Anda di halaman 1dari 13

Untuk Memenuhi Tugas Belajar Mata Kuliah “Epidemiologi Klinik”

PENGKAJIAN DATA PENYAKIT TYPUS

Dosen Pembimbing : Cici Valiani , Sst.,M.Kes

Disusun Oleh :

ZULIA NURFAUZIAH

191FI03032

PRODI D4 ANESTESI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

BHAKTI KENCANA UNIVERSITY

2021-2022
A. Latar Belakang

Penyakit menular merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan jumlah kasus


sebanyak 22juta pertahun didunia dan menyebabkan 216.000–600.000 kematian. Studi
yang dilakukan didaerah urban dibeberapa negara Asia pada anak usia 5-15tahun
menunjukkan bahwa insidensi dengan biakan darah positif mencapai 180–194 per 100.000
anak. Komplikasi serius dapat terjadi hingga 10%, khususnya pada individu yang menderita
tifoid lebih dari 2 minggu dan tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Case Fatality Rate
(CFR) diperkirakan 1–4% dengan rasio 10x lebih tinggi pada anak usia lebih tua (4%)
dibandingkan anak usia ≤4tahun (0,4%). Pada kasus yang tidak mendapatkan pengobatan,
CFR dapat meningkat hingga 20%. Demam tifoid merupakan penyakit pencernaan yang
menyerang usus halus. Dari data WHO didapatkan perkiraan jumlah kasus demam tifoid
mencapai angka 17 juta kasus, data yang dikumpulkan melalui surveilans saat ni di
Indonesia terdapat 600.000–1,3juta kasus tifoid setiap tahunnya dengan lebih dari 20.000
kematian. Tercatat anak yang berusia 3-19 tahun mencapai angka 91% terhadap kasus
demam tifoid. Dan pada tahun 2014 diperkirakan terdapat 21juta kasus demam tifoid pada
anak, dan 200.000 diantaranya meninggal. Di Indonesia demam tifoid masih menjadi
penyakit endemik, data pada tahun 2010 menunjukkan bahwa kasus demam tifoid
menduduki peringkat ketiga dari sepuluh jenis penyakit pada pasien rawat inap diseluruh
Indonesia. Case Fetality Rate (CFR) demam tifoid pada tahun 2010 sebesar 0,67%. Demam
tifoid menurut karakteristik responden tersebar merata menurut umur, akan tetapi
prevalensi demam tifoid banyak ditemukan pada umur 5-14 tahun yaitu sebesar 1,9% dan
paling rendah pada bayi sebesar 0,8%. Data yang didapat dari buku laporan tahunan di
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi khususnya diruangan rawat inap anak tentang
penyakit typoid pada anak tahun 2017 sebanyak 23 orang, pada tahun 2018 sebanyak 20
orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan salahsatu perawat diruangan anak didapat
data tentang penyakit typoid selama 6 bulan terakhir ini yaitu sebanyak 7 orang. Perilaku
individu yang kurang benar, seperti kebiasaan-kebiasaan yang tidak mencuci tangan
sebelum makan, serta tidak mencuci tangan setelah buang air besar dan kebiasaan
mengkonsumsi makanan produk daging dan sayuran yang tidak matang, mengkonsumsi
buah yang tidak dicuci dengan air, minum air yang tidak direbus, serta menggunakan alat
makan dan minum yang tidak bersih berisiko terinfeksi bakteri Salmonellatyphi sehingga
penyakit demamtifoid bisa menular. Anak usia sekolah merupakan masa yang aktif, sekolah
mrupakan pengalaman pendidikan memperkuat dunia anak dan merupakan transisi dari
kehidupan yang secara bebas bermain kekehidupan dengan bermain, belajar dan bekerja
secara struktur. Kebiasaan yang ditemui pada anak sekolah ketika istirahat mereka bermain
dan membeli jajanan yang tidaksehat seperti jajanan ditepi jalan, dan juga ketika akan
makan jajanan tersebut kebanyakan anak-anak tidak mencuci tangan, mereka biasa makan-
makanan dengan tangan yang belum tentu bersih, halini dapat memicu terjadinya penyakit
saluran pencernaan salah satunya yaitu penyakit tifoid yang disebabkan oleh bakteri
salmonellathypi. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Hilda, 2013 tentang
analisis risiko kejadian demamtifoid berdasarkan kebersihan diri dan kebiasaan jajan
dirumah dapat disimpulkan bahwa kebiasaan mencuci tangan sesudah buang air besar yang
baik, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan yang baik, kondisi kuku jari tangan pendek
bersih,jarang jajan saat di rumah, membeli jajan di swalayan, membeli jajan dengan
keadaan kemasan jajan tertutup saat di rumah mampu menurunkan risiko kejadian demam
tifoid pada anak usia 7– 12 tahun. Hasil analisi bivariat menunjukkan terdapat hubungan
yang signifikan variabel usia terhadap kejadian demam tifoid (OR=4,667 ; P=0,001). Tidak
terdapat hubungan signifikan variabel status gizi (OR= 0,796; P=0,072) dan riwayat demam
tifoid sebelumnya (OR=2,073; P=0,346) terhadap kejadian demam tifoid. Serta penelitian
yang dilakukan oleh Handayani, 2017 tentang kejadian demam typoid di wilayah puskesmas
Karang Malang yang hasilnya adalah ada hubungan antara pendapatan keluarga (ρ=0.043),
kebiasaan sebelum mencuci tangan sebelum makan (ρ=0.027), kebiasaan mencuci tangan
setelah BAB (ρ=0.028), kebiasaan mengkonsumsi makanan diluar penyediaan rumah
(ρ=0.026), kondisi tempat sampah (ρ=0.034), kondisi saluran air limbah (ρ=0.043), riwayat
kontak dengan penderita demam typoid (ρ=0.037), dan tidak ada hubungan antara umur,
jenis kelamin, tingkat pendidikan penyimpanan makanan masak di rumah, kebiasaan
mencuci bahan makanan mentah yang akan di makan langsung, sarana air bersih dengan
kejadian demam tifoid. Komplikasi yang ditimbulkan oleh perkembangan bakteri Salmonella
thypi pada usus adalah perdarahan usus, melena, pervorasi usus, peritonitis sedangkan
untuk komplikasi pada organ lain adalah meningitis, kolesistitis, ensefalopati,
bronkopneumoni. Tugas perawat dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi yaitu dengan cara
memberikan HE (helt education), memberikan terapi diet dan intervensi perawat dalam hal
ini pemberian nutrisi per-oral yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dan

2
mencegah terjadinya penurunan berat badan. Salah satu masalah yang timbul pada pasien
demam tifoid yaitu hipertermia. Hipertermi adalah suatu Keadaan dimana seorang individu
mengalami peningkatan suhu tubuh di atas 37,8oC peroral atau 38,8oC perrektal karena
factor eksternal. Hipertermi berhubungan ketika sistem kontrol suhu normal tubuh tidak
dapat secara efektif mengatur suhu internal. Biasanya, pada suhu tinggi tubuh akan
mendinginkan melalui penguapan keringat. Namun, dalam kondisi tertentu (suhu udara di
atas 95 oC atau 35 oC dan dengan kelembaban yang tinggi), mekanisme pendinginan ini
menjadi kurang efektif. Ketika kelembaban udara tinggi, keringat tidak akan menguap
dengan cepat, mencegah tubuh dari melepaskan panas dengan cepat. Selanjutnya, tanpa
asupan cairan yang cukup, kehilangan cairan yang berlebihan dan ketidakseimbangan
elektrolit juga dapat terjadi menyebabkan dehidrasi. Dalam kasus tersebut, suhu tubuh
seseorang meningkat cepat. Suhu tubuh yang sangat tinggi dapat merusak otak dan organ
vital lainnya. Kondisi lain yang dapat membatasi kemampuan untuk mengatur suhu tubuh
termasuk penyakit demam tifoid. Menjaga suhu tubuh agar tetap dalam batas normal
merupakan salah satu kebutuhan biologis yang menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia
yang harus dipenuhi. Sistem tubuh yang berperan dalam menjaga suhu tubuh tetap dalam
batas norma adalah termoregulasi. Termoregulasi adalah proses homeostatik yang
berfungsi untuk mempertahankan suhu tubuh untuk tetap dalam keadaan normal, yang
dicapai dengan menyeimbangkan panas yang ada dalam tubuh dan panas yang dikeluarkan

3
BAB II

A. Pengertian Tifus (demam typoid)

Tifus (tipes) atau demam tifoid adalah penyakit yang terjadi karena


infeksi bakteri Salmonella  typhi yang menyebar melalui makanan dan minuman yang telah
terontaminasi. Penyakit yang banyak terjadi di negara-negara berkembang dan dialami oleh
anak-anak ini dapat membahayakan nyawa jika tidak ditangani dengan baik dan secepatnya.
Tifus (tipes) adalah penyakit yang terjadi karena adanya infeksi dari bakteri Salmonella
typhi. Penyakit yang juga dikenal sebagai demam tifoid ini banyak terjadi di negara
berkembang. Meski sering ditemukan pada anak-anak, penyakit ini ternyata bisa
menjangkiti siapa saja termasuk orang dewasa. Berita buruknya, penyebaran bakteri
penyebab tipes cenderung cepat dan biasa terjadi melalui makanan atau minuman yang
sudah terkontaminasi dan dikonsumsi sehari-hari. jika tidak ditangani dengan cepat dan
tepat, penyakit ini bisa berbahaya dan mengancam.

Setelah masuk ke dalam tubuh, masa inkubasi bakteri ini adalah sekitar 7-14 hari.
Sayangnya, penanganan terhadap penyakit ini sering terlambat sehingga membuat masa
inkubasi bakteri jadi lebih pendek. Penanganan yang kurang tepat juga bisa memperparah
kondisi orang yang terinfeksi bakteri. Saat tidak ditangani dengan tepat, penurunan kondisi
kesehatan bisa berlangsung hingga beberapa minggu bahkan beberapa bulan. Untuk
kembali memulihkan kondisi tubuh pun akan lebih sulit serta risiko berkembangnya
komplikasi meningkat. Padahal, jika ditangani dengan segera, kondisi pengidap bisa
membaik dalam waktu 3-5 hari

4
Penyebab Tifus

Penyebab utama dari penyakit ini adalah bakteri Salmonella Thypi. Jenis bakteri ini
juga berkaitan langsung dengan penyakit Salmonelosis yang menyebabkan infeksi pada
sistem pencernaan yang lebih buruk dibandingkan tifus.

Penyakit ini mudah menular. Salmonella Thypi dapat menular melalui makanan serta


minuman yang terkontaminasi. Paparan bakteri pada makanan atau minuman bisa terjadi
saat seseorang kurang menjaga kebersihan tangan atau mengonsumsi makanan yang
dibersihkan menggunakan air yang tercemar bakteri Salmonella Thypi. Begitu juga dengan
minuman. Pastikan kamu selalu mengonsumsi minuman dengan tingkat kematangan yang
optimal.

Faktor Risiko Tifus

Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko seseorang terserang tifus, antara lain:

 Sanitasi buruk.
 Tidak membersihkan tangan sebelum makan, atau kurang bersih dalam mencuci
makanan.
 Mengonsumsi sayur-sayuran yang menggunakan pupuk dari kotoran manusia yang
terinfeksi.
 Mengonsumsi produk susu atau olahannya yang telah terkontaminasi.
 Menggunakan toilet yang sudah terkontaminasi bakteri.
 Melakukan seks oral dengan mereka yang membawa bakteri Salmonella typhii.

Gejala Tifus

Gejala tifus umumnya mulai muncul pada 1 hingga 3 minggu setelah tubuh terinfeksi
dengan ciri-ciri berupa demam tinggi, diare atau konstipasi, sakit kepala, dan sakit perut.
Kondisi ini dapat memburuk dalam beberapa minggu. Jika tidak segera ditangani dengan
baik, dapat terjadi komplikasi seperti pendarahan internal atau pecahnya sistem
pencernaan (usus). Risiko komplikasi juga akan berkembang menjadi membahayakan nyawa

5
jika situasi tersebut tidak segera ditangani dengan baik. Jika tidak ditangani mendapatkan
perawatan yang benar, diperkirakan 1 dari 5 orang akan meninggal karena tifus. Sementara
yang tetap hidup berisiko mengidap komplikasi yang disebabkan infeksi. Umumnya, tifus
diobati dengan pemberian antibiotik.

Keputusan pengobatan di rumah atau di rumah sakit bergantung kepada tingkat


keparahan yang dialami. Jika tifus didiagnosis pada stadium awal, kamu dapat menjalani
perawatan di rumah dengan pengobatan antiobiotik selama 1-2 pekan. Perawatan di rumah
sakit barulah diperlukan jika kasus tifus terlambat terdiagnosis atau sudah dalam stadium
lanjut.

Diagnosis Tifus

Diagnosis tifus dapat dilakukan dengan menganalisis sampel darah, tinja, atau urine
seseorang di laboratorium. Selain pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, diagnosis tifus yang
tergolong akurat juga bisa dilakukan melalui pemeriksaan aspirasi sumsum tulang, meskipun
ini sangat jarang dilakukan.

Gejala Penyakit Tifus

Gejala tifus umumnya mulai muncul dalam 1-3 minggu.  Kondisi ini bisa semakin
memburuk dalam kurun waktu beberapa minggu. Pengidap tifus perlu ditangani sampai
kondisinya benar-benar pulih. Karena jika tidak diobati sampai tuntas, tifus berpotensi
menimbulkan komplikasi yang mengancam nyawa. Berikut gejala tifus yang bisa diamati:

 Demam tinggi.

 Lemas.

 Sakit perut.

6
 Sakit kepala.

 Hilang nafsu makan.

 Muncul ruam.

 Mudah lelah.

 Diare atau sembelit.

 Keputihan di lidah bagian tengah.

Tes Mikrobiologi untuk Mendeteksi Tifus

Tes mikrobiologi merupakan salah satu prosedur pemeriksaan yang penting


dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis dokter. Jenis pemeriksaan ini sering
digunakan untuk mendeteksi tifus, mengingat penyakit ini disebabkan oleh mikroba.

Melalui tes mikrobiologi, para ahli mempelajari patogen atau organisme penyebab tifus.
Kecepatan penyebaran patogen dan pengaruhnya terhadap orang yang terinfeksi juga akan
dianalisis guna memberi informasi tentang penyakit dan rekomendasi pengobatan pada
dokter. Dengan tes mikrobiologi, para ahli dapat mengenali penyakit melalui sampel cairan
tubuh seseorang yang mengalami gejala tifus.

Pengobatan Penyakit Tifus

Umumnya, penyakit tifus diobati dengan mengonsumsi antibiotik. Obat ini dikenal
mampu untuk melawan segala jenis infeksi bakteri termasuk penyebab tifus. Beberapa
antibiotik yang direkomendasikan adalah chloramphenicol, amoxicillin, dan ciprofloxacin.
Pengidap tifus dianjurkan untuk banyak beristirahat dan hindari konsumsi makanan yang
bercita rasa pedas atau asam.

7
Pencegahan Penyakit Tifus

Karena tifus menyebar melalui makanan dan minuman, kamu perlu berhati-hati saat
memilih jenis makanan dan minuman sebelum dikonsumsi. Berikut beberapa tips agar kamu
tidak terinfeksi bakteri penyebab tifus:

 Hindari minum air langsung dari keran atau sumur.

 Saat kamu konsumsi minuman yang berbahan baku es batu, pastikan air yang
digunakan es tersebut sudah matang.

 Air mentah perlu direbus selama satu menit sebelum diminum.

 Hindari konsumsi makanan mentah.

 Pastikan kebersihan makanan saat makan di pinggir jalan.

 Saat memasak makanan, pastikan matang dan sajikan saat masih hangat.

 Hindari konsumsi telur mentah atau setengah matang.

Selain menghindari jenis makanan dan minuman di atas. Kamu juga perlu menerapkan
pola hidup bersih dan sehat. Biasakan untuk rutin mencuci tangan, terutama setelah
menggunakan kamar mandi dan sebelum menyentuh makanan. Saat mencuci tangan,
gunakan sabun atau pembersih tangan yang setidaknya mengandung 60 persen alkohol.

Hindari kontak langsung dengan orang yang sedang sakit. Jika kamu yang sakit, hindari
kontak dengan orang lain agar tidak menularkan penyakit. Saat sakit, kamu juga disarankan
untuk tidak melakukan aktivitas memasak atau menyiapkan makanan.

Pengobatan Tifus

Cara yang paling efektif dalam menangani tifus adalah dengan segera mungkin
memberikan terapi antibiotik. Selain itu, obat penurun demam juga bisa diberikan untuk
menurunkan suhu tubuh. Pengobatan tifus dalam dilakukan di rumah sakit, tetapi jika gejala
masih ringan dan terdeteksi lebih cepat, maka perawatan bisa dilakukan di rumah.

8
 

Komplikasi Tifus

Penyakit tifus dapat menyebabkan komplikasi jika tidak diatasi dengan baik.
Perdarahan atau terbentuknya lubang pada usus menjadi komplikasi tifus yang cukup parah.
Kemudian, ada radang otot jantung, radang selaput jantung, radang paru-paru, radang
pankreas, infeksi ginjal, hingga infeksi kandung kemih.

Pencegahan Tifus

Pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan vaksinasi. Di Indonesia, vaksin tifoid
merupakan imunisasi yang dianjurkan oleh pemerintah, meski demikian vaksin ini belum
masuk dalam kategori wajib. Vaksin tifoid diberikan kepada anak yang sudah berusia di atas
dua tahun dan diulang tiap tiga tahun. Imunisasi tifoid di Indonesia sendiri diberikan dalam
bentuk suntik pada balita dan dalam bentuk oral pada anak yang berusia di atas enam
tahun. Seperti halnya pada vaksin-vaksin lain, vaksin tifoid tidak memberikan perlindungan
100 persen. Anak yang sudah diimunisasi tifoid tetap rentan terserang terinfeksi, tetapi
tingkat infeksi yang dialami anak yang sudah divaksin tidak akan seberat mereka yang belum
divaksin sama sekali. Vaksinasi pun dianjurkan bagi orang yang berniat bekerja atau
bepergian ke daerah yang sedang dilanda kasus penyebaran tifus. Tindakan pencegahan lain
yang juga perlu dilakukan adalah memperhatikan makanan dan minuman yang akan
dikonsumsi. Jika kamu dan anak berniat makan di luar rumah, sebaiknya hindari makan di
tempat terbuka yang mudah terpapar bakteri dan disarankan untuk mengonsumsi minuman
dalam kemasan. Dapatkan vaksin tifus di rumah sakit terdekat agar kamu dapat mencegah
penyakit ini dengan optimal.

9
BAB III
TABEL DAN GRAFIK
A. Tabel Persentasi tifus (demam typoid)
Presentase tahuun berdasarkan umur mulai merokok di indosesia
Tahun 2010, 2017 dan 2018

Umur Tahun
2010 2017 2018
3-5 tahun 9,1 2,8 2,0
5-10 tahun 5,7 6,7 8,7
10-14 tahun 0,76 0,26 2,9

B. Diagram presesntase

10
100%

90%

80%

70%

60%
2018
50% 2017
2010
40%

30%

20%

10%

0%
3-5 tahun 5-10 tahun 10-14 tahun

C. GRAFIK LINE
10

6
2018
5
2017
4 2010

0
3-5 tahun 5-10 tahun 10-14 tahun

11
DAFTAR PUSTAKA

12

Anda mungkin juga menyukai