Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

Hipertensi Pada Lansia

1. Definisi
Menurut WHO, Hipertensi adalah suatu kondisi dimana pembuluh darah
memiliki tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg) (Sunarwinadi, 2017).
Hipertensi sering dijuluki sebagai silent killer atau pembunuh diam-diam
karena dapat menyerang siapa saja secara tiba-tiba serta merupakan salah satu
penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Hipertensi juga beresiko menimbulkan
berbagai macam penyakit lainnya yaitu seperti gagal jantung, jantung koroner,
penyakit ginjal dan stroke, sehingga penanganannya harus segera dilakukan sebelum
komplikasi dan akibat buruk lainnya terjadi seperti dapat menurunkan umur harapan
hidup penderitanya (Sulastri, Elmatris, and Ramadhani, 2012).
Hipertensi pada lansia dibedakan atas hipertensi dimana tekanan sistolik sama
atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari
90 mmHg, serta hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari
160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (NOC, 2015).

2. Etiologi & Faktor Risiko


Faktor penyebab penyakit hipertensi yaitu faktor demografi seperti umur, jenis
kelamin, keturunan dan etnis, faktor perilaku seperti obesitas, stress, kebiasaan
merokok dan konsumsi alkohol, serta asupan yang salah.
a. Faktor Demografi
1) Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi. Tekanan darah akan naik dengan bertambahnya umur terutama
setelah umur 40 tahun. Hal ini disebabkan oleh perubahan struktur pada
pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding
pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibat dari peningkatan tekanan
darah sistolik (Anggi K, 2008).
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin sangat berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pada
umumnya pria lebih rentan terkena penyakit hipertensi dibandingkan dengan
wanita. Seorang ahli mengatakan bahwa pria lebih banyak menderita
hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio 2 mmHg untuk peningkatan
darah sistolik. Hal ini dipengaruhi oleh hormon estrogen pada wanita yang
meningkatkan kadar HDL sehingga melindungi wanita dari hipertensi
(Kartikasari, 2012).
Namun apabila wanita memasuki masa menopause maka resiko
hipertensi meningkat sehingga prevalensinya lebih tinggi dibandingkan
dengan pria. Hal ini disebabkan oleh produksi hormon estrogen menurun pada
saat menopause sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan darah
(Artiyaningrum, 2016).
3) Keturunan (Genetik)
Salah satu faktor hipertensi adalah tingginya peranan faktor keturunan
yang mempegaruhi. Faktor genetik berkaitan dengan metabolisme pengaturan
garam dan renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya 10
menderita hipertensi maka sekitar 45% akan diturunkan kepada anak-anaknya
dan bila salah satu orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 30% akan
turun kepada anak-anaknya (Artiyaningrum, 2016).
4) Etnis
Prevalensi hipertensi dikatakan lebih banyak terjadi pada orang yang
berkulit hitam dari pada berkulit putih. Berdasarkan The ARIC study yang
meneliti dua etnik populasi di Amerika menyatakan bahwa prevalensi
hipertensi lebih tinggi pada penduduk Afrika di banding kulit putih (55%
lakilaki Amerika Afrika dibandingkan 29% laki-laki kulit putih, 56% wanita
Amerika Afrika dibandingkan 26% wanita kulit putih) (Sulastri, Elmatris, and
Ramadhani, 2012).
b. Faktor Perilaku
1) Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi. Obesitas
akan menambah kerja jantung, keadaan ini meningkatkan resiko terjadinya
tekanan darah tinggi dan kolesterol (Anggi K, 2008).
Obesitas dapat memicu terjadinya hipertensi melalui berbagai
mekanisme baik secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung obesitas
dapat menyebabkan peningkatan cardiac output karena makin besar massa
tubuh makin banyak pula jumlah darah yang beredar sehingga curah jantung
ikut meningkat. Dan secara tidak langsung yaitu melalui perangsangan
aktivitas sistem saraf simpatis dan Renin Angiotensin Aldosteron System
(RAAS) oleh mediator seperti hormon aldosteron yang terkait erat dengan
retensi air dan natrium sehingga volume darah meningkat (Sulastri, Elmatris,
and Ramadhani, 2012).
2) Stress
Stress dapat memicu terjadinya tekanan darah meningkat hal ini karena
stress dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin
dan memicu jantung berdenyut lebih cepat sehingga menyebabkan tekanan
darah naik. Menurut Sutanto (2010), apabila stress berlangsung lama dapat
mengakibatkan peninggian tekanan darah menetap (Artiyaningrum, 2016).
3) Merokok
Rokok mengandung berbagai macam zat kimia yang dapat
membahayakan tubuh diantaranya nikotin, karbomonoksida, dan bahan yang
lainnya. Kandungan kimia dalam rokok dapat menyebabkan timbulnya
hipertensi dan penyakit lainnya seperti serangan jantung dan kanker (Intan,
2012).
4) Konsumsi Alkohol
Mengonsumsi alkohol dapat mengakibatkan timbulnya berbagai
macam penyakit salah satunya yaitu hipertensi, karena zat-zat yang
terkandung dalam alkohol sangat berbahaya bagi tubuh sehingga dapat
memicu timbulnya berbagai macam penyakit (Intan, 2012).
c. Asupan
Asupan yang salah dapat mengakibatkan hipertensi. Berikut merupakan
contoh asupan yang dapat menyebabkan hipertensi.
1) Konsumsi Garam Berlebih
Garam sebenarnya diperlukan tubuh, apabila dikonsumsi dalam batas
yang normal. Mengkonsumsi garam yang banyak akan menyebabkan banyak
cairan tubuh yang tertahan, hal itu dapat meningkatkan volume darah
seseorang.
Hal inilah yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra karena
adanya peningkatan tekanan darah dalam dinding pembuluh darah sehingga
menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi (Intan, 2012).
2) Konsumsi Lemak dan Kolesterol
Konsumsi lemak dan kolesterol dapat mengakibatkan penimbunan
lemak pada tubuh apalagi bila aktifitas seseorang kurang maka akan
mengakibatkan resiko obesitas. Obesitas merupakan salah satu faktor resiko
hipertensi. Selain itu konsumsi kolesterol dapat meningkatkan kadar kolesterol
dalam tubuh. Karena semakin tinggi kadar kolesterol total maka akan semakin
tinggi kemungkinan terjadinya hipertensi (Maryati, 2017).
3) Konsumsi Serat Kurang
Serat merupakan jenis karbohidrat yang tidak terlarut. Serat berkaitan
dengan pencegahan terjadinya tekanan darah tinggi terutama jenis serat kasar.
Serat mempunyai fungsi yang tidak tergantikan oleh zat lainnya dalam
memicu terjadinya kondisi fisiologis dan metabolik yang dapat memberikan
perlindungan pada kesehatan saluran pencernaan, khususnya usus halus dan
kolon.
Berbagai penelitian dan review literatur memberikan data yang
mendukung peranan serat makanan dalam memicu pertumbuhan bakteri asam
laktat (Lactobacillus) yang mempunyai sifat metabolik seperti bifidobakteri
dalam menghasilkan asam lemak berantai pendek (short chain fatty acid,
ALRP) dan perbaikan sistem imun. Serat makanan merupakan subtansi yang
tidak saja memperbaiki flora usus melalui pertumbuhan bakteri Lactobacillus,
tetapi juga memberi dampak positif pada unsur kesehatan lainnya seperti
pencegahan penyakit degenerative. Bakteri probiotik yang hidup dalam
saluran pencernaan setelah dikonsumsi membantu mengatasi intoleransi
terhadap laktosa, mencegah diare, sembelit, kanker, hipertensi, menurunkan
kolestrol, menormalkan komposisi bakteri saluran pencernaan setelah
pengobatan antibiotik, serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh (M.
Kusharto, 2006).
Mengkonsumsi serat sangat menguntungkan karena dapat mengurangi
pemasukan energi, hal ini karena serat yang dikonsumsi akan membentuk gel
sehingga isi lambung penuh dan dapat membuat volume makanan menjadi
tinggi yang mampu memberikan rasa kenyang yang lebih cepat sehingga
seseorang tidak lagi mengkonsumsi makanan lainnya secara berlebihan
(Ratnaningrum, 2015).

3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
diusat vasomotor ada medulla di otak. Dari usat vasomotor ini bermula jaras saraf
simatis, yang berlanjut ke bawah, corda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak ke bawah dalam bentuk system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuro preganglion melepaskan asetilkolin
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi
sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokontrikstor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang menyebabkan penurunan aliran
ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
Angiotensin I yang kemudian dirubah menjadi Angiotensin II, suatu vasokonstriktor
kuat yang pada giliran nya merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua factor ini cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh darah perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastitisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot
polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan
daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi pembuluh darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup) mengakibatkan penurunaan curah jantung dan peningkatan tahan
perifer (Smeltzer, 2001). Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya
“hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak di kompresi
oleh cuff shpygmamonometer (Darmojo, 1999).

4. Manifestasi Klinis
Hipertensi sering dikatakan sebagai silent killer, hal ini karena hipertensi dapat
menyerang siapa saja dan dapat menyebabkan kematian. Ciri-ciri dari Hipertensi
(Intan, 2012), yaitu :
a. Sakit Kepala
Salah satu ciri dari penyakit hipertensi yaitu sakit kepala. Hal ini karena
aliran darah yang dihasilkan oleh jantung ke seluruh tubuh semakin
meningkat sehingga membuat sakit pada daerah kepala.
b. Sesak Nafas
Pada penderita hipertensi sesak nafas bisa terjadi, hal ini karena
pendarahan tidak lancar sehingga membuat penderita hipertensi merasa
sesak.
c. Pendarahan Dari Hidung (mimisan)
Mimisan adalah salah satu ciri dari hipertensi. Hal ini karena akan
menyebabkan pecahnya pembuluh darah dibagian belakang (epistaksis
posteor) sehingga menyebabkan terjadinya mimisan.
d. Gelisah
Gelisah terjadi karena berbagai hal yaitu diantaranya karena faktor emosi
yang berlebihan.
e. Denyut Jantung Semakin Cepat
Ketika denyut jantung semakin cepat, jantung terasa berdebar-debar. Hal
ini terjadi karena faktor emosi sehingga masih merupakan salah satu ciri
dari penyakit darah tinggi (hipertensi).

5. Komplikasi
Pasien hipertensi biasanya meninggal dunia lebih cepat apabila penyakitnya
tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab
kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke
dan gagal ginjal. Dengan pendekatan per organ system, dapat diketahui komplikasi
yang mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu antara lain jantung ; infark miokard,
angina pectoris, gagal jantung kongestif. System saraf pusat; stroke, hypertensive
encephalopathy. Ginjal; penyakit ginjal kronik. Mata; hypertensive retinopathy.
Pembuluh darah perifer; peripheral vascular disease (Anonim, 2009).

6. Penatalaksanaan
Prinsip pengelolaann penyakit hipertensi meliputi:
a. Terapi nonfarmakologis
1) Diet
2) Penurunan berat badan
3) Latihan fisik
4) Menghentikan rokok
b. Edukasi psikologis
1) Tehnik relaksasi
2) Pendidikan kesehatan
c. Terapi farmakologis
1) Penghambat saraf simpatis
2) Beta bloker
3) Vasodilator
4) Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor
5) Calcium antagonis
6) Antagonis reseptor angiotensin II
7) Diuretic

7. Pemeriksaaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium; Hb/Ht, BUN/Kreatinin. Urine Analisa
b. CT Scan
c. EKG
d. IU ; mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti: batu ginjal, perbaikan ginjal
e. Poto Dada (Sobel, et al, 1999)

8. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Riwayat atau adanya factor-faktor resiko, antara lain; kegemukan, Riwayat
keluarga positif, peningkatan kadar lipid serum, merokok berat, penyakit
ginjal, terapi hormon kronis, gagal jantung, kehamilan
2) Aktivitas/istirahat;
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
3) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung coroner/katup dan
penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda : kenaikan TD, nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis,
takikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat,
sianosis, suhu dingin (vasokonstriksi perifer) pengisian kapiler mungkin
lambat/tertunda.
4) Integritas ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan)
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue, perhatian,
tangisan meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola
bicara
5) Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi/Riwayat penyakit
ginjal pada masa yang lalu.
6) Makanan/cairan
Gejala : makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak
serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir-akhir ini
(meningkat/turun) dan Riwayat penggunaan diuretic.
Tanda : berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria
7) Neurosensory
Gejala : keluhan pusing/pening, berdenyut, sakit kepala, sub oksipital (terjadi
saat bangun dan menghilangkan secara spontan setelah beberapa jam),
gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur, epistakis).
Tanda : status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek,
proses piker, penurunan kekuatan genggaman tangan.
8) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : angina (penyakit arteri coroner/keterlibatan jantung), sakit kepala
9) Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dari aktivitas/kerja takipnea, orthopnea,
dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, Riwayat merokok.
Tanda : distress pernapasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi nafas
tambahan.
10) Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural (Hidayat,
2009).
b. Diagnosis Keperawatan
1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventrikuler
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
3) Gangguan rasa nyaman;nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler serebral
4) Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan
dengan gangguan sirkulasi (Doengoes, 2000).

c. NCP
Diagnose Tujuan & kriteria hasil Intervensi
Resiko tinggi terhadap Setelah dilakukan Tindakan Perawatan Jantung
penurunan curah curah keperawatan selama 2 x 24 jam  Observasi
jantung berhubungan diharapkan keadekuatan jantung - Identifikasi tanda/gejala
dengan peningkatan memompa darah untuk memenuhi primer penurunan curah
afterload, vasokonstriksi, kebutuhan metabolisme tubuh jantung (meliputi dispnea,
iskemia miokard, hipertropi meningkat dengan kriteria hasil: kelelahan, edema, ortopnea,
ventrikuler Kriteria hasil Skor paroxysmal nocturnal
Kekuatan nadi perifer 5 dyspnea, peningkatan CVP)
Cardiac index (CI) 5 - Identifikasi tanda/gejala
Palpitasi 5 sekunder penurunan curah
Bradikardia 5 jantung (meliputi
Gambaran EKG 5 peningkatan berat badan,
aritmia hepatomegaly, distensi vena
Lelah 5 jugularis, palpitasi, ronkhi
Edema 5 basah, oliguria, batuk, kulit
Dispnea 5 pucat)
Distensi vena jugularis 5 - Monitor tekanan darah
Oliguria 5 - Monitor intake dan output
Pucat/sianosis 5 cairan

Murmur jantung 5 - Monitor berat badan setiap

Hepatomegaly 5 hari pada waktu yang sama


- Monitor saturasi oksigen
- Monitor keluhan nyeri dada
- Monitor EKG 12 sadapan
- Monitor aritmia
- Monitor nilai laboratorium
jantung
- Monitor fungsi alat pacu
jantung
- Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
- Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum
pemberian obat
 Teraepeutik
- Posisikan pasien semi fawler
atau dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman
- Berikan diet jantung yang
sesuai
- Gunakan stocking dan
keluarga untu modifikasi
gaya hidup sehat
- Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stress
- Berikan dukungan emosional
dan spiritual
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen <94%
 Edukasi
- Anjurkan beraktifitas fisik
sesuai toleransi
- Anjurkan beraktifitas fisik
secara bertahap
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan pasien dan
keluarga mengukur bb harian
- Anjurkaan pasien dan
keluarga megukur intake dan
output cairan harian
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
antiaritmia
- Rujuk ke pogram rehabilitasi
jantung
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Tindakan Terapi Aktivitas
berhubungan dengan keerawatan selama 2 x 24 jam,  Observasi
kelemahan umum, diharapkan toleransi aktivitas - Identifikasi deficit tingkat
ketidakseimbangan antara meningkat dengan kriteria hasil: aktivitas
suplai dan kebutuhan O2 Kriteria hasil Skor - Identifikasi kemamuan
Kemudahan melakukan 5 berpartisipasi dalam aktivitas
aktivitas seharihari tertentu
Kecepatan berjalan 5 - Identifikasi sumber daya
Jarak berjalan 5 untuk aktifitas yang
Kekuatan tubuh bagian 5 diinginkan
atas - Identifikasi strategi
Kekuatan tubuh bagian 5 meningkatkan partisipasi
bawah dalam aktivitas
Toleransi menaiki 5 - Identifikasi makna aktivitas
tangga rutin dan waktu luang
Keluhan Lelah 5 - Monitor respons emosional,
Dispnea saat beraktifitas 5 fisik, social, spiritual
Sianosis 5 terhadap aktivitas
Frekuensi nadi 5  Terapeutik
Tekanan darah 5 - Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan deficit
yang dialami
- Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi dan
rentang aktivitas
- Fasilitasi memilih aktivitas
dan tetapkan tujuan aktivitas
yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis,
dan sosial
- Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
- Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas
- Fasilitasi pasien dan keluarga
dalam menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas
yang dipilih
- Fasilitasi aktivitas fisik rutin
- Fasilitasi aktivitas pengganti
saat mengalami keterbatasan
waktu, energi, gerak
- Fasilitasi aktivitas motoric
kasar untuk pasien hiperaktif
- Tingkatkan aktivitas fisik
untuk memelihara berat
badan
- Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
Gangguan rasa Setelah dilakukan Tindakan Managemen Nyeri
nyaman;nyeri (sakit kepala) keperawatan selama 2 x 24 jam  Observasi
berhubungan dengan diharapkan tingkat nyeri menurun - Identifikasi lokasi,
peningkatan tekanan dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi,
vaskuler serebral Kriteria hasil Skor frekuensi, kualitas, intensitas
Kemampuan 5 nyeri, skala nyeri
menuntaskan aktivitas - Identifikasi respon nyeri non
Keluhan nyeri 5 verbal
Meringis 5 - Identifikasi factor yang
Sikap protektif 5 mempeberat dan
Gelisah 5 memperingan nyeri
Kesulitan tidur 5 - Identifikasi pengaruh budaya

Ketegangan otot 5 terhadap nyeri


- Monitor keberhasilan terapi
- Monitor efek sampiing
penggunaan analgetic
 Terapeutik
- Berikan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
- Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
 Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetic secara tepat
- Anjurkan tehnik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetic
Potensial perubahan perfusi Setelah dilakukan Tindakan Perawatan sirkulasi
jaringan: serebral, ginjal, keperawatan selama 2 x 24 jam,  Observasi
jantung berhubungan diharapkan perfusi perifer - Periksa sirkulasi perifer
dengan gangguan sirkulasi meningkat dengan kriteria hasil: - Identifikasi factor gangguan
Kriteria hasil Skor sirkulasi
Kekuatan nadi perifer 5 - Monitor panas, kemerahan,
Warna kulit pucat 5 nyeri atau bengkak pada
Edema perifer 5 ektermitas
Nyeri ekstermitas 5  Teraeutik
Kelemahan otot 5 - Hindari pemasangan infus
Pengisian kapiler 5 atau pengambilan darah di

Akral 5 area keterbatasan perfusi

Turgor kulit 5 - Hindari pengukuran tekanan


darah pada ektermitas dengan
keterbatasan perfusi
- Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet pada
area yang cidera
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan
kuku
- Lakukan hidrasi
 Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
- Anjurkan obat penurun
tekanan darah, antikoagulan,
dan penurunan kolesterol
- Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
- Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
- Anjurkan program
rehabilitasi vaskuler
- Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
- Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan

d. Evaluasi
1) Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat; tekanan darah dalam rentang
yang dapat diterima dengan pengobatan terapi diet dan perubahan gaya hidup,
tidak menunjukan gejala angina, palpitasi atau penurunan penglihatan, kadar
BUN dan kreatinin serum stabil, dan teraba denyut nadi perifer
2) Mematuhi program asuhan dini; minum obat sesuai resep dan melaporkan
setiap ada efek samping, mematuhi aturan diet sesuai yang dianjurkan,
pengurangan natrium, kolesterol dan kalori, berlatih secara teratur dan cukup,
mengukur tekanan darahnya sendiri secara teratur, berhenti mengkonsumsi
tembakau, kafein dan alcohol, menepati jadwal kunjungan klinik atau dokter
3) Bebas dari komplikasi; tidak terjadi ketajaman penurunan penglihatan, dasar
mata tidak memperlihatkan perdarahan retina, kecepatan napas dalam batas
normal, tidak terjadi dyspneu atau edema, menjaga haluaran urin sesuai
dengan masukan cairan, pemeriksaan fungsi ginjal dalam batas normal, tidk
memperlihatkan defisik motoric, bicara atau sensorik dan tidak mengalami
sakit kepala, pusing, atau perubahan cara berjalan (Tucker, et al, 1999).

9. Daftar Pustaka
a. Anonym.(September, 2009). Penderita hipertensi rawan lupa. Diakses pada
tanggal 18 September 2010, dari http://waspada.co.id/indeks.php?
option=com_content&view=articel&id=5426zpenderita-hipertensi-rawan-
lupa&catid=28&itemid=48
b. Doengoes, Marilyn E.2000. rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
c. Hidayat. (Mai, 2009). Askep Hipertensi. Diakses pada tanggal 17 September
2010, dari http://hidayat2.wordpress.com/2009/05/12/askep-hipertensi/.
d. Tucker, S.M, et all. 1999. Standar perawatan pasien: proses keperawatan,
diagnosis dan evaluasi edisi V. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai