Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Penelitian Perawat Profesional

Volume 3 Nomor 1, Februari 2021


e-ISSN 2715-6885; p-ISSN 2714-9757
http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP

TERAPI PADA DEMAM TIFOID TANPA KOMPLIKASI

Dicky Ardian Saputra


Fakultas Kedoktern, Universitas Lampung, Jl. Prof. DR. Ir. Sumatri Brojonegoro No.1, Gedong Meneng,
Kec. Rajabasa, Kota Bandar Lampung, Lampung, Indonesia 35145
dickyardians23@gmail.com (+6281368654623)

ABSTRAK
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi pada sistemik atau demam enterik yang
diakibatkan oleh bakteri Salmonella enterica serovar typhi (S. typhi) . Pada perjalanan awal
penyakit ini, biasanya tidak pasien tidak merasakan gejala dan keluhan, setelah ituakan timbul
gejala yang khas seperti demam di sore hari dan serangkaian gejala infeksi umum yang akan
dirasakan pasien pada saluran cerna. Tujuan dilakukannya literature review ini adalah untuk
membahas tatalaksana yang tepat pada kasus demam tifoid tanpa komplikasi. Sumber referensi
yang digunakan untuk menyusun tulisan ini meliputi 20 artikel yang didapat dengan melakukan
literature searching di Sumber NCBI dan google schoolar yang dipublikasikan dalam rentang
tahun 2000-2020. Literature sarching tersebut dilakukan dengan menggunakan kata kunci
demam tifoid, tanpa komplikasi, terapi dan juga filter berupa rentang publikasi tahun 2000-
2020. Hasil yang ditemukan dari literature searching ini adalah 5,420 artikel yang kemudian
dipilih 20 artikel berdasarkan informasi yang dibutuhkan. Referensi yang telah dikumpulkan
kemudian dianalisis dengan metode systematic literature review yang mencakup kegiatan
mengumpulkan, mengevaluasi, dan mengembangkan penelitian dengan topik tertentu secara
sistematis. Hasil literature review ini berupa Terapi pada demam tifoid tanpa komplikasi adalah
berupa pemberian antibiotik tiamfenikol, kloramfenikol, atau ampisilin/amoksisilin,
Sefalosporin generasi III, fluorokuinolon, azitromisin serta terapi suportif seperti pemeberian
cairan dan juga bed rest.

Kata kunci: demam tifod; tanpa komplikasi; terapi

THERAPY FOR THYPHOID FEVER WITHOUT COMPLICATION

ABSTRACT
Typhoid fever is a systemic infectious disease or enteric fever caused by Salmonella enterica
serovar typhi (S. typhi). At the onset of the disease, there are usually no symptoms or complaints
and then symptoms or complaints arise such as afternoon fever and a series of symptoms of
general and gastrointestinal infections. The purpose of conducting this literature review is to
discuss the proper management of cases of typhoid fever without complications. The reference
sources used to compile this paper include 20 articles obtained by conducting literature
searching on NCBI and Google Schoolar Sources which were published in the 2000-2020
range. The sarching literature was carried out using the keyword typhoid fever, without
complication and therapy and filters in the form of publication ranges from 2000-2020. The
results found from this literature searching were 5,420 articles, then 20 articles were selected
based on the required information. The references that have been collected are then analyzed
using the systematic literature review method, which includes collecting, evaluating, and
developing research with certain topics systematically. The results of this literature review are
in the form of therapy for typhoid fever without complications in the form of administration of
antibiotics thiamphenicol, chloramphenicol, or ampicillin / amoxicillin, third generation
cephalosporins, fluoroquinolones, azithromycin and supportive therapy such as administration
of fluids and bed rest.

213
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 213 - 222, Februari 2021
Global Health Science Group

Keywords: Typhoid ; without complications; therapy

PENDAHULUAN sama dalam satu keluarga (Nurlaila,


Demam tifoid adalah sutau infeksi Trisnawati, & Selviana, 2015).
sistemik yang disebabkan oleh bakteri S
typhi. Bakteri lain yang dapat Penularan demam tifoid dapat terjadi
menyebabkan demam tifoid adalah dari menelan makanan dan minuman
Salmonella enterica serovar paratyphi yang telah terkontaminasi oleh bakteri
A, B, dan C, penyakit ini disebut tifoid, dan dapat juga karena adanya
demam paratifoid. Demam tifoid dan kontak langsung jari tangan yang sudah
paratifoid termasuk ke dalam demam terkontaminasi oleh tinja yang
enterik. Pada daerah endemik, sekitar mengandung bakteri tifoid, secret
90% dari demam enterik adalah demam saluran nafas atau dengan pus dari
tifoid (Pohan, 2011). Manusia penderita yang sudah terinfeksi bakteri
merupakan satu-satunya reservoir dan tersebut (Dian, 2007). Proses
penjamu utama dari Salmonella typhi . terkontaminasinya makanan atau
Bakteri Salmonella typhi mempunyai minuman dipengaruhi juga oleh faktor
kemampuan bertahan hidup yang cukup lain berupa pengolahan bahan makanan
baik. Bakteri ini bisa bertahan hidup yang tidak bersih dan perilaku dari
dalam waktu berhari-hari di dalam air kebersihan perorangan yang kurang
tanah, air kolam, atau air laut dan baik sehingga banyaknya bakteri yang
bakteri ini dapat bertahan selama ditemukan pada tangan (Rahayu, 2000).
berbulan-bulan lamanya dalam telur
yang sudah terkontaminasi dan kerang Pathogenesis dari demam tifoid teridri
tiram yang sudah dibekukan dalam dari 3 proses yaiu (1) Invasi oleh bakteri
waktu yang cukup lama (Bhan, Bahl, & Salmonella typhi ke sel epitel dinding
Bhatnagar, 2005). usus manusia (2) proses bertahan hidup
dari bekteri tersebut dalam makrofag
Infeksi demam tifoid biasanya terjadi di dan (3) proses replikasi dari bakteri
musim kemarau dan pada permulaan tersebut dalam makrofag. Bakteri S
musim hujan di daerah endemik. Jumlah typhi masuk ketubuh melalui mulut
bakteri tifoid yang dapat menjadi diperantarai oleh makanan dan
infeksius adalah jiika 103-106 minuman yang dikonsumsi. Setelah
organisme masuk atau tertelan secara bakteri masuk ke lambung akan bakteri
oral oleh manusia. Demam tifoid dapat tersebut akan berusaha bertahan hidup
menular melalui makanan dan air yang dari asam lambung dengan zat kimia
terkontaminasi oleh feses. Insidens yang di hasilkannya (Widoyono, 2011).
demam tifoid di Indonesia banyak
dijumpai pada populasi dengan usia Gejala klinis utama dari demam tifoid
antara 3-19 tahun. Demam tifoid yang yang sering dijumpai adalah demam.
terjadi di Indonesia mempunyai kaitan Gejala demam pada demam tifoid akan
erat dengan rumah tangga, seperti meningkat secara perlahan dari
terdapatnya keluarga dengan riwayat menjelang sore dan mencapai puncak
pernah terkena demam tifoid pada malam hari dan akan mengalami
sebelumnya, tidak tersedianya sabun penurunan pada siang hari. Demam
untuk mencuci tangan di rumah, akan terus meningkat hingga 39 – 40oC
menggunakan peralatan makan yang dan demam akan menetap pada minggu
kedua infeksi. Masa inkubasi dari

214
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 213 - 222, Februari 2021
Global Health Science Group

bakteri tifoid yaitu sekitar 7 sampai 14 pasca terinfeksi dengan sensitivitas


hari. Gejala infeksi pada demam tifoid 98%, spesifisitas sebesar 76,6%. Uji ini
tidak spesifik dan seperti infeksi hampir sama dengan pemeriksaan uji
lainnya, gejalanya berupa sakit kepala, tubex (Crump, Sjölund-Karlsson,
nausea, nyeri perut, myalgia, arthralgia, Gordon, & Parry, 2015).
demam, anoreksia serta konstipasi
(Levani & Prastya, 2020). Pemeriksaan Widal pada demam tifoid
berperan dalam mendeteksi antibodi
Pada pemeriksaan fisik pada pasien yang dihasilkan karena adanya antigen
demam tifoid biasanya ditemukan Salmonella typhi, namun pemeriksaan
bradikardi relatif, lidah kotor, demam masih kontroversial. Antibodi antigen O
tinggi, adanya hepatomegali, nyeri pada demam tifoif dijumpai di hari 6-8
tekan pada abdomen, adanya dan antibodi antigen H akan dijumpai di
splenomegali dan rose spot. Rose spot hari 10-12 setelah terjadinya infeksi.
adalah kumpulan dari lesi berukuran Pada orang yang sudah mengalami
makulopapular dengan eritematus infeksi dan sudah sembuh, antibodi O
diameter 2-4 mm yang dapat ditemukan masih dijumpai setelah 4-6 bulan terjadi
pada dada dan perut pasien . Tanda rose infeksi dan antibodi H akan masih di
spot pada pasien demam tifoid ini jumpai setelah 10-12 bulan. Oleh karena
ditemukan 5 sampai 30% pada kasus itu pemeriksaan widal tidak dapat
dan tidak akan terlihat pada pasien digunakan sebagai penentu menentukan
dengan kulit yang gelap. Gejala klinis kesembuhan penyakit demam tifoid.
demam tifoid yang diakibatkan oleh Diagnosis demam tifoid dapat
bakteri Salmonella paratyphi lebih ditegakkan atas dasar kenaikan titer
ringan dari gejala demam tifoid yang sebanyak 4 kali pada dua pengambilan
diakibatkan oleh bakteri Salmonella darah dengan selang hanya beberapa
typhi (Chanh et al., 2004). hari dan bila klinis dapat mengacu pada
hasil pemeriksaan titer widal dari pasien
Diagnosis dari demam tifoid di di atas rata-rata titer orang sehat pada
tegakkan dengan pemeriksaan darah wilayah pasien tinggal (Mehta, 2008).
tepi seperti jumlah trombosit, leukosit
dan eritrosit, biasanya tidak spesifik Demam tifoid merupakan suatu
untuk menegakkan diagnosis dari penyakit yang sering di jumpai di
demam tifoid. Leukopenia pada demam indonesia, namun penyakit ini tidak
tifoid sering ditemukan pada kasus dapat dianggap remeh karena jika tidak
demam tifoid, tetapi jumlah leukosit ditangani dengan tepat maka akan
jarang kurang dari 2.500/mm3. Kondisi menimnulkan komplikasi yang cukup
leukopenia dapat menetap 1 sampai 2 serius. Penegakan diagnosis yang awal
minggu setelah infeksi. Pada kondisi dan sedini mungkin akan berguna untuk
tertentu, jumlah leukosit dapat pemberian terapi yang tepat pada pasien
ditemukan meningkat (20.000- dan dapat mengurangi risiko terjadinya
25.000/mm3). Penegakkan diagnosis komplikasi.(Levani & Prastya, 2020).
demam tifoid lainnya dapat di lakukan
dengan uji typhidot, yaitu untuk Tujuan penulisan literature review ini
mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang adalah untuk mengetahui bagaimana
terdapat pada protein membran bakteri tatalaksana yang tepat pada kasus
Salmonella typhi. Uji ini dapat demam tifoid tanpa kompliasi.
dilakukan dengan hasil positif 2-3 hari Literature review ini perlu dilakukan

215
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 213 - 222, Februari 2021
Global Health Science Group

agar memudahkan pembaca untuk dari Salmonella thypi terhadap


mengetahui informasi terkait antibiotik kloramfenikol. Antibiotik
penanganan demam tifoid. yang menjadi lini utama dari tereapi
demam tifoid pada saat ini adalah
METODE antibiotik golongan fluoroquinolon
Penulisan artikel ini menggunakan (Mirza, Beeching, & Hart, 1996).
metode literature review. Tulisan ini
terbentuk atas informasi yang didapat Ada beberapa antibiotik pada saat ini
dari 20 artikel dari jurnal internasional yang digunakan sebagai terapi lini
dan 1 buku yang dipublikasikan dalam pertama pada demam tifoid diantaranya
rentang tahun 2000-2020. Referensi adalah, kloramfenikol, tiamfenikol atau
yang digunakan didapat dengan amoksisilin/ ampisilin. Pemberian
melakukan literature searching dari antibiotik kloramfenikol pada demam
database NCBI dengan kata kunci tifoid biasanya dapat menimbulkan
typhoid fever ; therapy dan filter berupa beberapa efek samping, diantaranya
rentang publikasi tahun 2000-2020. adalah penekanan sumsum tulang dan
Hasil yang ditemukan dari literature dan juga yang parah dapat terjadinya
searching ini adalah 5,420 artikel yang anemia aplastic pada pasien.
kemudian dipilih 20 artikel berdasarkan Selanjutnya adalah antibiotik golongan
informasi yang dibutuhkan. Artikel Sefalosporin generasi III (sefotaksim,
terpilih kemudian dianalisis dengan seftriakson sefiksim), fluorokuinolon
metode systemic literature review yang (ofloksasin, siprofloksasin,
mencakup aktivitas pengumpulan, perfloksasin) dan pada saat ini
evaluasi, dan pengembangan penelitian azitromisin juga digunakan sebagai
dengan fokus tertentu. terapi pada demam tifoid (Rampengan,
2016).
HASIL
Tatalaksana atau terapi dari pada Pemilihan antibiotik untuk terapi
demam tifoid bertujuan untuk demam tifoid akan bergantung pada
mencapai suhu normal, menghilangkan pola sensitivitas isolat dari bakteri
gejala lain, mencegah terjadinya Salmonella typhi dari lingkungan
komplikasi, dan juga menghindari tempat tinggal pasien tersebut. Adanya
terjadinya kematian pada pasien. Hal resistensi dari galur Salmonella typhi
lain yang juga sangat penting dalam terhadap beberapa antibiotik dari
tatalaksana demam tifoid tanpa kelompok MDR ini akan dapat
komplikasi adalah mengeradikasi total mengurangi pilihan antibiotik yang akan
bakeri untuk mencegah terjadinya diberikan pada pasien demam tifoid.
kekambuhan dan juga keadaan carrier Resistensi antibiotik dari salmonella
pada saat setelah terkena penyakit ini thypi terbagi menjadi 2 kategori yaitu
(Bhan, Bahl, & Bhatnagar, 2005). pada resisten terhadap antibiotik dari
daerah endemik, sebanyak 60%-90% kelompok ampicillin, chloramphenicol,
jumlah kasus demam tifoid dapat di dan juga dari kelompok
tangani dengan pemberian terapi trimethoprimsulfamethoxazole yaitu
antibiotik dan juga bed rest. Antibiotik kelompok MDR dan yang kedua adalah
yang sangat awal menjadi terapi untuk resisten terhadap antibiotik
demam tifoid adalah kloramfenikol. fluoroquinolone. Nalidixic acid resistant
Namun pada tahun 1990an peneliti Salmonella typhi atau yang biasa
mulai menemukan adanya resistensi disebut dengan NARST adalah suatu

216
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 213 - 222, Februari 2021
Global Health Science Group

petanda dari berkurangnya sensitivitas resisten terhadap antibiotik golongan ini


Salmonella thypi terhadap antibiotik dapat masih sensitif dengan antibiotik
fluoroquinolone. Antibiotik siprofloksasin (Sharma & Jain, 2009).
Fluoroquinolone bekerja dengan cara
membunuh S. Typhi intraseluler di Antibiotik golongan Fluoroquinolone
dalam monosit/makrofag (Nelwan, mempunyai kemampuan penetrasi yang
2012). sangat baik ke dalam jaringan, antibioik
ini dapat membunuh bakteri S. Typhi
PEMBAHASAN secara intraseluler di dalam sel
Tatalaksana demam tifoid tanpa monosit/makrofag, antibiottik ini dapat
komplikasi adalah berupa pemeberian mencapai kadar yang cukup tinggi di
antibiotik golongan fluoroquinolone, dalam kandung empedu jika
diantaranya adalah ciprofl oxacin, ofl dibandingkan dengan antibiotik lainnya
oxacin, dan pefloxacin. Pemebrian (Nelwan., 2012). Salah satu antibiotik
antibiotik golongan fluoroquinolone dari golongan fluoroquinolone yang saat
pada demam tifoid cukup efektif, karena ini telah diketahui memiliki efektivitas
isolat dari bakteri Salmonella tyhpi yang cukup baik dalam mengatasi
tidak resisten terhadap golongan demam tifoid adalah levofloxacin. Pada
fluoroquinolone. Angka kesembuhan penelitian sebelumnya dilakukan
dari pemberian antibiotik golongan perbandingan antara levofloxacin
fluoroquinolone mencapai 98%, dengan obat standar ciprofloxacin
demam akan turun dalam 4 hari, dan untuk terapi demam tifoid tanpa
angka fecal carrier dan kekambuhan komplikasi, denganb dosis Levofloxacin
kurang dari 2% (Bhan, Bahl, Bhatnagar, diberikan sebanyak 500 mg, untuk 1
2005). Cara kerja dari antibiotik kali sehari dan antibiotik ciprofloxacin
golongan Fluorokuinolon ini adalah diberikan dengan dosis 500 mg, untuk 2
dengan cara menghambat enzim kali sehari, kedua antibiotik ini
topoisomerase II (DNA gyrase) dan diberikan selama 7 hari. Kesimpulan
topoisomerase IV yang akan diperlukan yang didapat dari studi ini berupa
oleh bakteri Salmonella thypi untuk levofloxacin lebih bermanfaat dan
melakukan replikasi DNA. Golongan efektif jika dibandingkan dengan
antibiotik ini dapat membentuk suatu ciprofloxacin dalam hasil mikrobiologi,
ikatan yang kompleks dengan enzim waktu penurunan demam, dan juga
topoisomerase II (DNA gyrase) dan antibiotik ini memiliki efek samping
topoisomerase IV dan juga dengan yang jauh lebih sedikit dibandingkan
DNA bakteri. Sehingga antibiotik ini jumlah efek samping yang ditimbulkan
akan mengakibatkan hambatan yang oleh ciprofloxacin (Nelwan et al.,
menghasilkan efek sitotoksik ke dalam 2013).
sel target (Raini, 2016).
Pemberian antibiotik kloramfenikol dan
Beberapa fluorokuinolon aktif melawan tiamfenikol sebagai tereapi demam
dormant dan bakteri bereplikasi. Cara tifoid masih cukup sensitive dan efektif.
kerja dari antibiotik golongan Tiamfenikol merupakan antibiotik
fluorokuinolon termasuk siprofloksasin turunan dari antibiotik kloramfenikol,
berbeda dengan golongan antibiotik antibiotik ini juga aktif terhadap spesies
lainnya seperti makrolida, beta lactam, Salmonella dan diberikan secara oral.
aminoglikosida atau tetrasiklin. karena Antibiotik ini dapat diberikan dengan
itu organisme yang sudah menjadi dosis yang lebih kecil, intervalnya lebih

217
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 213 - 222, Februari 2021
Global Health Science Group

lama, dengan angka kekambuhan, dan dari azitromisin dan kloramfenikol


angka terjadinya carrier yang lebih adalah dalam hal, farmakokinetik, cara
sedikit. Efek samping yang ditimbulkan pemberian, efek samping dan prinsip
oleh antibiotik ini adalah dapat terapi, kloramfenikol diberikan empat
terjadinya depresi dari sumsum tulang, kali sehari sedangkan untuk azitromisin
tetapi untuk efek samping anemia lebih sedikit yaitu diberikan sekali
aplastik hampir tidak pernah terjadi. sehari. Kedua antibiotik ini dapat
Antibiotik tiamfenikol dapat berpenetrasi ke dalam sel secara efektif,
menurunkan demam dan menormalkan dan hal tersebut menerangkan aktivitas
suhu dalam waktu 3-5 hari pada remaja terapeutik obat terhadap patogen yang
dan dewasa dan lama pengobatan dari berada di intraselular seperti S. typhi.
antibiotik ini adalah sekitar 7-14 hari. Antibiotik lain yang juga digunakan
Tiamfenikol dapat dijadikan sebagai sebagai terapi demam tifoid adalah
obat pilihan pertama menggantikan sefiksim. Sefiksim adalah antibiotik dari
kloramfenikol dalam pengobatan golongan sefalosporin generasi ketiga
demam tifoid. Pemberian tiamfenikol dengan pemberian oral, sefiksim
pada anak masih harus diteliti lebih memiliki aktifitas antimikroba terhadap
lanjut karena angka kekambuhan dan bakteri Gram positif dan juga negatif
terjadinya carrier masih tinggi termasuk bakteri Enterobacteriaceae.
(Rismarini, Anwar, & Merdjani, 2016). Sefiksim merupakan antibiotik yang
mempunyai toleransi dan efikasi yang
Salah satu terapi antbiotik lain yang baik untuk pengobatan demam tifoid
dapat diberikan pada pasien demam pada anak (Rampengan, 2016).
tifoid adalah azitromisin. Azitromisin
merupakan antibiotic dari golongan Terapi pada demam tifoid tidak hanya
makrolid pertama yang termasuk ke berupa pemberian antibiotik, namun
dalam kelas azalide. Pemberian juga dapat berupa terapi suportif dan
azitromisin pada terapi demam tifoid istirahat (bed rest). Terapi suportif pada
tanpa komplikasi pada anak dan dewasa demam tifoid dapat diberupa
terbukti efektif, untuk lama penurunan pemeberian cairan dengan tujuan untuk
suhu dari demam tercatat sama dengan mengkoreksi adanya ketidakseimbangan
lama waktu penurunan suhu yang elektrolit dan cairan. Sedangkan
diperlukan oleh kloramfenikol. pemberian antipiretik pada demam
Azitromisin dapat diberikan dengan tifoid bertujuan untuk menurunkan suhu
dosis 10 mg/ kgBB selama 7 hari dari demam hingga suhu normal,
(WHO, 2003). Pada penelitian invitro antipiretik yang biasa digunakan pada
sebelumnya menunjukkan hasil berupa demam tifoid adalah paracetamol 500
antibiotik azitromisin lebih poten mg yang dapat diberikan 3 kali dalam
terhadap bakteri Salmonella spp jika sehari. Pemberian nutrisi yang adekuat
dibandingkan dengan obat lini pertama juga dapat menjadi terapi yang tepat
dan makrolid yang lainnya. Penelitian pada demam tifoid, pemberian nutri
lainnya menunjukkan bahwa antibiotik melalui TPN, pemberian makanan dapat
azitromisin efektif secara bakteriologis berupa makanan yang lembut dan
dan klinis dalam mengobati demam mudah untuk dicerna pasien (Brutha,
tifoid bahkan yang disebabkan oleh 2006).
bakteri dengan strain MDR. Perbedaan

218
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 213 - 222, Februari 2021
Global Health Science Group

Tabel 1.
Antibiotik yang diberikan pada demam tifoid tanpa komplikasi menurut WHO 2003
Optimal therapy Alternative effective drugs
Daily Daily
Susceptibi
antibiotic dose days antibiotic dose days
lity
mg/kg mg/kg
Fluoroquinolone Chloramphenico 50-75 14-21
Fully
e.g.ofloxacin or 15 5-7 l amoxicillin 75-100 14
sensitive
ciprofloxacin TMP-SMX 8-40 14
Multidrug Fluoroquinolone 15 5-7 Azithromycin 8-10 7
resistance or cefixime 15-20 7-14 cefixime 15-20 7-14
Quinolone Azithromycin or 8-10 7
cefixime 20 7-14
resistance ceftriaxone 75 10-14

SIMPULAN associated with typhoid fever.


Terapi pada demam tifoid tanpa Clinical Infectious Diseases,
komplikasi adalah berupa pemberian 39(1), 61–67.
antibiotik tiamfenikol, kloramfenikol, https://doi.org/10.1086/421555
Sefalosporin generasi III (sefotaksim,
seftriakson, sefiksim), fluorokuinolon Crump, J. A., Sjölund-Karlsson, M.,
(ofloksasin, siprofloksasin, Gordon, M. A., & Parry, C. M.
perfloksasin) atau ampisilin/ (2015). Epidemiology, clinical
amoksisilin, dan azitromisin pada saat presentation, laboratory diagnosis,
ini juga sering digunakan sebagai terapi antimicrobial resistance, and
pada demam tifoid. Pemberian antimicrobial management of
antipiretik juga dapat digunakan sebagai invasive Salmonella infections.
terapi pada demam tifoid untuk Clinical Microbiology Reviews,
menurunkan suhu dan menghilangkan 28(4), 901–937.
gejala demam. Terapi lain yang juga https://doi.org/10.1128/CMR.000
dapat diberikan pada demam tifoid 02-15
tanpa komplikasi adalah terapi suportif
Dian. 2007. Studi Biologi Molekuler
seperti pemeberian cairan dan juga bed
Resistensi Salmonella Typhi
rest.
Terhadap Kloramfenikol. ADLN
Digital Colectio
DAFTAR PUSTAKA
Bhan, M. K., Bahl, R., Bhatnagar, S. Effa, E. E., Bukirwa, H. (2008).
(2005) Typhoid fever and Azitromisin for treating
paratyphoid fever. Lancet, 366: uncomplicated typhoid and
749-762. paratyphoid fever (enteric fever).
https://doi.org/10.1016/S0140673 Cochrane Library, 8(4),
6(05)67181-4 CD006083.
https://doi.org/10.1002/14651858.
Chanh, N. Q., Everest, P., Khoa, T. T.,
CD006083.pub3
House, D., Murch, S., Parry, C.,
… Wain, J. (2004). A clinical, Levani, Y., & Prastya, A. D. (2020).
microbiological, and pathological Demam Tifoid: Manifestasi
study of intestinal perforation Klinis, Pilihan Terapi Dan

219
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 213 - 222, Februari 2021
Global Health Science Group

Pandangan Dalam Islam. Al-Iqra Nurlaila, S., Trisnawati, E., & Selviana.
Medical Journal : Jurnal Berkala (2015). Faktor-faktor yang
Ilmiah Kedokteran, 3(1), 10–16. Berhubungan Dengan Demam
https://doi.org/10.26618/aimj.v3i1 Tifoid pada Pasien yang Dirawat
.4038 di RSU.DR.Soedarso Pontianak
Kalimantan Barat. Jurnal
Linson, M., Bresnan, M., Eraklis, A., & Mahasiswa Dan Peneliti
Shapiro, F. (1981). Acute gastric Kesehatan, 2(1), 54–66.
volvulus following harrington rod http://dx.doi.org/10.29406/jjum.v
instrumentation in a patient with 2i1.154
werdnig-hoffman disease. Spine,
6(5), 522–523. Pohan, H. T. (2011). Management of
https://doi.org/10.1097/00007632- resistant Salmonella infection.
198109000-00015 Paper presented at: 12th Jakarta
Antimicrobial Update; April 16-
Mehta, K. K. (2008). Changing trends 17; Jakarta, Indonesia
in enteric fever. Medicine, 18,
201–204. Rahayu. (2000). Faktor Risiko Kejadian
Demam Tifoid Penderita yang
Mirza, S. H., Beeching, N. J., & Hart, Dirawat Di RSUD Dr. Soetomo.
C. A. (1996). Multi-drug resistant Tesis. Surabaya: Universitas
typhoid: A global problem. Airlangga.
Journal of Medical Microbiology,
44(5), 317–319. Raini, M. (2016). Fluoroquinolones
https://doi.org/10.1099/00222615- Antibiotics: Benefit and Side
44-5-317 Effects. Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Biomedis Dan
Nelwan, R., Chen Lie, K., Hadisaputro, Teknologi Dasar Kesehatan,
S., Suwandoyo, E., &nbsp, S., Badan Litbangkes, Kemenkes RI,
&nbsp, N., … Paramita, D. 26(3), 163–174.
(2013). A Single Blind
Comparative Randomized Non- Rampengan, N. H. (2016). Antibiotik
Inferior Multicenter Study for Terapi Demam Tifoid Tanpa
Efficacy and Safety of Komplikasi pada Anak. Sari
Levofloxacin versus Pediatri, 14(5), 271.
Ciprofloxacin in the Treatment of https://doi.org/10.14238/sp14.5.20
Uncomplicated Typhoid Fever. 13.271-6
Advances in Microbiology,
03(01), 122–127. Rismarini, R., Anwar, Z., & Merdjani,
https://doi.org/10.4236/aim.2013. A. (2016). Perbandingan
31019 Efektifitas Klinis antara
Kloramfenikol dan Tiamfenikol
Nelwan, R., Chen Lie, K., Nafrialdi, dalam Pengobatan Demam Tifoid
Paramita D. (2006). Open study pada Anak. Sari Pediatri, 3(2),
on effi cacy and safety of levofl 83.https://doi.org/10.14238/sp3.2.
oxacin in treatment of 2001.83-7
uncomplicated typhoid fever.
Southeast Asian J Trop Med Sharma, P. C., Jain, A., & Jain, S.
Public Health, 37(1), 126-130. (2009). Fluoroquinolone
antibacterials: A review on

220
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 213 - 222, Februari 2021
Global Health Science Group

chemistry, microbiology and


therapeutic prospects. Acta
Poloniae Pharmaceutica - Drug
Research, 66(6), 587–604.
WHO, 2003, Diagnosis of Typhoid
Fever. Dalam: Background
Document: The Diagnosis
Treatment and Prevention of
Typhoid Fever. Word Health
Organization.
Widoyono. (2011). Penyakit Tropis.
Erlangga. Jakarta.

221
Jurnal Penelitian Perawat Profesional, Volume 3 No 1 Hal 213 - 222, Februari 2021
Global Health Science Group

222

Anda mungkin juga menyukai