, kualitas, dan
meningkat) intensitas nyeri
Kriteria Hasil: (L.08066) 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
2. Meringis menurun verbal
3. Frekuensi nadi membaik
4. Tekanan darah membaik Terapeutik:
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Terapi Relaksasi (1.09326)
Observasi:
1. Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif digunakan
2. Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya.
3. Periksa frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
4. Monitor respon terhadap terapi
relaksasi

Terapeutik:
1. Ciptakan lingkungan tenang,
dan tanpa gangguan.
2. Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama.

Edukasi:
1. Jelaskan tujuan, manfaat, dan
jenis relaksasi yang tersedia
2. Jelaskan secara rinci intervensi
yang terpilih
3. Anjurkan mengambil posisi
nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang dipilih
6. Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi
2 Gangguan pola tidur Tujuan: Dukungan Tidur (1.05174):
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
nyeri akibat hipertensi keperawatan 2x24 jam 1. Identifikasi pola aktivitas tidur
diharapkan pola tidur pasien 2. Identifikasi faktor penganggu
membaik tidur
3. Identifikasi obat tidur yang
Kriteria Hasil: dikonsumsi
1. Keluhan sulit tidur mrnurun
2. Keluhan sering terjaga Terapeutik:
menurun 1. Modifikasi lingkungan, batasi
3. Keluhan tidak puas tidur waktu tidur siang, jika perlu
menurun 2. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan

Edukasi:
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur

F. IMPLEMENTASI
No Tanggal Implementasi TTD
.
Dx

12 Januari 2021 1. Mengajarkan teknik relaksasi slow deep Yunis


breathing
1 09.00 2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
4. Menciptakan lingkungan yang tenang
dan nyaman saat mengajarkan teknik
relaksasi slow deep breathing
5. Mengukur TTV

2 12 Januari 2021 1. Menjelasakan pentingnya tidur cukup Yunis


selama sakit
10.00
2. Mengidentifikasi faktor pengganggu tidur

1 13 Januari 2021 1. Mendampingi latihan relaksasi slow deep Yunis


breathing
07.00 2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
4. Mengukur TTV

2 13 Januari 2021 1. Mengidentifikasi pola aktivitas tidur Yunis


2. Menganjurkan menepati kebiasaan tidur
G. EVALUASI
No. Dx Tanggal Evaluasi S-O-A-P TTD
1 12 Jauari 2021 S: Yunis
1. Ny. M mengatakan sedikit rileks, namun
nyerinya belum berkurang
P : Nyeri bertambah saat beraktivitas
Q : Seperti menahan beban berat
R: Tengkuk leher
S: Skala 4
T: Sewaktu-waktu

O:
1. Wajah meringis
2. TD: 158/96 mmHg
A : Masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan

13 Januari 2021 S:
1. Pasien mengatakan pusing dan nyeri sudah
mulai berkurang
2. Skala nyeri 2

O
1. Ny. M sudah dapat mempraktikan sendiri
relaksasi slow deep breating exercise dengan
baik dan benar
2. Ny. M tampak rileks dari hari sebelumnya
3. TD : 150/90 mmHg
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

2 12 Januari 2020 S: Yunis


Ny. M mengatakan bahwa yang menganggu
tidurnya adalah nyeri di tengkuk lehernya
O:
Pasien sering menguap
Mata sayu
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

13 Januari 2020 S:
Ny. M mengatakan pada waktu tidur sesekali
terbangun karena nyeri namun nyerinya sudah tidak
sakit seperti kemarin, jika terbangun Ny. M dapat
melanjutkan tidurnya lagi.

O:
1. Ny. M tampak tenang saat ditanya
2. Tidak sering menguap
A:
Masalah belum tertasi
P:
Intervensi dilanjutkan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SLOW DEEP BREATHING
EXERCISE

Pengertian Slow deep breathing (nafas dalam) adalah bentuk latihan


nafas yang terdiri atas pernafasan abdominal (diafragma) dan purse
lips breathing (Asmadi, 2012)

Tujuan Terapi relaksasi nafas dalam dan lambat (slow deep breathing) untuk
menurunkan tekanan darah, nyeri.

Waktu Waktu yang dibutuhkan untuk memberikan terapi slow deep


breathing 5 menit , frekuensi 3 kali sehari
Prosedur 6. Persiapan

a. Pasien diukur tekanan darah sebelum terapi

b. Siapakan lingkungan yang nyaman dan tenang.

c. Kontrak waktu dan jelaskan tujuan

7. Pelaksanaan
a. Persiapan sebelum Terapi
1) Atur posisi klien duduk dengan rileks
2) Flesikan lutut klien untuk merelaksasikan otot abdomen
3) Tempatkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah
tulang iga.
b. Pelaksanaan
1) Anjurkan klien melakukan tarik nafas secara perlahan dan
dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup.
2) Tarik nafas selama 3 detik dan rasakan abdomen
mengembang selama menarik nafas.

3) Tahan nafas selama 3 detik.

4) Hembuskan udara lewat bibir seperti meniup (purse lips


breathing) secara perlahan selama 6 detik. Rasakan
abdomen bergerak ke bawah.

5) Ulangi langkah 1 sampai 4 selama 5 menit dengan tiap


menit 6 siklus.

c. Terminasi
1) Setelah exercise selesai dilaksanakan ukur tekanan darah
pasien

Anda mungkin juga menyukai