LANDASAN TEORI
Istilah Autis berasal dari bahasa Greek yaitu: autos yang berarti “self”
atau diri sendiri. Istilah ini pertama sekali diperkenalkan oleh sorang psikiater
menunjukkan anak yang menampilkan perilaku menarik diri yang sangat ekstrem
dari lingkungan sosialnya dan dipandang sebagai pasien dengan gangguan yang
defisit dalam perilaku sebelum anak berusia 3 tahun. Gangguan dan defisit
perilaku yang dimiliki berbeda dari satu anak ke anak yang lain dan biasanya hal
ini terlihat pada sosial interaksi, bahasa, sosial komunikasi, bermain simbolis dan
interaksi sosial dan komunikasi serta terbatasnya aktifitas dan minat. Manifestasi
dari gangguan ini sangat tergantung pada tingkat perkembangan dan usia individu.
Gangguan ASD terkadang disebut sebagai: infantile autism, autis masa kanak-
16
menampilkan perilaku menarik diri yang sangat ekstrim dari lingkungan sosialnya
komunikasi, bermain simbolis dan adanya pola perilaku repetitif dan stereotype.
di beberapa konteks, yang terlihat saat ini atau terlihat dari riwayat:
nonverbal.
17
B. Pola perilaku yang terbatas dan repetitif, minat dan aktifitas yang
ritual, harus pada rute yang sama dan makanan yang sama setiap
hari).
ketertarikan yang kuat atau senang pada objek yang tidak biasa
18
atau gerakan).
lainnya.
19
(APA, 2013)
20
terbatas (restricted behavior), dengan tingkat keparahan dari level 1 hingga level
3.
menerus atau ketertarikan pada satu atau beberapa hal (Haugaard, 2008). Sedangkan
edition pada anak dengan gangguan Autism Spectrum Disorder (ASD) terlihat
adanya pola restricted dan repetitive pada perilaku, minat dan aktifitas. Pola
perilaku yang tidak suka pada perubahan (misalnya: anak akan stress pada
perubahan kecil), kaku terhadap aturan dan pola yang sudah ada. (APA,
2013).
Menurut Wenar & Kerig (2007) ciri restricted behavior pada anak
Autistic Spectrum Disorder (ASD) adalah mereka lebih suka melakukan satu
aktivitas untuk waktu yang lama, terkadang aktifitas tersebut dapat menjadi ritual
21
arah jendela, kemudian melihat kearah luar sambil menepuk-nepuk jari, kemudian
kembali ke mobil mainan, dan kembali mengulang pola yang tadi secara terus
menerus. Restricted behavior pada anak ASD bukan hanya pada pola perilaku
yang kaku, akan tetapi anak juga akan panik apabila terjadi perubahan kecil pada
lingkungan sekitarnya seperti: ketika makanan yang disediakan berbeda dari yang
biasanya atau ketika kursi yang ada dalam ruangan dipindahkan ke sudut yang
lain.
mengatakan bahwa banyak faktor lain yang menjadi penyebab anak mengalami
1. Faktor Genetik
22
sekitar 75 kali lebih besar dibanding jika kasus indeks tidak mengalami
gangguan ASD.
hingga saat ini. Sampai saat ini ditemukan kurang lebih 20 gen yang
berkaitan dengan ASD namun gejala ASD baru bisa muncul jika
terjadi kombinasi dari banyak gen. Bisa saja ASD tidak muncul
pemicu yang lain sebagai pencetus gejala ASD (Budhiman dkk, 2002).
penyandang ASD, terutama pada lobus VI-VII. Lobus VI dan VII dari
kelainan struktur pada pusat emosi dalam otak (sistem limbik) yang
23
3. Gangguan Pencernaan
informasi ini, banyak orang tua yang memiliki anak ASD memberikan
24
ahli dan melakukan penelitian yang sama dan mendapatkan hasil yang
dan darah ternyata banyak ditemukan logam berat beracun pada anak
ASD. Pada tahun 2000 Sallie Bernard, seorang ibu dari anak-anak
25
Skinner yaitu “Operant Conditioning” pada tahun 1970-an. Di dalam teori ini
reinforcer (penguat atau imbalan). Pada operant conditioning, jika perilaku diikuti
perilaku yang sama akan terulang lagi pada keadaan yang sama. Jika perilaku
tidak diikuti oleh reinforcer maka perilaku akan menurun atau tidak terjadi lagi.
Young Autistic Children pada tahun 1987. Model terapi ini kemudian dikenal
dengan Applied Behavior Analysis (ABA). Model terapi ini menggunakan metode
26
usia anak maka akan semakin baik), keterlibatan orang tua, fokus masyarakat dan
frekuensitatalaksana.
bermasalah pada anak ASD digunakan teknik extinction. Prinsip dari extinction
adalah apabila anak ASD memunculkan perilaku tertentu dan konsekuensi dari
harus di kontrol dari awal sampai akhir pelaksanaan intervensi. (Keenan Mickey
dkk, 2000).
II.B.2. Extinction
bertujuan untuk mengurangi perilaku bermasalah pada anak ASD . Prinsip dari
dari perilaku itu dihilangkan maka anak tidak akan memunculkan lagi perilaku
tersebut. Akan tetapi anak tetap harus mendapat pemberitahuan tentang aturan
27
tertentu apabila berhenti menjerit. Selain itu, kita juga harus menentukan objek
program kemungkinan akan terjadi extinction burst yaitu perilaku anak menjadi
Individu biasanya akan melakukan apa yang muncul secara alami dalam kegiatan
sudah benar-benar jelas terlihat dalam frekuensi. Namun demikian, efek dari
perilaku akan masih tetap ada. Namun hal yang perlu diingat bahwa, extinction
yang tidak diharapkan. Perilaku juga dapat berkurang karena beberapa hal
fungsi waktu setelah kejadian terakhir dari perilaku. Extinction berbeda dengan
yang diberikan pada anak sebagai pengganti perilaku yang tidak diharapkan yang
28
tubuh ke dalam satu kesatuan yang saling melekat dan seimbang. Yoga berasal
dari bahasa Sansekerta kuno yang memiliki dua arti yang berbeda yaitu: arti
umum dan arti teknis. Dalam arti umum, kata yoga berasal dari kata Yujiryoge yang
berarti bergabung, bersatu, atau persatuan dari dua benda atau lebih. Sedangkan arti
teknis, kata yoga diperoleh dari kata Yuj yang berarti suatu keadaan stabil,
diam dan damai (Worby, 2007). Dalam yoga, gerakan dengan mengutamakan
kekuatan tangan dan jari disebut Mudra. Tangan dan jari diyakini mampu
memproduksi suatu jenis energi atau gelombang elektromagnetis dan setiap jari
akan dapat mempengaruhi emosi dan organ tubuh yang berkaitan (Ramaiyah, 2009).
lebih terpusat. Bersamaan dengan pikiran yang bisa menjadi tenang, tubuh akan
terbuka untuk melepaskan ketegangan dan emosi yang telah tertahan untuk waktu
yang lama. Beberapa manfaat dari yoga: sebagai pembaruan energi, perbaikan
29
tahapan yang harus dilakukan (dalam Kenan Mickey dkk, 2000) yaitu:
1. Defining behavior
target perilaku. Hal ini sangat penting karena bertujuan untuk menentukan
2. Measuring behavior
tahap selanjutnya adalah mengukur perilaku tersebut. Beberapa hal yang perlu
oleh anak ASD. Selain itu perlu juga diperhatikan berapa kali perilaku tersebut
muncul dalam sehari, kapan saja perilaku tersebut muncul dan apa
penyebabnya.
3. Keeping data
30
making. Data dapat diperoleh dari orang tua, saudara sekandung, kakak
asuh, dari terapis dan dari pengamatan langsung terhadap perilaku anak.
4. Learning ABCs
dimana ada pola sederhana: jika A terjadi maka akan terjadi B, kemudian
akan diikuti oleh C. Contoh: seorang anak ASD yang selalu menepuk-nepuk
tangan, perilaku ini hanya muncul saat anak tidak memiliki aktifitas atau saat
anak mengalami cemas. Saat anak menunjukkan perilaku ini maka orang-
orang disekitar anak (orang tua dan terapis) akan melarang anak, akan tetapi
apabila dilarang maka anak akan marah, berteriak dan tantrum. Dalam kasus
ini, kondisi anak saat tidak memiliki aktifitas dan cemas merupakan
31
saat anak menepuk tangan maka instruksi yang kita berikan “tidak”.
Masalah di awal adalah anak pasti tidak akan mengikuti instruksi, sehingga
disebut dengan behavior. Jika anak memberikan respon seperti yang kita
digambarkan dengan:
tahap keeping data kita telah mengumpulkan data mengenai hal-hal apa saja
32
pada tahap ini ialah memilih penguat yang tepat bagi anak. Sebaiknya
anak dan merupakan benda yang konkrit seperti: tos atau menggelitik anak.
Hal yang harus diperhatikan bahwa setiap anak berbeda dalam merespon
6. Planning intervention
intervensi, berapa lama (berapa hari, bulan atau tahun) intervensi akan
intervensi akan dilakukan, peralatan apa saja yang diperlukan pada saat
pelaksanaan intervensi.
7. Starting work
direncanakan sebelumnya.
selama 40 jam dalam seminggu (dilakukan 8 jam perhari selama 5 hari dalam 1
minggu) maka dalam kurun waktu 2 sampai 2,5 tahun anak sudah mampu untuk
mengikuti sekolah reguler sesuai dengan usianya. Dalam kurun waktu 2 sampai
33
dasar yaitu melatih kemampuan kontak mata dan kepatuhan pada anak, sampai pada
materi untuk melatih kesiapan anak untuk masuk sekolah. Masih menurut Handoyo,
keberhasilan ABA tidak terlepas dari peran aktif keluarga sehingga penanganan
yang diberikan pada anak tidak hanya dilakukan di tempat terapi saja tetapi
sebaiknya jjuga dilakukan di rumah (bersama ibu, ayah atau pengasuh). Apabila hal
umum, bahasa dan perilaku adaptif pada anak ASD dilakukan 5 kali dalam
seminggu (hari Senin sampai dengan hari Jumat), 4 jam setiap hari selama 1
tahun. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Cardon & Wilcox (2011) pada 6
orang anak ASD untuk membandingkan perilaku meniru timbal balik (reciprocal
Matulessy (2015) untuk melihat pengaruh terapi bermain flash card dengan
menggunakan terapi ABA untuk meningkatkan interaksi sosial pada anak ASD
dilakukan selama 4 dalam 5 kali dalam 1 m inggu dan dilaksanaka selama 2 minggu.
interaksi sosial anak seperti: kepatuhan dan kemampuan kontak mata, kemampuan
34
metode ABA pada anak ASD. Secara keseluruhan dari hasil penelitian diatas
membuktikan bahwa terapi ABA efektif diberikan pada anak ASD, walaupun
yang melibatkan siswa untuk melihat rekaman video, terlibat dalam target
perilaku dan kemudian meniru perilaku tersebut. Model yang terlibat bisa teman
kelompok dari anak, saudara / sibling, orang dewasa lain atau anak itu sendiri.
adaptive dan komunikasi pada 5 orang anak ASD dan diperankan oleh partisipan
dengan durasi 3 menit. Video diberikan 2 sampai 3 kali dalam satu minggu dan
dilakukan selama 6 minggu. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa pemberian video
modelling pada anak ASD efektif untuk mengurangi perilaku restricted menjadi
perilaku yang lebih positif. Menurut Petter Dowrick (dalam Robert Hart,
2010) video yang diberikan harus melalui proses pengeditan terlebih dahulu
35
dibentuk saja.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh
anak ASD. Dari penelitian ini, Monica memperoleh hasil: dari 55 subjek yang ikut
dalam penelitian maka 50 orang anak autis menunjukkan perubahan perilaku yang
lebih baik dan dapat memenuhi beberapa target perilaku yang diharapkan. Dari
penelitian ini juga terlihat bahwa lebih efektif menggunakan subjek sebagai model
Michelle Tilander (2008) beberapa anak ASD memiliki memori visual yang lebih
baik (visual learner). Hal ini diperkuat oleh Dettmer, dkk (dalam Nirahma &
Yuniar, 2012) yang menyatakan bahwa anak ASD lebih mudah untuk
memperoleh informasi secara visual dua atau tiga dimensi dari pada stimulus
auditori. Menurut Wolfinger (dalam Suyanto, 2005) hal ini dikarenakan dalam
perkembangan kognitif, anak ASD berada dalam fase pra operasional sehingga anak
memiliki cara berpikir konkret yang berpijak pada pengalaman akan benda- benda
membutuhkan biaya dan waktu yang sedikit, selain itu melalui intervensi ini anak
36
Tahap 1: Preparation
untuk menentukan strategi intervensi video model yang tepat untuk anak,
model.
perilaku yang akan direkam dalam video. Target perilaku harus sesuatu yang
memang bisa ditiru dan mudah untuk diamati. Setelah menentukan target
yang akan digunakan untuk direkam dalam video. Model yang akan
digunakan ada 2 yaitu: subjek atau orang lain (saudara sekandung, teman,
guru atau orang tua. Setelah menentukan model yang akan digunakan
maka selanjutnya adalah menentukan script. Dalam proses ini, kita harus
bisa menentukan bagaimana hasil akhir dari video yang akan direkam. Disini
juga akan ditentukan berapa lama video yang akan dilihat oleh anak.
Menurut Shukla, Mehta, dkk (dalam Wilson, 2012) untuk proses belajar
dalam video model dan ekspresi wajah yang akan diperankan oleh model.
37
Setelah menentukan isi dan setting dari video model, maka tahap
untuk merekam dan memutar video, serta dilakukan evaluasi kualitas hasil
video model.
saat ini sudah banyak oleh para guru, terapis dan beberapa sekolah
nantinya akan diperlihatkan pada anak. Kelebihan dari video model ini
adalah anak dapat melihat hasil rekaman dari video model ini dimana saja
dan fasilitas yang digunakan untuk melihat hasil rekaman juga sangat
38
akan diberikan pada anak untuk dilihat. Akan tetapi sebelum anak melihat
hasil dari video tersebut maka harus ditentukan dimana anak akan menonton
model tergantung dari karakteristik anak dan kemampuan yang dimiliki oleh
anak. Akan tetapi semakin sering anak melihat perilaku yang ada didalam
video maka akan semakin besar kemungkinan bagi anak untuk meniru
perilaku yang ada di dalam video tersebut. Setelah itu, lalu menentukan
masih kurang begitu baik maka pelaksana pada terapi ini sebaiknya adalah
intervention
39
adalah apakah anak memberikan respon yang baik atau tidak terhadap
terapi video model yang diberikan. Apabila pemberian video model efektif
pada anak, maka hal selanjutnya yang dilakukan adalah memperluas target
keterampilan pada anak dengan merekam video model yang baru dengan
kharakteristik yang sama. Akan tetapi apabila video model tidak efektif
intervensi alternatif.
40
Pola perilaku, minat dan aktifitas yang terbatas pada objek tertentu dengan
atau aktifitas merupakan salah satu kharakterstik perilaku yang dimiliki oleh anak
Autism Spectrum Disorder (ASD). Dalam DSM V perilaku ini disebut dengan
Salah satu metoda psikoterapi yang digunakan untuk anak ASD adalah
dengan terapi ABA (Applied Behavior Analysis). Menurut Maryana (2012) terapi
ABA sangat baik untuk mengurangi perilaku yang tidak diharapakan dan
meningkatkan kepatuhan. Konsep utama dalam terapi ini adalah timbulnya suatu
perilaku selalu didahului oleh suatu sebab atau antecedent, kemudian perilaku
tersebut akan memberikan suatu akibat (consequences). Pada anak ASD, setiap
ditemukan dan dicegah maka anak ASD tidak lagi memiliki dorongan untuk
maka perilaku akan cenderung untuk diulang, demikian pula sebaliknya apabila
perilaku tersebut akan dihentikan. Hal lain yang perlu diperhatikan pada terapi
ABA ialah pemberian instruksi harus singkat, tegas (tidak boleh ditawar), jelas
41
2008). Selain pemberian instruksi, hal lain yang juga penting ialah frekuensiterapi
ABA. Lamanya waktu dari pemberian terapi ABA berbeda-beda. Penelitian yang
batasan waktu yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan oleh Cardon & Wilcox
(2011) pada 6 orang anak ASD untuk membandingkan perilaku meniru timbal balik
(reciprocal imitation) dengan video modelling, penelitian ini dilakukan 3 kali dalam
Matulessy (2015) untuk melihat pengaruh terapi bermain flash card dengan
menggunakan terapi ABA untuk meningkatkan interaksi sosial pada anak ASD
Extinction merupakan salah satu teknik pada terapi ABA, teknik ini dapat
yang tidak diharapkan. Perilaku juga dapat berkurang karena beberapa hal
fungsi waktu setelah kejadian terakhir dari perilaku. Extinction berbeda dengan
reinforcement (dalam Keenan Mickey dkk, 2000). Dengan extinction kita harus
42
sehingga pada saat pelaksanaan anak mampu untuk menuruti perintah yang
disampaikan. Menurut Wilson (2012) ada 7 tahapan yang harus dilakukan yaitu:
1). defining behavior, 2). measuring behavior, 3) keeping data, 4) learning ABCs,
5) selecting and finding reinforces, 6). Planning intervention, 7). Starting work.
Pada tahap 7 pelaksanaan terapi sudah mulai bisa untuk dilakukan, akan tetapi
tentang aturan dan perjanjian tertentu, misalnya: seorang anak ASD yang
apabila anak tidak mendapatkan brosur maka anak akan tantrum. Pada saat
tidak akan mendapat brosur dan sebagai gantinya anak harus mengambil
akan mendapatkan hadiah yang disukainya misalnya: pujian atau pelukan. Dalam
extinction, perubahan yang kita dapatkan dari anak terjadi secara perlahan-lahan
sehingga perubahan yang kita lihat tidak terjadi secara total dan langsung. Oleh
karena itu kita harus mampu menentukan di awal target perilaku apa yang kita
inginkan. Misalnya: pada kasus Eoin, anak ASD yang terobsesi untuk melihat kereta
api sehingga setiap hari ia akan mengatakan “Lihat kereta api” dengan tujuan agar
orang tuanya mengantarkan Eoin ke Stasiun kereta api (DART = Dublin Area Rapid
Transport). Setiap pagi selesai sarapan pagi, siang hari selesai makan siang dan sore
Oleh karena itu, pada saat di awal program Eoin hanya diberikan melihat kereta
43
video. Intervensi oleh model melalui representasi video (video modelling) akan
video kemudian anak diharapkan akan meniru perilaku model yang dilihatnya.
Pemberian video dalam menangani anak ASD dengan alasan bahwa beberapa
anak autis memiliki memori visual yang lebih baik (visual learner), dimana anak
lebih mudah untuk memperoleh informasi secara visual dua atau tiga dimensi dari
pada stimulus pendengaran (Michelle Tilander, 2008). Hal ini dikarenakan dalam
perkembangan kognitif anak ASD berada dalam fase pra oprasional sehingga anak
memiliki cara berpikir konkret yang berpijak pada pengalaman akan benda-benda
pelaksanaan video modelling yaitu: 1). Preparation, 2). Recording of the video
student response to the video modelling intervention, 5). Planning of next steps.
Kelima proses tahapan yang disusun oleh Wilson ini telah disesuaikan dengan
kebutuhan bagi anak ASD. Dalam pemilihan model dalam pembuatan video
modelling bagi anak, model yang paling efektif adalah orang yang mereka anggap
kompeten dan memiliki kemiripan dengan diri mereka seperti: karakteristik fisik,
usia, kelompok yang sama dan etnis yang sama (Bandura, 1997). Oleh karena itu
44
saudara kandung, atau diri sendiri. Akan tetapi, pemilihan subjek langsung
sebagai model akan lebih efektif karena saat seseorang melihat dirinya berhasil
melakukan sesuatu maka hal tersebut merupakan informasi yang paling tepat
tentang bagaimana cara terbaik dalam melakukan sesuatu secara tepat dan
berhasil. Semakin sering anak menonton video yang berisi perilaku yang ingin
dirubah, maka kemungkinan anak akan menirukan perilaku yang ada di dalam video
Berdasarkan kajian teoritis diatas, maka dalam penelitian ini materi ABA
dengan teknik extinction akan diberikan melalui media visual yaitu video modelling.
terarah dan terukur. Terstruktur maksudnya bahwa metode ini menggunakan teknik
yang jelas, sedangkan terarah maksudnya bahwa metode ini memiliki kurikulum
yang jelas untuk membantu mengarahkan jalannya terapi dan terakhir sebagai
metode yang terukur maksudnya bahwa metode ini dapat diukur tingkat
keberhasilannya. Program yang telah disusun secaa terstruktur dan terarah melalui
7 tahapan ABA maka selanjutnya program yang telah disusun ini akan dilanjutkan
ke 5 tahapan video modelling. Hal ini dilakukan agar perilaku yang hendak dirubah
pada anak tidak diberikan secara langsung akan tetapi akan diberikan melalui video
kelebihan diantaranya: melalui intervensi ini anak ASD dapat melihat sendiri
45
46
ASD
Level 1 Level 3
Level 2
Restricted Behavior
47