HIPERTENSI
Dosen Pembimbing:
Raras Merbawani, S.Kep,Ns., M.HKes
Disusun Oleh:
Yunis Dwi Kurniasari (202003064)
A. Konsep Hipertensi
I. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah didalam
arteri. Hiper artinya berlebihan, sedangkan tensi artinya tekanan atau tegangan. Untuk
itu, hipertensi merupakan tekanan darah atau denyut jantung yang lebih tinggi
dibandingkan dengan normal karena penyempitan pembuluh darah atau gangguan
lainnya (Asikin et al., 2016).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan
(morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Triyanto, 2014).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistol diatas 140 mmHg dan atau
peningkatan tekanan darah diastol diatas 90 mmHg (Bachrudin & Najib, 2016)
Dari uraian tersebut dapat disimbulkan bahwa hipertensi adalah peningkatan
tekanan darah dari batas normal tanpa disertai gejala, apabila tidak segera ditangani
akan menyebabkan berbagai penyakit contohnya stroke.
II. Etiologi
Pada Umumunya hipertensi tidak mempuyai penyebab yang spesifik
(idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi
hipertensi:
a) Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi
a) Usia: Seiring peningkatan usia maka tekanan darah akan mengalami
peningkatan karena elastisitas arteri berkurang. Arteri tidak dapat lentur dan
cenderung kaku, sehingga volume darah yang mengalir sedikit dan kurang
lancar.
b) Genetik
Faktor keturunan memang memiliki peran yang besar terhadap munculnya
hipertensi. Hal tersebut terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa
hipertensi lebih banyak terjadi pada kembar monozigot (berasal dari satu sel
telur) dibanding heterozigot (berasal dari sel telur yang berbeda). Jika seseorang
termasuk orang yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) dan
tidak melakukan penanganan atau pengobatan maka ada kemungkinan
lingkungannya akan menyebabkan hipertensi berkembang dan dalam waktu
sekitar tigapuluhan tahun akan mulai muncul tanda-tanda dan gejala hipertensi
dengan berbagai komplikasinya (Suiraoka, 2012).
c) Jenis Kelamin
Wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.
Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon esterogen
yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan esterogen
dianggap sebagai penejelasan adanya imunitas wanita pada pada usia
premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi
sedikit hormon esterogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon esterogen tersebut
berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya
mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun (Manurung, 2018).
b) Faktor yang Dapat Dimodifikasi
1. Obesitas
Kelebihan berat badan (obesitas) dapat menyebabkan hipertensi
karena makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan
untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume
darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri maka akan menyebabkan
hipertensi. (AS, 2010)
2. Merokok
Rokok mengandung ribuan zat kimia yang berbahaya bagi tubuh,
seperti tar, nikotin, gas dan karbon monoksida. Kebiasan merokok dapat
menyebabkan hipertensi karena nikotin dalam rokok dapat merangsang
pelepasan hormon adrenalin yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah serta kadar kolesterol dalam darah. (AS, 2010).
3. Konsumsi Garam
Garam yang didalamnya mengandung natrium merupakan faktor
penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah
ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan
garam kurang dari 3 gram/hari prevelensi hipertensinya rendah. Sedangkan
asupan garam antara 5-15 gram/hari prevelensi hipertensi meningkat
menjadi 15-20%. Pengaruh asupan terhadap hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (AS, 2010)
Garam yang secara kimiawi dirumuskan NaCl terdiri dari natrium
(NA) dan Klor (Cl). Natrium yang beredar dalam darahlah yang dituding
memilikiefek langsung pada peningkatan tekanan darah ini dengan
membentuk ikatan dengan airv (H2O) yang menyebabkan jumlah/volume
cairan darah meningkat. Pada kondisi peningkatan volume cairan darah,
maka tubuh dalam hal ini jantung merespon dengan meningkatkan tekanan
darah untuk menjamin seluruh cairan darah dapat beredar keseluruh tubuh
(Anies, 2018).
4. Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali pakai
untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah
rusak. Jelantah dapat menyebabkan risiko hipertensi sebesar 5,43 kali
dibanding yang tidak mengkonsumsi jelantah. Hal itu terjadi karena
mengkonsumsi minyak jelantah dapat meningkatkan pembentukan
kolesterol yang berlebihan yang dapat menyebabkan atherosclerosis yang
menjadi pemicu hipertensi (AS, 2010).
5. Minum kopi
Tekanan darah dapat meningkat jika seseorang sering minum kopi.
Hal itu terjadi karena kafein dalam kopi memacu kerja jantung dalam
memompa darah, kemudian peningkatan tekanan darah pada jantung
diteruskan pada arteri sehingga tekanan darah meningkat (AS, 2010).
6. Stress
Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara
individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara
tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem
biologis, psikologis dan sosial seseorang dari seseorang. Stress adalah
sesuatu yang dirasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tak
mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan untuk mengatasinya
dengan efektif.
Pada orang yang sedang mengalami stress atau mengalami tekanan
mental saraf simpatis di pusat sarafnya bekerja sangat keras. Salah satu
tugas saraf simpatis adalah merangsang hormon adrenalin, hormon ini
dapat menyebabkan jantung berdenyut lebih cepat dan menyebabkan
penyempitan kapiler darah tepi dan mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan darah (AS, 2010).
7. Kurang Olaharaga (pola hidup pasif)
Pola hidup pasif atau kurang olahraga dapat menyebabkan
peningkatan berat badat dan obesitas yang merupakan faktor terjadinya
hipertensi (A. Potter & Perry, 2010).
8. Minum Alkohol
Minum beralkohol juga dapat meningkatkan kadar trigliserida dalam
darah. Padahal trigleserida adalah kolestrol yang jahat yang dapat
menyebabkan tekanan darah menjadi naik (Anies, 2018)
III. Patofisiologi
Empat sisitem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah
antara lain sisitem baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin
angiotensin dan autoregulasi vaskuler.
Baroreseptor arteri terutama ditemukan pada sinus carotid, tapi juga dalam
aorta dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor inin memonitor derajat tekanan arteri.
Sistem baroreseptor meniadakan tekanan arteri melalui mekanisme perlambatan
jantung oleh respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan
tonus simpatis. Oleh karena itu, reflek kontrol sirkulasi meningkat tekanan arteri
sistemik bila tekanan baroreseptor turun dan menurunkan tekanan arteri sistemik bila
tekanan baroreseptor meningkat. Alasan pasti mengapa kontrol ini gagalpada
hipertensi belum diketahui. Hal ini ditunjukkan untuk meningkatkan re-setting
sensitivitas baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat, sekalipun
penurunan tidak ada.
Perubahan volume cairan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh
mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme
fisiologi kompleks yang mengubah tekanan balik vena ke jantung dan mengakibatkan
peningkatan curah jantung. Bila ginjal berfungsi secara adekuat, peningkatan tekanan
arteri mengakibatkan diurasis dan penurunan tekanan darah. Kondisi patolgis yang
mengubah ambang tekanan pada ginjal dan mensekresikan garam dan air akan
meningkatakan tekanan arteri sistemik.
Renin dan angiotensis memegang peranan dalam pengaturan tekanan darah.
Ginjal memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak pada substrat protein
plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang kemudian diubah oleh converting
enzim menjadi bentuk angiotensin II kemudian menjadi angiotensin III. Angiotensin
II dan III mempunyai alat vasokontriktor yang kuat pada pembuluh darah dan
merupakan mekanisme kontrol terhadap pelepasan aldesteron. Aldesteron sangat
bermakna pada hipertensiterutama pada aldesteron primer. Melalui peningkatan
aktivitas sistem saraf simpatis, angiotensin II dan III juga mempunyai efek inhibiting
atau penghambat pada eksresi garam (natrium) dengan akibat peningkatan tekanan
darah.
Sekresi renin yang tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya tekanan
perifer vaskuler pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi, kadar renin harus
turun karena peningkatan arterional renal mungkin menghambat sekresi renin. Namun
demikian, sebagian besar orang hipertensi esensial mempunyai kadar renin normal.
Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada paisen hipertensi esensial akan
mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital. Hipertensi esensial
mengakibatkan hiperplasia medial (penelan) arteriole-arteriole. Karena pembuluh
darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan kerusakan organ
tubuh. Hal ini menyebabkan infark miokard, stroke, gagal jantung, dan gagal ginjal
(Udijayanti,2010)
Faktor predisposisi: usia, jenis kelamin, merokok, stress, kurang olah raga, faktor genetik, konsumsi garam berlebih, obesitas
PATWAY
Hipertensi Perubahan situasi Informasi yang Defisit pengetahuan
minim
Kerusakan vaskuler pembuluh darah
Perubahan struktur
Vasokontriksi
Gangguan Sirkulasi
Spasme
Sistemik Koroner Arteriol
Resistensi pembuluh Suplai O2 ke otak
darah otak menurun
Vasokontriksi Iskemi Diplopia
Miocrad
Nyeri Sinkop
Afterload meningkat Resti Injuri
SAR memberikan Nyeri Dada
Ketidak efektifan
stimulus nyeri
perfusi jarinagnan
Penurunan Curah Fatique
Aktivasi SAR
meningkat Jantung
Intoleransi
Gangguan Pola Tidur Aktivitas
IV. Tanda Dan Gejala
Berikut ini tanda dan gejala hipertensi menurut Edward K. Chung:
1) Tidak ada gejala
Hipertensi biasanya tidak akan menimbulkan gejala namun, akan
menimbulkan gejala setelah terjadi kerusakan organ, misalnya jantung, ginjal, otak,
dan mata.
2) Gejala yang sering kali terjadi
Peningkatan tekanan darah >140 mmHg, nyeri kepala, pusing/migrain, rasa
berat ditengkuk, sulit untuk tidur, lemah dan lelah, sesak nafas, mata kunang-
kunang, gelisah, mual, muntah (Asikin et al., 2016).
V. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi tekanan darah menurut WHO dan ISHWG (International Society
Of Hypertension Working Group) dalam (Manurung, 2018) diantaranya :
VIII. PENATALAKSANAAN
1) Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis adalah penatalaksanaan dengan
menggunakan obat-obatan. Berikut ini golongan obat-obatan yang diberikan
pada pasien hipertensi:
1. Diuretik
Obat-obat jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
(melalui kencing). Dengan demikian, volume cairan dalam tubuh berkurang
sehingga daya pompa jantung lebih ringan. Menurut Hayens (2003), diuretik
menurunkan tekanan darah dengan cara mengurangi jumlah air dan garam di
dalam tubuh serta melonggarkan pembuluh darah. Sehingga tekanan darah
secara perlahan-lahan mengalami penurunan karena hanya ada fluida yang
sedikit di dalam sirkulasi dibandingkan dengan sebelum menggunakan
diuretik. Selain itu, jumlah garam di dinding pembuluh darah menurun
sehingga menyebabkan pembuluh darah membesar. Kondisi ini membantu
tekanan darah menjadi normal kembali (Manurung, 2018). Salah satu
golongan diuretik yang sering diberikan pada pasien yaitu hidroklorotiazid
(Muttaqin, 2009).
2. Penghambat adrenergik (Beta Blocker)
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis betabloker tidakdianjurkan pada penderita yang telah
diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronkial. Pemberian
beta blocker tidak dianjurkan pada penderita gangguan pernafasan seperti
asma bronkial karena pada pemberian beta blocker dapat menghambat reseptor
beta 2 ditempat lain. Penghambatan beta 2 ini dapat membuka pembuluh darah
dan saluran udara (bronki) yang menuju ke paru-paru. Sehingga penghambatan
beta 2 dari aksi pembukaan ini dengan beta blocker dapat memperburuk
penderita asma (Manurung, 2018).
3. Vasodilator
Agen vasodilator bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
merelaksasi otot pembuluh darah. Contoh yang termasuk obat jenis vasodilator
adalah prasosin dan hidralasin. Kemungkinan yang akan terjadi akibat
pemberian obat ini adalah sakit kepala dan pusing (Manurung, 2018).
f) Terapi Relaksasi
Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang
didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis (Triyanto,
2014). Relaksasi adalah suatu keadaan yang bersifat menguntungkan yang
ditandai dengan penurunan denyut nadi, frekuensi pernafasan, tekanan
darah, ketegangan otot, dan meperbaiki suasana hati melalui partisipasi
klien langsung (A. Potter & Perry, 2010). Terapi relaksasi seperti umpan
balik biologis, sentuhan terapi, yoga, meditasi dan latihan pernafasan dapat
menurunkan tekanan darah (LeMone et al., 2016).
g) Menghindari stres
Orang yang beresiko terkena hipertensi sebaiknya menghindari diri dari
stres. Hal ini disebabkan orang yang terkena stres pembuluh darahnya akan
mengkerut dan menyempit. Hal ini dapat menyebabkan naiknya tekanan
darah seseorang. Apabila stres tersebut hilang, maka tekanan darah akan
normal kembali. Selain itu, faktor stres dialami seseorang berhubungan juga
dengan aktivitas syaraf simpatis yang merangsang sekresi hormon
adrenalin. Hormon ini dapat membuat jantung berdenyut lebih cepat
sehingga dapat mengakibatkan penyempitan kapiler darah tepi.
III. Intervensi
Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan Tujuan: Manajemen Nyeri
dengan peningkatan Setelah dilakuakn tindakan Observasi:
tekanan vaskuler serebral keperawatan 2x 24 jam 1. Identifikasi lokasi,
dan iskemia (agen tingkat nyeri menurun karakteristik, durasi, frekuensi,
pencedera fisiologis) kualitas, dan intensitas nyeri.
Kriteria Hasil 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon skala nyeri
2. Frekuensi nadi non verbal
membaik Terapeutik:
3. Tekanan darah menurun 1. Berikan teknik non
4. Pola tidur membaik farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat tidur
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyer
3. Anjurkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Defisit pengetahuan Tujuan: Edukasi Kesehatan:
tentang hipertensi Setelah dilakuakn tindakan Observasi:
berhubungan dengan keperawatan 1x 24 jam 1. Identifikasi kesiapan dan
kurang terpapar informasi tingkat pengetahuan kemampuan menerima
membaik informasi
Terapeutik:
Kriteria Hasil: 1. Sediakan materi dan media
1. Kemampuan pendidikan kesehatan
menjelaskan 2. Jadwalkan pendidikan
pengetahuan tentang kesehatan sesuai dengan
suatu topik meningkat kesepakatan
2. Verbalisasi minat dalam 3. Berikan kesempatan untuk
belajar meningkat bertanya
3. Perilaku membaik Edukasi:
1. Jelaskan faktor resiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
2. Ajarkan perilaku yang dapat
mencegah kekambuhan
hipertensi
DAFTAR PUSTAKA
A. Potter, P., & Perry, A. G. (2010). Fundamental Of Nursing (7 Buku 2). Elsevier.
Anies. (2018). Buku Ajar Kedokteran & Kesehatan Penyakit Degeneratif. Ar-Ruzz Media.
AS, M. (2010). Hidup Bersama Hipertensi. In-Books.
Asikin, M., Nuralamsyah, M., & Susaldi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Kardiovaskular. Erlangga.
Bachrudin, M., & Najib, M. (2016). Keperawatan Medikal Bedah I. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Beevers, D. G., Lip, G. Y. H., & O’Brien, E. (2015). ABC Hypertension (6th ed.). BMJ Book.
LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
(A. Linda (ed.); 5 volume 3). EGC.
Lingga, L. (2012). Bebas Hipertensi Tanpa Obat. PT Agro Media Pustaka.
Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Konsep Mind Mapping Dan NANDA
NIC NOC Jilid 2. CV. Trans Info Media.
Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. CV. Trans Info Media.
PPNI,T.P. (2017) . Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:Dewan Pengurus
PPNI
PPNI,T.P. (2017) . Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:Dewan Pengurus
PPNI
PPNI,T.P. (2017) . Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:Dewan Pengurus PPNI
Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu.
Graha Ilmu.
B. STATUS KESEHATAN
1. KELUHAN UTAMA
Ny. M mengatakan nyeri di tengkuk lehernya
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Ny. M mengatakan mulai kemarin setelah isya’ Ny. M merasakan pusing, nyeri di
tegkuk lehernya, dan dahinya terasa panas, nyeri ditengkuk lehernya dirasakan
seperti menahan beban berat, nyeri akan bertambah saat digunakan beraktivitas,
skala nyerinya 4, dan dirasakan sewaktu-waktu. Ny.M mengatakan akibat pusing
dan nyerinya sering terbangun saat tidur, Tidur <8 jam. Ny. M juga mengatakan
selama 2 hari berturut-turut ini mengkonsumsi ikan asin yang kemungkinan
menyebabkan darah tingginya kambuh.
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Ny.M mengatakan dahulu tidak pernah menderita penyakit menular seperti TBC
atau lainnya, namun sekitar 1 tahun ini Ny. M sudah menderita hipertensi.
KEADAAN UMUM
Tanda-tanda Vital
Nadi : 105x/menit
RR : 20x/menit
TD :160/96 mmHg
C. ANALISA DATA
Nama: Ny. M
NO
DATA ETIOLOGI MASALAH
Dx
Otak
Tekanan
Intravaskuler
meningkat
Tekanan pembuluh
darah otak
meningkat
Nyeri Akut
Penyumbatan
pembuluh darah
Vasokontriksi
Gangguan sirkulasi
Otak
Resistensi pembuluh
darah otak
Nyeri
SAR memberikan
stimulus nyeri
Aktivasi SAR
meningkat
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : Ny. M
No Diagnosa Keperawatan TTD
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis (Tekanan Yunis
Intravaskuler meningkat) (D.0077)
2 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri akibat hipertensi (D.005) Yunis
E. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
.
Dx
1 Nyeri akut berhubungan Setelah melakukan tindakan Manajemen Nyeri (1.08238)
dengan agen cidera keperawatan 2x24 jam Observasi:
fisiologis (Tekanan diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Intravaskuler menurun durasi, frekuensi, kualitas, dan
meningkat) intensitas nyeri
Kriteria Hasil: (L.08066) 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
2. Meringis menurun verbal
3. Frekuensi nadi membaik
4. Tekanan darah membaik Terapeutik:
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Terapi Relaksasi (1.09326)
Observasi:
1. Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif digunakan
2. Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya.
3. Periksa frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
4. Monitor respon terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik:
1. Ciptakan lingkungan tenang,
dan tanpa gangguan.
2. Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama.
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan, manfaat, dan
jenis relaksasi yang tersedia
2. Jelaskan secara rinci intervensi
yang terpilih
3. Anjurkan mengambil posisi
nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
5. Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang dipilih
6. Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi
2 Gangguan pola tidur Tujuan: Dukungan Tidur (1.05174):
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
nyeri akibat hipertensi keperawatan 2x24 jam 1. Identifikasi pola aktivitas tidur
diharapkan pola tidur pasien 2. Identifikasi faktor penganggu
membaik tidur
3. Identifikasi obat tidur yang
Kriteria Hasil: dikonsumsi
1. Keluhan sulit tidur mrnurun
2. Keluhan sering terjaga Terapeutik:
menurun 1. Modifikasi lingkungan, batasi
3. Keluhan tidak puas tidur waktu tidur siang, jika perlu
menurun 2. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
Edukasi:
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
F. IMPLEMENTASI
No Tanggal Implementasi TTD
.
Dx
O:
1. Wajah meringis
2. TD: 158/96 mmHg
A : Masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
13 Januari 2021 S:
1. Pasien mengatakan pusing dan nyeri sudah
mulai berkurang
2. Skala nyeri 2
O
1. Ny. M sudah dapat mempraktikan sendiri
relaksasi slow deep breating exercise dengan
baik dan benar
2. Ny. M tampak rileks dari hari sebelumnya
3. TD : 150/90 mmHg
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
13 Januari 2020 S:
Ny. M mengatakan pada waktu tidur sesekali
terbangun karena nyeri namun nyerinya sudah tidak
sakit seperti kemarin, jika terbangun Ny. M dapat
melanjutkan tidurnya lagi.
O:
1. Ny. M tampak tenang saat ditanya
2. Tidak sering menguap
A:
Masalah belum tertasi
P:
Intervensi dilanjutkan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SLOW DEEP BREATHING
EXERCISE
Tujuan Terapi relaksasi nafas dalam dan lambat (slow deep breathing) untuk
menurunkan tekanan darah, nyeri.
7. Pelaksanaan
a. Persiapan sebelum Terapi
1) Atur posisi klien duduk dengan rileks
2) Flesikan lutut klien untuk merelaksasikan otot abdomen
3) Tempatkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah
tulang iga.
b. Pelaksanaan
1) Anjurkan klien melakukan tarik nafas secara perlahan dan
dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup.
2) Tarik nafas selama 3 detik dan rasakan abdomen
mengembang selama menarik nafas.
c. Terminasi
1) Setelah exercise selesai dilaksanakan ukur tekanan darah
pasien