Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN

PENDAHULUAN

Nama Mahasiswa:

RAMA ARDI N

Kasus/Diagnosa Medis:
SOL (Space Occupying
Lesion)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN
SERANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
SOL (Space Occupying Lesion)

A. PENGERTIAN

SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai


adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat
beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio
serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor pada intracranial (Smeltzer
& Bare, 2013).

Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang
tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu
tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan
saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial
atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat
proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-selsaraf di meaningen otak,
termasuk juga tumor yang berasal dari sel penunjang (Neuroglia), sel epitel
pembuluh darah dan selaput otak. (Fransisca, 2008: 84).

Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka
lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas
pertama kali dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga
cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi
darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial
mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan
penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan
terjadi kembali hal-hal seperti diatas.
B. ETIOLOGI

Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak ruang
(space occupying lesion) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di
dalam kompartemen supertentorial maupun infratentorial (Satyanegara, 2010)
Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada prognosanya didasari
oleh morfologi sitologi tumor dan konsekuensi klinis yang berkaitan dengan
tingkah laku biologis. Sifat-sifat keganasan tumor otak didasari oleh hasil
evaluasi morfologi makroskopis dan histologis neoplasma, dikelompokkan
atas kategori-kategori (Satyanegara, 2010):
1. Benigna (jinak)
Morfologi tumor tersebut menunjukkan batas yang jelas, tidak infiltratif
dan hanya mendesak organ-organ sekitar. Selain itu, ditemukan adanya
pembentukan kapsul serta tidak adanya metastasis maupun rekurensi
setelah dilakukan pengangkatan total. Secara histologis, menunjukkan
struktur sel yang reguler, pertumbuhan la,a tanpa mitosis, densitas sel yang
rendah dengan diferensiasi struktur yang jelas parenkhim, stroma yang
tersusun teratur tanpa adanya formasi baru.
2. Maligna (ganas)
Tampilan mikroskopis yang infiltratif atau ekspansi destruktur tanpa batas
yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung membentuk metastasis dan
rekurensi pasca pengangkatan total.
Tumor otak menyebabkan timbulnya gangguan neurologik progresif.
Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya disebabkan oleh dua
faktor, yaitu gangguan fokal akibat tumor dan kenaikan intrakranial (Price,
2005).
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi atau invasi langsung pada aprenkim otak dengan kerusakan
jaringan neural. Perubahan suplai darah akibat tekanan tumor yang
bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah
arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai hilangnya fungsi secara akut
dan gangguan serebrovaskular primer. Serangan kejang sebagai
manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi,
invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor
membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitar sehingga
memperberat gangguan neurologis fokal (Price, 2005).
Peningkatan tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar
tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal. Pertumbuhan tumor
akan menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mendesak
ruang yang relatif tetap pada ruangan tengkorak yang kaku. Obstruksi
vena dan edema akibat kerusakan sawar darah otak dapat menimbulkan
peningkatan volume intrakranial dan tekanan intrakranial. Obstruksi
sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateralis ke ruangan
subarakhnoid menimbulkan hidrosefalus (Price, 2005).
Peningkatan tekanan intrakranial dapat membahayakan jiwa apabila terjadi
cepat akibat salah satu penyebab tersebut. Mekanisme kompensasi antara
lain bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan
serebrospinal, kandungan cairan intrasel, dan mengurangi sel-sel
parenkim. Peningkatan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi
unkus atau serebelum. Herniasi unkus timbul bila girus medialis lobus
temporalis tergeser ke inferior melelui incisura tentorial oleh massa dalam
hemisfer otak. Herniasi menekan mesensefalon menyebabkan hilangnya
kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Pada herniasi serebelum, tonsil
serebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa
posterior (Price, 2005).
Klasifikasi tumor otak diawali oleh konsep Virchow berdasarkan tampilan
sitologinya dan dalam perkembangan selanjutnya dikemukakakn berbagai
variasi modifikasi peneliti-peneliti lain dari berbagai negara. Klasifikasi
universal awal dipeloporo oleh Bailey dan Cushing (1926) berdasarkan
histogenesis sel tumor dan sel embrional yang dikaitkan dengan
diferensiasinya pada berbagai tingkatan dan diperankan oleh faktor-faktor,
seperti lokasi tumor, efek radiasi, usia penderita, dan tindakan operasi
yang dilakukan. Sedangkan pada klasifikasi Kernohan (1949) didasari oleh
sistem gradasi keganasan di atas dan menghubungkannya dengan
prognosis.
Macam-Macam Space Occupying Lesion adalah sebagai berikut:
a) Astrositoma
Astrositoma adalah kelompok tumor sistem saraf pusat primer yang
tersering. Astrositoma adalah sekelompok neoplasma heterogen yang
berkisar dari lesi berbatas tegas tumbuh lambat seperti astrositoma
pilositik hingga neoplasma infiltratif yang sangat ganas seperti
glioblastoma multiforme. Astrositoma berdiferensiasi baik biasanya
adalah lesi infiltratif berbatas samar yang menyebabkan parenkim
membesar dan batas substansia grisea/substansia alba kabur (Vinay
Kumar 2007).
MRI Anaplastik Astrositoma
b) Oligodendroglioma
Oligodendroglioma paling sering ditemukan pada masa dewasa dan
biasanya terbentuk dalam hemisferium serebri. Kelainan sitogenik
yang sering terjadi pada oligodendroglioma adalah hilangnya
heterozigositas di lengan panjang kromosom 19 dan lengan pendek
kromosom 1. Secara makroskopis, oligodendroglioma biasanya lunak
dan galantinosa. Tumor ini memiliki batas yang lebih tegas
dibandingkan dengan astrositoma infiltratif dan sering terjadi
kalsifikias. Secara mikroskopis, oligodendroglioma dibedakan dengan
adanya sel infiltratif dengan nukleus bulat seragam (Vinay Kumar dkk,
2007).
Prognosis untuk pasien dengan oligodendroglioma lebih sulit
diperkirakan. Usia pasien, lokasi tumor, ada tidaknya peningkatan
kontras dalam pemeriksaan radiografik, aktivitas proliferatif, dan
karakteristik sitogenik juga memiliki pengaruh pada prognosis (Vinay
Kumar dkk, 2007).
c) Ependimoma
Ependioma dapat terjadi pada semua usia. Sebagian besar muncul di
dalam salah stu rongga ventrikel atau di daerah sentralis di korda
spinalis. Ependimoma intrakranial paling sering terjadi pada dua
dekade pertama kehidupan sedangkan lesi intraspinal terutama pada
orang dewasa. Ependioma intrakranial paling sering timbul di ventrikel
keempat, tempat tumor ini mungkin menyumbat CSS dan
menyebabkan hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial
(Vinay Kumar dkk, 2007).
Ependimoma memiliki lesi yang berbatas tegas yang timbul dari
dinding ventrikel. Lesi intrakranial biasanya menonjol ke dalam
rongga ventrikuler sebagai massa padat, kadang-kadang dengan papilar
yang jelas (Vinay Kumar dkk, 2007).
Gambaran klinis ependimoma bergantung pada lokasi neoplasma.
Tumor intrakranial sering menyebabkan hidrosefalus dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Karena lokasinya di dalam sistem
ventrikel, sebagian tumor dapat menyebar ke dalam ruang
subarakhnoid (Vinay Kumar dkk, 2007).

Gambar 2.7 Ependimoma


(Vinay Kumar dkk, 2007)

d) Glioblastoma
Glioblastoma dapat timbul dengan masa yang berbatas tegas atau
neoplasma yang infiltratif secara difuse. Potongan tumor dapat berupa
masa yang lunak berwarna keabuan atau kemerahan, daerah nekrosis
dengan konsistensi seperti krim kekuningan, ditandai dengan suatu
daerah bekas perdarahan berwarna cokelat kemerahan (Vinay Kumar
dkk, 2007).

Gambar 2.8 Glioblastoma


(Vinay Kumar dkk, 2007)

Gambar 2.9 MRI Glioblastoma


(Buku Ilmu Bedah Saraf Satyanegara, 2010)

e) Meduloblastoma
Meduloblastoma merupakan neoplasma yang invasif dan bertumbuh
sangat cepat. Neoplasma ini sering ditemukan pada anak. Sekitar 20%
neoplasma otak pada anak adalah meduloblastoma (Arthur, 2012).
Pada anak, lokasi tersering meduloblastoma adalah di infratentorial, di
bagian posterior vermis serebeli dan atap ventrikel ke empat. Pada
analisis kromosom ditemukan hilangnya informasi genetik di bagian
distal kromosom 17, tepatnya di bagian distal dari regio yang
mengkode protein p53 pada sebagian besar pasien. Ini diduga
bertanggung jawab terhadap perubahan neoplastik dari sel-sel punca
serebelum menjadi neoplasma (Arthur, 2012).
Kebanyakan pasien berusia 4 – 8 tahun. Diagnosis rata-rata ditegakkan
1 – 5 bulan setelah mulai muncul gejala. Gejala klinis yang ada timbul
akibat hidrosefalus obstruktif dan tekanan tinggi intrakranial. Biasanya
anak akan terlihat lesu, muntah-muntah, dan mengeluh nyeri kepala
terutama di pagi hari. Selanjutnya akan terlihat anak berjalan seperti
tersandung, sering jatuh, melihat dobel, dan mata menjadi juling. Pada
tahap ini biasanya baru dilakukan pemeriksaan neurologis yang secara
khas akan memperlihatkan papiledema atau paresis nervus abdusens
(n. VI) (Arthur, 2012).

Gambar 2.10 Gambaran Skematik Meduloblastoma


(Netter’s Neurology, 2012)

f) Tumor Pleksus Khoroid


Tampilan mikroskopis tumor pleksus khoroid adalah berupa massa
dengan konsistensi lunak, vaskuler, ireguler yang berbentuk mirip
dengan kembang kol. Tumor ini cenderung berbentuk sesuai dengan
kontur ventrikel yang ditempatinya dan berekstensi melalui foramen-
foramen ke dalam ventrikel lain yang berdekatan atau ke dalam rongga
subarakhnoid. Tumor ini mendesak jaringan otak namun tidak
menginvasinya (Vinay Kumar dkk, 2007).
Presentasi gejala tumor ini biasanya berupa tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial disertai gejala neurologis fokal. Tumor
intraventrikel IV dapat menimbulkan gejala nistagmus dan ataksia
(Vinay Kumar dkk, 2007).

C. PATOFISIOLOGI/ PATHWAY

1. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan edema serebral


2. Aktivitas kejang dan tanda – tanda neurologis fokal
3. Hidrosefalus
4. Gangguan fungsi hipofisis
Pada fase awal, abses otak ditandai dengan edema local, hyperemia,
infiltrasi leukosit / melunaknya parenkim trombosis sepsis dan edema,
beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses uque fraction
ataudinding kista berisi pus. Kemudian rupture maka infeksi akan meluas
keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.

Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis. Gejala-gejala terjadi


berurutan Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan
klien. Gejala neurologic pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan
oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan vocal terjadi apabila
penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi / inovasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri
pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan
mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro
dihubungkan dengan kompersi invasi dan perubahan suplai darah ke
jaringan otak.
Peningkatan intracranial dapat diakibatakan oleh beberapa factor :
bertambahnya masa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor
dan perubahan sirkulasi serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan
menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mengambilkan
ruang yang relative dari ruang tengkorak yang kaku.

Tumor ganas menimbulkan odem dalam jaringan otak. Mekanisme


belum sepenuhnya dipahami namun diduga disebabkan selisih osmotik
yang menyebabkan pendarahan. Obstruksi vena oedema yang disebabkan
kerusakan sawar darah otak semuanya menimbulkan kenaikan volume
inntrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebro spinal dari vantrikel
laseral keruang sub arachnoid menimbulkan hidrosephalus.

Peningkatan intracranial akan membahayakan jiwa bila terjadi secara cepat


akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya.
Mekanisme kompensasi memrlukan waktu berhari-hari / berbulan-bulan
untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak bergun apabila tekanan
intracranial timbulcepat.

Mekanisme kompensasi ini bekerja menurunkan volume darah


intrakranial, volume cairan cerborspinal, kandungan cairan intra sel dan
mengurangi sel-selparenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati
mengakibatkan herniasiulkus/ serebulum.herniasi timbul bila girus medalis
lobus temporalis bergeser ke interior melalui insisuratentorial oleh massa
dalam hemisterotak. Herniasi menekan ensefalon menyebabkan
kehilangan kesadaran da nmenekan saraf ketiga. Pada herniasi serebulum
tonsil sebelum bergeser kebawah melalui foramen magnum oleh suatu
massa poterior,( Suddart, Brunner. 2001).
PATHWAY

Idiopatik

Tumor otak

Penekananjaringanotak Bertambahnyamassa

Invasijaringanotak Nekrosis jar. otak Penyerapancairanotak

Kerusakan jar. Neuron Gang.Suplai Hipoksiajar Obstruksi vena di otak


( Nyeri ) darah ingan

Kejang Gang.Neurolog Gang.Fungsi Gang.Perfu Oedema


isfokal otak sijaringan

Defisitneurolog Disorientasi Peningkatan TIK Hidrosefalus


is

 Aspirasisek Resti.Cidera Perubanah


resi proses pikir
 Obs.
Jlnnafas
Bradikardiprogresif, Bicaraterganggu, Hernialisulkus
 Dispnea
hipertensisitemik, afasia
 Hentinafas
gang.pernafasan
 Perubahan
polanafas
Ancamankemat Gang.Komunikasi Menisefalontek
verbal
D. TANDA DAN GEJALA

Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat


infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala,
perubahan status mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan
muntah. Tumor maligna (ganas) menyebabkan gejala yang lebih progresif
daripada tumor benigna (jinak). Tumor pada lobus temporal depan dan frontal
dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa
menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya hanya memberikan
gejalagejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal
dan oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dulu baru kemudian
memberikan gejala umum (Saanin, 2004, Bradley, 2000).
Tumor intrakranium pada umumnya dapat menyebabkan (Saanin, 2004,
Bradley, 2000):
1. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranium yang meninggi.
Gangguan kesadaran akibat peningkatan tekana intrakranium dapat
berakhir hingga koma. Tekanan intrakranium yang meninggi dapat
menyebabkan ruang tengkorak yang tertutup terdesak dan dapat pula
menyebabkan perdarahan setempat. Selain itu, jaringan otak sendiri akan
bereaksi dengan menimbulkan edema, yang berkembang karena
penimbunan katabolit di sekitar jaringan neoplasmatik. Stasis dapat pula
terjadi karena penekanan pada vena dan disusuk dengan terjadi edema.
Pada umumnya tumor di fosa kranium posterior lebih cepat menimbulkan
gejala-gejala yang mencerminkan tekanan intrakranium yang meninggi.
Hal ini mungkin disebabkan karena aliran CSF pada aquaductus yang
berpusat di fosa kranium posterior dapat tersebumbat sehingga tekanan
dapat meninggi dengan cepat.
Fenomena peningkatan tekanan intrakranium dapat diklasifikasikan
menjadi tiga, yaitu :
a) Sindroma unkus atau sindroma kompresi diansefalon ke lateral
Proses desak pertama kali terjadi pada bagian lateral dari fosa kranium
medial dan biasanya mendesak tepi medial unkus dan girus
hipokampus ke arah garis tengah dan ke kolong tepi bebas daun
tentorium. Karena desakan itu, bukan diansefalon yang pertama kali
mengalami gangguan, melainkan bagian ventral nervus okulomotoris.
Akibatnya, pada awalnya akan kan terjadi dilatasi pupil kontralateral
barulah disusul dengan gangguan kesadaran. Biasanya, setelah ini akan
terjadi herniasi tentorial, yaitu keadaan terjepitnya diansefalon oleh
tentorium. Pupil yang melebar merupakan cerminan dari terjepitnya
nervus okulomotoris oleh arteri serebeli superior. Pada tahap
berkembangnya paralisis okulomotoris, kesadaran akan menurun
secara progresif.
b) Sindroma kompresi sentral rostro-kaudal terhadap batang otak
Suatu tumor supratentorial akan mendesak ruang supratentorial dan
secara berangsur-angsur akan menimbulkan kompresi ke bagian rostral
batang otak. Tanda bahwa suatu tumor supratentorial mulai
menggangu diansefalon biasanya berupa gangguan perangai. Yang
pertama-tama terjadi adalah keluhan cepat lupa, tidak bisa
berkonsentrasi dan tidak bisa mengingat.
Pada tahap dini, kompresi rostro-kaudal terhadap batang otak akan
menyebabkan :
 Respirasi yang kurang teratur
 Pupil kedua sisi sempit sekali
 Kedua bola mata bergerak perlahan-lahan ke samping kiri dan
kanan
 Gejala-gejala UMN pada kedua sisi
Pada tahap kompresi rostro-kaudal yang lebih berat, akan terjadi :
 Kesadaran menurun sampai derajat paling rendah
 Suhu badan mulai meningkat dan cenderung untuk melonjak terus
 Respirasi cepat dan bersuara mendengkur
 Pupil yang tadinya sempit berangsur-angsur melebar dan tidak lagi
bereaksi terhadap sinar cahaya
c) Herniasi serebelum di foramen magnum
Herniasi ini akan menyebabkan jiratan pada medula oblongata. Gejala-
gejala gangguan pupil, pernafasan, okuler dan tekanan darah berikut
nadi yang menandakan gangguan pada medula oblongata, pons,
ataupun mesensefalon akan terjadi.
2. Gejala-gejala umum tekanan intrakranium yang tinggi
Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat
infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala,
perubahan status mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual
dan muntah. Tumor maligna (ganas) menyebabkan gejala yang lebih
progresif daripada tumor benigna (jinak). Tumor pada lobus temporal
depan dan frontal dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang
sangat besar tanpa menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya
hanya memberikan gejala-gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior
atau pada lobus parietal dan oksipital lebih sering memberikan gejala fokal
dulu baru kemudian memberikan gejala umum (Saanin, 2004, Bradley,
2000).
a) Sakit kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang
kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan
intermitten. Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan
posisi, batuk, maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan
bersama nyeri kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral
pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian
frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput
dan leher. Sakit kepala merupakan gejala umum yang dirasakan pada
tumor intrakranium. Sifat dari sakit kepala itu adalah nyeri berdenyut-
denyut atau rasa penuh di kepala seolaholah mau meledak. Nyerinya
paling hebat di pagi hari, karena selama tidur malam PCO2 arteri
serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari CBF
dan dengan demikian meningkatkan lagi tekanan intrakranium.
Lokalisasai nyeri yang unilateral akan sesuai dengan lokasi tumornya.
Pada penderita yang tumor serebrinya belum meluas, mungkin saja
sakit kepala belum dirasakan. Misalnya, glioma pada tahap dini dapat
mendekam di otak tanpa menimbulkan gejala apapun. Sebaliknya,
astrositoma derajat 1 sekalipun dapat berefek buruk jika menduduki
daerah yang penting, misalnya daerah bicara motorik Brocca.
Neoplasma di garis tengah fosa kranium posterior (tumor
infratentorial) dapat dengan cepat menekan saluran CSS. Karena itu,
sakit kepala akan terasa sejak awal dan untuk waktu yang lama tidak
menunjukkan gejala defisit neurologik. Tumor infratentorial yang
berlokasi di samping (unilateral) cepat menimbulkan gejala defisit
neurologik akibat pergeseran atau atau desakan terhadap batang otak.
Maka dari itu, tuli sesisi, vertigo, ataksia, neuralgia trigeminus,
oftalmoplegia (paralisis otot-otot mata) dan paresis (paralisis ringan)
perifer fasialis dapat ditemukan pada pemeriksaan.
Definisi “sakit kepala” dan “pusing” harus dapat dibedakan dengan
jelas. Pusing kepala biasanya disebabkan oleh oftalmoplegia (yang
menimbulkan diplopia). Kombinasi pusing kepala ataupun sakit kepala
dan diplopia harus menimbulkan kecurigaan terhadapa adanya tumor
serebri, terutama tumor serebri infratentorial.
b) Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari
massa tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak.
Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang
proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan adanya massa
intrakranial.
Muntah sering timbul pada pagi hari setelah bangun tidur. Hal ini
disebabkan oleh tekanan intrakranium yang meninggi selama tidur
malam, di mana PCO2 serebral meningkat. Sifat muntah dari penderita
dengan tekanan intrakranium meninggi adalah khas, yaitu proyektil
atau muncrat yang tanpa didahului mual.
c) Kejang fokal
Kejang dapat timbul sebagai gejala dari tekanan intrakranium yang
melonjak secara cepat, terutama sebagai gejala dari glioblastoma
multiform. Kejang tonik biasanya timbul pada tumor di fosa kranium
posterior.
d) Gangguan mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan
mood dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada
penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini
bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan
terjadinya somnolen hingga koma. (4,9,10) Tumor di sebagian besar
otak dapat mengakibatkan gangguan mental, misalnya demensia,
apatia, gangguan watak dan serta gangguan intelegensi dan psikosis.
Gangguan emosi juga akan terjadi terutama jika tumor tersebut
mendesak sistem limbik (khususnya amigdala dan girus cinguli)
karena sistem limbik merupakan pusat pengatur emosi.
e) Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab
dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema
papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan
untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat
menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang
perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
f) Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti
astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi
pada tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal
dan temporal.
3. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :
a) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak
pada satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )
b) Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang
penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan
dengan tumor) dan halusinasi penglihatan.
c) Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan
dengan kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak
terkoordinasi dan nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak
disengaja )
d) Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status
emosional dan tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering
menjadi ekstrim yang tidak teratur dan kurang merawat diri
e) Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli
(gangguan saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan
lidah (saraf kelima), kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh),
abnormalitas fungsi motorik.
f) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,
gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia.
( Brunner & Sudarth, 2003 ; 2170 )

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan,


jejas tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi
informasi tentang sistem vaskuler.

2. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam


batang otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam
gambaran yang menggunakan CT Scan

3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan


untuk memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.

4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor


5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal pada
daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi
lobus temporal pada waktu kejang (Doenges, 2000).

F. PENATALAKSAAN MEDIS

Tumor otak yang tidak terobati menunjukkan ke arah kematian, salah satu
akibat peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor.
Pasien dengan kemungkinan tumor otak harus dievaluasi dan diobati dengan
segera bila memungkinkan sebelum kerusakan neurologis tidak dapat diubah.
Tujuannya adalah mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak
kemungkinan tanpa meningkatkan penurunan neurologik (paralisis, kebutaan)
atau tercapainya gejala-gejala dengan mengangkat sebagian (dekompresi).

1. Pendekatan pembedahan (craniotomy)


Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada
serebelum, kista koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti
demoid dan beberapa granuloma. Untuk pasien dengan glioma maligna,
pengangkatan tumor secara menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin,
tetapi dapat melakukan tindakan yang mencakup pengurangan TIK,
mengangkat jaringan nefrotik dan mengangkat bagian besar dari tumor
yang secara teori meninggalkan sedikit sel yang tertinggal atau menjadi
resisten terhadap radiasi atau kemoterapi.
2. Pendekatan kemoterapy
Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga
menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi
sumsum tulang autologi intravens digunakan pada beberapa pasien yang
akan menerima kemoterapi atau terapi radiasi karena keadaan ini penting
sekali untuk menolong pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang
sebagai akibat dosis tinggi radiasi.
Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa
digunakan pada klien :
a. Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi
radiasi
b. Setelah tumor recurance
c. Setelah lengkap tindakan radiasi
3. Pendekatan stereotaktik
Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik
tertentu di dalam otak dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau
untuk menghancurkan jaringan pada penyakit seperti paralisis agitans,
multiple sklerosis & epilepsy. Pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor
dengan sinar X, CT, sedangkan untuk menghasilkan dosis tinggi pada
radiasi tumor sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di
sekitarnya dilakukan pemeriksaan Radiosotop (III) dengan cara
ditempelkan langsung ke dalam tumor.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif anestesi


narkotik dan imobilitas. Echymosis dan edema periorbital umumnya terjadi
setelah pembedahan intracranial. Komplikasi khusus / spesifik pembedahan
intrakranial tergantung pada area pembedahan dan prosedur yang diberikan,
misalnya :

1. Kehilangan memory
2. Paralisis
3. Peningkatan ICP
4. Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara
5. Kehilangan / kerusakan sensasi khusus
6. Mental confusion

Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral / perdarahan adalah


komplikasi mayor pembedahan intrakranial, dengan manifestasi klinik :

1. Perubahan visual dan verbal


2. Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan dengan
sakit kepala
3. Perubahan pupil
4. Kelemahan otot / paralysis
5. Perubahan pernafasan

Disamping terjadi komplikasi diatas, ada beberapa juga temuan gangguan


yang terjadi yaitu:

1. Gangguan fungsi neurologis.


Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada
serebelum maka akan menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan
keseimbangan) atau gaya berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan
jatuh ke sisi yang lesu, otot-otot tidak terkoordinasi dan ristagmus
( gerakan mata berirama tidak disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan
horizontal.
2. Gangguan kognitif.
Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan
sehingga dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk
proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memerhatikan juga akan
menurun.
3. Gangguan tidur & mood
Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar pireal, sehingga
hormone melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit tidur,
badan malas, depresi, dan penyakit melemahkan system lain dalam tubuh.
4. Disfungsi seksual

a) Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi kuantitas


prolaktin yang berlebihan dengan menimbulkan amenurrea atau
galaktorea (kelebihan atau aliran spontan susu )

b) Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impotensi dan


hipogonadisme.

c) Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan dan


perubahan tingkat kepuasan.
H. PROSES ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

1. Identitas klien
nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal masuk rumha sakit dan askes.
2. Keluhan utama
nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Gejala yang paling sering adalah sakit kepala, perubahan status mental,
kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan muntah. Tumor maligna
(ganas) menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor benigna
(jinak). Tumor pada lobus temporal depan dan frontal dapat berkembang
menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa menyebabkan
defisit neurologis, dan pada mulanya hanya memberikan gejalagejala yang
umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan oksipital
lebih sering memberikan gejala fokal dulu baru kemudian memberikan
gejala umum Riwayat penyakit dahulu
pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) atau
infeksi paru–paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema), jantung
(endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).
4. Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : Tekanan darah meningkat
Nadi : Menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh
pada vasomotor)
b. Eliminasi
Gejala : Tidak ada, dan Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.
c. Nutrisi
Gejala : Kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa
kering.

d. Hygiene
Gejala : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri
(pada periode akut).
e. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda : Penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori,
sulit dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan
TIK), nistagmus, kejang umum lokal.
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher
pungung kaku.
Tanda : Tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
g. Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan
mental (letargi sampai koma) dan gelisah
h. Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis,
telinga tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit,
fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala.
DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN YANG MUNGKIN
MUNCUL

1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah oleh SOL
dibuktikan dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori,
perubaan respon motorik / sensori, gelisah dan perubahan tanda vital
Kriteria Hasil : Pasien akan dipertahankan tingkat kesadaran, perbaiakan
kognitif, fungsi motorik/sensorik, TTV stabil, tidak ada tanda peningkatan
TIK (Tekanan Intra Kranial)
Intervensi :
a. Tentukan penyebab penurunan perfusi jaringan
b. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai
standar ( GCS )
c. Pantau TTV
d. Kaji perubahan penglihatan dan keadan pupil
e. Kaji adanya reflek ( menelan, batuk, babinski )
f. Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan
g. Auskultasi suara napas, perhatikan adananya hipoventilasi, dan suara
tambahan yang abnormal
h. Pantau analisa gas darah
i. Berikan obat sesuai indikasi : deuretik, steroid, antikonvulsan
j. Berikan oksigenasi

2. ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan neurovaskuler, kerusakan


kognitif.
Kriteria Hasil : pasien dapat, dipertahanakan pola nafas efektif, bebas
sianosis, dengan GDA dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
b. Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miringsesuai indikasi
c. Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar
d. Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 – 15
detik, catat karakter warna, kekentalan dan kekeruhan sekret
e. Pantau pengguanaan obat obatan depresan seperti sedatif
f. Berikan O2 sesuai indikasi
g. Lakaukan fisioterapi dada jika ada indikasi

3. Nyeri (akut/kronis) b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf oleh SOL,
peningkatan TIK, ditandai dengan : menyetakan nyeri oleh karena
perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah
condong keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas,
penyempitan fokus pad dirisendiri, wajah menahan nyeri, perubahna pola
tidur, menarik diri secara fisik
Kriteria Hasil : pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjukan perilaku
untuk mengurangi kekambuhan atau nyeri .
ntervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, tingkat, skala, durasi, dan frekuensi nyeri yang
dirasakan klien
b. Observasi keadaan nyeri nonverbal (Misal : ekspresi wajah,
gelisah,menangis, menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung,
pernapasan dan tekanan darah.
c. Anjurkan untuk istirahat dan ciptakan lingkungan yang tenang
d. Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai
kebutuhan
e. Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien
dapat toleransi terhadap sentuhan
f. Sarankana pasien untuk menggunakan persyaratan positif .
g. Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi
h. Berikan antiemetiksesuai indikasi

4. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan


atau integrasi (trauma atau defisit neurologis), ditandai denagg
disorientasi, perubaan respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik,
perubahan pola komunikasi, distorsi auditorius dan visual, penghidu,
konsentrasi buruk, perubahan proses pikir, respon emosiaonal berlebihan,
perubahan pola perilaku
Kriteria Hasil : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi
persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya
keterlibatan residu, mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.
Intervensi :
a. Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif,
sensoris dan proses pikir
b. Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda
tajam atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan letak tubuh,
perhatkian adanya masalah penglihatan
c. Observasi repon perilaku
d. Hilangkan suara bising / stimulus ang berlebihan
e. Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil,
pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis
f. pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
g. konsultasi dengan ahli fisioterapi / okupasi

5. Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d


peningkatan TIK, konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembedahan,
(anoreksia, iritasi, penyimpangan rasa mual) dibuktikan oleh : keluhan
masukan makanan tidak adekuat, kehilangan sensasi pengecapan,
anoreksia, ketidakmampuan untuk mencerna makanan, BBI < 10 %,
penurunan penumpukan lemak/masa otot, sariawan, rongga mulut
terinflamasi, diare,konstipasi, kram abdomen.
Krieteria Hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan berat badan stabil,
mengungkapkan pemasukan adekuat, berpartisipasi dalam intervensi
spesifik untuk merangsang nafsu makan
Intervensi :
a. Pantau masukan makanan setiap hari
b. Ukur BB setiap hari sesuai indikasi
c. Dorong pasien untuk makan diit tinggi kalori kaya nutrien sesui
program
d. Kontrol faktor lingkungan ( bau, bising ) hindari makanan terlalu
manis, berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang
menyenangkan
e. Identifikasi pasien yang mengalami mual / muntah
f. Pemberian anti emetik dengan jadwal reguiler
g. Vitamin A, D, E dan B6
h. Rujuk kepada ahli diit
i. Pasang / pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Brunner & Suddarth (2003). Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Penerbit : Buku


Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges M.E, Moorhouse M.F & Geissler A.C (2009). Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasin
Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2012). Patofisiologi penyakit pengantar menuju


kedokteran klinis. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013).
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8
Vol 2. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012), Patofisiologi Konsep Klinis Proses _ Proses
Penyakit, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Wilkinson, J.M. & Ahern R.N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawtan
(Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC). Edisi Ke-9
Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai