Anda di halaman 1dari 22

Laboratorium / SMF Kedokteran REFLEKSI KASUS

Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas


Mulawarman

SKIZOFRENIA PARANOID

Oleh
Oldesta Zakly Brilliant Gamara
1510015041

Dosen Pembimbing
dr. Sri Purwatiningsih, Sp. KJ.

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium / SMF Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Oktober 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan refleksi kasus tentang
“Skizofrenia Paranoid”. Refleksi Kasus ini disusun dalam rangka tugas
kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Sri
Purwatiningsih Sp. KJ selaku dosen pembimbing klinik yang telah memberikan
banyak bimbingan, perbaikan dan saran penulis sehingga refleksi kasus ini dapat
diselesaikan dengan baik. Penulis menyadari masih terdapat banyak
ketidaksempurnaan dalam refleksi kasus ini, sehingga penulis mengharapkan
kritik dan saran demi penyempurnaan refleksi kasus ini. Akhir kata penulis
berharap semoga laporan kasus ini menjadi ilmu bermanfaat bagi para pembaca.

Samarinda, Oktober 2022


Penulis,

Oldesta Zakly Brilliant Gamara

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien............................................................................................................3
2.2 Identitas Penanggung Jawab Pasien......................................................................3
2.3 Keluhan Utama............................................................................................................3
2.4 Riwayat Penyakit Sekarang......................................................................................3
2.4.1. Autoanamnesis.............................................................................................................3
2.4.2. Heteroanamnesis..........................................................................................................4
2.5 Riwayat Penyakit Dahulu.........................................................................................4
2.6 Riwayat Penyakit Keluarga......................................................................................4
2.7 Genogram......................................................................................................................4
2.8 Riwayat Hidup Pasien................................................................................................5
2.9 Status Fisik....................................................................................................................6
2.10 Status Neurologik........................................................................................................6
2.11 Status Psikiatrik...........................................................................................................6
2.12 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................7
2.13 Diagnosis Multiaksial................................................................................................7
2.14 Penatalaksanaan...........................................................................................................7
2.15 Usus Pemeriksaan.......................................................................................................9
2.16 Prognosis........................................................................................................................9
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Formulasi Diagnosis...................................................................................................10
3.2 Diagnosis Multiaksial................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skizofrenia adalah gangguan mental berat dan perjalanan penyakitnya
bersifat kronis atau bertahan dalam jangka waktu lama. Gangguan ini bisa muncul
dari akhir masa remaja atau dewasa muda. Skizofrenia dapat terjadi karena adanya
kelainan di dalam otak yang dapat berpengaruh pada proses persepsi, pikiran, emosi,
gerakan dan perilaku sosial (Herdman, 2015). Skizofrenia merupakan istilah yang
menggambarkan gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan perubahan
persepsi, pikiran, afek, dan perilaku. Skizofrenia diklasifikasikan menjadi beberapa
jenis yang salah satu jenisnya adalah skizofrenia paranoid yang merupakan tipe
skizofrenia yang paling stabil dan paling sering terjadi. Ciri utama skizofrenia tipe
paranoid adalah waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks
terdapatnya fungsi kognitif dan afektif yang relatif masih terjaga (Saputra, 2014).
World Health Organization (WHO) menyebutkan 7 dari 1000 populasi
penduduk dewasa yang sebagian besar berada dalam rentang usia 15 sampai 35
tahun menderita skizofrenia. Hal ini menunjukan bahwa 24 juta penduduk dunia
adalah penderita sizofrenia. Penderita skizofrenia di Indonesia sendiri telah
mencapai 2,5 persen dari total penduduk dengan 80 persennya tidak diobati (Fiona
& Fajrianthi, 2013). Angka kejadian antara laki-laki dan perempuan relatif sama,
namun awal mula gejala pada laki-laki umumnya lebih awal (laki-laki : 15 – 24
tahun perempuan 25 – 35 tahun), dengan implikasi lebih banyaknya gangguan
kognitif dan outcome yang lebih buruk pada laki-laki daripada perempuan.
Skizofrenia paranoid merupakan tipe skizofrenia yang umum dan paling sering
dijumpai (Nisa, Fitriani, & Ibrahim, 2014).
Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia 2019,
penanganan skizofrenia baik tanpa penyulit maupun dengan penyulit (Ekstrapiramidal
Sindrom : EPS) masuk dalam kategori 4, sehingga seorang dokter harus mampu
membuat diagnosis klinis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas
sedangkan skizofrenia dengan penyerta masuk dalam kategori 3A. Berdasarkan
uraian di atas, mengingat data epidemiologi serta kewajiban

1
seorang dokter dalam menangani skizofrenia sesuai dengan kompetensinya di
fasilitas kesehatan primer, maka penulis tertarik untuk membuat laporan kasus
dengan melakukan tinjauan kepustakaan mengenai skizofrenia.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembutan refleksi kasus ini adalah untuk mengetahui
Skizofrenia paranoid dan konsep umumnya sesuai dengan standar kompetensi
yang telah tercatat dalam SKDI, sehingga dapat dilakukan penegakan diagnosis
klinik, penatalaksanaan dan prognosis serta menentukan rujukan yang paling
tepat, terutama yang bisa dilakukan oleh dokter umum sebagai pelayan kesehatan
tingkat pertama.

2
BAB II
REFLEKSI KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. MH
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 22 tahun
Alamat : Kutai Kartanegara
Pekerjaan : Belum Bekerja
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 07 Oktober 2022 (10.00 WITA)

2.2 Identitas Penanggung Jawab Pasien


Nama : Tn. S
Hubungan dengan Pasien : Ayah Kandung
Alamat : Kutai Kartanegara

2.3 Keluhan Utama


Suka marah dan emosi tinggi

2.4 Riwayat Penyakit Sekarang


2.4.1. Autoanamnesis
Pasien mengaku sering marah-marah dan merasa emosi yang tinggi.
Pasien merasa takut melihat tokoh kartun seperti Donald Duck dan
Mickey Mouse. Pasien mengatakan sering mendengar sesuatu dan
memiliki teman imajiner. Pasien lebih suka menyendiri dan cuek bergaul
dengan orang lain semenjak dia telah di bully oleh teman-temannya dari
SD dan SMP. Karena sifat meyendiri ini pasien hingga diusia 22 tahun
masih belum bekerja.

3
2.4.2. Heteroanamnesis
Pasien suka menyendiri sehingga jarang keluar rumah. Saat diluar pasien
suka mencari keributan dengan orang lain. Pasien sering mengalami
kesulitan tidur setelah bangun pada saat tengah malam. Pasien diketahui
suka membenturkan kepalanya ke tembok beberapa kali. Pasien sering
mendengar suara bisikan-bisikan yang tidak diketahui dari mana asalnya.
Pasien juga merasa malas dan kurang nafsu makan ketika berada dirumah.

2.5 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit psikologis : pernah mendapat pengobatan untuk
F.23 (Acute and transient psychotic
disorders)
Riwayat penyakit medis : tidak ada
Riwayat operasi : tidak ada
Riwayat merokok : tidak ada
Riwayat konsumsi alcohol : tidak ada
Riwayat penyalahgunaan zat : tidak ada

2.6 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit psikologis : Skizofrenia (saudara sepupu)
Riwayat penyakit medis : Ibu (-), & Ayah (-)

2.7 Genogram

4
2.8 Riwayat Hidup Pasien
a. Masa Kanak Awal (0 – 3 tahun)
• 0 – 1 tahun
Pasien aterm saat dilahirkan, dengan proses persalinan normal,
tidak ada trauma lahir, dan merupakan kehamilan yang
diinginkan.
• 1 – 3 tahun
Pasien berperilaku seperti anak seusianya, bermain dengan
temannya (anak tetangga). Tidak ada perilaku dan kepribadian
yang menunjukkan adanya suatu masalah. Asuhan yang baik dari
kedua orang tua.
b. Masa Kanak Pertengahan (3 – 5 tahun)
Pasien anak yang aktif. Pasien masih berperilaku baik seperti anak
seusianya, tapi kadang suka marah.
c. Masa Kanak Akhir (5 – 13 tahun)
Pasien memulai pendidikan di Sekolah Dasar, merupakan anak yang
penyendiri dan cuek terhadap temannya. Tidak suka berbaur dengan
teman sebayanya. Sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari
teman-temannya karena karena sifat pasien yang pendiam dan suka
marah.
d. Masa Remaja (13 – 21 tahun)
Pasien kemudian melanjutkan pendidikan SMP dan SMA, pasien
masih sering diganggu oleh teman-temannya karena sifat dari pasien.
e. Masa Dewasa
Pasien tidak melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi, masih
suka menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain. Pasien
suka mencari keributan dengan orang-orang sekitarnya. Pasien mulai
menjalani pengobatan sejak tahun 2017 hingga sekarang dan perlahan
mulai membaik. Pasien sering mengalami kesulitan tidur setelah bangun
pada saat tengah malam.

5
Pasien diketahui suka membenturkan kepalanya ke tembok beberapa kali.
Pasien sering mendengar suara bisikan-bisikan yang tidak diketahui dari
mana asalnya.
• Riwayat Pekerjaan
Pasien belum bekerja.

• Riwayat Pernikahan
Pasien belum menikah.

2.9 Status Fisik


Tanda Vital : T = 120/79 mmHg RR = 20 kali/menit
N = 112 kali/menit T = 35,8°C
Keadaan Gizi: baik
Kepala : anemis (-/-), ikterik (-/-)
Leher : pembesaran KGB (-)
Thoraks : tidak diperiksa
Jantung : tidak diperiksa
Paru : tidak diperiksa
Abdomen : tidak diperika
Ekstrimitas : normal, akral hangat, CRT < 2”

2.10 Status Neurologik


GCS :E=4 V=5 M=6
Refleks fisiologis : Tidak diperiksa
Refleks patologis : Tidak diperiksa

2.11 Status Psikiatrik


Keadaan Umum : cukup rapi, berpenampilan sesuai usia,

6
Sikap / Tingkah Laku : kooperatif gelisah, sedikit bingung, dan
bicara kasar
Kesadaran : compos mentis
Kontak / rapport : verbal (+), visual (+)
Atensi / konsentrasi : baik
Orientasi : Waktu: baik Tempat: baik Orang: baik
Mood / Afek : Mood labil dan Afek sempit
Proses Berpikir : flight of ideas, waham paranoid (+),
Persepsi : halusinasi auditorik
Intelegensi : baik, sesuai tingkat pendidikan
Psikomotor : sedikit meningkat, agitasi
Kemauan : ADL mandiri

2.12 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium : tidak dilakukan
Assesment Tools : PANSS-EC

2.13 Diagnosis Multiaksial


Aksis 1 : F20.0 (Skizofrenia Paranoid)
Aksis 2 : tidak ada
Aksis 3 : tidak ada
Aksis 4 : masalah pendidikan dan psikososial
Aksis 5 : GAF 70-61

2.14 Penatalaksanaan
a. Psikofarmaka
Haloperidol 20 mg 1 tab 0-0-1
Fluphenazine 20 mg 1 tab 0-0-1
Clozapine 25 mg 1 tab 0-0-1
b. Psikoterapi
Saat ini psikoterapi tidak dilakukan pada pasien.

7
Tetapi terdapat psikoterapi yang dapat diterapkan pada pasien dengan
gangguan skizofrenia yaitu psikoterapi individual seperti cognitive
behavioral therapy jika pasien sudah mampu menilai realita, yang
mencakup:
1) Psikoterapi Investigasi
Psikoterapi ini diharapkan mampu untuk lebih memahami
kesulitan mereka saat ini dan menjawab lebih realistis dan
produktif untuk orang-orang dalam keadaan saat ini. Itu juga
harus memfasilitasi kenangan mereka melalui rekreasi dalam
hubungannya dalam transferensi. Psikoterapi ini juga bernilai
dalam memahami aspek-aspek ganguan biologis skizofrenia.
2) Psikoterapi Suportif
Psikoterapi ini mampu memberikan pengertian realitas,
menentramkan hati secara langsung, memberikan saran dalam
masalahnya, memberikan harapan, dan secara aktif mengatur
lingkungan pasien. Terapi suportif menggunakan hubungan
dokter-pasien untuk membentuk latar belakang dari perawatan
klinis adekuat yang membantu pemberian intervensi farmakologi
secara efektif.
3) Psikoterapi fleksibel
Tujuan dari pendekatan ini yaitu memperbaiki kepribadian,
penyesuaian sosial, dan mencegah kekambuhan. Psikoterapi ini
mengandalkan kemampuan terapis untuk berpindah, fleksibel, dan
merubah peran terhadap semua pasien berdasarkan perubahan
keadaan. Selain itu, terapis juga harus selalu mengingat tujuan
membantu pasien serta menerima, mempelajari, dan mengelola
sendiri apa yang menjadikan penyakit ini kronis.
(Suhendro, 2013).
c. Electroconvulsive therapy (ECT)
Dalam kasus di mana skizofrenia seseorang tidak membaik setelah
mencoba obat-obatan tertentu, dan orang tersebut berisiko melukai
diri sendiri atau merugikan orang lain, penyedia layanan kesehatan

8
mungkin merekomendasikan untuk menambahkan terapi
elektrokonvulsif (ECT). Perawatan ini dapat membawa perbaikan yang
cepat ketika pengobatan saja akan memakan waktu terlalu lama untuk
memiliki efek. Ketika perawatan lain tidak berhasil, ECT seringkali
menjadi satu-satunya yang akan berhasil, dan itu bisa menyelamatkan
nyawa ketika orang-orang berisiko tinggi untuk bunuh diri. Meskipun
demikian, penggunaan ECT tidak umum karena membawa stigma yang
berat dan karena TV, film, dan media lain jarang akurat dalam
menunjukkan bagaimana perlakuan ini terjadi.
Perawatan ini melibatkan penggunaan arus listrik yang dioleskan ke
kulit kepala Anda, merangsang bagian-bagian tertentu dari otak
Anda. Stimulasi tersebut menyebabkan kejang singkat, yang dapat
membantu meningkatkan fungsi otak bagi orang dengan depresi
berat, agitasi, dan masalah lainnya. Orang yang menerima ECT
menerima anestesi, jadi mereka tertidur ketika prosedur ini terjadi
dan tidak menyakitkan (Cleveland Clinic, 2018).

2.15 Usul Pemeriksaan


a. Pemeriksaan darah lengkap (gejala pada pasien disebabkan oleh
kecanduan alkohol atau penggunaan obat-obatan terlarang).
b. CT-Scan/MRI dan EEG (untuk melihat kemungkinan adanya
kelainan pada otak dan pembuluh darah).
(Cleveland Clinic, 2018).

2.16 Prognosis
• Quo ad Vitam dan Quo ad Functionam: Dubia ad Bonam (apabila
pengobatan rutin dan dukungan penuh dari keluarga, tidak ada
riwayat keluarga skizofrenia)
• Quo ad Sanactionam: Dubia ad malam (karena onset pada usia muda
dan perjalanan penyakit sudah lama hampir 5 tahun, dan pasien belum
menikah, banyak relaps)
(Sadock & Sadock, 2018)

9
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Formulasi Diagnosis


Seorang Wanita usia 26 tahun 7 bulan, beragama Kristen, belum
menikah, dengan pendidikan terakhir S1, bekerja sebagai guru, dan berasal dari
Kutai Barat. Datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSJD Atma Husada
Samarinda pada hari Jum’at, 9 September 2022.
Pasien dibawa oleh kedua orang tuanya karena pasien mengamuk di
rumah, terlihat bingung, bicara sendiri dan sulit tidur sejak 1 minggu sebelumnya
serta tertawa dan menangis tiba-tiba.
Pasien awalnya merupakan pribadi yang periang, dan mudah bergaul
dengan siapapun, dan menjalani pendidikan dengan baik, tetapi saat mulai untuk
melanjutkan perkuliahan S2, ketika diberi tugas pasien merasa tidak mampu
mengerjakannya, hal tersebut yang memicu perubahan perilaku. Pasien pernah
menjalani pengobatan untuk gangguan jiwa sebelumnya, dan dikatakan sudah
stabil sehingga pada November 2021 pengobatan diberhentikan oleh dokter.
Tidak ada kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari pada
kehidupan pasien. ADL pasien juga masih dapat dilakukan secara mandiri. Pasien
juga masih dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah membantu orang tuanya.
Dari pemeriksaan status psikiatri, didapatkan penampilan rapi dan sesuai
usia, kooperatif namun tampak gelisah, bingung dan suka berbicara kasar, kontak
verbal dan visual yang baik, orientasi baik, mood labil, dan afek sempit, proses
berpikir terdapat flight of ideas, dan waham paranoid, terdapat GPS berupa
halusinasi auditorik dan visual, intelegensi yang baik dan psikomotor yang sedikit
meningkat menunjukkan adanya agitasi, serta ADL mandiri.

3.2 Diagnosis Multiaksial


Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan pasien terdapat kelainan
perilaku dan psikologis yang secara klinis bermakna yang dapat menyebabkan
distress dan dissabilitas dalam fungsi sehari-hari maka pasien dikatakan gangguan
jiwa.

10
a. Aksis I (F20.0 Skizofrenia Paranoid)
Menurut PPDGJ-III, Skizofrenia merupakan sindrom dengan variasi penyebab
(banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
"deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karateristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) or tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness)
dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Berikut merupakan pedoman
diagnostik dari gangguan skizofrenia:
• Harus ada sedikitnya satu gejala berikuti ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
(a) - "thought echo" = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- "thought insertion or withdrawal" = isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan "thought
broadcasting" = isi pikirannya tersiar ke luar sehingga orang lain atau
umum mengetahui nya;
(b) - "delusion of control" = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- "delusion of influence" = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- "delusion of passivity" waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang "dirinya" = secara jelas
merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan,
atau penginderaan khusus);
- "delusional perception" = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;

11
(c) halusinasi auditorik:
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara) atau
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain).
• Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
(e) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, di apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap
hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
(f) arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
(g) perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (ex citement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor;
(h) gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengaki batkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
• Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal);

12
• Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
Pedoman Diagnostik F20.0 Skizofrenia Paranoid
• Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.
• Sebagai tambahan :
- halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
(a) suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), un mendengung (humming), atau bunyi tawa (laugh bing);
(b) halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol;
(c) waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), Indian dipengaruhi (delusion of influence), atau
"passivity" (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang
beraneka ragam, adalah yang paling khas; gangguan afektif, dorongan
kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak
nyata/ tidak menonjol.
Diagnosis Banding:
• Epilepsi dan Psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan
• Keadaan paranoid involusional (F22.8)
• Paranoia (F22.0)
(Maslim, 2019).

Tabel 1. Pembanding Keluhan yang Dialami Pasien dan Kriteria Diagnostik

Keluhan Ya Tidak Teori


Pasien juga mengakui bahwa Halusinasi auditorik: suara
mendengar bisikan yang ü halusinasi yang berkomentar

13
berulang-ulang dan macam- secara terus menerus terhadap
macam dari mahkluk yang ada perilaku pasien, atau Suara-suara
di samping kanan dan kirinya halusinasi yang mengancam
dengan kata-kata yang kurang pasien atau memberi
dipahami sehingga pasien perintah, atau halusinasi auditorik
memilih memakai headset di tanpa bentuk verbal berupa bunyi
rumah untuk mengurangi pluit (whistling), mendengung
suara-suara bisikan tersebut. (humming), atau bunyi tawa
(laugh bing);

Pasien juga merasa takut jika "delusion of control" = waham


melihat tokoh kartun seperti ü tentang dirinya dikendalikan oleh
Donald Duck, Mickey Mouse suatu kekuatan tertentu dari luar;
dan lain sebagainya. Pasien Halusinasi pembauan atau
berusaha untuk tidak melihat pengecapan rasa, atau bersifat
tokoh kartun tersebut. seksual, atau lain-lain perasaan
tubuh; halusinasi visual mungkin
ada tetapi jarang menonjol;

Pasien mengaku sakit hati


waham dapat berupa hampir
karena perlakukan tidak
ü setiap jenis, tetapi waham
menyenangkan dari teman-
dikendalikan (delusion of
temannya baik dari SD, SMP,
control), Indian dipengaruhi
SMA manupun lingkungan
(delusion of influence), atau
sekitarnya.
"passivity" (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar
kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas;
gangguan afektif, dorongan
kehendak dan pembicaraan, serta

14
gejala katatonik secara relatif
tidak nyata/ tidak menonjol.
suka
Pasien marah sejak Perilaku katatonik, seperti
sehari yang lalu, sulit tidur, ü keadaan gaduh-gelisah (ex
mondar-mandir di dalam citement), posisi tubuh tertentu

b. Aksis II (Tidak Ada Diagnosis)


Pada aksis II, berdasarkan anamnesa baik autoanamnesa maupun
heteroanamnesa didapatkan kepribadian premorbid pasien adalah mudah bergaul
dan berteman dengan siapapun. Sehingga kesimpulannya tidak ada diagnosis
untuk axis II.

c. Aksis III (Vertigo)


Pada aksis III, melalui anamnesa didapatkan bahwa pasien tidak memiliki riwayat
penyakit medis

d. Aksis IV (Masalah Pendidikan dan Psikososial)


Pada aksis IV, dapat diidentifikasikan bahwa terdapat hubungan masalah
pendidikan dan juga psikososial baik dengan keluarga maupun teman bekerja.
Pasien merasa tidak mampu melanjutkan Pendidikan ke perguruan tinggi. Pasien
juga merasa kesepian di rumah karena orang tuanya sibuk dengan pekerjaan,
Pasien juga merasa dibully oleh orang disekitar rumahnya sehingga pasien merasa
diejek oleh torang-orang di tempat tinggalnya.

15
e. Aksis V (GAF 70 – 61)
Global Assesment of Functional (GAF) scale untuk pasien ini adalah 70 – 61
dimana terdapat beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan dalam
fungsi, secara umum masih baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Cleveland Clinic. (2018). Schizophrenia: What It Is, Causes, Symptoms &


Treatment. Diunduh dari:
https://my.clevelandclinic.org/health/diseases /4568-schizophrenia –
diakses pada 20 September 2022.
Fiona, K. & Fajrianthi. (2013). Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kualitas Hidup
Penderita Skizofrenia. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial, 2(3), 106
– 113.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
Maslim, R. (2019). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III, DSM-5 dan ICD-11. Jakarta: Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya.
Nisa, A., Fitriani, V. Y. and Ibrahim, A. (2014). Karakteristik Pasien Dan Pengobatan
Penderita Skizofrenia Di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda. Applied
Microbiology and Biotechnology, 85(1), 2071 - 2079.
Sadock, B. J., & Sadodck, V. A. (2018). Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Saputra, T. A. (2014). Paranoid Types of Schizophrenia. Jurnal Agromed Unila,
1(1), 43 – 48.
Suhendro, W. (2013). Psikoterapi pada Penyakit Skizofrenia. E-Jurnal Medika
Udayana, 2(12), pp. 2135 – 2146.

17

Anda mungkin juga menyukai