Anda di halaman 1dari 117

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN


KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA PASIEN
CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
DI BANGSAL JANTUNG RSUP
DR. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

NATASHA YOVANI
NIM : 173110178

PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020

i
POLTEKKES KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN


KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA PASIEN
CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
DI BANGSAL JANTUNG RSUP
DR. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Ahli Madya Keperawatan

NATASHA YOVANI
NIM : 173110178

PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020

ii
iii
iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber
baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Natasha Yovani


NIM :173110178

Tanda Tangan :

Tanggal : 9 Juni 2020

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat dan rahmat-Nya,
peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada Pasien
Congestive Heart Failure (CHF) di Bangsal Jantung RSUP Dr. M.Djamil
Padang Tahun 2020”.

Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
,sangat sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Oleh
karena itu, peneliti mengucapkan terimakasih kepada Ibu Ns. Idrawati Bahar,
S.Kep, M.Kep selaku pembimbing I dan Ibu Hj. Reflita, S.Kp, M.Kes selaku
pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
mengarahkan peneliti dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Selanjutnya ucapan terimakasih peneliti sampaikan kepada yang terhormat :


1. Bapak Dr. Burhan Muslim, SKM, M.Si selaku Direktur Poltekkes
Kemenkes Padang.
2. Bapak Dr. dr. Yusirwan Yusuf, Sp. B, Sp. BA (K) MARS selaku Direktur
RSUP. Dr. M. Djamil Padang yang sudah mengizinkan peneliti untuk
melakukan penelitian pada pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF).
3. Ibu Ns. Sila Dewi Anggreni, M.Kep, Sp.KMB selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes Padang.
4. Ibu Heppi Sasmita, M.Kep, Sp.Jiwa selaku ketua Program Studi
Keperawatan Padang Poltekkes Kemenkes Padang.
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Keperawatan Padang Potekkes
Kemenkes Padang yang telah memberikan bekal ilmu untuk bekal
penelitian.
6. Orang tua tersayang yang telah memberikan dorongan, kasih sayang,
semangat, dan do’a restu. Tiada kata yang dapat ananda sampaikan selain
do’a semoga Allah SWT selalu memberikan nikmat sehat kepada kita
semua.

vi
7. Teman – teman yang senasib dan seperjuangan Mahasiswa Politeknik
Kesehatan Padang Program Studi Keperawatan Padang Tahun 2017 yang
selama ini telah memberi semangat dan motivasi bagi peneliti.
Peneliti menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab
itu peneliti mengharapkan tanggapan, kritikan dan saran yang membangun dari
semua pihak untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata, peneliti
berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Semoga nantinya dapat membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.

Padang, Juni 2020

Peneliti

vii
POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENKES PADANG PROGRAM
STUDI D III KEPERAWATAN PADANG

Karya Tulis Ilmiah, Mei 2020


Natasha Yovani

“Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada


Pasien dengan CHF (Congestive Heart Failure) di Bangsal Jantung RSUP.
Dr. M. Djamil Padang Tahun 2020”

xii + 76 halaman, 2 tabel, 12 lampiran

ABSTRAK
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Kasron, 2012). Menurut
WHO (2018) terdapat sebanyak 17,7 juta kematian didunia disebabkan penyakit
kardiovaskuler salah satunya penyakit gagal jantung. Menurut Dinkes Kota
padang tahun 2019 penyakit gagal jantung mengalami peningkatan dari 263
menjadi 416 orang. Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana asuhan
keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien dengan
CHF.

Desain penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian


dilakukan di Bangsal Jantung RSUP Dr. M.Djamil Padang, waktu penelitian
Desember 2019-juni 2020. Populasi saat penelitian ada 4 orang, menggunakan
teknik simpel random sampling didapatkan 1 partisipan. Cara pengumpulan data
meliputi wawancara, pemeriksaan fisik, pengukuran dan studi dokumentasi.
Analisis tahapan proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi.

Hasil pengkajian didapatkan keluhan sesak napas, kesulitan dalam mengeluarkan


dahak. Diagnosa keperawatan yaitu pola napas tidak efektif. Intervensi meliptui
menjaga kepatenan jalan napas pasien dengan cara memberikan oksigen dan
mengatur posisi pasien semi fowler atau fowler untuk memaksimalkan ventilasi.
Implementasi keperawatan dengan memberikan oksigen, memonitor pemberian
oksigen, memonitor perubahan pernapasan, mempertahankan kepatenan jalan
napas, membatasi cairan 1500 ml/hari untuk mengurangi edema, mengajarkan
teknik batuk efektif. Evaluasi keperawatan meliputi sesak napas pasien berkurang
serta mampu melakukan batuk efektif.

Melalui Direktur Rumah Sakit hasil penelitian ini diharapkan perawat ruangan
bisa melanjutkan memonitor pemberian oksigen dalam memberikan asuhan
keperawatan dalam menangani kasus CHF. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan
bisa jadi bahan bacaan dalam melakukan penelitian mengenai gangguan
kebutuhan oksigen pada pasien CHF.

Kata Kunci (KeyWord) : Oksigenasi, CHF, Asuhan keperawatan


DaftarPustaka : 27 (2009-2019)

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................................... i

KATA PENGANTAR ……………………………………………….. ................ ii

ABSTRAK ............................................................................................................iv

DAFTAR ISI .........................................................................................................v

DAFTAR TABEL.............................................................................................................. viii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. .. ix

DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………… x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................7
C. Tujuan ........................................................................................................................ 8
D. Manfaat...................................................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Pemenuhan Oksigen


1. Pengertian Kebutuhan Oksigen ............................................................10
2. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigen
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen ......................... 14
4. Fisiologi Pernapasan ............................................................................16
5. Gangguan pada Fungsi Pernapasan ......................................................19
6. Penatalaksanaan Pemenuhan Oksigenasi .............................................19
7. Tanda Seseorang Mengalami Masalah Oksigenasi ..............................20

B. Konsep Penyakit pada Congestive Heart Failure (CHF)

ix
1. Defenisi ................................................................................................30
2. Etiologi .................................................................................................31
3. Klasifikasi.............................................................................................32
4. Patofisiologi .........................................................................................35
5. Manifestasi Klinis ................................................................................36
6. Pemeriksaan Diagnostik .......................................................................38
7. Komplikasi ...........................................................................................40
8. Penatalaksanaan ...................................................................................43
9. Gangguan Oksigenasi pada Pasien CHF. .....................................

C. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan


Kebutuhan Oksigenasi pada Pasien CHF
1. Pengkajian ............................................................................................ 43
2. Diagnosa Keperawatan......................................................................... 47
3. Perencanaan Keperawatan ................................................................... 47
4. Implementasi Keperawatan ................................................................. 50
5. Evaluasi Keperawatan .......................................................................... 50

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian ....................................................................... 51


B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 51
C. Populasi dan Sampel .................................................................................. 51
D. Instrument dan Cara Pengumpulan Data ................................................... 51
E. Jenis Data dan Prosedur Penelitian ............................................................ 55
F. Rencana Analisis ........................................................................................ 56

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS

A. Hasil Penelitan
1. Pengkajian Keperawatan .......................................................................... 57
2. Diagnosa Keperawatan ............................................................................. 61
3. Rencana Keperawatan .............................................................................. 62

x
4. Implementasi Keperawatan ......................................................................63
5. Evaluasi Keperawatan ..............................................................................64

B. Pembahasan Hasil Penelitian


1. Pengkajian Keperawatan .................................................................................... 65
2. Diagnosa Keperawatan........................................................................................ 68
3. Rencana Keperawatan ......................................................................................... 69
4. Implementasi Keperawatan ................................................................................. 71
5. Evaluasi Keperawatan .......................................................................................... 73

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan................................................................................................76
B. Saran .......................................................................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan ...................................................................
Tabel 4.1 Analisa Data....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Ganchart Kegiatan Penelitian


Lampiran 2 : Surat Izin Pengambilan Data Dari Institusi Poltekkes
Kemenkes Padang
Lampiran 3 : Surat Izin Pengambilan Data Inst Rekam Medis
Lampiran 4 : Surat Izin Pengambilan Data Inst Penyakit Jantung Terpadu
Lampiran 5 : Surat Izin Melakukan Penelitian Dari Institusi Poltekkes
Kemenkes Padang
Lampiran 6 : Surat Izin Melakukan Penelitian Di RSUP Dr. M.Djamil Padang
Lampiran 7 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Pembimbing I

Lampiran 8 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Pembimbing II


Lampiran 9 : Lembar Persetujuan Partisipan
Lampiran 10 : Format Dokumentasi Asuhan Keperawatan Ny. W
Lampiran 11 : Daftar Hadir Penelitian
Lampiran 12 : Surat Keterangan Selesai Penelitian
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Natasha Yovani


NIM : 173110178
Tmpt/TTL : Padang/ 16 Agustus 1999
Suku : Minang

Status Perkawinan : Belum Kawin


Agama : Islam
Orang Tua : Ayah : Maspondri
Ibu : Asyetti
Kondisi Kesehatan : Baik
Tinggi Badan : 160cm
Berat Badan : 50 kg

Golongan Darah : -

Alamat : Jorong Lubuak Batingkok, Kecamatan Harau,


Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi
Sumatera Barat

Riwayat Pendidikan

No Pendidikan TahunAjaran
1 SDN 01 Lubuak Batingkok 2005-2011
2 SMP N 1 Kecamatan Harau 2011-2014
3 SMA N 1 Kecamatan Harau 2014-2017
4 Poltekkes Kemenkes RI Padang 2017-2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh


manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun
psikologis, yang tentunya bertjuan untuk mempertahankan kehidupan dan
kesehatan. Kebutuhan dasar menurut Abraham Maslow dalam teori hirarki
terdiri dari lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan,
cinta, harga diri dan aktualisasi diri (Wahyudi & Wahid, 2016).

Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan oksigen.


Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat vital. Oksigen
dibutuhkan tubuh untuk menjaga kelangsungan metabolisme sel sehingga
dapat mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai sel, jaringan dan
organ. Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui proses bernapas (Wartonah
& Tarwoto, 2015).

Oksigen merupakan salah satu kebutuhan fisiologis manusia yang


diperlukan dalam proses kehidupan karena oksigen sangat berperan dalam
proses metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen didalam tubuh harus
terpenuhi karena apabila berkurang maka akan terjadi kerusakan pada
jaringan otak dan apabila berlangsung lama akan menyebabkan kematian.
Proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat dilakukan
dengan cara pemberian oksigen melalui saluran pernafasan, pembebasn
jalan nafas dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen,
memulihkan dan memperbaiki organ pernafasan agar berfungsi secara
normal (Saputra, 2013).

Pada proses oksigenasi terdapat sistem pernapasan yang diawali dengan


pengambilan oksigen dari atmosfer melalui organ pernapasan bagian atas
seperti hidung, mulut, faring dan laring. Pada organ pernapasan bagian atas
juga berfungsi sebagai proteksi terhadap benda asing yang akan masuk ke
pernapasan bagian bawah, menghangatkan gas, filtrasi dan
Poltekkes Kemenkes Padang
melembabkan gas. Selanjutnya oksigen masuk ke organ pernapasan bagian
bawah seperti trakea, bronkus utama, bronkus sekunder, bronkus tersier
(segmental), terminal bronkiolus dan selanjutnya masuk ke alveoli untuk
proses difusi. Proses selanjutnya adalah penyaluran oksigen ke jaringan
tubuh melalui sistem kardiovaskuler (Tarwoto & Wartonah, 2015).

Permasalahan dalam hal pemenuhan oksigenasi tidak terlepas dari adanya


gangguan yang terjadi pada system respirasi baik pada anatomi maupun
fisiologis organ-organ respirasi. Permasalah dalam pemenuhan tersebut
juga dapat disebabkan karena adanya gangguan pada system tubuh lain,
seperti system kardiovaskuler atau penurunan curah jantung dan berpotensi
menyebabkan gagal jantung (Abdullah, 2014).

Gagal jantung sering disebut dengan gagal jantung kongestif atau


congestive heart failure (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompakan darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan
akan oksigen dan nutrisi (Kasron, 2012). Gagal jantung adalah suatu
sindrom kompleks yang terjadi akibat gangguan jantung yang merusak
kemampuan ventrikel untuk mengisi dan memompa darah secara efektif.
Seringkali gagal jantung disebabkan oleh efek jangka panjang penyakit
jantung koroner dan infark miokardium saat kerusakan ventrikel kiri cukup
luas untuk mengganggu curah jantung (Le Mone, dkk 2016).
Dampak dari tidak terpenuhinya kebutuhan oksigenasi pada Congestive
Heart Failure (CHF) yaitu terjadi hipoksia, Hal ini akan mengakibatkan
perburukan kesehatan pasien bahkan pada titik berhentinya pernapasan
dan jantung. Pemberian pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien
perlu mendapat perhatian khusus karena pada pemberian yang tidak tepat
dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan seperti depresi pernapasan
atau keracunan oksigen. Cara yang tepat pemberian oksigen adalah
didasarkan pada hasil pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) melalui
perhitungan dengan menggunakan rumus. Melalui perhitungan ini dapat
ditentukan banyaknya konsentrasi oksigen yang diberikan serta dapat
memilih alat yang dipakai dalam pemberian oksigen (Ambarwati, 2014).

Menurut WHO (2018) penyakit kardiovaskuler merupakan masalah


kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Penyakit ini merupakan
Poltekkes Kemenkes Padang
penyebab kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya. Penyakit ini
meliputi: penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke, gagal jantung. Pada
tahun 2018 terdapat sebanyak 17,7 juta kematian didunia disebabkan oleh
penyakit kardiovaskuler salah satunya penyakit gagal jantung (CHF).

Menurut AHA (2018) risiko berkembangnya penyakit Congestive Heart


Failure (CHF) yaitu mencapai 20% untuk usia ≥ 40 tahun dengan angka
kejadian > 650.000 kasus yang baru yang diagnosis Congestive Heart
Failure (CHF) selama beberapa dekade terakhir.

Dari hasil RISKESDAS tahun 2018, prevalensi penyakit gagal jantung


atau congestive heart failuremeningkat seiring bertambahnya usia,
prevalensi tertinggi pada usia 65-74 tahun (0,5%) untuk yang terdiagnosis
dokter, prevalensinya akan menurun pada usia 75 tahun (0,4%) tetapi
untuk yang terdiagnosis dokter dan gejala tertinggi ada pada umur 75
tahun (1,1%). Untuk yang didiagnosis dokter prevalensi lebih tinggi
didapatkan pada perempuan (1,6%) dibandingkan laki-laki (1,3%), tapi
apabila berdasarkan gejala maka prevalensinya laki-laki dan perempuan
(0,3%), prevalensi yang didiagnosis dokter lebih tinggi di perkotaan dari
pada didesa. Untuk prevalensi terdiagnosis sama antara masyarakat di
perkotaan dan didesa.
Dari data Dinkes Sumatera barat, prevalensi penyakit jantung adalah 1,2
% untuk jantung koroner, 0,3% untuk penyakit gagal jantung. Data terbaru
dari Dinkes Kota padang tahun 2019 yang mengalami penyakit gagal
jantung mengalami peningkatan dari 263 menjadi sebanyak 416 orang.

Peran perawat sebagai tenaga professional diantaranya pemberi asuhan


keperawatan, sebagai advokat pasien, sebagai pendidik, koordinator,
kolaborator, sebagai konsultan. Upaya perawat dalam memenuhi
kebutuhan oksigenasi dengan melakukan pemberian oksigen dan
menurunkan konsumsi oksigen dengan istirahat atau pembatasan aktivitas,
nilai tanda vital (untuk peningkatan laju pernapasan dan melemahnya
denyut nadi), perubahan posisi semi fowler (30°-45°) untuk
memaksimalkan ventilasi, pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/
hari), pembatasan diet natrium (<4 gr/ hari) untuk menurunkan oedema,
Poltekkes Kemenkes Padang
lakukan monitor jantung secara terus-menerus (Kasron, 2012).

Berdasarkan data Rekam Medis RSUP Dr M. Djamil Padang (2019),


pasien yang masuk dengan kasus CHF pada tahun 2015 sebanyak 807
orang, pada tahun 2016 pasien dengan CHF sebanyak 4.273 orang, pada
tahun 2017 sebanyak 4.801 orang dan pada tahun 2018 sebanyak 346
orang yang menderita CHF (Rekam Medis RSUP Dr M.Djamil Padang).
Berdasarkan data dari bangsal jantung RSUP Dr M.Djamil Padang pada
tiga bulan terakhir yaitu dari bulan Oktober sampai Desember 2019
terdapat 55 orang yang menderita CHF.

Berdasarkan hasil pengamatan dan survei awal peneliti pada tanggal 31


Desember 2019, terdapat 2 orang dengan diagnosa medis Congestive Heart
Failure (CHF) yang sedang dirawat di Bangsal Jantung RSUP Dr. M.
Djamil Padang dengan diagnosa keperawatan utama yaitu pola napas tidak
efektif. Dari hasil survei didapatkan lima dari delapan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pemenuhan kebutuhan
oksigenasi sudah cukup baik. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk
mengatasi keluhan pasien seperti pengaturan posisi semifowler (30°-45°),
monitor tekanan darah, memonitor EKG, pemberian oksigen nasal kanul.
Namun ada tiga dari delapan perawat belum maksimal dalam memantau
aliran oksigen yang diberikan pada pasien, perawat jarang memeriksa
cairan humidifier habis atau tidak dan dalam pendokumentasian perawat
sudah melakukan pengkajian keperawatan seperti identifikasi pasien,
namun dalam menegakkan diagnosa, tapi pada bagian evaluasi
keperawatan masih sama dengan hari pertama pasien dirawat, tidak sesuai
dengan kondisi perkembangan pasien saat itu.

Berdasarkan data dan fenomena diatas, peneliti telah melakukan penelitian


tentang “Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi Pada Pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF) di
Bangsal Jantung RSUP Dr M Djamil Padang pada tahun 2020”.

Poltekkes Kemenkes Padang


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini


adalah bagaimana asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF) di bangsal
jantung RSUP Dr M.Djamil Padang tahun 2020 ?

C. Tujuan Umum

1. Tujuan Umum

Mampu mendeskripsikan proses keperawatan pada pasien dengan


gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien CHF dengan
metode ilmiah proses keperawatan di RSUP Dr M.Djamil Padang
tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan hasil pengkajian pasien gangguan pemenuhan


kebutuhan oksigenasi dengan CHF di RSUP Dr M.Djamil Padang
tahun 2020.

b. Mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pasien dengan


gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan CHF di
RSUP Dr M.Djamil Padang tahun 2020.

c. Mendeskripsikan rumusan perencanaan keperawatan pasien


dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan CHF
di RSUP Dr M.Djamil Padang tahun 2020.

d. Mendeskripsikan pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien


dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan CHF
di RSUP Dr M.Djmil Padang tahun 2020.

e. Mendeskripsikan hasil evaluasi keperawatan pada pasien dengan


gangguan kebutuhan oksigenasi dengan CHF di RSUP Dr
M.Djamil Padang tahun 2020.

Poltekkes Kemenkes Padang


D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti
Hasil kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
dan pengalaman bagi peneliti dalam melakukan penelitian tentang
asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi
pada pasien CHF serta untuk mengetahui pentingnya oksigen bagi
tubuh manusia.

2. Bagi Direktur Rumah Sakit


Melalui Diretur Rumah Sakit hasil penelitian diharapkan dapat
memberikan sumbangan pikiran dan menjadi bahan masukan yang
bermanfaat bagi para perawat yang berada di Bangsal Jantung
RSUP Dr. M. Djamil Padang, terutama dalam memberikan asuhan
keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada
pasien CHF.

3. Bagi Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Padang


Melalui ketua jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes RI
Padang diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan
untuk latihan-latihan kasus bagi mahasiswa dalam memberikan
asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi
pada pasien CHF.

4. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan bacaan


dan pedoman bagi peneliti dalam penelitian selanjutnya yang
mengambil kasus tentang asuhan keperawatan gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien CHF.

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Oksigen

1. Pengertian Kebutuhan Oksigen

Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan


manusia. Dalam tubuh oksigen berperan penting didalam proses
metabolisme sel. Oksigenasiadalah proses penambahan O2 ke dalam
system (kimia atau fisika).Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna
dan tidak berbau yang sangatdibutuhkan dalam proses metabolisme sel.
Kebutuhan oksigen padamanusia memiliki kapasitas (daya muat) udara
dalam paru-paru adalah4.500 - 5.000 ml (4,5– 5 L). udara yang diproses
dalam paru-paru hanyasekitar 10% (±500 ml), yakni yang dihirup
(inspirasi) dan yangdihembuskan (ekspirasi) pada pernapasan biasa
(Ambarwati, 2014).

2. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Pemenuhan Kebutuhan


Oksigen
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), pemenuhan kebutuhan oksigen
tubuh sangat ditentukan oleh beberapa sistem diantaranya sebagai berikut :
a. Sistem Pernapasan
Sistem pernapasan atau respirasi berperan dalam menjamin
ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh
dan pertukaran gas. Melalui peran sistem respirasi oksigen diambil dari
atmosfer, ditranspor masuk ke paru-paru dan terjadi pertukaran gas
oksigen dengan karbon dioksida di alveoli, selanjutnya oksigen akan
didifusi masuk kapiler darah untuk dimanfaatkan oleh sel dalam proses
metabolisme.
b. Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler juga berperan dalam proses oksigenasi ke
jaringan tubuh, yaitu berperan dalam proses transportasi oksigen.
Oksigen ditransportasikan ke seluruh tubuh melalui aliran darah.Aliran

Poltekkes Kemenkes Padang


9

darah yang adekuat hanya dapat terjadi apabila fungsi jantung normal.
Dengan demikian, kemampuan oksigen pada jaringan sangat
ditentukan oleh adekuatnya fungsi jantung.
c. Sistem Hematologi
Sel darah yang sangat berperan dalam oksigenasi adalah sel darah
merah, karena di dalamnya terdapat hemoglobin yang mampu
mengikat oksigen.

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Oksigen


Menurut Ambarwati (2014), terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kebutuhan oksigen diantaranya adalah sebagai berikut : a.
Faktor fisiologis
Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh pada kebutuhan
oksigen seseorang. Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi
pernapasannya diantaranya adalah :
1) Penurunan kapasitas angkut oksigen seperti pada pasien anemia
atau pada saat terpapar zat beracun.
2) Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi.
3) Hipovolemia
4) Peningkatan laju metabolik
5) Kondisi lain yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti
kehamilan, obesitas dan penyakit kronis.

b. Status kesehatan
Pada orang yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar
oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi,
pada kondisi sakit tertentu, proses oksigenasi dapat terhambat sehingga
mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh seperti gangguan
pada sistem pernapasan, kardiovaskuler dan penyakit kronis.

Poltekkes Kemenkes Padang


10

c. Faktor perkembangan
Tingkat perkembangan menjadi salah satu faktor penting yang
memengaruhi sistem pernapasan individu, diantaranya :
1) Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
2) Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok.
4) Dewasa muda dan paruh baya: diet yang tidak sehat, kurang
aktivitas, dan stres yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-
paru.
5) Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan
kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi paru
menurun.

d. Faktor perilaku
Perilaku keseharian individu dapat mempengaruhi fungsi pernapasan.
Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan olahraga, kondisi emosional dan
penggunaan zat-zat tertentu secara tidak langsung akan berpengaruh
pada pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.

e. Lingkungan
Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen.
Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhinya adalah :
1) Suhu lingkungan
2) Ketinggian
3) Tempat kerja (polusi)

4. Fisiologi Pernapasan
Menurut Ambarwati (2014), jenis pernapasan ada 2 yaitu pernapasan
eksternal dan pernapasan internal.

Poltekkes Kemenkes Padang


11

a. Pernapasan Eksternal
Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu padakeseluruhan
proses pertukaran O2 dan CO2 antara lingkunganeksternal dan sel
tubuh. Secara umum, proses ini berlangsung dalam 3langkah, yakni
ventilasi palmoner, pertukaran gas alveolar, serta transport oksigen dan
karbondioksida.
1) Ventilasi pulmoner
Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui
prosesventilasi sehingga terjadi pertukaran gas antara
lingkunganeksternal dan alveolus. Proses ventilasi ini dipengaruhi
olehbeberapa faktor, yakni jalan napas yang bersih, sistem saraf
pusatdan sistem pernapasan yang utuh, rongga toraks yang
mampumengembang dan berkontraksi dengan baik, serta komplians
paruyang adekuat.
2) Pertukaran gas alveolar
Setelah oksigen memasuki alveolus, proses pernapasan
berikutnyaadalah difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh
darahpulmoner.Difusi adalah pergerakan molekul dari
areaberkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi atau
bertekanan rendah.Proses ini berlangsung di alveolus danmembran
kapiler, dan dipengaruhi oleh ketebalan membran sertaperbedaan
tekanan gas.
3) Transport oksigen dan karbondioksida
Tahap ketiga pada proses pernapasan adalah transport gas-
gaspernapasan. Pada proses ini oksigen diangkut dari paru menuju
jaringan dan karbondioksida diangkut dari jaringan kembali menuju
paru.
a) Transpor O2
Proses ini berlangsung pada system jantung dan paru.Normalnya,
sebagian besar O2 (97%) berikatan lemah denganhemoglobin dan
diangkut keseluruh jaringan dalam bentukoksihemoglobin
(HbO2), dan sisanya terlarut dalam plasma.Proses ini dipengaruhi

Poltekkes Kemenkes Padang


12

ioleh ventilasi (jumlah oksigen yangmasuk ke paru) dan perfusi


(aliran darah ke paru dan jaringan).Kapasitas darah yang
membawa oksigen dipengaruhi olehjumlah O2 dalam plasma,
jumlah hemoglobin (Hb), dan ikatanO2 dalam Hb.
b) Transpor CO2
Karbondioksida sebagai hasil metabolisme sel terus-menerus
diproduksi dan diangkut menuju paru dalam 3 cara:
(1) sebagian besar karbondioksida (70%) diangkut dalam sel
darah merah dalam bentuk bikarbonat (HCO3‫;)־‬
(2) sebanyak 23% karbondioksida berikatan dengan
hemoglobin membentuk karbaminohemoglobin (HbCO2);
(3) sebanyak 7% diangkut dalam bentuk larutan di dalam
plasma dan dalam bentuk asam karbonat.

b. Pernapasan Internal
Pernapasan internal (pernapasan jaringan) mengacu pada
prosesmetabolisme intra sel yang berlangsung dalam mitokondria,
yangmenggunakan O2 dan menghasilkan CO2 selama proses
peyerapanenergi molekul nutrien. Pada proses ini darah yang
banyakmengandung oksigen di bawa keseluruh tubuh hingga mencapai
kapilersistemik. Selanjutnya terjadi pertukaran oksigen dan
karbondioksidaantara kapiler sistemik dan sel jaringan.

5. Gangguan pada Fungsi Pernapasan


1) Perubahan pola napas
Pola nafas mengacu pada frekuensi, volume, irama, dan usaha
pernapasan. Pola napas yang normal (eupnea) ditandai dengan
pernapasan yang tenang, berirama, dan tanpa usaha. Perubahan pola
napas yang umum terjadi adalah takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
dispnea, dan orthopnea (Ambarwati, 2014).

Poltekkes Kemenkes Padang


13

a. Takipnea : frekuensi pernapasan yang cepat. Biasanya ini terlihat


pada kondisi demam, asidosis metabolik, nyeri dan pada kasus
hiperkapnia atau hipoksemia.
b. Bradipnea : frekuensi pernapasan yang lambat dan abnormal.
Biasanya ini terlihat pada orang yang baru menggunakan obat-obat
sepertimorfin, pada kasus alkalosis metabolik, atau peningkatan
Tekanan Intra Kranial (TIK).
c. Apnea : henti napas.
d. Hiperventilasi : peningkatan jumlah udara yang memasuki paru.
Kondisi ini terjadi saat kecepatan ventilasi melebihi kebutuhan
metabolik untuk pembuangan CO2. Biasanya, hiperventilasi
disebabkan oleh asidosis, infeksi dan kecemasan. Lebih lanjut
kondisi ini bisa menyebabkan alkalosis akibat pengeluaran CO2 yang
berlebihan.
e. Hipoventilasi: penurunan jumlah udara yang memasuki paru-paru.
Kondisi ini terjadi saat ventilasi alveolar tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolik untuk penyaluran O2 dan
pembuangan CO2. Biasanya ini disebabkan oleh penyakit otot
pernapasan, obat-obatan, anastesia.
f. Pernapasan kussmaul: salah satu jenis hiperventilasi yang menyertai
asidosis metabolik. Pernapasan ini merupakan upaya tubuh untuk
mengompensasi asidosis dengan mengeluarkan karbondioksida
melalui pernapasan yang cepat dan dalam.
g. Orthopnea: ketidakmampuan untuk bernapas, kecuali dalam posisi
tegak atau berdiri.
h. Dispnea: kesulitan atau ketidakmampuan saat bernapas.

2) Hipoksia
Hipoksia adalah kondisi ketika kadar oksigen dalam tubuh (sel) tidak
adekuat akibat kurangnya penggunaan atau pengikatan oksigenpada
tingkat sel. Kondisi ini ditandai dengan kelelahan, kecemasan,pusing,
penurunan tingkat kesadaran, penurunan konsentrasi, kelemahan,

Poltekkes Kemenkes Padang


14

peningkatan tanda-tanda vital, disritmia, pucat, sianosis, dan dispnea.


Penyebabnya antara lain penurunan Hb dan kapasitas angkut oksigen
dalam darah, penurunan konsentrasi O2 inspirasi, ketidakmampuan sel
mengikat O2, penurunan difusi O2 dari al-veoli ke dalam darah, dan
penurunan perfusi jaringan.

3) Obstruksi Jalan Napas


Obstruksi jalan napas, baik total ataupun sebagian, dapat terjadi di
seluruh tempat di sepanjang jalan napas atas atau bawah. Obstruksi
pada jalan napas atas (hidung, faring, laring) dapat disebabkan oleh
benda asing seperti makanan, akumulasi secret, atau oleh lidah yang
menyumbat orofaring pada orang yang tidak sadar. Sedangkan obstruksi
jalan napas bawah meliputi sumbatan total atau sebagian pada jalan
napas bronkus dan paru (Ambarwati, 2014).

Perubahan fungsi pernapasan menurut Ernawati (2012), disebabkan


penyakit dan kondisi-kondisi yang mempengaruhi ventilasi dan
transportasi oksigen. Perubahan tersebut ada 3 yaitu:
a. Hiperventilasi
Adalah suatu kondisi ventilasi yang berlebih, yang di butuhkan untuk
mengeliminasi karbondioksida normal di vena, yang di produksi
melalui metabolise seluler. Tanda dan gejala hiperventilasi:
1) Takikardi
2) Nafas pendek
3) Nyeri dada
4) Pusing
5) Sakit kepala ringn
6) Disorientasi
7) Parastesia
8) Tinnitus
9) Penglihatan yang kabur

Poltekkes Kemenkes Padang


15

b. Hipoventilasi
Hipoventilasi merupakan suatu proses dimana ventilasi alveolar tidak
adekuat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi
karbondioksida secara adekuat. Pada penyakit-penyakit tertentu dapat
menyebabkan hipoventilasi yaitu, atelektasis, penyakit paru. Tanda
dan gejala:
1) Pusing
2) Nyeri kepala
3) Latergi
4) Disorientasi
5) Penurunan kemampuan melakukan instruksi
6) Disritmia jantung
7) Ketidakseimbangan elektrolit
8) Konvulsi
9) Koma

c. Hipoksia

Hipoksia disebabkan karena oksigenasi jaringan yang tidak adekuat


pada tingkat jaringan. Hipoksia ini disebabkan oleh penurunan kadar
Hb dan penurunan kapasitas darah yang membawa oksigen,
penurunan konsentrasi yang diinspirasi, ketidakmampuan jaringan
mengambil oksigen.
Tanda dan gejala :
1) Gelisah
2) Rasa takut, ansietas
3) Disorientasi
4) Penurunan kemampuan berkonsentrasi
5) Penurunan tingkat kesadaran
6) Peningkatan keletihan
7) Perubahan perilaku
8) Peningkatan frekuensi nadi
9) Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan

Poltekkes Kemenkes Padang


16

10) Peningkatan tekanan darah


11) Sianosis
12) Clubbing
13) Dipsnea

6. Penatalaksanaan Pemenuhan Oksigenasi


Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah tindakan
pemberian oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir atau
FiO2 > 21 %. Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi
jaringan dan mencegah respirasi respiratorik, mencegah hipoksia jaringan,
menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung, serta mempertahankan
PaO2 > 60 % mmHg atau SaO2 > 90 %.
Indikasi pemberian oksigen dapat dilakukan pada :
1) Perubahan frekuensi atau pola napas
2) Perubahan atau gangguan pertukaran gas
3) Hipoksemia
4) Menurunnya kerja napas
5) Menurunnya kerja miokard
6) Trauma berat

Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa


metode, diantaranya adalah inhalasi oksigen (pemberian oksigen),
fisiotrapi dada, napas dalam dan batuk efektif, dan penghisapan lender
atau subtioning (Abdullah, 2014).
a. Inhalasi oksigen
Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memberikan oksigen kedalam paru-paru melalui saluran pernapsan
dengan menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada
pasien dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui kanula, nasal,
dan masker dengan tujuan memenuhi kebutuhan oksigen dan mencega
terjadinya hipoksia (Hidayat, 2009).

Poltekkes Kemenkes Padang


17

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terdapat dua sistem inhalasi


oksigen yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.
1) Sistem aliran rendah
Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang memerlukan oksigen
dan masih mampu bernapas sendiri dengan pola pernapasan yang
normal. Sistem ini diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan. Pemberian oksigen diantaranya dengan menggunakan nasal
kanula, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan kantong
rebreathing dan sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
a) Nasal kanula/binasal kanula.
Nasal kanula merupakan alat yang sederhana dan dapat memberikan
oksigen dengan aliran 1 -6 liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar
20% - 40%.
b) Sungkup muka sederhana
Sungkup muka sederhana diberikan secara selang-seling atau dengan
aliran 5 – 10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40 - 60 %. c)
Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Sungkup muka dengan kantong rebreathing memiliki kantong yang
terus mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi. Pada saat
pasien inspirasi, oksigen akan masuk dari sungkup melalui lubang
antara sungkup dan kantong reservoir, ditambah oksigen dari udara
kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Aliran
oksigen 8 – 10 liter/menit, dengan konsentrasi 60 – 80%. d) Sungkup
muka dengan kantong nonrebreathing
Sungkup muka nonrebreathing mempunyai dua katup, satu katup
terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi dan satu
katup yang fungsinya mencegah udara masuk pada saat inspirasi dan
akan membuka pada saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran 10
– 12 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 80 – 100%.

Poltekkes Kemenkes Padang


18

2) Sistem aliran tinggi


Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO 2 lebih stabil
dan tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat menambah
konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan
teratur. Contoh dari sistem aliran tinggi adalah dengan ventury mask
atau sungkup muka dengan ventury dengan aliran sekitar 2 –15
liter/menit. Prinsip pemberian oksigen dengan ventury
adalah oksigen yang menuju sungkup diatur dengan alat yang
memungkinkan konsenstrasi dapat diatur sesuai dengan warna alat,
misalnya : warna biru 24%, putih 28%, jingga 31%, kuning 35%, merah
40%, dan hijau 60%.

b. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
dengan cara postural drainase, clapping, dan vibrating, pada pasien
dengan gangguan sistem pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan
tujuan meningkatkan efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan
napas (Hidayat, 2009).
1) Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tangan pada
punggung pasien yang menyerupai mangkok dengan kekuatan penuh
yang dilakukan secara bergantian dengan tujuan melepaskan sekret pada
dinding bronkus sehingga pernapasan menjadi lancar.
2) Vibrasi
Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara
memberikan getaran yang kuat dengan menggunakan kedua tangan
yang diletakkan pada dada pasien secara mendatar, tindakan ini
bertujuan untuk meningkatkan turbulensi udara yang dihembuskan
sehingga sputum yang ada dalam bronkus terlepas.
3) Postural drainase
Postural drainase merupakan tindakan keperawatan pengeluaran sekret
dari berbagai segmen paru dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi

Poltekkes Kemenkes Padang


19

dan dalam pengeluaran sekret tersebut dibutuhkan posisi berbeda pada


stiap segmen paru.
4) Napas dalam dan batuk efektif
Latihan napas dalam merupakan cara bernapas untuk memperbaiki
ventilasi alveolus atau memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektasis, meningkatkan efisiensi batuk, dan mengurangi stress.
Latihan batuk efektif merupakan cara yang dilakukan untuk melatih
pasien untuk memiliki kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan
untuk membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus, dari sekret atau
benda asing di jalan napas (Hidayat, 2009).
5) Penghisapan lendir
Penghisapan lender (suction) merupakan tindakan keperawatan yang
dilakukan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau
lender sendiri. Tindakan ini memiliki tujuan untuk membersihkan jalan
napas dan memenuhi kebutuhan oksigen (Hidayat, 2009).

7. Tanda Seseorang Mengalami Masalah Oksigenasi


Menurut Vaughans (2013), tanda-tanda pasti yang menunjukkan bahwa
seseorang pasien mempunyai masalah dengan oksigenasi:
a. Cemas, bingung, disorientasi
b. Perubahan tanda-tanda vital (suhu, pernapasan, tekanan darah)
c. Napas pendek
d. Sianosis
e. Retraksi dinding dada
f. Suara napas abnormal
g. Batuk
h. Cairan dalam paru-paru dan meningkatnya produksi sputum
i. Sakit dada (disebabkan pernapasan atau jantung)
j. Desir jantung abnormal
k. Jari-jari dan tumit kesemutan (dengan kekurangan oksigen kronis)
l. Isi ulang kapiler (< 3 detik)
m. Edema atau bengkak

Poltekkes Kemenkes Padang


20

n. Perubahan warna kulit gelap dan ulser (kekurangan oksigen


pada jaringan peripheral)
o. Kram otot

B. Konsep Penyakit pada Congestive Heart Failure (CHF)


1) Defenisi
Gagal jantung kongestif adalah adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigen dan nutrisi (Kasron, 2012). Gagal jantung adalah sindrom yang
ditandai dengan disfungsi miokard yang menyebabkan berkurangnya curah
jantung atau gagal jantung nyata dan kongesti sirkulasi abnormal
(Robinson, 2014).
Gagal jantung adalah kegagalan jantung untuk memompa cukup darahguna
mencukupi kebutuhan tubuh. Gagal jantung disebut juga gagaljantung
kongestif atau bawaan adalah ketidakmampuan jantung untukmemompa
darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akanoksigen dan
nutrisi (Hariyanto dan Sulistyowati, 2015).

2) Etiologi
Menurut Kasron (2012), ada beberapa etiologi/ penyebab dari gagal
jantung:
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterioslerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis coroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi otot jantung karena
terganggu aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penimbunan asam latat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit otot jantung degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung

Poltekkes Kemenkes Padang


21

karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,


menyebabkan kontraktilitas menurun.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degenerative
Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi
darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis
AV), peningkatan mendadak afterload.
f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal ginjal. Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia dan
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat
menurunkan oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan
abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

3) Klasifikasi

Klasifikasi Gagal Jantung Menurut Kasron


(2012) a. Berdasarkan gejala dan intensits gejala:
1) Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan
penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini
dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.
2) Gagal jantung kronik terjadinya secara perlahan ditandai dengan
penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung
kronik, terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga

Poltekkes Kemenkes Padang


22

menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan


hipertrofi.

b. Berdasarkan letaknya:
1) Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa
darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal,
hipertensi dan kelainan pada katub aorta/ mitral.
2) Gagal jantung kanan
Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat
gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan
yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di kaki, asites,
hepatomegali, efusi pleura, dll.

c. Berdasarkan kemampuannya:
1) Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri
sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya
kardiak output menurun dan ventrikel hipertropi.
2) Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah
akibat stroke volume cardiac output turun.
d. Berdasarkan derajat sakitnya
Klasifikasi CHF menurut derajat sakitnya menurut Wijayaningsih
(2013) yaitu:
1) Derajat 1 : Bisa melakukan aktivitas sehari-hari tanpa disertai
kelelahan ataupun sesak napas
2) Derajat 2 : Aktivitas fisik ringan atau sedang menyebabkan kelelahan
atau sesak napas, tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan.
3) Derajat 3 : Aktivitas fisik ringan atau sedang mengakibatkan
kelelahan atau sesak napas, tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas
dihentikan.
4) Derajat 4 : Tidak dapat dilakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan
pada saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika
melakukan aktivitas.

Poltekkes Kemenkes Padang


23

4) Patofisiologi

Fungsi jantung sebagai sebuah pompa diindikasikan oleh kemampuannya


untuk memenuhi suplai darah yang adekuat keseluruh bagian tubuh, baik
dalam keadaan istirahat maupun saat mengalami stress fisiologis (Kasron,
2012). Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi
keadaan-keadaan sebagai berikut :
a. Prelood (beban awal)
Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan
tekananan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
b. Kontraktilitas
Perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya regangan
serabut jantung.
c. Afterload (beban akhir)
Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
melawan tekanan yang diperlukan oleh tekanan arteri. Pada keadaan
gagal jantung, bila salah satu/ lebih dari keadaan di atas terganggu,
menyebabkan curah jantung menurun, meliputi keadaan yang
menyebabkan prelood meningkat contoh regurgitasi aorta, cacat septum
ventrikel. Menyebabkan afterload meningkat yaitu pada keadaan stenosis
aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas otot jantung dapat menurun
pada infark miokardium dan kelainan otot jantung.

Adapun mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi menurunnya


kemampuan kontraktilitas jantung, sehingga darah yang di pompa pada
setiap kontriksi menurun dan menyebabkan penurunan darah keseluruh
tubuh. Apabila suplai darah kurang ke ginjal akan mempengaruhi
mekanisme pelepasan rennin-angiotensin dan akhirnya terbentuk
angiotensin II mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosteron dan
mengakibatkan retensi natrium dan air, perubahan tersebut meningkatkan
cairan ekstra-intravaskuler sehingga terjadi ketidakseimbangan volume
cairan dan tekanan selanjutnya terjadi edeme. Edema perifer terjadi akibat

Poltekkes Kemenkes Padang


24

penimbunan cairan dalam ruang interstial. Proses ini timbul masalah


seperti nokturia dimana berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu
istirahat dan juga redistribusi cairan dan absorbsi pada waktu berbaring.
Gagal jantung berlanjut dapat menimbulkan asites, dimana asites dapat
menimbulkan gejala-gejala gastrointestinal seperti mual, muntah,
anoreksia. Suplai darah yang tidak lancar di paru-paru (darah tidak masuk
ke jantung), dapat menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru sehingga
menurunkan pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paruparu.
Dengan demikian oksigenasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan CO 2,
yang akan membentuk asam di dalam tubuh. Situasi ini akan memberikan
suatu gejala sesak napas (dyspnea), ortopnea (dyspnea saat berbaring)
terjadi apabila aliran darah dari ekstermitas meningkatkan aliran balik vena
ke jantung dan paru-paru. Pembesaran pembuluh vena di hepar dapat
mengakibatkan hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan. Suplai
darah yang kurang di daerah otot dan kulit, menyebabkan kulit menjadi
pucat dan dingin serta timbul gejala letih, lemah, lesu.

5). Manifestasi Klinis


a. Gagal Jantung Kiri
Menurut Hariyanto dan Sulistyowati (2015), manifestasi klinis
gagaljantung kiri yaitu:
1) Dispnea
Diakibatkan adanya penimbunan cairan dalam alveoli yang
menyebabkan terganggunya pertukaran gas. Bisa juga terjadi sesak
pada saat berbaring atau tidur (ortopnoe).
2) Paroxismal Noktural Dispnea
Yaitu sesak karena perubahan posisi, juga bisa dikarenakan ventrikel
kiri tidak mampu melakukan pengosongan darah secara adekuat yang
berakibat peningkatan tekanan sirkulasi paru sehingga cairan
berpindah ke alveoli.

Poltekkes Kemenkes Padang


25

3) Batuk
Terjadinya batuk disebabkan gangguan pada alveoli sehingga
terkadang pasien mengalami batuk kering atau basah disertai sputum
berbusa dan terkadang disertai bercak darah.
4) Mudah lelah
Hal ini terjadi akibat curah jantung yang tidak adekuat untuk
mensirkulasi oksigen dan penurunan fungsi jantung untuk membuang
sisa metabolisme.
5) Kegelisahan dan kecemasan
Kecemasan pada gagal jantung terjadi akibat gangguan oksigenasi
dan terganggunya pernapasan (sesak) menjadikan lingkaran setan
dalam kejadian sesak dengan kecemasan.
6) Takikardi
Takikardi merupakan salah satu kompensasi jantung sebagai usaha
untuk pemenuhan oksigenasi jaringan bekerja lebih kuat.
b. Gagal Jantung Kanan
Menurut Saputra (2014) manifestasi klinis dari gagal jantung kanan
adalah:
1) Peningkatan jugularis vena pressure (JVP)
2) Anoreksia
Hilangnya selera makan disertai mual diakibatkan pembesaran
vena dan stasis pada rongga abdomen.
3) Distensi abdomen
4) Hepatomegali
Pembesaran hepar terjadi akibat peningkatan atrium kanan
dan tekanan aorta menurun
5) Edema di tempat bagian yang menggantung, edema perifer
Edema pada jaringan perifer yang terjadi pada anggota ekstermitas
bawah yang paling sering pada tungkai seperti (petting edema)
edema pada ekstermitas tetap cekung/ lama kembali.
6) Peningkatan berat badan
7) Tanda klinis gagal jantung sisi kiri

Poltekkes Kemenkes Padang


26

8) Irama gallop: S3, S4


9) Takikardi
10) Mudah lelah (fatique)
11) Nokturia
Rasa ingin kencing di malam hari dikarenakan penurunan
perfusirenal dan juga di dukung karena pasien istirahat yang dapat
memperbaiki curah jantung.

6). Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik menurut Wijayaningsih (2013), sebagai berikut:
a. EKG
Mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, infark, penyimpanan
aksis, kekurangan oksigen dan kerusakan pola.
b. ECG
Mengetahui adanya sinus takikardi, iskemik, infark/ fibrilasi
atrium, ventrikel hipertropi, disfungsi penyakit katub jantung
c. Tes laboratorium darah
1) Enzim hepar : meningkat dalam gagal jantung/ kongesti
2) Enzim jantung : meningkat jika terjadi kerusakan jaringan-jaringan
jantung, misal infark miokard (kreatinin fosfokinase/ CPK, isoenzim
CPK dan Dehidrogenase laktat/ LDH, isoenzim LDH).
3) Elektrolit : kemungkinan berubah karena perpindahan cairan,
penurunan fungsi ginjal.
4) Oksimetri nadi: kemungkinan situasi oksigen rendah.
5) AGD : gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik
ringan atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2.
6) Albumin : mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan
protein.
d. Radiologi
1) Sonogram ekokardiogram, dapat menunjukkan pembesaran bilik
perubahan dalam fungsi struktur katup, penurunan kontraktilitas
ventrikel.

Poltekkes Kemenkes Padang


27

2) Scan jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan


gerakan dinding.
3) Rontgen dada : menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam
pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal.
e. Kateterasi jantung: tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis
katub dan insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.

7) Komplikasi
Komplikasi CHF menurut Hariyanto dan Sulistyowati (2015) yaitu:
a. Syok kardiogenik
b. Episode tromboemboli karena pembentukan vena karena stasis darah.
c. Efusi dan tamponade pericardium
d. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
e. Edema paru

8) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan CHF menurut Kasron (2012), Berdasarkan kelas NYHA:


a. Kelas I: non farmakologi, meliputi diet rendah garam, batasi cairan,
menurunkan berat badan, menghindari alkohol dan rokok, aktivitas
fisik, menajemen stress.
b. Kelas II dan III: terapi pengobatan, meliputi: diuretic, vasodilator, ace
inhibitor, digitalis, depomaneroik, oksigen.
c. Kelas IV: kombinasi diuretic, digitalis, ace inhibitor, seumur hidup.

9) Gangguan Oksigenasi Pada Pasien CHF


Congestif Heart Failure (CHF) merupakan kondisi dimana fungsi jantung
sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh
tidak cukup untuk memenuhi keperluan tubuh (Charles Reeves dkk dalam
Wijaya Dan Putri, 2013). Bagian jantung yang berperan dalam
memompakan darah adalah otot jantung yang memiliki serabut otot

Poltekkes Kemenkes Padang


28

jantung (miokard). Serabut otot jantung memiliki kontraktil yang


memungkinkan akan meregang selama pengisisan darah (Somantri, 2009).

Mekanisme yang mendasari Heart Failure (HF) meliputi gangguan


kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih
dari curah jantung normal. Konsep curah jantung yang baik dijelaskan
dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO : Cardiac
Output) dalah fungsi frekuensi jantung (HR : Heart Rate) X volume
sekuncup (SV : Stroke Volume). Frekuensi jantung adalah fungsi sistem
saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila
mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan
yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus
menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung (Brunner &
Suddarth, 2016).

Tetapi pada HF dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut


otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih
dapat dipertahankan. Volume sekuncup merupakan jumlah darah yang
dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor; preload;
kontraktilitas dan afterload. Preload, adalah sinonim dengan hokum
Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi
jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung. Kontraktilitas mengacu pada
perubahan kekuatan kontraktilitas yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium. Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole (Brunner & Suddarth, 2016).

Kelainan pada kontraktilitas miokardium yang khas pada CHF akibat


penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan

Poltekkes Kemenkes Padang


29

ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun


mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel,
dengan meningkatnya volume EDV (volume akhir diastolik) ventrikel,
terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat
peningkatan tergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya
LVEDP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium
dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP
diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan
tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman
kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi
transudasi cairan ke dalam intertitisial. Jika kecepatan trandusi melebihi
kecepatan dari fase limfatik, akan terjadi edema interstisial. Peningkatan
tekanan lebih lanjut akan menyebabkan cairan merembes ke dalam alveoli
dan terjadilah edema paru yang ditandai dengan batuk dan napas pendek.
Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer
umum dan penambahan berat badan (Price and Wilson, 2012).

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis


tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tekanan terhadap
ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada
jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan
menyebabkan edema dan kongesti sistemik (Price and Wilson, 2012).

C. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan


Oksigenasi pada Pasien CHF
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
b. Nama
c. Umur
d. Jenis kelamin
e. Nama orangtua

Poltekkes Kemenkes Padang


30

f. Umur, pendidikan, dan pekerjaan orangtua.


g. Agama dan suku bangsa
h.Riwayat Penyakit, pengkajian riwayat penyakit CHF menurut Ambarwati
(2014) meliputi:
1) Keluhan utama
Keluhan utama pasien biasanya mengalami sesak napas, batuk
berdahak, jantung berdebar-debar, demam, perasaan lelah, edema
ekstermitas dan sebagainya.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada pasien dengan CHF keluhan yang dirasakan biasanya sesak
napas, sesak bertambah jika beraktivitas, mudah lelah, edema pada
ekstremitas, cemas, batuk dan sebagainya.
3) Riwayat Kesahatan Dahulu
Pada pasien CHF biasanya ditemukan faktor risiko yang dapat
memperberat masalah oksigenasi seperti riwayat hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, masalah pada system kardiovaskuler atau
penyakit CVA, kebiasaan sering merokok, usia paruh baya atau
lanjut, obesitas, diet tinggi-lemak, peningkatankolesterol.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM, dan gagal ginjal,
karena penyakit CHF ini merupakan salah satu penyakit keturunan.
i. Riwayat Psikososial
Meliputi informasi perilaku, perasaan dan emosi yang dialami oleh
pasien sehubungan dengan penyakitnya.
j. Pola Aktivitas Sehari- hari
Menurut Wijaya & Putri (2013), pola aktivitas yang perlu dikaji pada
pasien CHF dengan masalah gangguan oksigenasi meliputi :
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya pada pasien CHF mengalami kesulitan dalam pemenuhan
kebutuhan nutrisi (karbohidrat, protein, lemak, sayur-sayuran).

Poltekkes Kemenkes Padang


31

2) Pola eliminasi
Biasanya pada pasien CHF didapatkan pola berkemih yang menurun,
urine yang berwara gelap, berkemih malam hari (nokturia), dan bisa
terjadi diare ataupun konstipasi.
3) Pola istirahat dan tidur
Biasanya klien mengalami sulit tidur dan kurang istirahat dan sering
terbangun.
4) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya klien mengalami keletihan atau kelelahan terus menerus
sepanjang hari, serta sesak napas saat melakukan aktivitas.
k. Pemeriksaan Fisik
Menurut Saputra (2013), pemeriksaan fisik pada masalah kebutuhan
oksigenasi meliputi empat teknik, yaitu inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
perkusi. Dari pemeriksaan ini dapat diketahui antara lain adanya
pembengkakan, pola napas yang tidak normal, atau suara napas yang
tidak normal. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memeriksa seluruh
anggota tubuh (head to toe).
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), hasil pemeriksaan fisik yang
biasa ditemukan terkait pasien dengan gangguan oksigenasi adalah :
1) Keadaan umum : Biasanya pasien gelisah karena sesak napas
2) Tingkat kesadaran : Biasanya Composmentis sampai
terjadi penurunan kesadaran
3) Pengukuran
Pengukuran tanda-tanda vital yang meliputi :
a) TD : Biasanya terjadi hipotensi atau hipertensi
b) RR : Takipnea
c) Nadi : Takikardia
d) Suhu : Bisa terjadi hipotermia atau hipertermia
4) Head to Toe
Kepala : Normachepal
Mata : Biasanya konjungtiva anemis (karena anemia),
konjungtiva sianosis (karena hipoksemia), konjungtiva terdapat

Poltekkes Kemenkes Padang


32

pethecial (karena emboli lemak atau endokarditis), kondisi sklera


tergantung dengan kondisi hati yang baik atau tidak.
Mulut dan bibir : Biasanya membran mukosa sianosis, bibir
kering, bernapas dengan mengerutkan mulut.
Hidung : Biasanya hidung sianosis, bernapas dengan
menggunakan cuping hidung.
Telinga : Telinga sianosis, sejajar dengan kantus mata.
Leher : Ada distensi atau bendungan pada vena jugularis, bisa
terjadi pembesaran kelenjar getah bening.
Kulit : Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran
darah perifer), sianosis secara umum (hipoksemia), penurunan
turgor (dehidrasi), edema, edema periorbital. Thoraks

a) Paru-paru
(1) Inspeksi : Retraksi dinding dada (karena peningkatan
aktivitas pernapasan, dispnes, atau obstruksi jalan
napas), pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan
dada kanan.
(2) Palpasi : Taktil fremitus, thrills (getaran pada dada karena
udara/suara melewati saluran/rongga pernapasan).
(3) Perkusi : Bunyi perkusi bisa resona, hiperresonan, dullness
(4) Auskultasi : Suara napas bisa normal (vesikuler,
bronkovesikuler, bronchial) atau tidak normal (crackles,
ronkhi, wheezing, friction rub).
b) Jantung
(1) Inspeksi : Adanya ketidaksimetrisan pada dada,
adanya jaringan parut pada dada, iktus kordis terlihat.
(2) Palpasi : Takikardia, iktus kordis teraba kuat dan
tidak teratur serta cepat.
(3) Perkusi : Bunyi jantung pekak, batas jantung mengalami
pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi jantung.

Poltekkes Kemenkes Padang


33

(4) Auskultasi : Bunyi jantung irregular dan cepat,


adanya bunyi jantung S3 atau S4.

a) Inspeksi : Perut klien tampak edema, ada perubahan


warna kulit, kulit tampak kering.
b) Auskultasi : Bising usus dalam batas normal.
c) Palpasi : Adanya distensi abdomen, terdapat hepatomegali dan
splenomegali.
d) Perkusi : Bunyi pekak karena adanya asites
Genitalia dan anus : Klien dengan CHF biasanya akan
mengalami masalah dalam proses eliminasi (BAB dan BAK)
sehingga pasien harus dipasang kateter.
Ekstremitas : Jari dan kuku sianosis, CRT > 2 detik, akral teraba
dingin, edema pada tungkai, ada clubbing finger.
k. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan meliputi
pemeriksaan gas darah arteri, oksimetri, dan pemeriksaan darah
lengkap (Saputra, 2013).
Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang ditemukan pada pasien
CHF :
(1) Abnormalitas analisa gas darah
(a) PH (7,35-7,45)
(b) PO2 meningkat (80-100 mmHg)
(c) PCO2 meningkat (35-45 mmHg)
(d) HCO3 meningkat (22-26 mEq/L)
(2) Peningkatan kreatinin serum ( > 150 μ mol/L)
(3) Anemia ( Hb < 13 gr/dl pada laki-laki, < 12 gr/dl
pada perempuan)
(4) Hiponatremia ( < 135 mmol/L)
(5) Hipernatremia ( > 150 mmol/L)
(6) Hipokalemia ( < 3,5 mmol/L)

Poltekkes Kemenkes Padang


34

(7) Hiperkalemia ( > 5,5 mmol/L)


(8) Hiperglikemia( >200 mg/dl)
(9) Hiperurisemia ( > 500 μ mmol/L)
(10) BNP ( < 100 pg/ml, NT proBNP < 400 pg/ml)
(11) Kadar albumin tinggi ( > 45 g/L)
(12) Kadar albumin rendah ( <30 g/L)
(13) Peningkatan transaminase
(14) Peningkatan troponin
(15) Tes tiroid abnormal
(16) Urinalisis
(17) INR > 2,5
(18) CRP > 10 mg/L
(19) Leukositosis nuetrofilik
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2015).
2) Pemeriksaan Radiologi
a) ECG: adanya sinus
b) Pemeriksaan foto rontgen: menunjukkan pembesaran jantung,
bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau
perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan
pulmonal
c) Ekokardiogram: hipertropiatrial, atau ventricular, penyimpanan
aksis, iskemia dan kerusakan pola, takikardi, iskemi, infark/
fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katub
jantung.

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan yang Muncul


Menurut SDKI (2017) masalah keperawatan yang mungkin muncul pada
gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien CHF adalah
sebagai berikut:
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan keletihan otot pernapasan
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan

Poltekkes Kemenkes Padang


35

3. Perencanaan Keperawatan
Tabel 2.1
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan SDKI, SIKI dan SLKI

No Standar Standar Luaran Standar Intervensi


Diagnosa Keperawatan Keperawatan
Keperawatan Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)
Indonesia
(SDKI)
1. Pola napas tidak Pola Napas Manajemen Jalan
efektif 1 2 3 4 5 Napas
berhubungan Tindakan :
dengan keletihan Kriteria Hasil : Observasi
otot pernapasan a. Ventilasi semenit 1. Monitor pola napas
meningkat (frekuensi,
Penyebab : b. Kapasitas vital kedalaman dan usaha
a. Depresi pusat pernapasan pasien napas)
pernapasan meningkat 2. Monitor bunyi napas
b. Hambatan c. Tekanan inspirasi tambahan (gurgling,
upaya napas dan ekspirasi mengi, wheezing,
(misalnya; meningkat ronkhi)
nyeri saat d. Dispnea tidak ada 3. Monitor sputum
bernapas, e. Tidak (jumlah, warna dan
kelemahan menggunakan otot aroma)
otot bantu pernapasan Terapeutik
pernpasan) f. Tidak terjadi 1. Pertahankan
c. Deformitas pemanjangan fase kepatenan jalan
tulang dan ekspirasi napas
dinding dada g. Ortopea menurun 2. Posisikan pasien
d. Gangguan h. Tidak ada semi-fowler atau
neuromuscul pernapasan cuping fowler
ar hidung 3. Lakukan penghisapan
e. Gangguan i. Frekuensi napas lendir kurang dari 15
neurologis normal yaitu 16-20 detik
f. Imaturitas kali per menit 4. Berikan pasien terapi
neurologis j. Kedalaman napas oksigen sesuai
g. Posisi tubuh membaik dengan prosedur
yang Edukasi
menghambat Ajarkan pasien
ekspansi paru melakukan teknik batuk
h. Sindrom efektif
hipoventilasi Kolaborasi
i. Kerusakan Kolaborasi pemberian
inervasi obat dengan dokter, jika
diafragma diperlukan
(kerusakan

Poltekkes Kemenkes Padang


36

saraf C5 ke Pemantauan Respirasi


atas) Tindakan :
j. Cedera pada Observasi
medulla 1. Monitor frekuensi,
spinalis irama, kedalaman
dan upaya napas
Gejala dan 2. Monitor pola napas
Tanda Mayor 3. Monitor kemampuan
Subjektif : batuk efektif
1. Dispnea 4. Monitor adanya
Objektif : produksi sputum
1. Penggunaan 5. Monitor adanya
otot bantu sumbatan jalan napas
pernapasan 6. Palpasi kesimetrisan
2. Fase ekspansi paru
ekspirasi 7. Auskultasi bunyi
memanjang napas
3. Pola napas 8. Monitor saturasi
abnormal oksigen
9. Monitor nilai AGD
Gejala dan Terapeutik
Tanda Minor 1. Atur interval
Subjektif : pemantauan
1. Ortopnea respirasi sesuai
Objektif : kondisi pasien
1. Pernapasan 2. Dokumentasikan
pursep-lip hasil pemantauan
2. Pernapasan respirasi pasien
cuping Edukasi
hidung 1. Jelaskan tujuan dan
3. Diameter prosedur
thoraks pemantauan
anterior-post respirasi pada pasien
erior dan keluarga
meningkat 2. Informasikan hasil
4. Ventilasi pemantauan pada
semenit pasien atau keluarga
menurun
5. Kapasitas
vital
menurun
6. Tekanan
inspirasi dan
ekspirasi
menurun
7. Ekskursi
dada
Berubah

Poltekkes Kemenkes Padang


37

2. Bersihan jalan Bersihan Jalan Napas Latihan Batuk Efektif


napas tidak 1 2 3 4 5 Tindakan :
efektif Kriteria Hasil : Observasi
berhubungan a. Produksi sputum 1. Identifikasi
dengan sekresi menurun kemampuan batuk
yang tertahan b. Mengi menurun pasien
c. Wheezing 2. Monitor adanya
Penyebab : menurun retensi sputum
Fisiologis d. Dispnea tidak ada 3. Monitor tanda dan
a. Spasme jalan e. Ortopnea tidak gejala infeksi
napas ada saluran pernapasan
b. Hipersekresi f. Sianosis tidak ada 4. Monitor input dan
jalan napas g. Gelisah tidak ada output cairan
c. Disfungsi h. Frekuensi napas Terapeutik
neuromuskul dalam rentang 1. Atur posisi semi
er normal fowler atau fowler
d. Benda asing i. Pola napas 2. Pasang perlak dan
dalam jalan membaik dekatkan bengkok
napas di pangkuan pasien
e. Adanya jalan 3. Buang sekret pada
napas buatan tempat sputum
f. Hiperplasia Edukasi
dinding jalan 1. Jelaskan tujuan dan
napas prosedur batuk
g. Proses efektif
infeksi 2. Anjurkan tarik
h. Respon napas dalam
alergi melalui hidung
i. Efek agen selama 4 detik,
farmakologi ditahan selama 2
(mis, detik, kemudian
anastesi) keluarkan dari
mulut dengan bibir
Situasional mencucu
a. Merokok (dibulatkan) selama
aktif 8 detik
b. Merokok 3. Anjurkan pasien
pasif mengulangi
c. Terpajan sebanyak 3 kali
polutan 4. Anjurkan pasien
batuk dengan kuat
Gejala dan setelah tarikan
Tanda Mayor napas yang ke-3
Objektif : Kolaborasi
1. Batuk tidak 1. Kolaborasi dalam
efektif pemberian
2. Tidak mukolitik dan
mampu batuk ekspektoran, jika

Poltekkes Kemenkes Padang


38

3. Sputum Perlu
berlebih
4. Mengi,
wheezing/
ronki kering
5. Mekonium
pada jalan
napas
(neonatus)

Gejala dan
Tanda Minor
Subjektif :
a. Dispnea
b. Sulit bicara
c. Orthopnea

Objektif :
a. Gelisah
b. Sianosis
c. Bunyi napas
menurun
d. Frekuensi
napas
berubah
e. Pola napas
berubah

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada pasien CHF dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah
dibuat. Saat melakukan asuhan keperawatan dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien CHF ini juga dilakukan kolaborasi dengan
tenaga kesehatan lainnya seperti dokter, ahli gizi dan apotoker.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan ada dilakukan saat proses keperawatan berlangsung dan
ada yang diakhiri, biasanya evaluasi keperawatan memakai format SOAP yaitu
subjek atau pernyataan pasien atau dari keluarga, selanjutnya objek yaitu dari
hasil observasi dan pemeriksaan langsung yang dilakukan oleh perawat,
selanjutnya assessment yaitu tingkat keberhasilan dalam pemberian

Poltekkes Kemenkes Padang


39

asuhan keperawatan dan terakhir planning yaitu perencanaan selanjutnya yang


akan dilakukan oleh perawat pada pasien CHF yang mengalami gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang
dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang
suatu keadaan secara objektif dengan desain kualitatif dalam bentuk
pendekatan studi kasus yang menggambarkan tentang asuhan keperawatan
gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien CHF. Hasil yang
diharapkan oleh peneliti adalah melihat asuhan keperawatan pada pasien
CHF di Bangsal Jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2020.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian dilakukan di Bangsal Jantung RSUP Dr. M. Djamil
Padang dilaksanakan dari Desember 2019 sampai Juni 2020 dan interaksi
dengan pasien dimulai tanggal 16 sampai 20 Maret 2020.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam
suatu penelitian (Saryono dan Anggraeni, 2013). Populasi dari
penelitian ini adalah seluruh pasien dengan CHF di Bangsal Jantung
RSUP Dr. M.Djamil Padang yang mengalami gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi. Jumlah pasien CHF di Bangsal Jantung pada
tanggal 16 Maret 2020 adalah 4 orang.

2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu populasi
disebut sebagai sampel (Saryono dan Anggraini, 2013). Jumlah sampel
ditentukan oleh peneliti sesuai dengan penelitian yang dilakukan.
Sampel penelitian ini adalah satu partisipan dengan penyakit CHF yang

Poltekkes Kemenkes Padang


41

mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi di Bangsal


Jantung RSUP Dr.M. Djamil Padang.

Telah dilakukan pengambilan sampel untuk 1 partisipan menggunakan


teknik simple random sampling yaitu pertama, peneliti menyesuaikan
ke-4 pasien dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Kedua, setelah
menyesuaikan dengan kriteria-kriteria tersebut, didapatkan 3 orang
pasien. Ketiga, nama-nama pasien tersebut di buat pada kertas kecil lalu
digulung dan diambil secara acak satu buah kertas, maka nama pasien
yang terambil akan dijadikan partisipan untuk penelitian.

Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah:


a. Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian mewakili
sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel
(Hidayat,2013).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1 ) Klien bersedia menjadi responden
2 ) Klien yang kooperatif dan dapat berkomunikasi verbal

b . Kriteria Eksklusi
Kriteria ekslusi adalah kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat
mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel
penelitian (Hidayat, 2013). Adapun kriteria eksklusi pada penelitian
ini yaitu pasien CHF yang mengalami penurunan kesadaran atau pun
klien yang mengalami cacat fisik yang mengganggu proses penelitian
(misalnya tuli atau bisu), serta klien yang hari rawatannya kurang
dari 5 hari.

Poltekkes Kemenkes Padang


42

Setelah menyesuaikan partisipan dengan kriteria inklusi dan eksklusi,


ternyata didapatkan partisipan lebih dari satu maka peneliti akan
menggunakan teknik simple random sampling.

D. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data


a) Instrumen dan Alat Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencananaan
keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan.
Pengumpulan data dilakukan secara anamnesa, observasi langsung dan
studi dokumentasi. Dan alat pemeriksaan fisik yang terdiri dari
tensimeter, stetoskop, termometer, jam tangan, monitor dan EKG.
b) Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, pemeriksaan
fisik, pengukuran dan studi dokumentasi.
1. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mewawancarai langsung responden yang diteliti, metode ini
memberikan hasil secara langsung. Instrument yang digunakan yaitu
pedoman wawancara kemudian daftar periksa atau checklist (Hidayat,
2013). Yang harus diwawancara pada pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada CHF adalah keluhan utama
(sesak napas, batuk, jantung berdebar-debar, demam, batuk, perasaan
lelah, edema ekstermitas), riwayat kesehatan sekarang (sesak napas,
sesak bertambah jika beraktivitas, mudah lelah, edema, cemas, batuk),
riwayat kesehatan dahulu (riwayat hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, masalah pada sistem kardiovaskuler atau penyakit
CVA, kebiasaan sering merokok, usia paruh baya atau lanjut, obesitas,
diet tinggi-lemak, peningkatan kolesterol), riwayat kesehatan keluarga
(ada keluarga yang memiliki riwayat CHF) (Ambarwati, 2014). Pada
saat dilakukan penelitian pasien mengatakan memiliki keluhan utama
sesak nafas, saat dilakukan pengkajian masih mengeluh sesak nafas,

Poltekkes Kemenkes Padang


43

sesak meningkat jika beraktivitas, batuk, sekret sulit dikeluarkan,


susah tidur karna sesak, badan lemah. Pasien memiliki riwayat
hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan pasien memiliki kebiasaan
makan-makanan tinggi lemak jenuh.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan,
pendengaran, sentuhan dan penciuman dan mencakup inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi (Taqiyah Bararah dan Muhammad Jauhar,
2013). Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu mengukur tanda-tanda
vital (nadi meningkat dan melemah seirama dengan tekanan darah,
nafas cepat), berat badan meningkat, kulit pucat dan sianosis, sklera
ikterik, konjungtiva anemis, ada pernapasan cuping hidung, mukosa
bibir kering dan pucat, pelebaran vena jugularis, menggunakan otot
bantu pernapasan, terdengar ronki, kardiomegali, terdengar bunyi
jantung tambahan (S3 dan S4), asites, hepatomegali, ekstremitas (pucat,
dingin, CRT>2 detik, edeme), EKG (hipertrofi atrial atau ventrikel)
(Kasron, 2012). Pada saat dilakukan penelitian, pasien sianosis, CRT>
2 detik, akral dingin dan edema pada ekstremitas.

3. Pengukuran
Metoda pengukuran menggunakan alat ukur pemeriksaan. Pengukuran
dilakukan untuk memperoleh hasil tanda-tanda vital, tingkat sesak,
mual, pelebaran vena jugularis, asites, edema, hepatomegali, sianosis,
EKG, tes laboratorium darah (enzyme hepar, elektrolit, enzim jantung),
AGD, albumin, pemeriksaan radiologis (sonografi ekokardiogram, scan
jantung, rontgen dada), pemeriksaan kadar kreatinin, kalium, natrium,
klorida, magnesium sulfat, (Robinson, 2014). Pada saat dilakukan
penelitian hasil labor pada AGD Na+ : 140 mmol/L, K + : 3,3 mmol/L,
CA++ : 0,54 mmol/L, GLU: 101 mg/dL, LAC : 2,2 mmol/L, pH: 7,43,
pCO2: 81 mmHg, pO2: 172 mmhg, HCO3- : 53,8 mmol/L, HCO3std :
0
43,3 mmol/L, THbc: 15,5 mmol/L, Temp :37,0 C, Thb :13,1 gr/dL

Poltekkes Kemenkes Padang


44

4. Studi Dokumentasi
Menurut Hidayat (2013), dokumentasi merupakan metode
pengumpulan data dengan cara mengambil data yang berasal dari
dokumen asli berupa gambar, dan tabel atau daftar periksa. Data dari
rekam medik pasien meliputi tes laboratorium (nitrogen, ureum darah,
kreatinin, kalium, natrium, klorida, magnesium serum), pemeriksaan
diagnostik meliputi EKG, radiologi dan tindakan yang dilakukan
perawat.

E. Jenis-jenis Data dan Prosedur Penelitian


1.Jenis-jenis Data
a.Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari pasien
seperti pengkajian kepada pasien, meliputi: Identitas pasien, riwayat
kesehatan pasien, pola aktifitas sehari-hari dirumah, dan hasil
pemeriksaan fisik terhadap pasien.
a. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah tersedia hasil pengumpulan data
untuk keperluan tertentu, yang dapat digunakan sebagian atau
seluruhnya sebagai sumber data penelitian (Saryono dan Anggraeni,
2013). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh langsung dari
rekam medis di Ruang Rawat Jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Data sekunder berupa hasil laboratorium seperti pemeriksaan sampel
darah meliputi Hb, leukosit, hematokrit, trombosit, eritrosit, ureum,
kreatinin, natrium, kalium, SGOT, SGPT, serta pemeriksaan
diagnostik meliputi EKG.

2. Prosedur Pengumpulan Data


a) Data peneliti meminta izin penelitian dari instansi asal penelitian
yaitu Poltekkes Kemenkes RI Padang.
b) Meneruskan surat izin penelitian ke Diklat RSUP Dr M.Djamil
Padang.

Poltekkes Kemenkes Padang


45

c) Meneruskan surat izin penelitian ke ruang Rekam Medik RSUP


Dr M.Djamil Padang.
d) Meneruskan surat izin penelitian ke Bangsal Jantung RSUP Dr
M.Djamil Padang.
e) Melakukan pemilihan sampel sebanyak 1 orang partisipan dengan
diagnosa medis CHF (Congestive Heart Failure).
f) Mendatangi partisipan serta keluarga dan menjelaskan tentang
tujuan penelitian.
g) Partisipan dan keluarga diberikan kesempatan untuk bertanya.
h) Partisipan dan keluarga menandatangani informed consent. Peneliti
meminta waktu untuk melakukan asuhan keperawatan dimulai
dengan mengkaji identitas pasien, riwayat kesehatan pasien yang
meliputi keluhan saat ini, riwayat kesehatan dahulu dan riwayat
kesehatan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik, menegakkan
diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.

F. Rencana Analisis
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah menganalisis semua
temuan pada tahapan proses keperawatan dengan menggunakan teori dan
konsep keperawatan pada pasien CHF dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi. Data yang telah didapatkan dari hasil melakukan
asuhan keperawatan mulai dari pengkajian, penegakkan diagnosa,
merencanakan tindakan sampai mengevaluasi hasil tindakan, kemudian
dibandingkan dengan teori asuhan keperawatan gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigen pada pasien dengan CHF. Analisa yang dilakukan
adalah untuk menentukan kesesuaian antara teori dengan kondisi pasien

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang merupakan rumah sakit
pemerintahan dan pusat penelitian dan pendidikan yang terletak di Jl. Perintis
Kemerdekaan No. 14 D, Sawahan Timur Kota Padang, Sumatera Barat,
Indonesia. Pembahasan kasus dilakukan di Bangsal Jantung RSUP Dr. M.
Djamil Padang dengan waktu pengambilan data dimulai dari Bulan Desember
2019- Mei 2020. Pelaksanaan askep dimulai pada tanggal 16 Maret - 20 Maret
2020.

Bab ini berisikan pembahasan asuhan keperawatan pada Ny. W sebagai


partisipan yang dilakukan asuhan keperawatan pada tanggal 16 Maret – 20
Maret 2020 di Bangsal Jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang. Pembahasan ini
dibuat dengan memperhatikan teori proses keperawatan yang terdiri dari tahap
pengkajian, penegakan diagnosa, perencanaan tindakan keperawatan,
implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian

Hasil pengkajian yang didapatkan oleh peneliti terhadap Ny. W Melalui


wawawancara, pemeriksaan fisik, pengukuran dan studi dokumentasi
didapatkan sebagai berikut :

a. Identitas Klien
Seorang perempuan, Ny. W, usia 58 tahun no RM 01080135. Tempat/
tanggal lahir Brebes/03-06-1962. Alamat : Jln Sakura Teko Besar Pauh
Sarolangun Jambi

b. Riwayat Kesehatan Klien


1) Keluhan Utama
Klien masuk ke RSUP. Dr. M. Djamil melalui IGD pada tanggal 16
Maret 2020, sekitar jam 01.15 WIB, klien rujukan dari RSD

Poltekkes Kemenkes Padang


47

Kolonel Abundjani dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari yang


lalu sebelum masuk rumah sakit.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang


Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 16 Maret 2020 pukul 16.00
WIB klien dalam keadaan sadar, nafas masih terasa sesak sakit
kepala, batuk berdahak sulit keluar, sesak bertambah jika batuk.
Klien juga mengeluh badan terasa lemah. Klien mengeluh tidak
nafsu makan dan tidak bisa beristirahat saat malam hari karena
sesak nafas.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu


Klien pernah dirawat di RS Jambi selama 7 hari, klien sudah
merasakan sesak sejak 3 bulan yang lalu. Klien juga batuk sudah
sejak 1 tahun yang lalu, sudah pernah cek BTA dan hasilnya
negative, klien mempunyai riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang
lalu.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga


Klien mengatakan tidak ada keluarga yang menderita penyakit
jantung, diabetes melitus dan hipertensi.

c. Riwayat psikososial

Ny W mengatakan cemas dengan penyakitnya, Ny W mengatakan


dia tidak bisa tenang, selalu merasa gelisah

d. Pola Aktivitas Sehari-hari

1) Nutrisi
Klien saat sehat selalu membeli makanan dari warung yaitu nasi
bungkus, suka makan makanan yang bersantan, berminyak, klien
tidak mau makan makanan dari rumah. Minum ± 1500 cc dalam
sehari yaitu selalu minum air mineral. Dan ketika sakit pasien diet
jantung III 1800 Kkal, dianjurkan pasien juga mendapatkan diet
rendah garam karena pasien mengalami riwayat hipertensi.

Poltekkes Kemenkes Padang


48

2) Eliminasi
Saat sehat Klien biasanya BAB 1 kali sehari, warna kuning, feses
lunak, BAB teratur, BAK minimal 5x/ hari. Ketika sakit klien
biasanya BAB 1 kali sehari, warna kuning, feses lunak, BAB
teratur,BAK menggunakan kateter dan dibantu oleh keluarga dan
perawat.

3) Aktivitas istirahat dan tidur


Pasien tidur siang 2-3 jam dalam sehari, tidur malam : 5-6 jam
dalam sehari, pasien sering terbangun karena sesak dan terkadang
malam tidak bisa tidur.

4) Sirkulasi
Pasien mengeluh sesak nafas, pasien mengatakan kebas pada
bagian kaki dan tangan

5) Integritas ego

Pasien mengeluh cemas dan takut dengan keadaannya saat ini.

e. Pemeriksaan Fisik

Saat dilakukan pemeriksaan fisik pada Ny W didapatkan hasil :


a) Keadaan Umum : Pasien tampak lemah, dan pucat dengan
keadaan compos mentis.
b) Pengukuran meliputi
Tinngi Badan/Berat badan : 150 cm/ 50 kg
Tanda- tanda vital :
Pernafasan : 26 x/menit
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Nadi : 95 x/ menit
0
Suhu : 37,2 C.

c) Head to Toe
Kepala : Normachepal

Poltekkes Kemenkes Padang


49

Rambut :
Inspeksi : Rambut klien kering dan kasar
Palpasi : Tidak mudah rontok

Mata : Konjungtiva anemis, sclera non ikterik

Hidung : Pernapasan cuping hidung, nafas terlihat


sesak

Mulut : Mukosa bibir kering, nafas berbau


ammonia

Leher : Adanya pembesaran vena jugularis

Thoraks :
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan tidak simetris antara kiri
dan kanan, terdapat retrakasi dinding dada
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler

Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba, tapi tidak kuat
angkat
Perkusi : Bunyi jantung pekak, batas jantung
mengalami pergeseran (hipertropi)
Auskultasi : Irama jantung irreguler, mur-mur
negatif

Eksremitas : Kulit pasien terlihat kering, akral


teraba dingin, CRT > 3 Detik , edema pada ekstremitas atas dan
bawah.

Poltekkes Kemenkes Padang


50

f. Pemeriksaan Penunjang

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan data sebagai


berikut :

1) Kimia Klinik:

Kalsium : 8,2 mg/dL (8,1-10,4), Ureum darah : 30 mg/dL ( 10-50 ),


Kreatinin darah : 0,4 mg/dL (0,8- 1,3), SGOT :47 U/L (<38), SGPT :17
U/L (<41)

2) Elektrolit

Natrium :138 mmol/L (136-145), Kalium : 3,9 mmol/L (3,5 -5,1)

Klorida : 89 mmol/L (97-111)

3) Analisa Gas Darah

Na+ : 140 mmol/L, K + : 3,3 mmol/L, CA++ : 0,54 mmol/L, GLU: 101
mg/dL, LAC : 2,2 mmol/L, pH: 7,43, pCO2: 81 mmHg, pO2: 172
mmhg, HCO3- : 53,8 mmol/L, HCO3std : 43,3 mmol/L, THbc: 15,5
0
mmol/L, Temp :37,0 C, Thb :13,1 gr/dL

Hematologi :

3
Hemoglobin : 7,9 g/dL (13,0 -16,0), Leukosit : 10,90 mm (5.0 -10.0),
3
Hematokrit : 24 % (40- 48 ), Trombosit: 307 mm (150-400), Eritrosit :
2,92 % (4,50-5,50), Retikulosit : 2,36% ( 0,5-2,0)

g. Terapi Dokter

a) IVFD RL : 500 per 24 jam


b) Furosemid : 10 ampul
c) Ampisilin Sulbactan 3x1,5 gram
d) Dorner : 20 gram
e) Paracetamol : 750 gram
f) Azithromycin : 50 gram

Poltekkes Kemenkes Padang


51

g) Spironolactone : 25 gram
h) Ventolyn : 4x1
i) Flumucyl : 2x1

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang telah muncul Setelah dilakukan pengkajian keperawatan


terhadap Ny. W, yang mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi dengan kasus gagal jantung kongestive menurut Standart
Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) 2016 sebagai berikut :

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan keletihan otot pernapasan.


b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret
yang tertahan.

Tabel 4.1

Analisa Data

Data Penyebab Masalah


Gejala dan tanda Keletihan otot Pola napas tidak efektif
mayor : pernapasan
Subjektif:
a.Dispnea ( pasien
mengeluh sesak nafas)

Objektif :
b.Edema perifer
dibagian kaki dan
tangan
c. CRT > 3 Detik
d.Klien tampak
menggunakan otot bantu
pernapasan
e.Fase ekspirasi

Poltekkes Kemenkes Padang


52

memanjang
f.Pola napas abnormal
(takipnea = 26x/menit)
-pCO2: 81 mmHg,
-pO2: 172 mmHg,
-HCO3- : 53,8 mmol/L
-HCO3std: 43,3 mmol/L
-Ph : 7,43
-Kreatinin : 0,4 mg/dL

Gejala dan tanda


minor :
Data Subjektif :
a. Ortopnea (pasien
mengeluh sesak saat
berisitirahat

Data Objektif :
a. Pernapasan cuping
hidung
b. Kapasitas vital
menurun
c. Tekanan ekspirasi
Meningkat
Gejala dan Tanda Sekresi yang tertahan Bersihan jalan napas
Mayor
tidak efektif
Subjektif :
a. Pasien mengatakan
dahaknya susah
dikeluarkan
Objektif :
a. Batuk tidak efektif
b. Tidak mampu batuk
c. ronki kering

Poltekkes Kemenkes Padang


53

Gejala dan Tanda


Minor
Subjektif :
a. Pasien mengatakan
sulit bicara karena
batuk
Objektif :
a. Pasien terlihat
gelisah
b. Sianosis
c. Bunyi napas
menurun
d. Frekuensi napas
berubah
e. Pola napas berubah

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan pada pasien, maka perawat


harus melakukan rencana tindakan keperawatan yang didalamya terdapat tujuan
dan kriteria hasil yang diharapkan.

Tujuan yang diharapkan adalah terjadinya kepatenan jalan napas dengan kriteria
hasil sebagai berikut: dispnea menurun, penggunaan otot bantu pernapasan
menurun, pemanjangan fase ekspirasi menurun, ortopnea menurun, pernapasan
cuping hidung tidak ada, frekuensi napas dalam rentang normal, kedalaman
napas membaik.
Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan untuk diagnosa pola napas
tidak efektif berhubungan dengan keletihan otot pernapasan adalah manajemen
jalan napas : Observasi yaitu monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
napas), monitor bunyi napas tambahan (ronkhi kering), memonitor sputum
(jumlah, warna) karena pasien mengalami batuk. Terapeutik yaitu pertahankan
kepatenan jalan napas, posisikan pasien semi fowler atau fowler, berikan minum
hangat, berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan pasien. Edukasi yaitu anjurkan
asupan cairan 1500 ml/hari karena pasien mengalami oedema pada
ekstremitasnya, ajarkan teknik batuk efektif. Kolaborasi yaitu memberikan obat
nebulizer pada pasien untuk mengencerkan dahak, atau memberikan obat oral
(ekspektoran dan mukolitik) sesuai dengan anjuran dokter.

Poltekkes Kemenkes Padang


54
Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan untuk diagnosa bersihan
jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret yang tertahan adalah
latihan batuk efektif : Observasi yaitu identifikasi kemampuan batuk, monitor
adanya retensi sputum, monitor input dan output cairan. Terapeutik yaitu atur
posisi semi fowler atau fowler, pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien,
buang sekret pada tempat sputum. Edukasi yaitu jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif, anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, di
tahan 2 detik kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik, anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali, anjurkan
batuk dengan kuat langsung setelah tari napas dalam yang ke-3. Kolaborasi
yaitu berkolaborasi dalam pemberian mukolitik atau ekspektoran untuk
mengencerkan sputum.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan terhadap masalah keperawatan pola napas tidak


efektif berhubungan dengan keletihan otot pernapasan, adalah memonitor
keluhan sesak nafas pasien memonitor terapi oksigen NRM 10l/menit sekali dua
jam , memonitor kecepatan, kedalaman, irama, kedalaman dan kesulitan
bernafas, mencatat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, dan penggunaan
otot-otot bantu nafas, memonitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau
mengi, memonitor kemampuan pasien untuk mentolerir pengangkatan oksigen
ketika makan. yang dilakukan selama 5 hari penelitian pada tanggal 16 Maret
sampai dengan 20 Maret 2020. Pelaksanaan tindakan dilakukan di Bangsal
Jantung RSUP dr. M. Djamil Padang.

Implementasi keperawatan yang dilakukan adalah Obervasi : memonitor pola


napas (frekuensi napas 26 kali/menit) sekali dua jam, memonitor bunyi napas
tambahan (ronkhi, pasien mengalami batuk). Terapeutik : mempertahankan
kepatenan jalan napas, dengan memposisikan pasien semi fowler atau fowler,
memberikan minum hangat, memberikan oksigen sesuai dengan kebutuhan
pasien (nRM 10 liter/menit). Edukasi : menganjurkan asupan cairan dibatasi
1500 ml/hari karena tangan dan kaki pasien oedema dan mengajarkan teknik
batuk efektif pada pasien. Kolaborasi : memberikan terapi obat nebulizer
(flumucyl) 2 kali/ hari yaitu pada pagi dan sore hari sesuai dengan anjuran
dokter.

Poltekkes Kemenkes Padang


55

Setelah dilakukan pemantauan pola napas, pemberian oksigen pada pasien,


serta memposisikan pasien menjadi semifowler untuk membantu
memaksimalkan ventilasi agar sesak yang dirasakan pasien dapat berkurang,
pasien mengatakan bahwa sesak napas yang dirasakannya sudah berkurang.
Pasien juga dianjurkan untuk membatasi konsumsi cairan, hal ini dikarenakan
pasien mengalami oedema di bagian tangan dan kaki. Pada hari pertama pasien
terpasang oksigen nRM 10 liter/menit dengan RR = 26 kali/menit dan pasien
mengatakan mengalami batuk serta pasien mengatakan susah tidur dimalam
hari karena sesak napas yang dirasakannya dan tangan dan kaki pasien
mengalami oedema kemudian susah untuk digerakkan. Pasien mendapatkan
terapi nebulizer (Flumucyl 2kali/ hari). Mengajarkan pasien latihan batuk
efektif setelah diberikan terapi nebulizer untuk meningkatkan kemampuan
batuk pasien. Pemberian terapi hari kedua, pasien mengatakan sesak masih ada
tetapi sudah berkurang, pasien terpasang oksigen nRM 8 liter/menit dengan RR
= 25 kali/menit, batuk kering masih ada, oedema di tangan dan kaki masih
terlihat, pasien mengatakan tidurnya masih kurang nyenyak, dilanjutkan
dengan pemberian terapi nebulizer (Flumucyl 2 kali/ hari). Pemberian terapi
hari ketiga, pasien sudah terlihat lebih tenang, pasien terpasang oksigen binasal
4 liter/menit dengan RR = 24 kali/menit, pasien mengatakan sesak sudah
berkurang dan saat malam hari pasien sudah dapat tidur dengan nyenyak,
pasien sudah bisa batuk sendiri, pemberian terapi nebulizer dosisnya di
turunkan menjadi 1 kali/ hari, oedema ditangan dan kaki sudah mulai
berkurang dan kaki sudah bisa digerakkan. Pemberian terapi hari keempat,
pasien terpasang oksigen binasal 4 liter/menit dengan RR = 24 kali/menit,
pasien mengatakan tidak mengalami sesak napas, oedema sudah berkurang
sehingga pasien sudah bisa melipat dan mengangkat kakinya. Pemberian terapi
hari kelima, pasien terlihat lebih segar, terpasang oksigen 3 liter/menit dengan
RR = 22 kali/menit serta pasien sudah dianjurkan untuk sesekali melepas
selang oksigen untuk berlatih bernapas dengan manual.

Implementasi keperawatan pada diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif


berhubungan dengan sekret yang tertahan dilakukan selama 3 hari dengan,
Observasi yaitu mengidentifikasi kemampuan batuk pasien, memantau adanya
retensi sputum. Terapeutik yaitu memposisikan pasien semi fowler untuk

Poltekkes Kemenkes Padang


56
memaksimalkan ventilasi, melakukan auskultasi suara nafas, menginstruksikan
cara batuk efektif. Edukasi yaitu menjelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif, anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, di tahan 2
detik kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik, anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali, anjurkan
batuk dengan kuat langsung setelah tari napas dalam yang ke-3. Kolaborasi
yaitu memberikan obat nebulizer untuk pengencer dahak.

Setelah dilakukan latihan batuk efektif pada hari pertama, pasien awalnya
tampak bingung bagaimana cara mengeluarkan dahak yang benar, setelah
diajarkan latihan batuk efektif pasien sudah bisa melakukannya sendiri tetapi
masih perlu bimbingan dari mahasiswa dan pasien mendapatkan terapi
flumucyl 2 kali sehari. Pada hari kedua pasien sudah bisa melakukan batuk
efektif sendiri tetapi sputum masih belum bisa keluarkan, kemudian pasien
diberikan terapi nebulizer flumucyl untuk membantu mengencerkan sputum.
Selanjutnya pada hari ketiga, pasien sudah mampu mengeluarkan sputum
sendiri dengan cara batuk efektif dan pasien masih mendapatkan terapi
nebulizer.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi dilakukan setiap hari selama 5 hari, mulai dari tanggal 16 Maret – 20
Maret 2020, evaluasi menggunakan metode SOAP dan sesuai dengan format
asuhan keperawatan .

Setelah implementasi keperawatan dilakukan, evaluasi keperawatan pasien


secara menyeluruh untuk diagnosa pola napas tidak efektif berhubungan dengan
keletihan otot pernapasan. Evaluasi subjektif pasien mengatakan sesak napas
nya sudah tidak ada lagi, tidur dimalam hari sudah nyenyak dan batuk sudah
tidak ada. Evaluasi objektif pasien terlihat mulai tenang, dispnea tidak ada, tidak
terlihat penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung tidak ada,
oedema pada bagian ekstremitas bawah masih ada, tekanan darah membaik
130/80 mmHg, Nadi 91 kali/menit, RR 23 kali/menit Saturasi O2 100%.
Masalah pola napas tidak efektif masih perlu dipantau agar pasien tidak
merasakan sesak napas secara tiba-tiba dan menganjurkan pasien untuk
memperbanyak istirahat agar jantung dapat bekerja lebih optimal dalam
memompa darah keseluruh tubuh agar pasokan oksigen dalam sel tetap terjaga,
Poltekkes Kemenkes Padang
57
sehingga mengurangi risiko terjadinya sesak napas.

Pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan


dengan sekresi yang tertahan didapatkan evaluasi masalah keperawatan teratasi
pada hari ke 3 rawatan dengan kriteria hasil pasien mengatakan dahak sudah
bisa dikeluarkan, pasien sudah bisa melakukan teknik nafas dalam, suara nafas
vesikuler, pasien mampu mengeluarkan dahak setelah latihan batuk efektif.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Pada pembahasan ini peneliti akan membahas hubungan antara teori dan laporan
asuhan keperawatan pada Ny. W dengan gagal jantung congestive (CHF) yang
telah dilakukan mulai dari tanggal 16 Maret sampai dengan tanggal 20 Maret 2020
di Bangsal Jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang. Dimana pembahasan ini akan di
bahas sesuai dengan tahapan asuhan keperawatan yang dimulai pada tahap
pengkajian, merumuskan diagnosis keperawatan, menyusun rencana keperawatan,
melakukan implementasi keperawatan sampai dengan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian Keperawatan

Pasien memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya. Hal ini diperkuat


dengan penelitian yang dikemukakan oleh Delima (2009), bahwa responden
dengan hipertensi beresiko 1,32 kali dan perilaku merokok juga cenderung
meningkatkan resiko sebesar 1,44 kali. Hal ini juga diperkuat dengan teori yang
dikemukakan oleh Kasron (2012), bahwa penyebab dari gagal jantung yaitu
kelainan otot jantung, aterosklerosis koroner, hipertensi sistemik atau
pulmonal, Peradangan dan penyakit miokardium degenerative, serta penyakit
jantung yang lain.

Saat peneliti melakukan pengkajian pada pasien, ditemukan keluhan utama


yaitu dispnea. Pasien CHF akan mengalami perubahan pola napas salah
satunya dispnea. Hal ini disebabkan oleh suplai darah yang tidak lancar di
paru-paru (darah tidak masuk ke jantung), dapat menyebabkan penimbunan
cairan di paru-paru sehingga menurunkan pertukaran O2 dan CO2 antara udara
dan darah di paru-paru. Dengan demikian oksigenasi arteri berkurang dan
terjadi peningkatan CO2, yang akan membentuk asam di dalam tubuh. Situasi
Poltekkes Kemenkes Padang
58
ini akan memberikan suatu gejala sesak napas (dyspnea), ortopnea (dyspnea
saat berbaring) terjadi apabila aliran darah dari ekstermitas meningkatkan
aliran balik vena ke jantung dan paru-paru.

Menurut Suwartika & Cahyati (2015), dalam penelitiannya menyebutkan


bahwa hasil penelitian yang ditemukan, menunjukkan hampir setengah dari
responden yang menderita gagal jantung memiliki gejala sesak napas dan
pembatasan ringan saat beraktivitas. Peneliti juga mengungkapkan bahwa
pasien dengan gagal jantung yang sudah merasakan adanya perubahan pada
pola hidupnya dikarenakan kondisi sakitnya dapat menimbulkan kecemasan
yang dapat mempengaruhi kualitas tidurnya.

Pada pola nutrisi, pasien mengatakan suka makan nasi bungkus, suka makan
makanan yang bersantan, berminyak, dan tinggi garam. Hal ini diperkuat
dengan penelitian yang dikemukakan oleh Delima (2009), bahwa kebiasaan
setiap hari mengkonsumsi makanan berlemak juga cenderung meningkatkan
resiko penyakit jantung. Hal ini juga diperkuat dengan teori yang dikemukakan
oleh Ambarwati (2014), bahwa resiko terjadinya gangguan oksigenasi pada
CHF salah satunya diet tinggi-lemak. Menurut analisa peneliti dari kebiasaan
diet tidak sehat akan meningkatkan resiko terbentuknya flak di pembuluh darah
sehingga akan memperberat terjadinya faktor resiko penyakit CHF.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan edema pada ekstremitas atas dan bawah
pasien. Hal ini diperkuat dengan teori yang dikemukakan oleh Saputra (2014),
bahwa edema merupakan salah satu tanda dan gejala dari penyakit CHF yaitu
edema pada ekstremitas karna adanya bendungan cairan di vena sentral.
Oedema juga disebabkan karena suplai darah kurang ke ginjal akan
mempengaruhi mekanisme pelepasan rennin-angiotensin dan akhirnya
terbentuk angiotensin II mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosteron dan
mengakibatkan retensi natrium dan air, perubahan tersebut meningkatkan
cairan ekstra-intravaskuler sehingga terjadi ketidakseimbangan volume cairan
dan tekanan selanjutnya terjadi oedema perifer.

Oedema pada pasien terjadi karena sudah ada gangguan pada jantung kanan,
hal ini dipertegas oleh teori (Prince & Wilson, 2012) yaitu tekanan arteri paru-
paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi
Poltekkes Kemenkes Padang
59
pulmonalis meningkatkan tekanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian
kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung
kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.

Menurut analisa peneliti, keluhan yang ditemukan pada saat melakukan


pengkajian sama dengan hasil pengkajian pada penelitian sebelumnya yaitu
pada pasien CHF akan ditemukan keluhan berupa sesak napas, bengkak pada
ekstremitas dan sesuai dengan teori Brunner & Suddarth (2016) pasien CHF
akan mempunyai keluhan berupa sesak napas dan sesak bertambah ketika
beraktivitas terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas. Dispnea bahkan dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh
gerakan yang minimal atau sedang. Mudah lelah dan juga sesak napas saat
beraktivitas terjadi akibat curah jantung yang kurang dan menghambat jaringan
dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernapas. Fungsi jantung yang melemah akibat gagal jantung selain
menimbulkan gejala sesak napas, sesak saat beraktivitas, kualitas tidur yang
buruk juga dapat menimbulkan adanya rasa lelah dan retensi cairan di kaki
(pembengkakkan).
2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah masalah yang ditemui mengenai status


kesehatan pasien dalam rangka menentukan intervensi keperawatan. Diagnosis
keperawatan yang akan mucul pada pasien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi dengan kasus gagal jantung congestive (CHF) menurut
standar diagnosis keperawatan indonesi (SDKI) tahun 2016 adalah pola napas
tidak efektif berhubungan dengan keletihan otot pernapasan, gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler,
intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
sekresi yang tertahan dan gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak
napas.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yulia (2018), dimana
dalam penelitiannya pada pasien CHF terdapat 3 diagnosa keperawatan
yangsamadiantaranyayaitu :1)Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Poltekkes Kemenkes Padang


60
berhubungandengansekresiyangtertahan,2) ketidakefektifanpola nafas
berhubungan dengan hiperventilasi, 3)Intoleransiaktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbanganantarasuplaidan kebutuhan oksigen.

Di pertegas juga dengan teori Kasron (2012) mengatakan penyakit CHF dapat
menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru sehingga menurunkan
pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru-paru. Dengan demikian
oksigenasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan CO2, yang akan
membentuk asam di dalam tubuh. Situasi ini akan memberikan suatu gejala
sesak napas (dyspnea), ortopnea (dyspnea saat berbaring) terjadi apabila aliran
darah dari ekstermitas meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan paru-
paru.

Dalam penegakan diagnosa keperawatan, peneliti melihat kepada keluhan yang


ditemukan pada keadaan pasien, dan keluhan yang muncul menunjukkan gejala
yang sama dengan teori. Gejala yang muncul pada pasien menunjukkan adanya
permasalahan pada kebutuhan oksigenasi. Menurut Henderson kebutuhan akan
oksigenasi merupakan kebutuhan yang terpenting dan yang pertama dalam
kebutuhan dasar manusia. Manusia memerlukan adanya proses pernapasan
yang normal untuk memenuhi kebutuhan terhadap oksigen. Dalam pemenuhan
kebutuhan oksigen ini diperlukan oksigen yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia ini. Jika masalah pemenuhan oksigen ini teratasi
maka masalah lain juga akan ikut teratasi ( Potter & Perry, 2012).

3. Rencana Keperawatan

Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan yang


ditemukan pada kasus Ny. W. Intervensi keperawatan tersebut berdasarkan
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) dan SIKI (Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia).

Rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan adalah manajemen jalan


napas : Observasi yaitu monitor pola napas (frekuensi RR = 24 kali/menit,
kedalaman, usaha napas) dilakukan per 2 jam, monitor bunyi napas tambahan
(ronkhi), memonitor sputum (jumlah, warna) pasien mengalami batuk.

Poltekkes Kemenkes Padang


61
Terapeutik yaitu pertahankan kepatenan jalan napas, posisikan pasien semi
fowler atau fowler agar memaksimalkan ventilasi, berikan minum hangat,
berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan pasien dan anjuran dari dokter
(10liter/menit). Edukasi yaitu anjurkan asupan cairan 1500 ml/hari untuk
mengurasi oedema pada ekstremitas, ajarkan teknik batuk efektif untuk
memaksimalkan kemampuan pasien dalam mengeluarkan sputum.

Menurut peneliti dalam penyusunan rencana keperawatan yang akan dilakukan


pada pasien, tidak terdapat kesenjangan anatara teori dan kasus yang ditemukan
dalam penetapan intervensi yang akan dilakukan. Penyusunan rencana
keperawatan ini dibutuhkan oleh pasien dalam upaya pemulihan derajat
kesehatan pasien.

Menurut hasil penelitian Yulia (2018) Rencana tindakan keperawatan untuk


diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
dengan tujuan memiliki status Pernapasan : ventilasi baik dengan kriteria hasil;
frekuensi pernafasan normal, irama pernafasan teratur, tidak ada kedalaman
inspirasi, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, tidak ada dispnea saat
istirahat, tidak ada retraksi dinding dada. Memonitor pernapasan yaitu
melakukan monitor kecepatan, kedalaman, irama, kedalaman dan kesulitan
bernafas, memberikan terapi oksigen dan mempertahankan kepatenan jalan
nafas, memberikan oksigen tambahan seperti yang diinstruksikan, monitor
aliran oksigen, periksa perangkat (alat) pemberian oksigen secara berkala
untuk memastikan bahwa konsentrasi (yang telah) ditentukan sedang
diberikan, memonitor kemampuan pasien untuk mentolerir pengangkatan
oksigen ketika makan, amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen.

Pada masalah bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret
yang tertahan diharapkan jalan nafas pasien paten dengan kriteria hasil
frekuensi pernafasan dalam batas normal, irama pernafasan teratur, kedalaman
inspirasi normal, kemampuan untuk mengeluarkan secret, suara nafas
tambahan tidak ada, penggunaan otot bantu pernapasan tidak ada.
Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, membuang sekret
dengan cara batuk efektif serta menginstruksikan cara batuk efektif,
melakukan auskultasi suara nafas. Memonitor pernapasan yaitu monitor pola

Poltekkes Kemenkes Padang


62
napas, irama, kedalaman dan usaha napas, memperhatikan gerakan dan
kesimetrisan, menggunakan otot bantu, dan adanya, retraksi otot intercostals
dan supraclavicular, memonitor bunyi napas, misalnya mendengkur,
memonitor pola napas, mencatat lokasi trakea, melakuan auskultasi bunyi
napas, mencatat peningkatan ventilasi, memonitor saturasi oksigen.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yang dilakukan adalah Obervasi : memonitor pola


napas (frekuensi napas 26 kali/menit) dilakukan per 2 jam, memonitor bunyi
napas tambahan (ronkhi, pasien mengalami batuk). Terapeutik :
mempertahankan kepatenan jalan napas, dengan memposisikan pasien semi
fowler atau fowler agar memaksimalkan ventilasi, memberikan minum hangat
dan memantau pemberian oksigen sesuai dengan kebutuhan pasien setelah
dilakukan penghitungan frekuensi napas serta pemeriksaan AGD (saat
dilakukan asuhan keperawatan oksigen yang diberikan pada pasien yaitu nRM
10 liter/menit). Edukasi : menganjurkan asupan cairan dibatasi 1500 ml/hari
karena tangan dan kaki pasien oedema dan mengajarkan teknik batuk efektif
pada pasien.

Menurut hasil penelitian Yulia (2018) implementasi yang dilakukan pada


masalah ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi yang
terdapat pada kedua partisipan yaitu, dengan memonitor keluhan sesak nafas
pasien memonitor terapi oksigen, memonitor kecepatan, kedalaman, irama,
kedalaman dan kesulitan bernafas, mencatat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan, dan penggunaan otot-otot bantu nafas, memonitor suara
nafas tambahan seperti ngorok atau mengi, memonitor kemampuan pasien
untuk mentolerir pengangkatan oksigen ketika makan.

Menurut Hidayat (2009), bahwa pemberian oksigen pada pasien dapat


dilakukan melalui tiga cara sesuai dengan tingkat konsentrasi oksigen yang
dibutuhkan yaitu melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan memenuhi
kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia. Nasal kanula merupakan
alat yang sederhana dan dapat memberikan oksigen dengan aliran 1 -6
liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 20% - 40%, sedangkan sungkup

Poltekkes Kemenkes Padang


63
muka nonrebreathing mempunyai dua katup, satu katup terbuka pada saat
inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi dan satu katup yang fungsinya
mencegah udara masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat
ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran 10 –12 liter/menit dengan
konsentrasi oksigen 80 – 100%. Hal ini menunjukkan bahwa cara pemberian
harus disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.

Menurut analisa peneliti untuk menentukan kebutuhan cara pemberian


oksigen yang mana yang dibutuhkan oleh pasien sangat diperlukan penilaian
hasil labor tentang analisa gas darah karena dengan melihat hasil analisa gas
darah dapat kita tentukan bagaimana kondisi oksigenasi ditubuh pasien
seperti PO2 dan PCO2, sehingga dapat menentukan cara pemberian oksigen
yang mana yang dibutuhkan oleh pasien seperti berapa banyak oksigen yang
harus diberikan pada pasien setiap menitnya.

5. Evaluasi Keperawatan

Tahap evaluasi merupakan tahap perbandingan yang sistematik dan terencana


tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan. (Kodim,
2015). Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP.

Pada penelitian ini peneliti melakukan evaluasi dari tindakan yang dilakukan
selama 5 hari. Implementasi dilakukan mulai dari tanggal 16 Maret – 20
Maret 2020. Dalam melakukan evaluasi, adapun faktor pendukung adalah
kerja sama peneliti dengan perawat ruangan dan peneliti dengan pasien serta
keluarga yang terlibat.

Subjektif : Pasien mengatakan tidak merasakan sesak napas lagi.


Dan pasien mengatakan dapat istirahat dengan cukup,
pasien mengatakan sudah bisa mengeluarkan dahak saat
batuk, pasien mengatakan pada malam hari batuknya
sudah berkurang.

Objektif : Pasien terlihat mulai tenang, tidak ada pernapasan cuping


hidung, masih terdapat edema pada bagian ekstremitas

Poltekkes Kemenkes Padang


64
bawah, tidak terlihat penggunaan otot bantu pernapasan,
tidak ada suara napas tambahan, tekanan darah membaik
130/80 mmHg, nadi 91 kali/menit, RR 23 kali/menit,
selang oksigen sudah dilepas, saturasi oksigen 99%, CRT
< 3 detik dan suara napas tambahan tidak ada.

Analisis : Masalah pola napas tidak efektif masih perlu di pantau


dan pola istirahat pasien harus diatur agar tidak terjadi
peningkatan dalam kerja jantung sehingga mengurangi
risiko kekurangan oksigen pada jaringan tubuh yang akan
mengakibatkan pasien merasakan sesak napas. Masalah
bersihan jalan napas tidak efektif masih terus dipantau
dengan cara melakukan teknik batuk efektif ketika pasien
merasakan kesulitan dalam mengeluarkan dahak.

Planning : Intervensi tetap dipertahankan, pasien harus melakukan


pembatasan aktivitas dan perbanyak istirahat serta patuh
dalam mengonsumsi diit yang dianjurkan.

Kriteria hasil yang telah dicapai setelah melakukan tindakan keperawatan


untuk diagnosa pola napas tidak efektif berhubungan dengan keletihan otot
pernapasan adalah sebagai berikut: dispnea menurun, penggunaan otot
bantu pernapasan menurun, pemanjangan fase ekspirasi menurun, ortopnea
menurun, pernapasan cuping hidung tidak ada, frekuensi napas dalam
rentang normal, kedalaman napas membaik (SDKI (2016).

Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan, didapatkan rasa sesak yang


dirasakan pasien sudah tidak ada, pernapasan saaat ini 23 kali/menit,
saturasi oksigen 99%, raut wajah pasien terlihat tenang, bahkan sudah
nyaman tidur, tekanan darah pasien membaik 130/80 mmHg, nadi 91
kali/menit dan edema pada ekstremitas bawah sudah berkurang. Jadi pada
kasus hasil evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan selam 5 hari
yaitu dengan evaluasi berdasarkan SLKI. Hasil yang diinginkan tercapai
pada pasien.

Berdasarkan hasil penelitian Yulia (2018) evaluasi pada pasien CHF yaitu
Poltekkes Kemenkes Padang
65
pasien mengatakan sudah tidak sesak lagi, pernapasan 22x/menit, oksigen
tampak sudah dibuka, saturasi oksigen 99%. Hasil evaluasi pada partisipan
yaitu pasien mengatakan sesak berkurang, pasien sudah mulai melepas
oksigennya, RR 23x/menit, suara nafas tambahan tidak ada.

Sesuai dengan teori Kasron (2012) mengatakan penyakit CHF dapat


menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru sehingga menurunkan
pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru-paru. Dengan
demikian oksigenasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan CO2, yang
akan membentuk asam di dalam tubuh. Situasi ini akan memberikan suatu
gejala sesak napas (dyspnea), ortopnea (dyspnea saat berbaring) terjadi
apabila aliran darah dari ekstermitas meningkatkan aliran balik vena ke
jantung dan paru-paru. Hal ini juga ditemukan pada pasien Ny. W dimana
pasien mengeluh sesak napas, oleh karena itu peneliti melakukan upaya
untuk mengurangi rasa sesak napas yang dirasakan oleh pasien dengan
cara pemberian terapi oksigen yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

Tindakan ini menjurus pada teori Hidayat (2009), bahwa pemberian


oksigen pada pasien dapat dilakukan melalui tiga cara sesuai dengan
tingkat konsentrasi oksigen yang dibutuhkan yaitu melalui kanula, nasal,
dan masker dengan tujuan memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah
terjadinya hipoksia. Nasal kanula merupakan alat yang sederhana dan
dapat memberikan oksigen dengan aliran 1 -6 liter/menit dan konsentrasi
oksigen sebesar 20% - 40%, sedangkan sungkup muka nonrebreathing
mempunyai dua katup, satu katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup
pada saat ekspirasi dan satu katup yang fungsinya mencegah udara masuk
pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi. Pemberian
oksigen dengan aliran 10 –12 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 80 –
100%. Hal ini menunjukkan bahwa cara pemberian harus disesuaikan
dengan kebutuhan yang ada.

Dari hasil analisa peneliti evaluasi pada pasien CHF dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada penelitian yang telah dilakukan
sesuai dengan SLKI (2018). Evaluasi tindakan yang telah dilakukan
peneliti untuk mencegah tidak terpenuhinya kebutuhan oksigen
menunjukkan pengaruh positif pada pasien, dibuktikan dengan kepatenan
Poltekkes Kemenkes Padang
66
jalan napas pasien, menurunnya derajat eodema pada ektremitas bawah
pasien, diharapkan pasien mampu mengontrol aktivitas agar tidak
membebani kerja jantung.

Poltekkes Kemenkes Padang


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian asuhan keperawatan gangguan pemenuhan


kebutuhan oksigenasi pada Ny. W dengan kasus Congestive Heart Failure
di Bangsal Jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang, peneliti mengambil
kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil pengkajian yang didapatkan pada Ny. W dalam keadaan sadar,


nafas masih terasa sesak sakit kepala, batuk berdahak sulit keluar,
sesak bertambah jika batuk. Pasien juga mengeluh badan terasa lemah.
Klien mengeluh tidak nafsu makan dan tidak bisa beristirahat saat
malam hari karena sesak nafas. Dari hasil pengkajian juga diketahui
bahwa Ny. W memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan
Ny. W juga mempunyai kebiasaan suka makan makanan yang
bersantan, berminyak dan berlemak. Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil Kalsium : 8,2 mg/dL (8,1-10,4), Ureum darah : 30
mg/dL ( 10-50 ), Kreatinin darah : 0,4 mg/dL (0,8- 1,3), SGOT :47 U/L
(<38), SGPT :17 U/L (<41), Natrium :138 mmol/L (136-145), Kalium :
3,9 mmol/L (3,5 -5,1), Klorida : 89 mmol/L (97-111), Na+ : 140
mmol/L, K + : 3,3 mmol/L, CA++ : 0,54 mmol/L, GLU: 101 mg/dL,
LAC : 2,2 mmol/L, pH: 7,43, pCO2: 81 mmHg, pO2: 172 mmhg,
HCO3- : 53,8 mmol/L, HCO3std : 43,3 mmol/L, THbc: 15,5
0
mmol/L, Temp :37,0 C, Thb :13,1 gr/dL, Hemoglobin : 7,9 g/dL (13,0
3
-16,0), Leukosit : 10,90 mm (5.0 -10.0), Hematokrit : 24 % (40- 48 ),
3
Trombosit: 307 mm (150-400), Eritrosit : 2,92 % (4,50-5,50),
Retikulosit : 2,36% ( 0,5-2,0).

2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny. W yaitu pola napas tidak
efektif berhubungan dengan keletihan otot pernapasan dan bersihan
jalan napa tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan.

Poltekkes Kemenkes Padang


69

3. Hasil yang diperoleh dari intervensi yang dilakukan oleh peneliti, baik
intervensi yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi yaitu ;
manajemen jalan napas : Observasi yaitu monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman, usaha napas), monitor bunyi napas tambahan
(misalnya gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering), memonitor
sputum (jumlah, warna) jika pasien mengalami batuk. Terapeutik yaitu
pertahankan kepatenan jalan napas, posisikan pasien semi fowler atau
fowler, berikan minum hangat, lakukan penghisapan lendir jika perlu,
berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan pasien. Edukasiyaitu
anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi,
ajarkan teknik batuk efektif.

4. Implementasi keperawatan yang dilakukan dari tanggal 16 Maret 2020


sampai dengan 20 Maret 2020 telah dilaksanakan berdasarkan rencana
keperawatan yang telah ditetapkan sebelumnya seperti : memonitor
pola napas (frekuensi napas 26 kali/menit), memonitor bunyi napas
tambahan (ronkhi, pasien mengalami batuk), mempertahankan
kepatenan jalan napas, dengan memposisikan pasien semi fowler atau
fowler, memberikan minum hangat, memberikan oksigen sesuai
dengan kebutuhan pasien (nRM 10 liter/menit) dan menganjurkan
asupan cairan dibatasi 1500 ml/hari karena tangan dan kaki pasien
oedema dan mengajarkan teknik batuk efektif pada pasien dan
pemberian obat nebulizer sebagai mengencer dahak.

5. Hasil evaluasi peneliti pada Ny. W yang dilakukan selama 5 hari


rawatan dan dibuat SOAP. Berdasarkan hasil evaluasi didapatkan
bahwa masalah yang terjadi pada Ny. W dapat diatasi sebagian pada
hari rawatan ke-5. Hasil evaluasi yaitu pola napas sudah membaik
dengan kriteria hasil pasien mengatakan sesak napas nya sudah tidak
ada lagi, tidur dimalam hari sudah nyenyak dan batuk sudah tidak ada.
Evaluasi objektif pasien terlihat mulai tenang, oedema pada bagian
ekstremitas bawah masih ada, tekanan darah membaik 130/80 mmHg,
Nadi 91 kali/menit, RR 23 kali/menit Saturasi O2 100%.

Poltekkes Kemenkes Padang


70

Masalah pola napas tidak efektif masih perlu dipantau agar pasien tidak
merasakan sesak napas secara tiba-tiba dan menganjurkan pasien untuk
memperbanyak istirahat agar jantung dapat bekerja lebih optimal
dalam memompa darah keseluruh tubuh agar pasokan oksigen dalam
sel tetap terjaga, sehingga mengurangi risiko terjadinya sesak napas.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti memberikan saran sebagai berikut


:

1. Bagi Perawat Ruangan


Studi kasus yang peneliti lakukan tentang asuhan keperawatan
gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien CHF di
Bangsal Jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang dapat menjadi acuan bagi
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara profesional dan
komprehensif. Peneliti juga berharap perawat ruangan dapat lebih
meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien CHF. Terutama pada
pemenuhan kebutuhan oksigenasi pasien.

2. Bagi Ketua Jurusan Poltekkes Kemenkes RI Padang


Melalui ketua jurusan Poltekkes Kemenkes RI Padang, Karya Tulis
Ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk latihan kasus dan bisa
dijadikan sebagai informasi untuk menambah pengetahuan mahasiswa
dalam memberikan asuhan keperawatan gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien CHF.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


Hasil penelitian yang peneliti dapatkan diharapkan bisa menjadi bahan
bacaan dan pedoman peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian
pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada
pasien CHF.

Poltekkes Kemenkes Padang


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2014. Kebutuhan Dasar Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan.


Jakarta:Trans InfoMedia

Ambarwati, Fitri Respati. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Duo
Satria Offset

Brunner and Suddarth. 2016. Keperawatan Medikal Bedah ed.12. Jakarta:EGC.

Ernawati. 2012. Buku Ajar Konsep dan Aplikasi Keperawatan dalam


Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : TIM.

Hariyanto dan Sulistyowati. 2015. Keperawatan Medical Bedah 1. Jogjakarta: Ar-


Ruzz Media

Hidayat, Aziz Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi


Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Kasron. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantung. Yogyakarta: Nuha Medika

Kasron. 2016. Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: TIM

LeMone, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sisem


Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Price, Slvia A, and Lorraine M.Wilson. 2012. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Riskesdas. 2018. Laporan Nasional Riskesdas 2018. www.litbang.depkes.go.id

Robinson. 2014. Buku Ajar Visual Nursing (Medical-Bedah). Tanggerang Selatan:


Binarupa Aksara

Saputra, Lyndon. 2013. Catatan Ringkas: Kebutuhan Dasar Manusia.


Tanggerang Selatan : Binarupa aksara publisher.

Sapura, Lyndon. 2014. Buku Saku Keperawatan Pasien dengan Gangguan Fungsi
Kardiovaskuler. Tangerang Selatan : Binarupa Aksara

Saryono & Anggraeni, Mekar Dwi. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan, Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :
Alfabeta.

T.Bararah dan M.Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi


Perawat Professional. Jakarta : Prestasi Pustaka Raya

Tarwoto dan Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan.Jakarta:SalembaMedika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Vaughans, Bennita W. 2013.Keperawatan Dasar. Yogyakarta: Rapha Pubhlishing

Wahyudi, A. S. & Wahid, A. (2016). Buku ajar ilmu keperawatan dasar. Jakarta:
Mitra Wacana Medika.

Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta: TIM

Wijaya, Andra Saferi dan Putri, Yessie Mariza. 2013. Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha
Medik
LAMPIRAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN PADANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PADANG
JLN. SIMP. PONDOK KOPI SITEBA NANGGALO PADANG TELP. (0751) 7051300
PADANG 25146

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHF

NAMA MAHASISWA : Natasha Yovani


NIM 173110178
RUANGAN PENELITIAN : Bangsal Jantung RSUP DR M.Djamil Padang

A. IDENTITAS KLIEN DAN KELUARGA


1. Identitas Klien
Nama : Ny. W
Umur : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMP
Alamat : Jln Sakura Teko Besar Pauh Sarolangun Jambi

2. Identifikasi Penanggung jawab


Nama : Nn. U
Pekerjaan : Eks Mahasiswa
Alamat : Jln Sakura Teko Besar Pauh Sarolangun Jambi
Hubungan : Anak

3. Diagnosa Dan Informasi Medik Yang Penting Waktu Masuk

Tanggal Masuk : 16 Maret 2020


No. Medical Record 01080135
Ruang Rawat : Bangsal Jantung RSUP DR M.Djamil Padang
Diagnosa Medik : CHF stage III
Yang mengirim/merujuk : RSD Kolonel Abundjani
Alasan Masuk : Sesak nafas sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit.

4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
- Keluhan Utama Masuk : Pasien mengeluh sesak napas meningkat sejak
1 hari yang lalu sebelum masuk RS

- Keluhan Saat Ini (Waktu Pengkajian) : Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 16
Maret 2020 pukul 16.00 WIB klien dalam
keadaan sadar, nafas masih terasa sesak
sakit kepala, batuk berdahak sulit keluar,
sesak bertambah jika batuk. Klien juga
mengeluh badan terasa lemah. Klien
mengeluh tidak nafsu makan dan tidak bisa
beristirahat saat malam hari karena sesak
nafas.

b. Riwayat Kesehatan Yang Lalu : Klien pernah dirawat di RS Jambi selama 7 hari,
klien sudah merasakan sesak sejak 3 bulan yang lalu. Klien juga batuk sudah sejak
1 tahun yang lalu, sudah pernah cek BTA dan hasilnya negative, klien mempunyai
riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga : Klien mengatakan tidak ada keluarga yang


menderita penyakit jantung, diabetes melitus dan hipertensi.

5. Kebutuhan Dasar
a. Makan
Sehat : Klien saat sehat selalu membeli makanan dari
warung yaitu nasi bungkus, suka makan makanan yang bersantan,
berminyak, klien tidak mau makan makanan dari rumah.
Sakit : Pasien dapat diet jantung III 1800 Kkal.

b. Minum
Sehat : Pasien minum 6-8 gelas per hari

Sakit : Pasien minum dibatasi yaitu sebanyak ± 1500 per hari

c. Tidur
Sehat : Pasien tidur 5-7 jam perhari
Sakit : Pasien tidur 4-6 jam perhari, pasien sering
terbangun saat tengah malam karena sesak napas

d. Mandi
Sehat : Pasien mandi 2 kali sehari dan mandiri

Sakit : Pasien mandi sekali sehari dengan bantuan


keluarga atau perawat

e. Eliminasi
Sehat : Pasien BAB 1 kali sehari dengan konsentrasi
feses lunak, warna kuning. BAK 6 kali sehari dengan warna urin kuning.
Sakit : Klien biasanya BAB 1 kali sehari, warna
kuning, feses lunak, BAB teratur,BAK menggunakan kateter dan dibantu
oleh keluarga dan perawat.

f. Aktifitas pasien
Sehat : Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dan bisa melakukan
aktivitas secara mandiri
Sakit : Pasien tidak bisa bekerja karena sesak napas dan badannya terasa
lemah, aktivitas pasien dibantu oleh keluarga atau perawat

6. Pemeriksaan Fisik
- Tinggi / Berat Badan : 150 cm / 50 kg
- Tekanan Darah : 160/90 mmHg
0
- Suhu : 37,2 C
- Nadi : 95 X / Menit
- Pernafasan : 26 X / Menit
- Rambut : Rambut klien kering dan kasar tidak mudah rontok
- Telinga : Kotor, simetris kiri kanan, tidak ada lesi dan
pendengaran sedikit terganggu
- Mata : Konjungtiva anemis, sclera non ikterik
- Hidung : Pernapasan cuping hidung, nafas terlihat sesak
- Mulut : Mukosa bibir kering, nafas berbau ammonia
- Leher : Adanya pembesaran vena jugularis
- Jantung : I : Ictus cordis terlihat
P: Ictus cordis teraba, tapi tidak kuat angkat
P : Bunyi jantung pekak, batas jantung mengalami
pergeseran (hipertropi)
A : Irama jantung irreguler, mur-mur negatif

- Abdomen : I : Simetris kiri kanan, tidak ada lesi


P: Tidak ada nyeri tekan
P: Timpani
A: Bising usus +
- Kulit : Kulit pasien kering dan pucat
- Ekstremitas : Atas : Tangan kanan oedema, CRT> 3 detik dan
teraba dingin
Bawah : Kaki kanan dan kiri oedema dan teraba
dingin

7. Data Psikologis : Ny. W mengatakan mulai cemas dengan penyakitnya,


pasien mengatakan tangan dan kakinya membengkak sejak masuk RS, pasien takut
tangan dan kakinya tidak bisa seperti semula.

8. Data Ekonomi Sosial : Ny. W seorang ibu rumah tangga, dinafkahi oleh suami
yang bekerja sebagai petani. Dan pembayaran RS ditanggung oleh BPJS.
9. Data Spiritual : Ny. W seorang muslim, saat sakit pasien tidak bisa
beribadah seperti biasanya.

10. Pemeriksaan laboratorium / pemeriksaan penunjang


Tanggal Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Pria Wanita
16-03-2020 Hemoglobin 13,1 g/dL 12,0-14,0 12,0-14,0
16-03-2020 Leukosit 7,07 10^3/mm^3 5-10 5-10
16-03-2020 Hematokrit 46 % 37-43 37-43
16-03-2020 Trombosit 142 10^3/mm^3 150-400 150-400
16-03-2020 Total Protein 5,3 g/dL 6,6-8,7 6,6-8,7
16-03-2020 Albumin 2,6 g/dL 3,8-5,0 3,8-5,0
16-03-2020 Globulin 2,7 g/dL 1,3-2,7 1,3-2,7
16-03-2020 Kalsium 8,2 mg/dL 8,1-10,4 8,1-10,4
16-03-2020 Ureum Darah 30 mg/dL 10-50 10-50
16-03-2020 Kreatinin Darah 0,4 mg/dL 0,6-1,2 0,6-1,2
16-03-2020 GDS 95 mg/dL <200 <200
16-03-2020 Natrium 138 Mmol/L
16-03-2020 Kalium 3,9 Mmol/L
16-03-2020 Klorida 89 Mmol/L
16-03-2020 NA+ 140 Mmol/L
16-03-2020 K+ 3,3 Mmol/L
16-03-2020 CA++ 0,54 Mmol/L
16-03-2020 GLU 101 Mg/dL
16-03-2020 pH 7,43 7,35-7,45 7,35-7,45
16-03-2020 PCO2 81 mmHg
16-03-2020 pO2 172 mmHg
16-03-2020 HCO3- 53,8 Mmol/L
16-03-2020 SO2 100 %
16-03-2020 THbc 15,5 Mmol/L
16-03-2020 Temp 37 C
16-03-2020 THb 13,1 g/Dl
a. Pemeriksaaa Diagnostik :
- Pemeriksaan Radiologi :
Dll ....................................

11. Program Terapi Dokter


No Nama Obat Dosis Cara
1. IVFD RL 500/24jam IV
2. Furosemid 10 amp IV
3. Ampisilin sulbactan 3x1,5 gram IV
4. Dorner 20 gram P.O
5. Paracetamol 750 gram P.O
6. Azithromycin 50gram P.O
7. Spironolactone 25gram P.O
8. Ventolyn 4x1 Nebu
9. Flumucyl 2x1 Nebu

12. Catatan Tambahan : Batasi konsumsi cairan per oral untuk mengurangi oedema
pada pasien
Mahasiswa,

( Natasha Yovani )
NIM : 173110178
ANALISA DATA

NAMA PASIEN : Ny. W


NO. MR 01080135

NO DATA PENYEBAB MASALAH

1.Gejala dan tanda mayor : Keletihan otot Pola napas tidak


Subjektif: pernapasan efektif
a.Dispnea ( pasien mengeluh sesak
nafas)

Objektif :
b. Edema perifer dibagian kaki dan
tangan
c. CRT > 3 Detik
d. Klien tampak menggunakan
otot bantu pernapasan
e. Fase ekspirasi memanjang
f. Pola napas abnormal (takipnea =
26x/menit)
-pCO2: 81 mmHg,
-pO2: 172 mmHg,
-HCO3- : 53,8 mmol/L
-HCO3std: 43,3 mmol/L
-Ph : 7,43
-Kreatinin : 0,4 mg/dL

Gejala dan tanda minor :


Data Subjektif :
a. Ortopnea (pasien mengeluh sesak
saat berisitirahat
Data Objektif :
a. Pernapasan cuping hidung
b. Kapasitas vital menurun
c.Tekanan ekspirasi meningkat
2. Gejala dan Tanda Mayor Sekresi yang tertahan Bersihan jalan napas
Subjektif :
tidak efektif
a. Pasien mengatakan dahaknya
susah dikeluarkan
Objektif :
a. Batuk tidak efektif
b. Tidak mampu batuk
c. ronki kering

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif :
a. Pasien mengatakan sulit bicara
karena batuk
Objektif :
a. Pasien terlihat gelisah
b. Sianosis
c. Bunyi napas menurun
d. Frekuensi napas berubah
e. Pola napas berubah

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : Ny. W


NO. MR 01080135

Tanggal No Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanda


Muncul Teratasi Tangan

16-03-2020 1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan 20-03-2020


keletihan otot pernapasan
16-03-2020 2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan 18-03-2020
dengan sekret yang tertahan.
PERENCANAAN KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : Ny. W


NO. MR 01080135

Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan
SLKI SIKI
1. Pola napas tidak efektif Pola Napas Manajemen Jalan
berhubungan dengan keletihan 1 2 3 4 5 Napas
otot pernapasan Tindakan :
Kriteria Hasil : Observasi
Penyebab : a. Ventilasi semenit 1. Monitor pola
a. Depresi pusat pernapasan meningkat napas
b. Hambatan upaya napas b. Kapasitas vital (frekuensi,
(misalnya; nyeri saat bernapas, pernapasan pasien kedalaman dan
kelemahan otot pernpasan) meningkat usaha napas)
c. Deformitas tulang dan dinding c. Tekanan inspirasi dan 2. Monitor bunyi
dada ekspirasi meningkat napas tambahan
d. Gangguan neuromuscular d. Dispnea tidak ada (gurgling,
e. Gangguan neurologis e. Tidak menggunakan mengi,
f. Imaturitas neurologis otot bantu pernapasan wheezing,
g. Posisi tubuh yang menghambat f. Tidak terjadi ronkhi)
ekspansi paru pemanjangan fase 3. Monitor sputum
h. Sindrom hipoventilasi ekspirasi (jumlah, warna
i. Kerusakan inervasi diafragma g. Ortopea menurun dan aroma)
(kerusakan saraf C5 ke atas) h. Tidak ada pernapasan Terapeutik
j. Cedera pada medulla spinalis cuping hidung 1. Pertahankan
i. Frekuensi napas kepatenan jalan
Gejala dan Tanda Mayor normal yaitu 16-20 napas
Subjektif : kali per menit 2. Posisikan pasien
1. Dispnea j. Kedalaman napas semi-fowler
Objektif : membaik atau fowler
1. Penggunaan otot bantu 3. Lakukan
pernapasan penghisapan
2. Fase ekspirasi memanjang lendir kurang
3. Pola napas abnormal dari 15 detik
4. Berikan pasien
Gejala dan Tanda Minor terapi oksigen
Subjektif : sesuai dengan
1. Ortopnea prosedur
Objektif : Edukasi
1. Pernapasan pursep-lip Ajarkan pasien
2. Pernapasan cuping hidung melakukan teknik
3. Diameter thoraks anterior- batuk efektif
posterior meningkat Kolaborasi
4. Ventilasi semenit menurun Kolaborasi
5. Kapasitas vital menurun pemberian obat
6. Tekanan inspirasi dan dengan dokter, jika
ekspirasi menurun diperlukan
7. Ekskursi dada berubah
Pemantauan
Respirasi
Tindakan :
Observasi
1. Monitor
frekuensi,
irama,
kedalaman dan
upaya napas
2. Monitor pola
napas
3. Monitor
kemampuan
batuk efektif
4. Monitor adanya
produksi sputum
5. Monitor adanya
sumbatan jalan
napas
6. Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi
bunyi napas
8. Monitor saturasi
oksigen
9. Monitornilai
AGD
Terapeutik
1. Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasika
n hasil
pemantauan
respirasi pasien
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
respirasi pada
pasien dan
keluarga
2. Informasikan
hasil
pemantauan
pada pasien
atau keluarga
2. Bersihan jalan napas tidak efektif Bersihan Jalan Napas Latihan Batuk
berhubungan dengan sekresi yang 1 2 3 4 5 Efektif
tertahan Kriteria Hasil : Tindakan :
a. Produksi sputum Observasi
Penyebab : menurun 1. Identifikasi
Fisiologis b. Mengi menurun kemampuan
a. Spasme jalan napas c. Wheezing menurun batuk pasien
b. Hipersekresi jalan napas d. Dispnea tidak ada 2. Monitor
c. Disfungsi neuromuskuler e. Ortopnea tidak ada adanya retensi
d. Benda asing dalam jalan napas f. Sianosis tidak ada sputum
e. Adanya jalan napas buatan g. Gelisah tidak ada 3. Monitor tanda
f. Hiperplasia dinding jalan h. Frekuensi napas dan gejala
napas dalam rentang infeksi saluran
g. Proses infeksi normal pernapasan
h. Respon alergi i. Pola napas membaik 4. Monitor input
i. Efek agen farmakologi dan output
(mis, anastesi) cairan
Terapeutik
Situasional 1. Atur posisi
a. Merokok aktif semi fowler
b. Merokok pasif atau fowler
c. Terpajan polutan 2. Pasang perlak
dan dekatkan
Gejala dan Tanda bengkok di
Mayor Objektif : pangkuan
1. Batuk tidak efektif pasien
2. Tidak mampu batuk 3. Buang sekret
3. Sputum berlebih pada tempat
4. Mengi, wheezing/ ronki kering sputum
5. Mekonium pada jalan napas Edukasi
(neonatus) 1. Jelaskan
tujuan dan
Gejala dan Tanda prosedur batuk
Minor Subjektif : efektif
a. Dispnea 2. Anjurkan tarik
b. Sulit bicara napas dalam
c. Orthopnea melalui
hidung selama
Objektif : 4 detik,
a. Gelisah ditahan selama
b. Sianosis 2 detik,
c. Bunyi napas menurun kemudian
d. Frekuensi napas berubah keluarkan dari
e. Pola napas berubah mulut dengan
bibir mencucu
(dibulatkan)
selama 8 detik
3. Anjurkan
pasien
mengulangi
sebanyak 3
kali
4. Anjurkan
pasien batuk
dengan kuat
setelah tarikan
napas yang
ke-3
Kolaborasi
1. Kolaborasi
dalam
pemberian
mukolitik dan
ekspektoran,
jika perlu

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : Ny. W


NO. MR 01080135

Hari Diagnosa Implementasi Evaluasi


/Tgl Keperawatan Keperawatan Keperawatan Paraf
( SOAP )
Senin/ Pola napas tidak 1. Memonitor pola S:
16-03- efektif napas (frekuensi, 1.Pasien mengatakan
kedalaman dan
2020 berhubungan napasnya masih
usaha napas) RR;
dengan keletihan 26x/menit dilakukan terasa sesak
otot pernapasan per 2jam 2. pasien
2. Monitor bunyi napas
mengatakan
tambahan (pasien
ronkhi) badannya terasa
3. Posisikan pasien Lemas
semi-fowler atau O:
fowler
4. Berikan pasien 1. Pasien tampak
terapi oksigen sesuai Pucat
dengan prosedur 2. pasien tampak
(nRM 10 lpm)
Sesak
5. Ajarkan pasien
melakukan teknik 3. pasien bernapas
batuk efektif
6. Kolaborasi dengan cuping
pemberian obat hidung
dengan dokter, jika
diperlukan 4. terlihat
7. Monitor penggunaan otot
kemampuan batuk bantu pernapasan
efektif
8. Monitor adanya 5. RR : 26x/menit
produksi sputum 6. terpasang oksigen
9. Monitoradanya
sumbatan jalan nRM 10 lpm
napas
7. TD : 160/90
10. Auskultasi bunyi
napas mmHg
11. Monitor saturasi
8. Nadi ; 89x/menit
oksigen (95%)
Monitor nilai AGD A : Masalah belum
(-pCO2: 81 mmHg, teratasi
-pO2: 172 mmHg, P : Intervensi
-HCO3- : 53,8 mmol/L dilanjutkan
-HCO3std: 43,3 mmol/L)

1. Mengidentifikasi
kemampuan batuk
pasien
2. Monitor adanya
retensi sputum
3. Monitor tanda dan
gejala infeksi saluran
pernapasan
4. Atur posisi semi fowler
atau fowler
Bersihan jalan 5. Pasang perlak dan
dekatkan bengkok di
napas tidak pangkuan pasien
efektif 6. Buang sekret pada
tempat sputum
berhubungan 7. Jelaskan tujuan dan S:
dengan sekresi prosedur batuk efektif 1. pasien
9. Anjurkan tarik napas
yang tertahan dalam melalui hidung mengatakan
selama 4 detik, ditahan kesulitan saat batuk
selama2detik,
kemudian keluarkan 2. pasien mengeluh
dari mulut dengan bibir sulit mengeluarkan
mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik dahak
10. Anjurkan pasien 3. pasien
mengulangi sebanyak 3
mengatakan sudah
kali
11. Anjurkan pasien batuk mengetahui latihan
dengan kuat setelah
batuk efektif
tarikan napas yang ke-3
12. Kolaborasi dalam O:
pemberian obat
1. pasien terlihat
pengencer sputum
(nebu flumucyl) kesulitan
mengeluarkan
sputum
2. setelah diajarkan
teknik batuk efektif,
pasien tampak
mempraktekkannya
ketika ingin batuk
A ; Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
Selasa/ Pola napas tidak 1. Memonitor pola S:
17-3- efektif napas (frekuensi, 1. Pasien mengatakan
kedalaman dan
2020 berhubungan napasnya masih
usaha napas) RR;
dengan keletihan 25x/menit terasa sesak
otot pernapasan dilakukan per 2jam 2. pasien
2. Monitor bunyi napas
mengatakan
tambahan (pasien
ronkhi) badannya masih
3. Posisikan pasien terasa lemas
semi-fowler atau
O:
fowler
4. Berikan pasien 1. Pasien tampak
terapi oksigen sesuai pucat
dengan prosedur 2. pasien tampak
(nRM 8 lpm)
5. Ajarkan pasien sesak
melakukan teknik 3. pasien bernapas
batuk efektif dengan cuping
6. Kolaborasi
hidung
pemberian obat
dengan dokter, jika 4. terlihat
diperlukan penggunaan otot
7. Monitor
kemampuan batuk bantu pernapasan
efektif 5. RR : 25x/menit
8. Monitor adanya
produksi sputum 6. terpasang
9. Monitoradanya oksigen nRM 8 lpm
sumbatan jalan
napas 7. TD : 150/86
10. Auskultasi bunyi mmHg
napas
11. Monitor saturasi 8. Nadi ; 82x/menit
oksigen (95%) A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
1. Mengidentifikasi
kemampuan batuk dilanjutkan
pasien
2. Monitor adanya
retensi sputum
3. Monitor tanda dan
gejala infeksi saluran
pernapasan
4. Atur posisi semi fowler
atau fowler
Bersihan jalan 5. Pasang perlak dan
napas tidak dekatkan bengkok di
pangkuan pasien
efektif 6. Buang sekret pada
berhubungan tempat sputum S:
7. Jelaskan tujuan dan
dengan sekresi prosedur batuk efektif 1. pasien
yang tertahan 8. Anjurkan tarik napas mengatakan
dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan kesulitan saat batuk
selama2detik, 2. pasien
kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir mengatakan dahak
mencucu (dibulatkan) masih susah
selama 8 detik
9. Anjurkan pasien dikeluarkan
mengulangi sebanyak 3 3. pasien
kali
10. Anjurkan pasien batuk mengatakan sudah
dengan kuat setelah mengetahui latihan
tarikan napas yang ke-3
11. Kolaborasidalam batuk efektif O :
pemberianobat
pengencersputum
(nebu flumucyl) 1. pasien terlihat
kesulitan
mengeluarkan
sputum
2. setelah diajarkan
teknik batuk efektif,
pasien tampak
mempraktekkannya
ketika ingin batuk
A ; Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
Rabu / Pola napas tidak 1. Memonitor pola S:
18-03- efektif napas (frekuensi, 1.Pasien mengatakan
kedalaman dan
2020 berhubungan sesak napasnya
usaha napas) RR;
dengan keletihan 24x/menit dilakukan sudah berkurang
otot pernapasan per 2jam 2.pasien mengatakan
2. Posisikan pasien
badannya sudah
semi-fowler atau
fowler lumayan segar
3. Berikan pasien O:
terapi oksigen sesuai
1. Pasien tampak
dengan prosedur
(binasal 4 lpm) sedikit pucat
4. Kolaborasi 2. pasien bernapas
pemberian obat masih dengan
dengan dokter, jika
diperlukan cuping hidung
5. Mengevaluasi 4. tidak terlihat
kemampuan batuk penggunaan otot
efektif
bantu pernapasan
6. Monitor adanya
produksi sputum 5. RR : 24x/menit
7. Monitor adanya 6. terpasang oksigen
sumbatan jalan
binasal 4 lpm
napas
8. Auskultasi bunyi 7. TD : 138/80
napas mmHg
9. Monitor saturasi 8. Nadi ; 76x/menit
oksigen (98%) A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan

Bersihan jalan 1. Mengidentifikasi S:


kemampuan batuk
napas tidak 1.pasien mengatakan
pasien
efektif 2. Monitor adanya sudah bisa batuk
berhubungan retensi sputum 2.pasien mengatakan
3. Monitor tanda dan
dengan sekresi dahak sudah bisa
gejala infeksi
yang tertahan saluran pernapasan dikeluarkan
4. Kolaborasi dalam 3.pasien mengatakan
pemberian obat sering latihan batuk
pengencer sputum
(nebu flumucyl) efektif
O:
1. pasien terlihat
mampu
mengeluarkan
sputum
2. setelah diajarkan
teknik batuk efektif,
pasien tampak
mempraktekkannya
ketika ingin batuk
3. ronkhi sudah tidak
ada
A ; Masalah teratasi
P : Intervensi
dihentikan
Kamis Pola napas tidak 1. Memonitor pola S :
/19- efektif napas (frekuensi, 1.Pasien mengatakan
kedalaman dan
03- berhubungan RR; napasnya tidak
usaha napas)
2020 dengan keletihan 24x/menit dilakukan terasa sesak
otot pernapasan per 2jam
2.pasien mengatakan
2. Monitor bunyi napas
badannya terasa
tambahan (pasien
ronkhi) lebih segar
3. Posisikan pasien O:
semi-fowler atau
1. Pasien tampak
fowler
4. Berikan pasien lebih segar
terapi oksigen sesuai 2. pasien tidak
dengan prosedur tampak sesak
(binasal 4 lpm)
5. Kolaborasi 3. pasien bernapas
pemberian obat tanpa cuping hidung
dengan dokter, jika 4. tidak terlihat
diperlukan
penggunaan otot
6. Monitor adanya
sumbatan jalan bantu pernapasan
napas 5. RR : 24x/menit
7. Auskultasi bunyi
6. terpasang
napas
8. Monitor saturasi oksigenbinasal 4
oksigen (100%) Lpm
7. TD : 130/72
mmHg
8. Nadi ; 80x/menit
A : Masalah belum
Teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
Jumat / Pola napas tidak 1. Memonitor pola S:
20-03- efektif napas (frekuensi, 1.Pasien mengatakan
kedalaman dan
2020 berhubungan napasnya tidak
usaha napas) RR;
dengan keletihan 22x/menit dilakukan terasa sesak
otot pernapasan per 2jam 2.pasien mengatakan
2. Monitor bunyi napas
badannya terasa
tambahan (pasien
ronkhi) segar
3. Posisikan pasien O:
semi-fowler atau
1. Pasien tampak
fowler
4. Berikan pasien segar
terapi oksigen sesuai 2. pasien tidak
dengan prosedur tampak sesak
(binasal 3 lpm)
3. pasien bernapas
5. Kolaborasi
pemberian obat tanpa cuping hidung
dengan dokter, jika 4. tidak terlihat
diperlukan
penggunaan otot
6. Auskultasi bunyi
napas bantu pernapasan
7. Monitor saturasi 5. RR : 22x/menit
oksigen (99%)
6. terpasang oksigen
binasal 3 lpm
7. TD : 130/70
mmHg
8. Nadi ; 88x/menit
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai