AKHMAL TRI
OKTAFA’IQ
1910151003
JKG POLTEKKES
PONTIANAK 2021
PEMBIMBING :
1. Dr. Drg. Omry
Pakpahan, M.Kes
2. Sumiyem, S. Tr.Kes
3. Rahmayanti, SKM MAHASISWA
WEBSITE: NAMA : AKHMAL TRI OKTAFA’IQ
-
EMAIL:
-
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Rumah Sakit
Anton Sujarwo yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar akademik Program
Diploma III Kesehatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Pontianak tanpa ada halangan
apapun sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Selain itu, Praktek Kerja Lapangan (PKL)
merupakan elemen yang sangat penting bagi perkuliahan karena berorientasi pada dunia kerja.
Dalam pelaksanaannya, penulis dituntut untuk terampil dan menerapkan ilmu pengetahuan yang
telah didapat dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan. Laporan ini sebagai bukti bahwa
penulis telah melaksanakan dan menyelesaikan PKL pada Rumah Sakit Anton Sujarwo.
Penulis menyadari bahwa Praktek Kerja Lapangan ini tidak dapat terlaksana dengan baik
tanpa dukungan dari berbagai pihak. Dengan demikian pada kesempatan ini dengan segala
ketulusan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Drg. Omry Pakpahan, M.Kes selaku pembimbing mata kuliah KDM yang telah
menyediakan waktu, perhatian dan kesabarannya dalam membimbing kami
2. Ibu Sumiyem, S. Tr.Kes selaku pembimbing mata kuliah KDM yang telah menyediakan
waktu, perhatian dan kesabarannya dalam membimbing kami
3. Ibu Rahmayanti, SKM selaku pembimbing mata kuliah KDM yang telah menyediakan
waktu, perhatian dan kesabarannya dalam membimbing kami
2
PEMBAHASAN LAPORAN
A. JUDUL
Pasien AG berusia 14 tahun dengan jenis kelamin laki-laki yang beralamat rumah di Jl.
Khatulistiwa Gg. Teluk Betung 1 yang di diagnosis mengidap penyakit tifus dan sedang dilakukan
perawatan tempat fankes Rs. Anton Sujarwo dikamar Catur Prasetya I mulai dirawat pada tanggal
21 april 2021.
B. DEFINISI
Demam tifoid atau tifus adalah salah satu penyakit infeksi yang menyebabkan morbiditas
dan mortilitas yang tinggi di seluruh dunia khususnya di negara- negara berkembang.
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica
serovar typhi (S.typhi) (Parry, 2004) . Di Indonesia yang merupakan salah satu negara
berkembang demam tifoid termasuk penyakit endemis. Angka kejadian di Indonesia
masih tinggi dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan
kesehatan lingkungan dan sanitasi yang buruk (Retnosari, 2000 ; Dewi, 2013).
Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat
kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi
akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan
pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2007).
C. ETIOLOGI
Demam tifoid atau tifus disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi, sumber infeksi
Salmonella typhi selalu manusia, baik orang sakit maupun orang sehat pembawa kuman.
Penyakit ini tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak orang, mulai dari
usia balita, anak-anak, dan dewasa. Sebagian penderita demam tifoid kelak akan menjadi
carrier, baik sementara atau menahun (Sjamsuhidajat, 2010).Selain itu demam tifoid atau
tifus dapat menimbulkan komplikasi bila tidak diobati dengan tepat. Pada kenyataannya,
masyarakat menganggap bahwa demam tifoid merupakan penyakit yang sudah biasa
terjadi dan tidak berbahaya.
3
D. PATOFISIOLOGI
Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi melalui makanan dan
minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut. Sebagian bakteri dimusnahkan oleh
asam lambung. Bakteri yang dapat melewati lambung akan masuk ke dalam usus,
kemudian berkembang. Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A)
usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan
selanjutnya ke lamina propia. Didalam lamina propia bakteri berkembang biak dan
ditelan oleh sel-sel makrofag kemudian dibawa ke plaques payeri di ilium distal.
Selanjutnya Kelenjar getah bening mesenterika melalui duktus torsikus, bakteri yang
terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia
pertama yang asimtomatik atau tidak menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar
keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa diorgan-organ ini
bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid,
kemudian masuk lagi kedalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia kedua yang
simtomatik, menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi sistemik.
4
Fase prodormal, pada fase ini belum ada tanda-tanda gejala penyakit, terjadi pada
minggu-minggu pertama (dari mulai penderita terinfeksi kuman) sampai dengan
awal minggu kedua. Pada fase ini terjadi bakterimia primer (pertama).
Fase klinis (minggu 2), pada fase ini, terlihat gejala-gejala klinis dari penyakit
demam tifoid tetapi pada fase ini bakterimia mulai menurun. Gejala klinis yang
mulai tampak diantaranya adalah pusing, panas dapat mencapai 40 ‘C, denyut
nadi lemah, malaise, anoreksia, perut terasa tidak enak, diare dan sembelit yang
berganti-ganti.
Fase Komplikasi (minggu 3), fase komplikasi ini adalah fase paling berbahaya
karena pada fase ini terjadi komplikasi lain yang mungkin lebih membahayakan
dari penyakit tifoid itu sendiri. Sering pula terjadi dimana penyakit demam tifoid
nya sendiri telah sembuh , tetapi timbul penyakit yang baru lagi yang merupakan
komplikasi dari penyakit demam tifoid. Komplikasi yang sering ditimbulkan
antara lain peradangan usus (usus menjadi berlubang) sehingga terjadi peritonitis.
Komplikasi serius yang sering terjadi adalah perdarahan dan perforasi usus halus
termasuk juga sepsis, meningitis, pneumonia, dan dapat pula terjadi miokarditis.
Selain itu komplikasi lain yang dapat terjadi andalah terjadinya septisemi karena
adanya endotoksin yang dihasilkan oleh S.typhi. Pada sepsis sering terjadi seperti
syok, septik dan kematian pada penderita. Endotoksin dari S.typhi dapat
menimbulkan gangguan sirkulasi perifer dan gangguan pada multi organ.
Fase penyembuhan (minggu 4), fase ini adalah fase akhir dari demam tifoid,
merupakan perjalanan menuju sembuh. Pada fase ini penderita akan menuju
sembuh jika diberi pengobatan dan tanpa terjadi komplikasi serta telah dapat
diatasi (Rofiqi, 2009).
F. KLASIFIKASI
1. Epidemik Tifus
5
daerah-daerah yang memiliki sanitasi dan kebersihan yang buruk. Kondisi ini
mendorong kutu untuk berkembang biak lebih banyak sehingga masyarakat akan
lebih rentan alami tifus jenis ini.
2. Endemik Tifus
Jenis ini dikenal juga dengan tifus murine. Tifus jenis ini disebabkan oleh kutu yang
terinfeksi Murine tifus menggigit manusia. Kutu dapat terinfeksi saat ia menggigit
hewan yang terinfeksi, seperti kucing, tikus, serta tupai.
3. Scrub Tifus
Melansir dari Centers for Disease Control and Prevention, tifus jenis ini disebabkan
oleh Orientia tsutsugamushi. Bakteri ini nyatanya dibawah oleh larva yang ada pada
hewan pengerat atau yang dikenal juga dengan sebutan chiggers. Sebaiknya hindari
untuk bersentuhan langsung dengan kutu yang dapat membawa berbagai jenis bakteri
penyebab tifus. Kamu bisa menjaga kebersihan lingkungan agar terhindar dari tikus
maupun rutin membersihkan hewan peliharaan seperti kucing agar tidak menjadi
hewan perantara untuk penyakit tifus.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling mudah terjadi, yakni timbulnya dehidrasi karena cairan banyak
yang hilang saat diare. Komplikasi lain yang bisa terjadi, yakni:
6
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori dan ditemukan dalam kasus nyata
adalah sebagai berikut :
7
keluarganya, dan data obyektif nampak semua aktifitas dibantu keluarganya, tangan
kiirinya terpasang infus, pasien BAK dengan pispot.
J. PENATALAKSANAAN
8
yang ditetapkan masih perlu ditindak lanjuti oleh penulis dengan mendelegasikannya
dengan perawat ruang sofa bahwa agar masalah yang ada pada pasien dapat teratasi
sepenuhnya, dan rencana yang perlu dilanjutkan adalah membantu aktifitas secara
bertahap, dekatkan barang – barang yang dibutuhkan, dan mengkolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat sesuai dengan terapi.
DAFTAR PUSTAKA
9
Carpenito, 2007. Diagnosa Keperawatan. Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi IX.
Alih Bahasa: Kusrini Semarwati Kadar. Editor: Eka Anisa Mardella, Meining Issuryanti.
Jakarta: EGC.
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2011. Demam Typhoid di Jawa Tengah. Diunduh
dari http://www. Profil Kesehatan Jawa Tengah.go.id/dokumen/profil 2011/htn.
10