Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT DEMAM THYPOID

Dosen Pembimbing : Vonny Mewo. S.Kep, Ns


Disusun oleh :
Nama : Patrichia Veronika Marcus
Nim : 19180060
Tk/Semester : Satu/Dua
AKADEMIK KEPERAWATAN RUMKIT TK.III MANADO
TA. 2019/2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
Laporan Pendahuluan ini dengan judul Demam Thypoid dengan tepat waktu Adapun tujuan dari penulisan laporan
pendahuluan ini adalah untuk memenuhi tugas Praktek Klinik Perawatan. Selain itu Laporan Pendahuluan ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Praktek Klinik Perawatan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Vonny Mewo. S.Kep, Ns yang telah memberikan bimbingan, sehingga
saya dapat menyelesaikan laporan pendahuluan, saya juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan.
Saya menyadari laporan pendahuluan dengan judul Demam Thypoid yang saya buat ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan laporan pendahuluan ini.
Manado,15 juli 2020

Patrichia Veronika Marcus


DAFTAR ISI

JUDUL...........................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................ii
DAFTAR ISI ................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................1
1.1 LATAR BELAKANG............................................1
2.1 RUMUSAN MASALAH........................................1
3.1 TUJUAN..................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..............................................3
A. PENGERTIAN .........................................................3
B. ANATOMI FISIOLOGI ...........................................3
C. ETIOLOGI.................................................................6
D. PATOFISIOLOGI ....................................................7
E. TANDA DAN GEJALA............................................7
F. PEMERIKSAAN DIAKNOSTIK.............................7
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Demam thyfoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi.
Demam thyfoid di jumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak didaerah
tropis dan subtropis. Data world healt organization (WHO) Tahun 2003 memperkirakan terdapat
sekitar 17 juta kasus demam thyfoid di seluruh dunia dengan insiden 600.000 kasus kematian tiap
tahun (Riyanto ,2011)
Hingga saat ini penyakit demam thypoid masih merupakan masalah kesehatan di negara-negara
tropis termasuk Indonesia.Kejadian demam thyfoid di dunia sekitar 16 juta kasus setiap tahunnya, 7
juta kasus terjadi di asia tenggara, dengan angka kematian 600.000. kejadian demam thyfoid di
Indonesia sekitar 760-810 kasus per 100.000 pertahun, dengan angka kematian 3,1-10,4%
(Nasrodin ,2007)
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pengertian penyakit demam thypoid ?


2. Bagaimana klarifikasi penyakit demam thypoid ?
3. Apa pencegahan penyakit demam thypoid ?
4. Apa saja resiko penyakit demam thypoid ?
5. Bgaimana gejalah klinis penyakit demam thypoid ?
6. Bagaimanakah pengobatan / penanggulanggan penyakit demam thypoid ?

C. TUJUAN PENULISAN

Mahasiswa mampu mengerti dan menjelasakan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit demam thypoid
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih
dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.
Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat
dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar
higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C. H, 2009. Demam Tifoid, Epidemiologi
dan Perkembangan Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83.)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid, Diseluruh dunia mencapai 16-33 juta
dengan 500-600 ribu kematian setiap tahunnya. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi
pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid, walaupun gejala yang dialami
anak lebih ringan dari pada dewasa. Hampir disemua daerah endemik, insiden demam tifoid banyak terjadi pada anak
usia 5-19 tahun (Nugroho, Susilo, 2011. Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika)
Berdasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008, demam tifoid menempati urutan kedua
dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan
proporsi 3,15%, urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan proporsi 7,52%, urutan
ketiga ditempati oleh DBD dengan jumlah kasus 77.539 dengan proporsi 3,01% (Departemen Kesehatan RI. 2009.
Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes RI, Jakarta)
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui
makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella
(Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC). Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus
halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta :
Media Aesculapius.).

B.     Anatomi Fisiologi

Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia
yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut
dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rectum
dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak di luar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati
dan kandung empedu.
1.    Usus Halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding
usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan
yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan
usus halus meliputi, lapisan mukosa (sebelah kanan), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M
longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari duodenum), usus kosong (jejenum) dan usus penyerapan
(ileum). Villi usus halus terdiri dari pipa berotot (> 6 cm), pencernaan secara kimiawi, penyerapan makanan. Terbagi
atas usus 12 jari (duodenum), usus tengah (jejenum), usus penyerapan (ileum).
a.     Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke usus kosong (jejenum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus
halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH
usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran
yaitu dari pancreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang
berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus
halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pylorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus.
Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
b.    Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian dari usus halus, diantara usus dua belas
jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-
2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya
kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yaitu sedikitnya sel goblet dan plak
Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
c.     Usus Penyerapan (ileum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki
panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki
pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
2.    Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini
adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens
(kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rectum). Banyaknya bakteri yang terdapat didalam usus besar berfungsi
mencerna makanan beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri didalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk
fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam
usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
3.    Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin : caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung
pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivore memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora ekslusif memiliki
yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
4.    Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau
radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam
rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing adalah ujung
buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam
orang dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. walaupun lokasi
apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda-beda di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas
tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa
apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendiktomi.
5.    Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpang ditempat
yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material
didalam rectum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi
tidak terjadi, seringkali material akan dikembalikan ke usus besar, dimana penyerapan air akan kembali dilakukan.
Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan
anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana
bahan limba keluar dari tubuh. Sebagian besar anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot spinter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi
(buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus

C. Etiologi

Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan salmonella parathypi (S. Parathypi Adan B serta
C). Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu. Namun
bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 600selama 15-20 menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
1.      Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2.      Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3.      Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul  yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya
makin besar pasien menderita tifoid. (Aru W. Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 2009. Ed V.Jilid III. Jakarta:
interna publishing)

D.    Patofisiologi

Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati
lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria,
gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah
besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri
melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan
jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi.
Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati
sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam
sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, Sumarmo S
Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman
serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke
dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai
oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum
terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari
empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran
endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin
dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi
makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin
dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil,
demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo,
Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).

E.Tanda Gejala

1.      Pada kondisi demam, dapat berlangsung lebih dari 7 hari, febris reminten, suhu tubuh berangsur meningkat
2.      Ada gangguan saluran pencernaan, bau nafaas tidak sedap,bibir kering pecah-pecah (ragaden), lidah ditutpi
selaput putih kotor (coated tongue, lidah limfoid) ujung dan tepinya kemerahan, biasanya disertai konstipasi, kadang
diare, mual muntah, dan jarang kembung.
3.      Gangguan kesadaran, kesadaran pasien cenderung turun, tidak seberapa dalam, apatis sampai somnolen, jarang
sopor, koma atau gelisah
4.      Relaps (kambung) berulangnya gejala tifus tapi berlangsung ringan dan lebih singkat
F.      Pemeriksaan Diagnostik

1.      Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi
kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
typhoid.
2.      Pemeriksaan SGOT Dan SGPT
SGOT Dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya
typhoid.
3.      Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup
kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
4.      Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap
salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
tifoid. (Widodo, D. 2007. Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI
G.    Pengkajian Keperawatan
1.      Pengkajian Esofagus dan abdomen kiri atas
a.    Esofagus dan abdomen kiri atas
1)    Perawat menanyakan tentang napsu makan pasien; tetap sama,meningkat atau menurun.
2)    Adakah ktidaknyamanan saat menelan, bila ada apakah terjadi hanya karena pada makanan tertentu?
3)    Apakah berhubungan dengan nyeri?
4)    Apakah perubahan posisi mempengaruhi ketidaknyamanan?
5)    Pasien ditanyakan untuk menggambarkan pengalaman nyeri,
6)    adakah yang memperberat nyeri?
7)    Adakah gejala lain seperti rugurgitasi, regurgitasi noctural, kembung(eruktasi), yeri ulu hati, tekanan subesternal,
sensasi makanan menyangkut ditenggorokan, perasaan penuh setelah makan dalam jumlah sedikit, mual, muntah dan
penuruna berat badan.
8)    Apakah gejala meningkat dengan emosi? Jika ada tanyakan waktu kejadian, faktor penghilang atau pemberat
seperti perubahan posisi, kembung, antasida atau muntah.
2.      Pengkajian lambung
a.       Anamnese:
1)      Apakah pasien mengalami nyeri ulu hati, tidak dapat makan, mual atau muntah
2)      Apakah gejala terjadi kapan saja? Sebelum atau sesudah makan?setelah makan makanan pedas atau mencerna
obat tertentu?
3)      Apakah gejala berhubungan dengan ansietas, stress alergi, makan atau minum terlalu banyak, atau makan
terlalu cepat?
4)      Bagaimana gejala hilang?
5)      Adakah riwayat penyakit lambung
b.      Pemeriksaan fisik;
Palpasi ringan dari ujung kiri atas abdomen sampai sedikit melewati garis kuadran kanan atas untuk mendeteksi
adanya nyeri tekan.
3.      Pengkajian abdomen kuadran kanan atas
a.       Hati dan kandung empedu
Anamnese:
1)     Kaji adanya keluhan digestif; mual, muntah, muntah darah,anoreksia, diare dan melenan
2)     Kaji riwayat perubahan mental dan ganggguan motoric
3)     Tanyakan apakah pasien telah mengalami perubahan berat badan atau intoleransi terhadap diet; mual, muntah,
kejang dalam 24 jam terakhir
4)     Kaji adanya sendawa, kesulitan menelan, flatulensi, muntah berdarah (hematemesis), feses kehitaman, jantung
terasa terbakar, diare atau konstipasi
5)     Tanyakan riwayat keluarga tentang adanya kanker, penyakit ginjal, alkoholisme, hipertensi atau penyakit
jantung.
6)     Periksa penggunaan alkohol yang biasa pasien lakukan
7)     Tanyakan apakan pasien menggunakan zat atau obat tertentu yang bersifat hepatoksik

Pemeriksaan fisik;
Inspeksi:
1)      Warna kulit
2)      Sclera mata untuk menilai adanya icterus
3)      Pembesaran abdomen akibat cairan (asites)
Perkusi :
untuk menilai luasnya asites dapat dilakukan perkusi abdomen, apabila sudah terdapat cairan dalam kavum peritoneal
maka daerah pinggang akan menonjol ketika pasian dalam posisi supinasi. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan shifting dullness  aau dengan mendeteksi gelombang cairan.
Palpasi:
Palpasi pada daerah kuadran kanan atas dibawah rongga iga untuk mendapatkantepi bawah hati, untuk memeriksa
pembesaran hati.
Letakan tangan kiri dibawah toraks posterior kanan pasien pada iga kesebelas dan dua belas, kemudian memberi
tekanan keatas. Dengan jari-jari tangan kanan mengarah pada tepi kostal kanan, perawat meletakan tangan di atas
kuadran kanan atas tepat dibawah tepi hati.pada saat perawat menekan keatas dan kebawah secara perlahan, pasien
menarik napas dalam melalui abdomen. Pada saat pasien berinhalasi, perawat mencoba memalpasi tepi hati pada saat
hati menurun. Pada keadaan normal hati tidak mengalami nyeri tekan dan memiliki tepi yang teratur dan tajam.
4.      Pengkajian abdomen kuadran kiri dan kanan bawah
a.       Kolon
Anamnese:
1)      Kaji adanya keluhan digestif; mual, muntah, muntah darah,anoreksia, diare dan melena
2)      Bila pasien mengalami nyeri abdomen atau nyeri punggung bawah, kaji karakter nyeri secara terperinci.
3)      Kaji adanya penggunaan laksatif
4)      Perhatikan gerakan dan posisi pasien. Posisi dan gerakan mengindikasikan letak nyeri.
5)      Tanyakan apakah pasien mengalami penurunan berat badan selama 24 jam terakhir
6)      Tentukan apakah pasien wanita sedang mengandung atau tidak.
Inspeksi:
Inspeksi abdomen melihat kondisi abdomen pasien dikuadran bawah tentang kontur dan simetrisitas dari abdomen
dilihat dengan identifikasi penonjolan lokal, distensi, atau gelombang peristalitik.
Auskultasi :
Dilakukan terlebih dahulu seblum palpasi dan perkusi yang dapat meningkatkan motilitas usus dan dengan demikian
dapat mengubah bising usus.
Palpasi :
Palpasi ringan dan palpasi dalam pada bagian bwah abdomen
kaji ukuran, lokasi, bentuk, lokasi, bentuk, konsitensi, nyeri tekan, pulsasi, dan mobilitasnya.
Perkusi :
mengetahui letak oragn-organ yang berada dibawahnya, tulang dan massa, serta untuk membantu mengungkapkan
adanya udara didalam lambung dan usus. Catat suara timpani atau pekak
5.      Pengkajian feses
Bila feses mengandung darah yang menghasilkan warna hitam (melena), dicurigai adanya pendarahan pada rektal
bawah atau anal.

Anda mungkin juga menyukai