MENINGOENCEFALITIS
OLEH:
LINDA LESTARI
(2019.NS.A.07.014)
2.3 Klasifikasi
2.3.1 Meningitis
a) Meningitis Serosa (Meningitis Tuberculosis Generalisata).
Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi
disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering
dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus.
b) Meningitis Purulenta. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah
meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta
bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis
Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.
2.3.2 Ensefalitis
a) Ensefalitis Supuratif Akut disebabkan oleh Bakteri penyebab ensefalitis
supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus, E.coli dan
M.tuberculosa. Ensefalitis disebabkan karena peradangan yang dapat
menjalar ke jaringan otak dari otitis media,mastoiditis,sinusitis,atau dari
piema yang berasl dari radang, abses di dalam paru, bronchiektasi, empiema,
osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak
dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang
adalah edema, kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan
abses. Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan ikat dan
astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang
masuk ventrikel. Manifestasi klinis Secara umum gejala berupa trias
ensefalitis ; Demam , Kejang dan Kesadaran menurun Bila berkembang
menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda
meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan
progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada
pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.Tanda-tanda deficit neurologist
tergantung pada lokasi dan luas abses.
b) Ensefalitis Sifilis. Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi
melalui permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah
penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistim limfatik,
melalui kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia.
Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat.
Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian-
bagian lain susunan saraf pusat. Manifestasi klinis Gejala ensefalitis sifilis
terdiri dari dua bagian : (1) Gejala-gejala neurologist Kejang-kejang yang
datang dalam serangan-serangan, afasia, apraksia, hemianopsia, kesadaran
mungkin menurun,sering dijumpai pupil Agryll- Robertson,nervus opticus
dapat mengalami atrofi. Pada stadium akhir timbul gangguanan-gangguan
motorik yang progresif. (2) Gejala-gejala mental Timbulnya proses dimensia
yang progresif, intelgensia yang mundur perlahan-lahan yang mula-mula
tampak pada kurang efektifnya kerja, daya konsentrasi mundur, daya ingat
berkurang, daya pengkajian terganggu.
(Prince,Wilson, 2012).
2.4 Etiologi
2.5 Patofisiologi
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui peredaran
darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan
kardiopulmonal. Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau
berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat
melalui tromboflebilitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah, dan sinus
paranasales. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada selaput/jaringan otak.
Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-
pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang
mengalami peradangan timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak
disertai perdarahan kecil. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk
dinding yang kuat membentuk kapsul yang kosentris. Di sekeliling abses terjadi
infiltrasi leukosit polimorfonuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini
memakan waktu kurang dari 2 minggu. Abses dapat membesar, kemudian pecah
dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat
mengakibatkan meningitis.
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-virus
yang melalui parotitis, morbili, varisela, dll. Masuk ke dalam tubuh manusia
melalui saluran pernapasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, virus
herpes simpleks melalui mulut atau mukosa kelamin. Virus-virus yang lain masuk
ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi
dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubela atau
cytomegalovirus. Di dalam tubuh manusia virus memperbanyak diri secara lokal,
kemudian terjadi viremia yang menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di
pleksus koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer atau secara retrograde
axoplasmic spread misalnya oleh virus-virus herpes simpleks, rabies dan herpes
zoster. Di dalam susunan saraf pusat virus menyebar secara langsung atau melalui
ruang ekstraseluler. Infeksi virus dalam otak dapat menyebabkan meningitis
aseptik dan ensefalitis (kecuali rabies). Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron
dan glia dimana terjadi peradangan otak, edema otak, peradangan pada pembuluh
darah kecil, trombosis, dan mikroglia.
Amuba meningoensefalitis diduga melalui berbagai jalan masuk, oleh karena
parasit penyebabnya adalah parasit yang dapat hidup bebas di alam. Kemungkinan
besar infeksi terjadi melalui saluran pernapasan pada waktu penderita berenang di
air yang bertemperatur hangat. Infeksi yang disebabkan oleh protozoa jenis
toksoplasma dapat timbul dari penularan ibu-fetus. Mungkin juga manusia
mendapat toksoplasma karena makan daging yang tidak matang. Dalam tubuh
manusia, parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista, terutama otot dan jaringan
susunan saraf pusat. Pada fetus yang mendapat toksoplasma melalui penularan
ibu-fetus dapat timbul berbagai manifestasi serebral akibat gangguan
pertumbuhan otak, ginjal dan bagian tubuh lainnya. Maka manifestasi dari
toksoplasma kongenital dapat berupa: fetus meninggal dalam kandungan,
neonatus menunjukkan kelainan kongenital yang nyata misalnya mikrosefalus.
(Elizabeth, 2012).
WOC
Virus Jamur Bakteri
Cytomegalovirus, pramisovirus, virus Candida species, criptococcus, Stretococcus pneumonia
polio, ortonyxoviriadae dll neoformans staphylococcus, Escherichia
coli, mycobacterium dll
Meningoencefalitis
Peradangan pada
jaringan otak
v
Peningkatan tekanan Pembentukan Pembentukan Perfusi jaringan Peningkatan
intrakranial transundat dan transundat dan Peningkatan
cerebral terganggu tekanan
eksudat eksudat tekanan
intrakranial intrakranial
Kerusakan neuron
otak Edema jaringan otak Nyeri Akut Iskemik jaringan
Menghambat aliran
darah Menstimulasi
Kerusakan neuron
hipotalamus dan
Penurunan kesadaran Reaksi inflamasi Aliran darah menurun otak
nervus vagus
Penurunan suplai 02
Ke jaringan
Penurunan sekresi Pelepasan pirogen Penurunan suplai Peningkatan sekresi Penurunan kesadaran
trakeobronkial endogen (sitokin) darah ke ginjal asam lambung (mual
muntah)
Gangguan perfusi
Penumpukan secret jaringan cerebral Hambatan mobilitas
Merangsang hipotalamus Oliguria
pada trakea dan bronkus
meningkatkan suhu
Defisit nutrisi
Gangguan eliminasi
Bersihan jalan nafas Hipertermi urine
tidak efektif
2.6 Manifestasi Klinis
2.7 Komplikasi
1. Syok septik
2. Edema otak
3. Abses subdural
4. Gangguan penglihatan
5. Epilepsi
(Elizabeth, 2012).
a) Uji serologi untuk mengetahui jenis virus dan menentukan etiologi infeksi
SSS nonenterovirus.
b) Pemeriksaan neuroimaging
c) Pungsi lumbal; untuk mengetahui adanya sel darah putih dan sensitivitas
mikroorganisme.
d) Pemeriksaan laboratorium.
e) CT-Stan dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi derajat
pembengkakan dan tempat nekrosis.
f) Terapi kortikosteroid (deksametason) untuk mengurangi inflamasi
g) Ditemukan kadar glukosa serum meningkat.
h) Kultur urin/urinalisis untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
i) Kultur nasofaring untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
j) Kadar elektrolit serum meningkat jika anak dehidrasi; natrium serum
(Na+) naik; kalium serum (K+) turun.
(Nelson, 2010).
2.9 Penatalaksanaan Medis
a) Antibiotik
b) Pengurangan cahaya ruangan, kebisingan dan tamu.
c) Nyeri kepala diatasi dengan istirahat dan analgesik
d) Asetamenofen dianjurkan untuk demam
e) Kodein, morfin dan derivat fenotiazin untuk nyeri dan muntah
f) Perawatan yang baik dan pantau dengan teliti
(Nelson, 2010).
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini
digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin,
umur dan alamat dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit
infeksi. Meningoensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
3.1.2 Keluhan utama:
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
3.1.3 Riwayat penyakit sekarang:
Mula-mula pasien gelisah , muntah-muntah , panas badan meningkat, sakit
kepala.
3.1.4 Riwayat penyakit dahulu:
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah
menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan
tenggorokan.
3.1.5 Riwayat kesehatan keluarga:
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh:
Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus ,
E. Coli , dan lain-lain.
3.1.6 Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing) : Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan
intra cranial menyebabakan kompresi pada batang
otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur.
Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas
fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan.
3.2 Diagnosa
a. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor biologis
c. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan edema
serebral/ penyumbatan aliran darah.
d. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit
e. Risiko cidera berhubungan dengan aktifitas kejang umum.
f. Risiko infeksi berhubungan dengan paningkatan paparan, daya tahan
tubuh yang lemah.
3.3 Intervensi
3.4 Implementasi
Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat
harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan
pada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan,
pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat
perkembangan pasien. (Hidayat, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth. 2012. Buku saku Patofisiologi. Jakarta. Aditya Medika
Hidayat. 2011. Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba
Medika
Muttaqin, Arif. 2012. PengantarAsuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta. Salemba Medika
Mansjoer. 2011. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Salemba
Medika
Nelson. 2010. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC
Smeltzer. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jilid II Edisi 8. Jakarta
EGC
Prince, Wilson. 2012. Patofisiologi, Proses Penyakit. Jakarta. EGC