Anda di halaman 1dari 49

Case

DISTOSIA PERSALINAN

Oleh

Oleh:
Ummul Azizah 04084822124137
Rahma Adellia 04084822124026
Muhammad Zaki Luthfi 04084822124027

Pembimbing
dr. Awan Nurtjahyo, Sp. OG (K)-FER

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUP DR. MOH. HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Case

DISTOSIA PERSALINAN

Oleh:
Ummul Azizah 04084822124137
Rahma Adellia 04084822124026
Muhammad Zaki Luthfi 04084822124027

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Periode 11
Oktober – 13 November 2021

Palembang, November 2021

dr. Awan Nurtjahyo, Sp. OG (K)-FER

ii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan case yang berjudul
”Distosia Persalinan”.
Case ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian
Obstetri Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Awan Nurtjahyo, Sp.
OG (K)-FER selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan dan penyusunan case ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan


jurnal reading ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak
sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi
pembaca.

Palembang, November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR....................................................................................v
DAFTAR TABEL.......................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................7
BAB II STATUS PASIEN...........................................................................8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..............................................................13
3.1 Definisi..........................................................................................................16
3.2 Epidemiologi.................................................................................................16
3.3 Etiologi..........................................................................................................17
3.4 Klasifikasi......................................................................................................17
3.5 Faktor Predisposisi........................................................................................19
3.6 Patofisiologi..................................................................................................21
3.7 Manifestasi Klinis..........................................................................................23
3.8 Diagnosis.......................................................................................................24
3.9 Tatalaksana....................................................................................................26
3.10 Komplikasi..................................................................................................39
3.11 Edukasi dan Pencegahan.............................................................................43
3.12 Kompetensi..................................................................................................44
BAB IV ANALISIS KASUS......................................................................46
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................49
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Jalan lahir..............................................................................................22


Gambar 2 Presentasi Dahi......................................................................................30
Gambar 3 Presentasi Muka....................................................................................31
Gambar 4 Knee-chest position...............................................................................32
Gambar 5 Presentasi Bokong, berturut-turut: presentasi bokong sempurna,
presentasibokong murni, dan presentasi kaki (footling)...............................................33
Gambar 6 Manuver McRobert...............................................................................37
Gambar 7 Penekanan Suprasimfisis.......................................................................37
Gambar 8 Meraih humerus dari lengan posterior dan memindahkan lengan tersebut
ke arah dada............................................................................................................38
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Manifestasi klinis pada persalinan lama...................................................24
Tabel 2 Kriteria Diagnostik Kelainan Persalinan Akibat Persalinan Lama...........26
Tabel 3 Kriteria Diagnostik dan Tata Laksana Distosia........................................27
BAB I
PENDAHULUAN

Persalinan atau partu adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan dalam waktu aterem atau cukup bulan (37-42 minggu) spontan dengan
presentasi belakang kepala dan berlangsung selama 18-24 jam tanpa komplikasi
baik pada ibu maupun janin. Persalinan lama, disebut juga dengan distosia,
didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal/sulit. Proses persalinan
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: kekuatan mendorong janin keluar (power)
yang meliputi his (kekuatan uterus), kontraksi otot dinding perut, kontraksi
diafragma dan ligamentum action. Faktor lainnya ialah faktor janin (passanger)
dan faktor jalan lahir (passage).
Prevalensi distosia di dunia diperkirakan antara 4,8 sampai 21% diantara
seluruh persalinan pervaginam. Angka kejadian persalilan kala I memanjang di
Indonesia sebesar 5% dari seluruh penyebab kematian ibu dan persalinan kala I
memanjang menjadi penyebab kematian langsung pada ibu, selain itu distosia
bahu dan asfiksi juga menjadi salah satu penyebab kematian ibu dan bayi.7,11
Dampak distosia pada ibu dapat terjadi infeksi intrapartum, ruptur uterus,
cedera dasar panggul, fistula post partum. Dampak pada janin dapat terjadi kaput
suksedaneum, molase kepala janin, pneumonia, cedera/fraktur dan kematian.
Penatalaksanaan keperawatan yang tepat akan sangat membantu mengurangi dan
memperbaiki masalah-masalah yang berhubungan dengan resiko tinggi persalinan
pada distosia. Perencanaan yang tepat dan cepat akan memberikan hasil yang
lebih baik.7

7
BAB II
STATUS PASIEN

2.1. IDENTITAS
1. Nama Pasien : Ny. OD
2. Umur : 22 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Status : Menikah
5. Suku/Agama : Sumatera/Islam
6. Alamat : Mata Merah, Palembang
7. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
8. No. Med. Rec : 00-01-04-76
9. MRS : 01 Oktober 2021

2.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Hamil cukup bulan dengan keluar air-air.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Os mengeluh keluar air-air dari kemaluan sejak 3 jam SMRS, warna jernih,
tidak bau, banyaknya 1x ganti pembalut selama 3 jam. Riwayat mulas menjalar
ke pinggang (+), riwayat keluar keluar darah lendir (+), riwayat perut diurut-
urut (-), riwayat keputihan (-), riwayat post koital (+) 1 hari sebelumnya,
ketuban (+), ketuban kental bau (-), gatal (-). Os sebelumnya kontrol ke Sp.OG
di poli RUD Siti Fatimah. Os mengaku hamil cukup bulan dan gerakan janin
masih dirasakan.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
 Riwayat Hipertensi : Disangkal
 Riwayat Kencing manis : Disangkal
 Riwayat Penyakit Ginjal Kronik : Disangkal
 Riwayat TBC : Disangkal
 Riwayat Asma : Disangkal
 Riwayat Alergi : Disangkal

Riwayat dalam Keluarga


 Riwayat Hipertensi : Disangkal
 Riwayat Kencing manis : Disangkal
 Riwayat Asma : Disangkal
 Riwayat Alergi : Disangkal
 Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal

Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku tidak mendapat pengobatan sebelumnya

Riwayat Seksual dan Pernikahan


Menikah 1 kali, lama pernikahan 1 tahun. Usia ibu saat pertama menikah
21 tahun. Pasien menyangkal adanya dyspareunia, perdarahan pasca koital,
atau pun riwayat infeksi menular seksual.

Riwayat Sosial dan Ekonomi


Pasien tidak bekerja dan suami bekerja sebagai ojek online dan biaya
pengobatan menggunakan biaya BPJS. Kesan Ekonomi menengah ke
bawah.

Riwayat Reproduksi
 Menarche usia 12 tahun
 Siklus haid 28 hari, teratur, lamanya 7 hari, banyaknya 2-3x ganti
pembalut
 HPHT: 7 November 2020

Riwayat Persalinan
 G1P0A0
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
BB : 67 kg
TB : 158 cm
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 96 kali/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,70C

PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala : Normocephali, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher :Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), soliter, bruit (-)
Thorax : Simetris, glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae
hiperpigmentasi (+)

Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi interkostal (-), retraksi
subkostal (-), retraksi suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang dada
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : cembung, warna kulit sama seperti daerah sekitar
Lihat pemeriksaan obstetrik
Ekstremitas
Akral dingin (-), edema pretibial (-), palmar pucat (-)

PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar
TFU 3 jari di bawah processus xhipoideus (37 cm), memanjang, punggung kiri,
presentasi muka, penurunan kepala 5/5, DJJ 140 x/menit, HIS 1x/10’/10”, TBJ
3000 gram.
His
Waktu Kontraksi

19.30 3x dalam 10 menit, 45 detik

20.00 3x dalam 10 menit, 30 detik

21.00 3x dalam 10 menit, 35 detik

22.00 3x dalam 10 menit, 30 detik

23.00 3x dalam 10 menit, 30 detik

00.00 3x dalam 10 menit, 35 detik

01.00 3x dalam 10 menit, 30 detik

02.00 3x dalam 10 menit, 35 detik

Pemeriksan Dalam
Inspekulo: Portio livide, OUE tertutup, flour (+) putih kental, fluktuasi (-),
erosi (-), laserasi (-), polip (-)
Vaginal toucher: Portio lunak, diatas, effacement 0%, pembukaan 1 cm,
Hodge I.
Waktu Hasil
19.30 Pembukaan 5 cm, portio tebal lunak, H1
22.00 Pembukaan 6 cm, portio lunak, H1
00.00 Pembukaan 7 cm, portio lunak, H1
02.00 Pembukaan 7 cm, portio lunak, H1

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM


Pemeriksaan Hasil Satuan
Hematologi
Hb 13,6 g/dl
Eritrosit 4,64 106/ul
Leukosit 13,7 103/ul
Ht 41,5 %
Trombosit 229 103/ul
MCV 89,4 Fl
MCH 29,3 Pg
MCHC 32,8 g/dl
Kimia Klinik
GDS 85 mg/dl
SGOT 16 U/L
SGPT 8 U/L
Ureum 11,6 mg/dl
Kreatinin 0,41 mg/mol
Serologi
HbsAg Nonreaktif -

Pemeriksaan USG Fetomaternal


Tampak janin tunggal hidup presentasi muka
- Biometri janin:
• BPD : 9,45 cm
• HC : 34,3 cm
• AC : 34,1 cm
• FL : 7,44 cm
• EFW : 3443 gr
- Plasenta di corpus posterior
- Cairan ketuban cukup
- Kesan : Hamil 39 weeks, JTH presentasi muka posisi mentoanterior kiri.

2.5. DIAGNOSIS KERJA


G1P0A0 hamil 39 minggu belum inpartu dengan KPD 3 jam Janin Tunggal
Hidup Presentasi Muka.

2.6. PROGNOSIS
Ibu : dubia ad bonam
Anak : dubia ad bonam

2.7. TATALAKSANA
1. Observasi tanda vital ibu, his, DJJ
2. Oksitosin 5 IU
3. IVFD RL 500 cc tiap 6 jam
4. Ampisilin 1 gr/6 jam
5. Gentamisin 80 mg/8 jam

LAPORAN PERSALINAN
Jenis Persalinan: Pervaginam
1 Oktober 2021
Pukul 03.00 WIB
Kehamilan cukup bulan dengan keluhan keluar air-air masuk IGD RSUD Siti
Fatimah. Presentasi muka, dengan penurunan kepala janin 5/5, kontraksi
uterus 1 kali dalam 10 menit, setiap kontraksi berlangsung 10 detik, dan DJJ
140 kali/menit. Mengalami KPD 3 jam. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi
86x/menit, temperature tubuh 36,50C.
Diagnosis: G1P0A0 hamil 39 minggu belum inpartu dengan KPD 3 jam,
janin tunggal hidup presentasi muka.
Penatalaksanaan: Oksitosin 5 IU, RL 500 cc tiap 6 jam, ampisilin 1 gr/6 jam,
gentamisin 80 mg/8 jam.
Pukul 04.00 WIB
Pasien mulai drip oksitosin
Pukul 06.00 WIB
Pasien merasa mules-mules.
Pada pukul 08.00, pasien nerasakan mules-mules semakin bertambah. Dinilai
kontraksi 5 kali dalam 10 menit selama 40 detik, DJJ 150x/menit, effacement
100%, pembukaan 2 cm.
Pukul 09.00, effacement 100%, pembukaan 4 cm, DJJ 160x/menit.
Pukul 10.00, effacement 100%, pembukaan 10 cm, DJJ 150x/menit
Diagnosis: G1P0A0 hamil 39 minggu inpartu kala II janin tunggal hidup
dengan presentasi muka.
Tatalaksana: Pimpin persalinan
Pukul 12.30 WIB
Lahir bayi laki-laki pervaginam, berat badan 3300 gram dan panjang 48 cm.
Bayi menangis spontan, APGAR 8/9. Tidak dilakukan episiotomy dan tidak
terjadi laserasi. Perkiraan kehilangan darah kurang lebih 150 ml. Dilakukan
penatalaksanaan aktif kala tiga.
Pkl. 12.35 WIB
Lahir plasenta lengkap dengan BP 550 gram, PTP 45 cm, dan ukuran 18x19 cm 2.
Dilakukan eksplorasi tidak didapatkan sisa plasenta, portio intak dan tidak
ditemukan perluasan luka. Keadaan ibu postpartum baik, perdarahan aktif tidak
ada.
Pkl 14.35 WIB
Tindakan selesai
INSTRUKSI PASCA PERSALINAN
- Pantau nadi, tekanan darah, pernafasan, suhu tiap jam sampai dengan 2 jam
postpartum
- Diet biasa
- RL 500 cc gtt xx/menit

PEMERIKSAAN KHUSUS NIFAS


S: Habis melahirkan
O: Status presens
KU : Baik
Sensorium: Compos mentis
TD : 120/70 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 37,2oC
Status obstetri
Fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif (-), lochia rubra
(+), vulva dan vagina tenang.
A: P1A0 post partus spontan
P: Observasi tanda vital ibu, kontraksi, dan perdarahan IFVD RL gtt xx/menit
Diet biasa
Mobilisasi secepatnya/dini
ASI on deman
Vulva hygiene setelah mandi (pagi dan sore), setelah BAK dan BAB
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Menurut manuba (1998) persalinan distosia adalah persalinan yang
memerlukan bantuan dari luar karena terjadi penyimpangan dari konsep eutosia 3P
(power, passage, passenger). Distosia adalah persalinan abnormal yang ditandai
oleh kemacetan atau tidak adanya kemajuan dalam persalinan atau persalinan yang
menyimpang dari persalinan eustasia yang menunjukkan kegagalan. ACOG
mendefinisikan distosia persalinan sebagai persalinan abnormal yang dihasilkan dari
abnormalitas tenaga (kontraksi uterus atau gaya ekspulsif ibu), janin (posisi, ukuran,
atau presentasi janin), atau jalan lahir (panggul atau jaringan lunak), distosia
persalinan jarang dapat didiagnosis dengan pasti.7,11
Dalam keadaan normal, letak janin ialah belakang kepala. Bila janin dalam
keadaan malposisi atau malpresentasi, maka dapat terjadi distosia. Malposisi adalah
posisi abnormal ubun-ubun kecil relatif terhadap panggul ibu (misalnya posisi
oksipito posterior), sedangkan malpresentasi adalah semua letak janin selain letak
belakang kepala. Letak janin dapat menyebabkan perpanjangan masa persalinan
(misalnya posisi oksipito – posterior). Demikian juga besarnya janin, janin dengan
berat >4000 gr tidak mudah dilahirkan pervaginam, meskipun ukuran panggul
normal.11

3.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, Distosia terjadi pada 12% persalinan pada wanita
tanpa riwayat persalinan sesar sebelumnya. Distosia dapat menyebabkan
sebanyak 60% dari persalinan sesar. Kejadian mortalitas neonatus pada
persalinan distosia lebih tinggi daripada mortalitas pada maternal. Sebuah
penelitian kohort di Denmark pada 2.810 wanita hamil menemukan bahwa 37%
pasien nulipara mengalami perlambatan persalinan dan 61% nya terjadi saat kala
2.7,8 Partus lama rata-rata di dunia menyebabkan kematian ibu sebesar 8%. Studi
di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh
menemukan bahwa 6,52% persalinan melalui sectio caesarea disebabkan oleh
distosia. 5,10,11

3.3 Etiologi
Distosia dapat diakibatkan oleh empat abnormalitas berbeda, yang
dapat terjadi satu demi satu atau dalam kombinasi:
1. Abnormalitas kekuatan mendorong (ekspulsi) - baik akibat gaya uterus
yang kurang kuat atau kurangnya koordinasi untuk melakukan
pendataran dan dilatasi serviks (disfungsi uterus), maupun kurangnya
upaya otot volunteer selama persalinan dalam kala 2
2. Abnormalitas tulang panggul ibu - yaitu panggul ibu yang sempit
3. Abnormalitas presentasi, posisi, atau perkembangan janin
4. Abnormalitas jaringan lunak saluran reproduksi yang membentuk
halangan bagi turunnya janin.
Abnormalitas ini dapat diringkas berdasarkan mekanismenya menjadi
tiga kategori yang meliputi abnormalitas dari Power, Passenger, dan
Passage. Kombinasi dari abnormalitas ini sering berinteraksi untuk
menyebabkan persalinan disfungsional, dimana ungkapan seperti disproporsi
sefalopelvik dan kegagalan kemajuan sering digunakan untuk
menggambarkan persalinan yang tidak efektif.4

3.4 Klasifikasi
Menurut penyebabnya, distosia diklasifikasikan menjadi 3 golongan, yaitu:1,2
1. Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak tidak
memadai atau distosia kelainan tenaga dan/ HIS (Power):
a) Hypotonic uterine contraction: Kontraksi uterus lebih lemah,
singkat dan jarang dibandingkan normal. Keadaan umum
biasanya baik, dan rasa nyeri tidak seberapa.
b) Hypertonic uterine contraction: His yang terlalu kuat dan sering
menyebabkan persalinan berlangsung singkat tanpa relaksasi
rahim. Hal ini dapat membahayakan bagi ibu karena terjadinya
perlukaan luas pada jalan lahir (dapat menyebabkan ruptur uteri),
sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak
karena mendapat tekanan kuat dalam waktu singkat, dan bahaya
partus presipitatus (< 3 jam).
c) Incoordinated hypertonic uterine contraction: Sifat his yang tidak
berubah dimana tidak ada koordinasi dan sinkronisasi antara
kontraksi dan bagian-bagiannya (bagian atas, tengah, dan bawah
rahim). Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan, apalagi dalam pengeluaran janin.
d) Kekuatan mengejan yang kurang kuat, yang biasanya sering
terjadi pada ibu dengan sesak napas atau kelelahan.
2. Distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin
(Passanger):
a) Posisi oksipitalis posterior persisten (POPP): UUK berada di
posterior dan tidak dapat berputar ke anterior, dapat lahir spontan,
persalinan lebih lama, dan dapat menyebabkan kerusakan jalan
lahir.
b) Presentasi puncak kepala: Terjadi karena kepala janin defleksi
ringan sehingga UUB merupakan bagian terendah
c) Presentasi muka: Apabila kepala janin dalam kedudukan defleksi
maksimal sehingga oksiput tertekan pada punggung.
d) Presentasi dahi: Kedudukan kepala berada antara fleksi maksimal
dan defleksi maksimal sehingga dahi merupakan bagian terendah
e) Presentasi bokong: Terdiri dari presentasi bokong murni,
presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong kaki tidak
sempurna, pada pemeriksaan luar kepala teraba di fundus, dan
pada pemeriksaan dalam teraba sakrum sebagai penunjuk anus,
mungkin juga teraba kaki.
f) Letak lintang: Janin melintang didalam uterus. Punggung janin
bisa berada di atas, di bawah, di depan, atau di belakang.
g) Janin besar (macrosomia): Pertumbuhan janin berlebihan, berat
janin > 4000 gram.
h) Hidrosefalus: Keadaan dimana terjadi penimbunan cairan
serebrospinalis dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi
besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun.
i) Janin kembar melekat (kembar siam/monster duplex): Terjadi
pada janin kembar, melekat dengan penyatuan janin secara lateral,
pada banyak kasus biasanya terjadi persalinan premature.
j) Prolapsus tali pusat.
3. Distosia karena adanya kelainan pada jalan lahir (Passageway):
Kelainan jalan lahir yang dimaksud adalah kelainan pada bagian
keras yaitu tulang panggul seperti panggul sempit, kelainan bawaan
pada panggul, atau pada bagian lunak seperti tumor pada genitalia
interna maupun visera lain didaerah panggul yang menghalangi jalan
lahir.

3.5 Faktor Predisposisi12


1. Paritas
Distosia lebih sering terjadi pada wanita nulipara daripada wanita
multipara. Wanita multipara tanpa persalinan pervaginam sebelumnya,
memiliki peningkatan risiko distosia dibandingkan wanita multipara
lainnya. Kegagalan untuk berkembang pada tahap pertama yang
mengarah ke operasi caesar serta tahap kedua yang berkepanjangan,
terutama mempengaruhi wanita nulipara. Nulipara juga dikaitkan dengan
peningkatan risiko intervensi karena fase tahap dua mengalami
kemacetan (arrest). Proporsi henti jantung sekunder, dibandingkan
dengan persalinan disfungsional primer, lebih besar pada wanita
multipara dibandingkan wanita nulipara dengan distosia persalinan.
2. Usia ibu
Usia ibu yang lanjut dikaitkan dengan distosia persalinan. Satu
studi menemukan bahwa wanita nulipara yang lebih tua memiliki durasi
yang lebih lama dan tingkat distosia yang lebih tinggi pada tahap pertama
dan kedua, dibandingkan dengan wanita yang lebih muda. Untuk wanita
multipara, tidak ada hubungan antara kala satu dengan usia ibu setelah
penyesuaian. Namun, peningkatan risiko kala dua yang berkepanjangan
terlihat di antara wanita bersalin yang lebih tua.
3. Indeks Massa Tubuh Ibu
Wanita dengan Indeks Massa Tubuh (BMI) tinggi menunjukkan
tahap pertama yang lebih lama, terutama di antara wanita nulipara. Untuk
wanita multipara, masuk ke fase aktif 6 cm ditemukan tertunda di antara
wanita gemuk. Semakin meningkatnya BMI, maka semakin meningkat
juga kemungkinan perpanjangan kala I sehingga meningkatkan kejandian
kelahiran sesar. Durasi kala dua tampaknya tidak bervariasi untuk
kategori IMT yang berbeda pada wanita nulipara.
4. Faktor maternal lainnya
Etnis tampaknya mempengaruhi durasi kala II dan risiko distosia
kala II berbeda dengan durasi kala I. Ketika dihubungkan dengan
pengobatan infertilitas, gangguan hipertensi, diabetes gestasional,
polihidramnion dan ketuban pecah dini (KPD) semuanya dikaitkan
dengan kegagalan kemajuan pada tahap pertama persalinan yang
mengarah ke persalinan sesar. Selain itu, polihidramnion, penyakit
hipertensi, diabetes gestasional dan KPD juga dikaitkan dengan tahap
kedua yang berkepanjangan. Perawakan ibu yang pendek berhubungan
dengan distosia persalinan. Ketakutan ibu melahirkan juga dikaitkan
dengan peningkatan durasi persalinan.
5. Karakteristik janin
Ibu dari bayi makrosomia (berat lahir >4000 g atau >4500 g)
mengalami peningkatan angka persalinan lama dan risiko distosia
persalinan. Dibandingkan dengan bayi dengan berat badan normal, berat
lahir >4000 g dikaitkan dengan durasi kala satu persalinan lebih besar
dari persentil ke-95. Selain itu, risiko kegagalan untuk maju pada kala
pertama yang mengarah ke operasi caesar meningkat. Tingkat dan risiko
persalinan kala dua yang berkepanjangan secara signifikan terkait dengan
berat lahir >4000 g.
6. Kala 1 dan Kala 2
Panjang kala 1 dikaitkan dengan durasi kala 2, terlepas dari faktor
risiko yang ada. Dalam satu penelitian, 16% wanita dengan durasi kala
satu lebih besar dari persentil ke-95 memiliki kala dua melebihi persentil
ke-95, dibandingkan dengan 4% pada persalinan dengan kala pertama
kurang dari persentil ke-95. Hasil ini didukung oleh studi lain dengan
peningkatan risiko 2,5 kali lipat.
Wanita dengan persalinan kala pertama yang berkepanjangan
memiliki kehamilan berisiko tinggi yang lebih umum dalam sebuah
penelitian yang membandingkan risiko kegagalan untuk maju pada
persalinan kala satu versus kala kedua. Dibandingkan dengan wanita
dengan persalinan kala dua yang lama, wanita dengan kala satu yang
memanjang lebih tua, multipara, kehamilan posterm dan bayi
makrosomia, mereka juga lebih mungkin memiliki riwayat kematian
perinatal, kebiasaan aborsi, dan pengobatan infertilitas dibandingkan
wanita dengan tahap kedua yang berkepanjangan. Induksi dan komplikasi
seperti penyakit hipertensi, diabetes, KPD, cairan ketuban bernoda
mekonium, poli dan oligohidramnion dan pemantauan yang tidak
meyakinkan juga lebih sering terjadi pada wanita dengan kala satu yang
berkepanjangan dibandingkan dengan wanita dengan kala kedua yang
berkepanjangan.

3.6 Patofisiologi
Gambar 1 menunjukkan proses mekanis tenaga kerja dan hambatan
potensial. Serviks dan rahim bagian bawah ditunjukkan pada akhir
kehamilan dan pada akhir persalinan. Pada akhir kehamilan, kepala janin,
untuk melintasi jalan lahir, harus bertemu dengan segmen bawah rahim
yang relatif tebal dan serviks yang tidak berdilatasi. Otot fundus uteri
kurang berkembang dan mungkin kurang kuat. Kontraksi uterus, resistensi
serviks, dan tekanan ke depan yang dilakukan oleh bagian depan janin
merupakan faktor yang mempengaruhi kemajuan persalinan kala satu.4
Seperti juga ditunjukkan pada Gambar 1B, setelah dilatasi serviks
lengkap, hubungan mekanis antara ukuran dan posisi kepala janin dan
kapasitas panggul, yaitu proporsi fetopelvik, menjadi lebih jelas saat janin
turun. Karena itu, kelainan pada proporsi fetopelvic menjadi lebih jelas
setelah tahap kedua tercapai.4
Kerusakan otot rahim dapat terjadi akibat distensi uterus yang
berlebihan atau persalinan macet atau keduanya. Jadi, persalinan tidak
efektif secara umum diterima sebagai tanda peringatan kemungkinan
disproporsi fetopelvis.4
Meskipun pemisahan artifisial kelainan persalinan menjadi disfungsi
uterus murni dan disproporsi fetopelvis menyederhanakan klasifikasi, ini
merupakan karakterisasi yang tidak lengkap karena kedua kelainan ini
saling terkait erat. Menurut American College of Obstetricians and
Gynecologists (2013), tulang panggul jarang membatasi persalinan
pervaginam. Dengan tidak adanya cara obyektif untuk membedakan secara
tepat kedua penyebab kegagalan persalinan ini, dokter harus mengandalkan
percobaan persalinan untuk menentukan apakah persalinan dapat berhasil
dalam melakukan persalinan pervaginam.4

Gambar 1 Jalan lahir A) akhir dari kehamilan; B) Tahap 2 persalinan

Penyebab distosia dikenal dengan 4P, yaitu:12


 Power (Kekuatan): Kekuatan ekspulsif uterus yang tidak normal.
Kontraksi uterus mungkin hipotonik (kontraksi sinkron tetapi tekanan
selama kontraksi tidak cukup kuat) atau hipertonik (baik tonus basal
meningkat atau kontraksi tidak terkoordinasi dengan baik untuk
menghilangkan dan melebarkan serviks). Upaya sukarela ibu selama
fase mendorong juga bisa tidak efektif.
 Penumpang: Kelainan presentasi, posisi, atau perkembangan janin. Ini
termasuk makrosomia, malposisi dan malformasi kongenital.
 Passage (jalan lahir): Panggul. Kelainan jaringan lunak pada saluran
reproduksi. Kelainan tulang panggul dapat membuat panggul
berkontraksi.
 Psikologis: Keadaan psikologis ibu.

Disporporsi sefalopelvik: istilah untuk menggambarkan persalinan


macet akibat perbedaan antara ukuran kepala janin dan panggul ibu. Saat
ini, tulang panggul jarang membatasi persalinan pervaginam. Saat ini,
sebagian besar kasus disporporsi sefalopelvik, disebabkan oleh malposisi
seperti janin makrosomia, atau akibat kontraksi uterus yang tidak efektif.
Turunnya janin terjadi terutama setelah pembukaan serviks sepenuhnya.
Dengan demikian, disporporsi biasanya didiagnosis pada tahap kedua.

3.7 Manifestasi Klinis


Abnormalitas yang ditunjukkan pada Tabel 1 sering berinteraksi
secara bersamaan untuk menghasilkan persalinan disfungsional. Ekspresi
yang umum digunakan saat ini seperti disproporsi sefalopelvik dan
kegagalan untuk maju digunakan untuk menggambarkan persalinan yang
tidak efektif. Dari jumlah tersebut, disproporsi sefalopelvik adalah istilah
yang mulai digunakan sebelum abad ke-20 untuk menggambarkan
persalinan macet akibat disparitas antara ukuran kepala janin dan panggul
ibu. Tetapi istilah tersebut berasal dari saat indikasi utama untuk persalinan
sesar adalah kontraktur panggul yang jelas karena rakhitis. Disproporsi
absolut seperti itu sekarang jarang terjadi, dan sebagian besar kasus
disebabkan oleh malposisi kepala janin di dalam panggul (asinklitisme) atau
dari kontraksi uterus yang tidak efektif. Disproporsi yang benar adalah
diagnosis yang lemah karena dua pertiga atau lebih wanita yang menjalani
persalinan sesar karena alasan ini kemudian melahirkan bayi baru lahir yang
lebih besar melalui vagina. Frasa kedua, kegagalan untuk berkembang baik
dalam persalinan spontan atau terstimulasi, telah menjadi deskripsi yang
semakin populer tentang persalinan yang tidak efektif. Istilah ini
mencerminkan kurangnya dilatasi serviks yang progresif atau kurangnya
penurunan janin. Istilah yang disajikan pada Tabel 1 dan kriteria
diagnostiknya lebih tepat menggambarkan persalinan abnormal.4

Tabel 1 Manifestasi klinis pada persalinan lama4


 Persalinan lama – kemajuan lambat
Dilatasi serviks atau  Persalinan yang berhenti – tidak ada
penurunan janin yang tidak kemajuan
adekuat  Usaha mendorong yang tidak adekuat –
kekuatan mendorong yang tidak efektif

 Ukuran janin yang besar


Disproporsi fetopelvik  Kapasitas pelvis yang tidak adekuat
 Malpresentasi atau malposisi janin
Ruptur membran tanpa persalinan

3.8 Diagnosis
Friedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada
persalinan untuk menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan. Walaupun
pada tahap persiapan (preparatory-division) hanya terjadi sedikit
pembukaan serviks, cukup banyak perubahan yang berlangsung di
komponen jaringan ikat serviks. Tahap persalinan ini mungkin peka
terhadap sedasi dan anestesia regional. Tahap pembukaan/dilatasi
(dilatational division), saat pembukaan berlangsung paling cepat, tidak
dipengaruhi oleh sedasi atau anestesia regjonal. Tahap Panggul (pelvic
division) berawal dari fase deselerasi pembukaan serviks. Mekanisme klasik
persalinan yang melibatkan gerakan-gerakan pokok janin pada presentasi
kepala, masuknya janin ke panggul (engagement), fleksi, penurunan, rotasi
internal (putaran paksi dalam), ekstensi, dan rotasi eksternal (putaran paksi
luar) terutama berlangsung selama tahap panggul. Namun, dalam praktik
sebenarnya awitan tahap panggul jarang diketahui dengan jelas.1
Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan
persalinan normal adalah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviks
adalah fase laten yang sesuai dengan tahap persiapan dan fase aktif yang
sesuai dengan tahap pembukaan. Friedman membagi lagi fase aktif menjadi
fase akselerasi, fase lereng (kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi.1
Kriteria minimum Friedman untuk fase Iaten ke dalam fase aktif
adalah kecepatan pembukaan serviks 1,2 cm/jam bagi nulipara dan 1,5
cm/jam untuk ibu multipara. Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase
laten berkepanjangan apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara
dan 14 jam pada ibu multipara.1
Pembukaan serviks 3-4 cm atau lebih, disertai adanya kontraksi
uterus, dapat secara meyakinkan digunakan sebagai batas awal persalinan
aktif. Rerata durasi persalinan fase aktif pada nulipara adalah 4,9 jam.
keceparan pembukaan serviks berkisar antara 1,2 sampai 6,8 cm/jam. Secara
spesifik ibu nullipara yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan 3 - 4 cm
dapat diharapkan mencapai pembukaan 8 sampai 10 cm dalam 3 sampai 4
jam.1
Friedman membagi lagi masalah fase aktif menjadi gangguan
protraction (berkepanjangan/berlarut-larut) dan arrest (macet, tak maju). Ia
mendefinisikan protraksi sebagai kecepatan pembukaan atau penurunan
yang lambat, yang untuk nulipara adalah kecepatan pembukaan kurang dari
1,2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm/jam. Untuk multipara,
protraksi didefinisikan sebagai kecepatan pembukaan kurang dari 1,5
cm/jam atau penurunan kurang dari 2 cm/jam. Ia mendefinisikan sebagai
berhentinya secara total pembukaan arau penurunan. Kemacetan pembukaan
(arrest of dilatation) didefinisikan sebagai tidak adanya perubahan serviks
dalam 2 jam, dan kemacetan penurunan (arrest of descent) sebagai tidak
adanya penurunan janin daiam 1 jam.1
Kriteria saat ini yang diajukan oleh American College of
Obstetricians and Gynecologists untuk diagnosis partus lama dan partus
macet diperlihatkan dalam tabel di bawah ini. 1
Tabel 2 Kriteria Diagnostik Kelainan Persalinan Akibat Persalinan Lama atau Persalinan Macet
Pola Persalinan Nulipara Multipara
Persalinan lama (Protraction disorders)
 Pembukaan <1,2 cm/jam <1,5 cm/jam
 Penurunan <1,0 cm/jam <2,0 cm/jam
Persalinan Macet (arrest disorders)
 Tidak ada pembukaan >2 jam >2 jam
 Tidak ada penurunan >1 jam >1 jam

American College of Obstetricians and Gynecologists menyarankan


bahwa sebelum ditegakkan diagnosis kemacetan pada persalinan kala satu,
kedua kriteria ini harus dipenuhi.1
1) Fase laten telah selesai, dengan serviks membuka 4 cm atau lebih.
2) Sudah terjadi pola kontraksi uterus sebesar 200 satuan Montevideo atau
lebih dalam periode 10 menit selama 2 jam tanpa perubahan pada
serviks.

3.9 Tatalaksana
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apa pun, keadaan
ibu yang bersangkutan harus diawasi dengan saksama. Tekanan darah
diukur tiap empat jam, bahkan pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering
apabila ada gejala preeklampsia. Denyut jantung janin dicatat setiap
setengah jam dalam kala I dan lebih sering dalam kala II. Kemungkinan
dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya. Karena ada
persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan
pembedahan dengan narkosis, hendaknya ibu jangan diberi makan biasa
melainkan dalam bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa 5
% dan larutan NaCl isotonik secara intravena berganti-ganti. Untuk
mengurangi rasa nyeri dapat diberikan petidin 50 mg yang dapat diulangi;
pada permulaan kala I dapat diberikan 10 mg morfin. Pemeriksaan dalam
perlu dilakukan, tetapi harus selalu disadari bahwa setiap pemeriksaan
dalam mengandung bahaya infeksi. Apabila persalinan berlangsung 24 jam
tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan penilaian yang saksama
tentang keadaan. Selain penilaian keadaan umum, perlu ditetapkan apakah
persalinan benar-benar sudah mulai atau masih dalam tingkat fake labour,
apakah ada inersia uteri atau incoordinate uterine action; dan apakah tidak
ada disproporsi sefalopelvik biarpun ringan. Untuk menetapkan hal yang
terakhir ini, jika perlu dilakukan pelvimetri roentgenologik atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Apabila serviks sudah terbuka untuk sedikit-
sedikitnya 3 cm, dapat diambil kesimpulan bahwa persalinan sudah mulai.1
Dalam menentukan sikap lebih lanjut perlu diketahui apakah
ketuban sudah atau belum pecah. Apabila ketuban sudah pecah, maka
keputusan untuk menyelesaikan persalinan tidak boleh ditunda terlalu lama
berhubung dengan bahaya infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban
pecah sudah dapat diambil keputusan apakah perlu dilakukan seksio sesarea
dalam waktu singkat atau persalinan dapat dibiarkan berlangsung terus.1

Tabel 3 Kriteria Diagnostik dan Tata Laksana Distosia


Pola persalinan Nullipara Multipara Terapi di Rumah
Sakit
Kelainan Dukungan dan
pembukaan reapi ekspektatif
serviks Seksio sesarea bila
Kemajuan dilatasi <1,2 cm/jam <1,5 cm/jam CPD atau
serviks pada fase obstruksi
aktif
Kemajuan <1 cm/jam <2 cm/jam
turunnya bagian
terendah
Partus macet Infus oksitosin
Fase deselerasi >3 jam >1 jam bila tak ada
memanjang kemajuan, lakukan
Terhentinya >2 jam >2 jam seksio sesaria
dilatasi Seksio sesarea bila
Terhentinya >1 jam >1 jam CPD atau
penurunan bagian obstruksi
terendah
Kegagalan Tidak ada Tidak ada
penurunan bagian penurunan pada penurunan pada
terendah fase deselarasi fase deselarasi
atau kala 2 atau kala 2

1. Tata Laksana Umum9


Segera rujuk ibu ke rumah sakit yang memiliki pelayanan seksio
sesarea.
2. Tata Laksana Khusus9
a. Tentukan penyebab persalinan lama.
1) Power: His tidak adekuat (his dengan frekuensi <3x/10 menit
dan durasi setiap kontraksinya <40 detik)
2) Passenger: malpresentasi, malposisi, janin besar
3) Passage: panggul sempit, kelainan serviks atau vagina, tumor
jalan lahir
4) Gabungan dari faktor-faktor di atas
b. Sesuaikan tatalaksana dengan penyebab dan situasi. Prinsip umum:
1) Lakukan augmentasi persalinan dengan oksitosin dan/atau
amniotomi bila terdapat gangguan Power. Pastikan tidak ada
gangguan passenger atau passage.
2) Lakukan tindakan operatif (forsep, vakum, atau seksio sesarea)
untuk gangguan Passenger dan/atau Passage, serta untuk
gangguan Power yang tidak dapat diatasi oleh augmentasi
persalinan.
3) Jika ditemukan obstruksi atau CPD, tata laksananya adalah
seksio sesarea.
c. Berikan antibiotika (kombinasi ampisilin 2g IV tiap 6 jam dan
gentamisin 5 mg/kgBB tiap 24 jam) jika ditemukan:
1) Tanda-tanda infeksi (demam, cairan pervaginam berbau),
ATAU
2) Ketuban pecah lebih dari 18 jam, ATAU
3) Usia kehamilan <37 minggu
d. Pantau tanda-tanda gawat janin.
e. Catat hasil analisis dan seluruh tindakan dalam rekam medis lalu
jelaskan pada ibu dan keluarga hasil analisis serta rencana tindakan
selanjutnya.
3. Malposisi
Tata Laksana
a. Rotasi spontan dapat terjadi pada 90%kasus.
b. Jika terdapat tanda persalinan macet, denyut jantung janin >180
atau <100 pada fase apapun, lakukan seksio sesarea.
c. Jika ketuban utuh, pecahkan ketuban.
d. Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda
obstruksi, lakukan augmentasi persalinan dengan oksitosin.
e. Jika pembukaan serviks lengkap dan tidak ada kemajuan
fasepengeluaran, periksa kemungkinan obstruksi:
1) Jika tidak ada obstruksi, akhiri persalinan dengan ekstraksi
vakum/ forsep bila syarat-syarat dipenuhi
2) Bila ada tanda obstruksi atau syarat-syarat pengakhiran
persalinan tidak dipenuhi, lakukan seksio sesarea
4. Malpresentasi
a. Presentasi Dahi
Diagnosis
1) Pemeriksaan abdominal: kepala janin lebih separuhnya di atas
pelvis, denyut jantung janin sepihak dengan bagian kecil
2) Pemeriksaan vaginal: oksiput lebihtinggi dari sinsiput, teraba
fontanella anterior dan orbita, bagian kepala masuk pintu atas
panggul (PAP) adalah antara tulang orbita dan daerah ubun-
ubun besar. Ini adalah diameter yang paling besar, sehingga
sulit lahir pervaginam

Gambar 2 Presentasi Dahi

Tata Laksana
1) Lakukan seksio sesarea bila janin hidup.
2) Janin mati, lakukan kraniotomi bila memungkinkan atau seksio
sesarea bila syarat dan sarana kraniotomi tidak terpenuhi.

b. Presentasi Muka
Diagnosis
1) Pemeriksaan abdominal: lekukan akan teraba antara daerah
oksiput dan punggung (sudut Fabre), denyut jantung janin
sepihak dengan bagian kecil janin.
2) Pemeriksaan vaginal: muka dengan mudah teraba, teraba mulut
dan bagian rahang mudah diraba, tulang pipi, tulang orbita;
kepala janin dalam keadaan defleksi maksimal
3) Untuk membedakan mulut dan anus:
a) Anus merupakan garis lurus dengan tuber iskhii
b) Mulut merupakan segitiga dengan prominen molar
Gambar 3 Presentasi Muka

Tata Laksana
1) Posisi dagu anterior:
a) Pembukaan lengkap
i. Lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam
ii. Bila penurunan kurang lancar, lakukan ekstraksi
forsep
b) Pembukaan belum lengkap
i. Bila tidak ada kemajuan pembukaan dan penurunan,
lakukan seksio sesarea
2) Posisi dagu posterior:
a) Pembukaan lengkap
i. Lahirkan dengan seksio sesarea
b) Pembukaan belum lengkap
i. Bila tidak ada kemajuan pembukaan dan penurunan,
lakukan seksio sesarea
ii. Jika janin mati, lakukan kraniotomi atau seksio
sesarea
3) Jangan lakukan ektraksi vakum pada presentasi muka

c. Presentasi Majemuk
Diagnosis
Prolaps ekstremitas bersamaan dengan bagian terendah janin
(kepala/bokong)
Tata Laksana
1) Tata laksana umum
Persalinan spontan hanya bisa terjadi jika janin sangat
kecil/mati dan maserasi.
2) Tata laksana khusus
Coba reposisi:
a) Ibu diletakkan dalam posisi Trendelenburg (knee-chest
position).
b) Dorong tangan ke atas luar dari simfisis pubis dan
pertahankan di sana sampai timbul kontraksi sehingga
kepala turun ke rongga panggul.
c) Lanjutkan penatalaksanaan persalinan normal.
d) Jika prosedur gagal/terjadi prolapsus tali pusat, lakukan
seksio
sesarea.

Gambar 4 Knee-chest position

d. Presentasi Bokong (Sungsang)


Diagnosis
1) Gerakan janin teraba di bagian bawah abdomen.
2) Pemeriksaan abdominal: kepala terletak di bagian atas, bokong
pada daerah pelvis, auskultasi menunjukkan denyut jantung
janin lokasinya lebih tinggi.
3) Pemeriksaan vaginal: teraba bokong atau kaki, sering disertai
adanya mekonium.
Gambar 5 Presentasi Bokong, berturut-turut: presentasi bokong sempurna,
presentasibokong murni, dan presentasi kaki (footling)

Tata Laksana
1) Tata laksana umum
a) Persalinan lama pada presentasi sungsang adalah indikasi
seksio sesarea.
b) Seksio sesarea lebih aman dan direkomendasikan pada:
i. Presentasi bokong pada primigravida
ii. Double footling breech
iii. Pelvis yang kecil atau malformasi
iv. Janin yang sangat besar
v. Bekas seksio sesarea dengan indikasi CPD
vi. Kepala yang hiperekstensi atau defleksi
c) Persalinan pada presentasi kaki sebaiknya dilahirkan dengan
seksio sesarea. Persalinan pervaginam hanya bila:
i. Persalinan sudah sedemikian maju dan pembukaan sudah
lengkap
ii. Bayi preterm yang kemungkinan hidupnya kecil
iii. Bayi kedua pada kehamilan kembar
2) Tata laksana khusus
Pada upaya persalinan pervaginam, lakukan langkah berikut:
a) Tentukan apakah persalinan pervaginam mungkin dilakukan.
Persalinan pervaginam oleh tenaga penolong yang terlatih akan
cenderung aman bila:
i. Pelvis adekuat
ii. Presentasi bokong lengkap/murni
iii. Kepala fleksi
iv. Tidak ada riwayat seksio searea karena CPD
v. Janin tidak terlalu besar
b) Sebelum in partu, usahakan melakukan versi luar apabila
syarat dipenuhi, yaitu:
i. Pembukaan serviks masih kurang dari 3 cm
ii. Usia kehamilan ≥ 37 minggu
iii. Ketuban intak dan air ketuban cukup
iv. Tidak ada komplikasi / kontraindikasi (IUGR,
perdarahan, bekas seksio, kelainan janin, kehamilan
kembar, hipertensi)
v. Persalinan pervaginam masih mungkin dilakukan
c) Jika versi luar berhasil, lakukan asuhan persalinan normal.
d) Jika versi luar tidak berhasil, lakukan persalinan sungsang
pervaginam atau seksio sesarea.
e) Ikuti kemajuan persalinan dengan seksama menggunakan
partograf.
f) Jangan pecahkan ketuban. Bila pecah, periksa apakah ada
prolaps tali pusat.
g) Beritahu ibu untuk tidak mengedan sebelum pembukaan
lengkap.
h) Kepala janin harus lahir dalam waktu maksimal 8 menit sejak
lahir sebatas pusat.
i) Apabila terjadi prolaps tali pusat dan kelahiran pervaginam
tidak memungkinkan, maka lakukan seksio sesarea.
j) Jika denyut jantung <100x/menit atau >180x/menit, lakukan
seksio sesarea. Catatan: Mekonium biasa terdapat pada
persalinan sungsang dan tidak berbahaya selama denyut
jantung janinnormal.
k) Sediakan cunam piper sebagai antisipasi bila terdapat kesulitan
melahirkan kepala (after coming head).

e. Letak Lintang
Diagnosis
1) Pemeriksaan abdominal: sumbu panjang janin teraba
melintang, todal teraba bagian pada pelvis inlet sehingga terasa
kosong.
2) Pemeriksaan vaginal: sebelum in partu tidak ada bagian
terendah yang teraba di pelvis, sedangkan saat in partu yang
teraba adalah bahu, siku atau tangan.
Tata Laksana
1) Lakukan versi luar bila permulaan in partu dan ketuban intak.
2) Bila ada kontraindikasi versi luar, lakukan seksio sesarea.
3) Lakukan pengawasan adanya prolaps tali pusat.
4) Dapat terjadi ruptura uteri bila ibu tidak diawasi.

5. Disproporsi Kepala Panggul (Cephalopelvic Disproportion/CPD)


Diagnosis
a. Terhentinya kemajuan pembukaan serviks dan penurunan kepala
walaupun his adekuat. CPD terjadi akibat janin terlalu besar
dan/atau panggul ibu kecil.
b. Waspadai CPD terutama pada keadaan:
1) Arkus pubis < 900
2) Dalam obstetri modern, pada letak lintang in partu, dilakukan
seksio sesarea walau janin hidup/mati
3) Teraba promontorium
4) Teraba spina iskhiadika
5) Teraba linea innominata
6) Pada primigravida bagian terbawah tidak masuk ke pintu atas
panggul pada usia > 36 minggu
Tata Laksana
a. Lakukan seksio sesarea bila ditemukan tandaCPD.
b. Pada kasus bayi mati, embriotomi atau kraniotomi dapat menjadi
pilihan tindakan bila syarat terpenuhi dan petugas memiliki
kompetensi. Syarat melakukan embriotomi:
1) Janin sudah mati, kecuali pada kasus hidrosefalus
2) Pembukaan serviks > 7 cm
3) Ketuban sudah pecah
4) Jalan lahir normal
5) Tidak terdapat tanda-tanda ruptura uteri
6. Distosia Bahu
Diagnosis
Tanda distosia bahu yang harus diamati adalah:
a. Kesulitan melahirkan wajah dan dagu
b. Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan tertarik
kembali (turtle sign)
c. Kegagalan paksi luar kepaal abayi
d. Kegagalan turunnya bahu
Tata Laksana
a. Tata laksana umum
1) Minta bantuan tenaga kesehatan lain, untuk menolong
persalinan dan resusitasi neonatus bila diperlukan. Bersiaplah
juga untuk kemungkinan perdarahan pascasalin atau robekan
perineum setelah tatalaksana.
2) Lakukan manuver McRobert. Dalam posisi ibu berbaring
telentang, mintalah ia untuk menekuk kedua tungkainya dan
mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya.
Mintalah bantuan 2 orang asisten untuk menekan fleksi kedua
lutut ibu ke arah dada.
Gambar 6 Manuver McRobert
3) Mintalah salah seorang asisten untuk melakukan tekanan
secara simultan ke arah lateral bawah pada daerah
suprasimfisis untuk membantu persalinan bahu.
4) Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat
tinggi, lakukan tarikan yang mantap dan terus menerus ke arah
aksial (searah tulang punggung janin) pada kepala janin untuk
menggerakkan bahu depan di bawah simfisis pubis.

Gambar 7 Penekanan Suprasimfisis


b. Tata laksana khusus
1) Jika bahu masih belum dapat dilahirkan:
a) Buatlah episiotomi untuk memberi ruangan yang cukup
untuk memudahkan manuver internal.
b) Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat
tinggi, masukkan tangan ke dalam vagina pada sisi
punggung bayi.
c) Lakukan penekanan di sisi posterior pada bahu posterior
untuk mengadduksikan bahu dan mengecilkan diameter
bahu.
d) Rotasikan bahu ke diameter oblik untuk membebaskan
distosia bahu.
e) Jika diperlukan, lakukan juga penekanan pada sisi
posterior bahu anterior dan rotasikan bahu ke diameter
oblik.
2) Jika bahu masih belum dapat dilahirkan setelah dilakukan
tindakan di atas:
a) Masukkan tangan ke dalam vagina.
b) Raih humerus dari lengan posterior, kemudian sembari
menjaga lengan tetap fleksi pada siku, pindahka lengan ke
arah dada. Raih pergelangan tangan bayi dan tarik lurus ke
arah vagina. Manuver ini akan memberikan ruangan untuk
bahu anterior agar dapat melewati bawah simfisis pubis.

Gambar 8 Meraih humerus dari lengan posterior dan memindahkan lengan


tersebut ke arah dada
3) Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan
bahu, terdapat manuver-manuver lain yang dapat
dilakukan, misalnya kleidotomi, simfisiotomi, metode
sling atau manuver Zavanelli. Namun manuver-manuver
ini hanya boleh dikerjakan oleh tenaga terlatih.

3.10Komplikasi
Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi salah
satu atau keduanya sekaligus. Dampak persalinan lama pada ibu adalah
sebagai berikut.
1. Infeksi Intapartum
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya
pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri di dalam
cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh
korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin.
Pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah
konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan
memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi
selama persalinan, terutama apabila dicurigai terjadi persalinan lama.
2. Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius
selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada
mereka dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala
janin dan panggul sedemikian besar sehingga kepala tidak cakap (engaged)
dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus menjadi sangat teregang
kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk
cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal
atau oblik yang berjalan melintang di uterus antara simfisis dan umbilikus.
Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominam
segera.

3) Cincin Retraksi Patologis


Walaupun sangat jarang, dapat timbul konstriksi atau cincin lokal
uterus pada persalinan yang berkepanjangan. Tipe yang paling sering adalah
cincin retraksi patologis Bandl, yaitu pembentukan cincin retraksi normal
yang berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat,
disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah utems. Pada
situasi semacam ini cincin dapat terlihat jelas sebagai suatu indentasi
abdomen dan menandakan ancaman akan nrpturnya segmen bawah utenrs.
Konstriksi uterus lokal jarang dijumpai saat ini karena terhambatnya
persalinan secara berkepanjangan tidak lagi dibiarkan.
Konstriksi lokal ini kadang-kadang masih terjadi sebagai konstriksi jam
pasir (hourglass constriction) uterus setelah lahirnya kembar pertama. Pada
keadaan ini, konstriksi tersebut kadang-kadang dapat dilemaskan dengan
anestesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan secara normal, tetapi
kadang-kadang seksio sesarea yang dilakukan dengan segera menghasilkan
prognosis yang lebih baik bagi kembar kedua.
4) Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul,
tetapi tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir
yang terletak di antaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan
yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang
akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya fistula
vesikovaginal, vesikoservikal, atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat
penekanan ini pada persalinan kala dua yang berkepanjangan. Dahulu, saat
tindakan operasi ditunda selama mungkin, penyulit ini sering dijumpai,
tetapi saat ini jarang terjadi kecuali di negara-negara yang belum
berkembang.
5) Cedera Otot-otot Dasar Panggul
Cedera otot-otot dasar panggul atau persarafan atau fasia
penghubungnya merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada
persalinan pervaginam, terutama apabila persalinannya sulit. Saat kelahiran
bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala janin serta
tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan
dan melebarkan dasar panggul sehingga terjadi perubahan fungsional dan
anatomik otot, saraf, dan jaringan ikat. Terdapat semakin besar
kekhawatiran bahwa efek-efek pada otot dasar panggul selama melahirkan
ini akan menyebabkan inkontinensia urin dan alvi serta prolaps organ
panggul. Karena kekhawatiran ini, dalam sebuah jajak pendapat baru-baru
ini terhadap ahli kebidanan perempuan di Inggris, 30 persen menyatakan
kecenderungan melakukan seksio sesarea daripada persalinan pervaginam
dan menyebut alasan pilihan mereka yaitu menghindari cedera dasar
panggul.
Contoh klasik cedera melahirkan adalah robekan sfingter ani yang terjadi
saat persalinan pervaginam. Robekan ini terjadi pada 3 sampai 6 persen
persalinan dan sekitar separuh dari mereka kemudian mengeluhkan adanya
inkontinensia alvi atau gas. Walaupun proses persalinan jelas berperan
penting dalam cedera dasar panggul, insiden, dan jenis cedera yang
dilaporkan sangat bervariasi antara beberapa penelitian. Saat ini masih
terdapat ketidakjelasan mengenai insiden cedera dasar panggul akibat proses
melahirkan dan informasi tentang peran relatif proses obstetrik yang
mendahuluinya masih terbatas.
Infeksi intrapartum bukan saja merupakan penyulit yang serius pada
ibu, tetapi juga merupakan penyebab penting kematian janin dan neonatus.
Hal ini disebabkan bakteri di dalam cairan amnion menembus selaput
amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion, sehingga terjadi
bakterimia pada ibu dan janin. Pneumonia janin, akibat aspirasi cairan
amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya. Berikut ini
adalah dampak partus lama terhadap janin.
1. Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput
suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat
berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius.
Kaput dapat hampir mencapai dasar panggul sementara kepala sendiri
belum cakap. Biasanya kaput suksedaneum, bahkan yang besar sekalipun,
akan menghilang dalam beberapa hari.
2. Molase Kepala janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling
bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang
disebut molase (molding moulage). Biasanya batas median tulang parietal
yang berkontak dengan promontorium benumpang tindih dengan tulang di
sebelahnya; hal yang sama terjadi pada tulang-tulang frontal. Namun, tulang
oksipital terdorong ke bawah tulang parietal. Perubahan-perubahan ini
sering terjadi tanpa menimbulkan kerugian yang nyata. Di lain pihak,
apabila distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan robekan
tentorium, laserasi pembuluh darah janin, dan perdarahan intrakranial pada
janin.
Sorbe dan Dahlgren mengukur diameter kepala janin saat lahir dan
membandingkannya dengan pengukuran yang dilakukan 3 hari kemudian.
Molase paling besar terjadi pada diameter suboksipitobregmatika dan
besarnya rata-rata 0,3 cm dengan kisaran sampai 1,5 cm. Diameter biparietal
tidak dipengaruhi oleh molase kepala janin. Faktor-faktor yang berkaitan
dengan molase adalah nuliparitas, srimulasi persalinan dengan oksitosin,
dan pengeluaran janin dengan ekstraksi vakum. Carlan dkk. melaporkan
suatu mekanisme penguncian (locking mechanism) saat tepi-tepi bebas
tulang kranium saling terdorong ke arah yang lainnya, mencegah molase
lebih lanjut dan mungkin melindungi otak janin. Mereka juga mengamati
bahwa molase kepala janin yang parah dapat terjadi sebelum persalinan.
Holland melihat bahwa molase yang parah dapat menyebabkan perdarahan
subdura fatal akibat robeknya septum duramater, terurama tenrorium
serebeli. Robekan semacam ini dijumpai baik pada persalinan dengan
komplikasi maupun persalinan normal.
Bersamaan dengan molase, tulang parietal, yang berkontak dengan
promontorium, memperlihatkan tanda-tanda mendapat tekanan besar,
kadang-kadang bahkan menjadi datar. Akomodasi lebih mudah terjadi
apabila tulang-tulang kepala belum mengalami osifikasi sempurna. Proses
penting ini mungkin dapat menjadi salah satu penjelasan adanya perbedaan
dalam proses persaiinan dari dua kasus yang tampak serupa dengan ukuran-
ukuran panggul dan kepala identik. Pada satu kasus, kepala lebih lunak dan
mudah mengalami molase sehingga janin dapat lahir spontan. Pada yang
lain, kepala yang mengalami osifikasi tahap lanjut tetap mempertahankan
bentuknya sehingga terjadi distosia.
Tanda-tanda khas penekanan dapat terbentuk di kulit kepala, pada bagian
kepala yang melewati promontorium. Dari lokasi tanda-tanda tersebut, kita
sering dapat memastikan gerakan yang dialami kepala sewaktu melewati
pintu atas panggul. Walaupun jarang, tanda-tanda serupa timbul di bagian
kepala yang pernah berkontak dengan simfisis pubis. Tanda-tanda ini
biasanya lenyap dalam beberapa hari.
Fraktur tengkorak kadang-kadang dijumpai, biasanya setelah dilakukan
upaya paksa pada persalinan. Fraktur ini juga dapat terjadi pada persalinan
spontan atau bahkan seksio sesarea. Fraktur mungkin tampak sebagai alur
dangkal atau cekungan berbentuk sendok tepat di posterior sutura koronaria.
Alur dangkal relatif sering dijumpai, tetapi karena hanya mengenai lempeng
tulang eksternal, fraktur ini tidak berbahaya. Namun yang berbentuk sendok,
apabila tidak diperbaiki secara bedah dapat menyebabkan kematian
neonatus karena fraktur ini meluas mengenai seluruh ketebalan tengkorak
dan membentuk tonjolan-tonjolan permukaan dalam yang melukai otak.
Pada kasus ini, bagian tengkorak yang cekung sebaiknya dielevasi atau
dihilangkan.

3.11 Edukasi dan Pencegahan


Edukasi penting untuk diberikan baik bagi pasien maupun keluarga
pasien mencakup kondisi ibu dan janin, rencana tindakan yang akan dilakukan
beserta risikonya, dan kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Pencegahan
distosia dapat dilakukan dengan mengontrol faktor risiko dan melakukan
manajemen persalinan yang baik. Edukasi pada pasien dan keluarga pasien
perlu mencakup hal-hal berikut:10
1. Kondisi ibu dan janin (tanda vital, kemajuan persalinan, dan penyulit yang
ditemukan)
2. Rencana observasi dan tindakan yang akan dilakukan
3. Komplikasi dari tindakan yang akan dilakukan
Edukasi di atas penting untuk dilakukan karena menyangkut
pengambilan keputusan oleh keluarga terhadap langkah yang akan dilakukan.
Edukasi untuk terus memberikan dukungan kepada pasien juga penting untuk
diberitahukan kepada keluarga pasien. Berdasarkan meta-analisis yang
dilakukan oleh Cochrane pada 5.429 ibu, pemberian dukungan kepada ibu
secara berkelanjutan selama proses persalinan dapat menurunkan durasi
persalinan dengan rerata perbedaan 0,69 jam (IK 95% -1,04 sampai -0,34)
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Selain itu, dari meta analisis di atas
juga didapatkan bahwa ibu yang diberikan dukungan secara kontinyu memiliki
risiko yang lebih rendah untuk melakukan persalinan dibantu dengan alat atau
melalui operasi sectio caesaria.10,11
Edukasi lain yang dapat diberikan untuk mengurangi risiko distosia
adalah latihan otot pelvis, menjaga posisi ibu saat persalinan awal pada posisi
berdiri atau duduk tegak, dan menjaga hidrasi. 12,13
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengendalikan faktor risiko
seperti penggunaan analgesia epidural, berat badan janin lebih dari 4.000 gram,
hidramnion, adanya kelainan pada cairan amnion, membran ketuban yang telah
pecah terlebih dahulu, adanya hipertensi atau diabetes pada ibu, dan
penggunaan obat fertilitas. Pencegahan yang dapat dilakukan pada saat
intrapartum adalah menjaga posisi ibu dalam posisi tegak, menjaga status
hidrasi, dan tidak berlebihan dalam menggunakan anestesi regional.12,14

3.12 Kompetensi
SNPPDI 2019
Distosia 3B
Malpresentasi 2
Partus lama 3B
Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit
tersebut berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan menentukan
rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan
awal, dan merujuk
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi
menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/ atau kecacatan pada
pasien dalam konteks penilaian mahasiswa. Lulusan dokter mampu
menentukan usulan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya.
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny. OD usia 20 tahun dengan G1P0A0 hamil 39 minggu dibawa Ny. JM usia
25 tahun, G2P1A0, dengan usia kehamilan 40 minggu dibawa ke IGD RSUD Siti
Fatimah dengan keluhan utama mulas-mulas yang semakin sering dan kuat. Pada riwayat
perjalanan penyakitnya didapatkan Os mengeluh keluar air-air dari kemaluan sejak 3
jam SMRS, warna jernih, tidak bau, banyaknya 1x ganti pembalut. Pasien juga
mengatakan ada lender bercampur darah yang keluar dari kemaluannya. Riwayat
mulas menjalar ke pinggang (+), riwayat keluar keluar darah lendir (+), riwayat perut
diurut-urut (-), riwayat keputihan (-), gatal di daerah genital (-), riwayat post koital
(+) 1 hari sebelumnya. Riwayat darah tinggi sebelumnya (-), riwayat darah tinggi
pada kehamilan (-), riwayat kencing manis (-), riwayat asma (-) menyingkirkan
adanya penyulit lain.
Pada pemeriksaan luar didapatkan TFU 3 jari di bawah processus xhipoideus
(37 cm), memanjang, punggung kiri, presentasi muka, penurunan kepala 5/5, DJJ 140
x/menit, HIS 1 kali dalam 10 menit dengan lama 10 detik menunjukkan his yang
inadekuat. Detak jantung janin 140 x/menit reguler, hal ini menunjukkan tidak adanya
fetal distress dimana medians normal DJJ adalah antara 120-160 x/menit. Pada
pemeriksaan dalam inspekulo didapatkan portio livide, OUE tertutup, terdapat flour
warna putih dengan konsistensi kental, tidak terdapat erosi, laserasi dan polip. Pada
pemeriksaan dalam vaginal touche didapatkan portio lunak, diatas, effacement 0%,
pembukaan 1 cm, presentasi muka, Hodge I. Hasil dari pemeriksaan obstetrik yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa pasien belum mengalami inpartu.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan obstetrik
didapatkan bahwa pasien baru hamil 1 kali, usia kehamilan 39 minggu, belum inpartu
dengan KPD 3 jam. Pasien hamil cukup bulan, kontraksi his yang makin lama makin
sering dan kuat. Kemudian pada pemeriksaan USG fetomaternal juga didapatkan
bahwa letak janin adalah presentasi muka posisi mentoanterior kiri. Maka dari itu
diagnosis pada pasien ini adalah G 1P0A0 hamil 39 minggu belum inpartu dengan janin
hidup tunggal presentasi muka. Dari pemeriksaan obstetrik dan pemeriksaan USG
fetomaternal, didapatkan faktor risiko yang dapat menjadi penyebab distosia
persalinan pada kasus ini, yaitu faktor janin (passenger) karena terjadi malpresentasi
(presentasi muka) pada janin.
Distosia secara harafiah berarti persalinan yang sulit dan ditandai dengan
kemajuan persalinan yang lambat. Definisi distosia adalah persalinan abnormal yang
ditandai oleh kemacetan atau tidak adanya kemajuan dalam persalinan atau persalinan
yang menyimpang dari persalinan eustasia yang menunjukkan kegagalan. Faktor
penyebab distosia adalah 3P, yaitu power (tenaga/his), passenger (janin), dan passage
(jalan lahir). Pertama adalah power, yaitu his/tenaga ibu yang tidak normal dalam
kekuatan atau sifatnya menyebabkan gangguan pada jalan lahir sehingga persalinan
mengalami hambatan atau kemacetan. Kelainan his terutama ditemukan pada
primigravida, khususnya primigravida tua. Lalu yang kedua adalah passenger, yaitu
distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin, misalnya pada
kasus posisi oksipitalis posterior persisten (POPP), presentasi puncak kepala,
presentasi muka, presentasi dahi, presentasi bokong, letak lintang, janin besar
(macrosomia), hidrosefalus, janin kembar melekat (kembar siam/monster duplex),
dan prolapses tali pusat. Kemudian yang ketiga adalah passage, yaitu kelainan pada
bagian keras yaitu tulang panggul seperti panggul sempit, kelainan bawaan pada
panggul, atau pada bagian lunak seperti tumor pada genitalia interna maupun visera
lain didaerah panggul yang menghalangi jalan lahir.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien kasus ini adalah observasi tanda
vital, his, dan DJJ. Diberikan oksitosin 5 IU, resusitasi cairan IVFD RL 500 cc setiap
6 jam, ampisilin 1 gr/6 jam, dan gentamisin 80 mg/8 jam. Pengecekan laboratorium
darah rutin dan kimia darah perlu dilakukan untuk melihat apakah ada kelainan-
kelainan lain yang bisa menjadi penyulit atau mengakibatkan komplikasi.
Setelah dilakukan observasi dan diberikan drip oksitosin pada pukul 04.00
WIB, pasien memasuki kala I fase aktif pada pukul 09.00 WIB, kemudian hasil
observasi dicatat di partograf. Pada pukul 10.00 WIB, bukaan lengkap (10 cm),
effacement 100% dan DJJ 150x/menit, lalu dipimpin untuk melahirkan secara
pervaginam. Lima dari 6 syarat dalam melakukan persalinan pervaginam pada kasus
sudah terpenuhi, adapun syarat dalam melakukan persalinan pervagiam adalah
sebagai berikut: (1) pembukaan lengkap; (2) presentasi belakang kepala; (3) panggul
luas/tidak ada DKP; (4) ketubah sudah pecah; (5) kepala sudah berada di dasar
panggul; (6) janin tunggal hidup. Pada pasien dilakukan persalinan pervaginam, hal
ini dikarenakan pada kasus presentasi muka dengan mentoanterior kiri dapat
dilakukan persalinan secara pervaginam.
Pukul 12.30 lahir neonatus hidup secara pervaginam, laki-laki, BB 3300 gr,
PB: 48 cm, Apgar Score 8/9, LK: 32 cm. Keadaan umum ibu postpartum baik. Kala II
berjalan selama 2,5 jam yang artinya menunjukkan adanya kala II memanjang yang
disebabkan oleh distosia persalinan, dimana median durasi normal kala II pada
primigravida adalah 50 menit dan bayi lahir tidak lebih dari 2 jam pada primigravida.
Pada kasus ini distosia persalinan terjadi karena faktor disproporsi fetopelvik
(passenger) yaitu malpresentasi. Presentasi muka terjadi apabila sikap janin ekstensi
maksimal sehingga oksiput mendekat ke arah punggung janin dan dagu menjadi
bagian presentasinya. Faktor predisposisi yang meningkatkan kejadian presentasi
muka adalah malformasi janin (0,9%), berat badan lahir <1.500 g (0,71%),
polihidramnion (0,63%), postmaturitas (0,18%), dan multiparitas (0,16%). Berbeda
dengan presentasi dahi, janin dengan presentasi muka masih dapat dilahirkan
pervaginam apabila posisi dagunya di anterior. Sebanyak 49% kasus presentasi muka
tidak terdiagnosis sebelum kala II.
DAFTAR PUSTAKA

1. Alamsyah M. Persalinan Lama. In: Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.


Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2016. p. 562–80.
2. Anim-Somuah M, Smyth RMD, Cyna AM, Cuthbert A. Epidural versus non-
epidural or no analgesia for pain management in labour. Cochrane Database
Syst Rev. 2018;2018(5).
3. Bohren MA, Hofmeyr GJ, Sakala C, Fukuzawa RK, Cuthbert A. Continuous
support for women during childbirth. Cochrane Database Syst Rev.
2017;2017(7).
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et
al. Abnormal Labour. In: Williams Obstetrics. 24th ed. McGraw-Hill
Education; 2014. p. 455–71.
5. Hamilton BE, Hoyert DL, Martin JA, Strobino DM, Guyer B. Annual summary
of vital statistics: 2010-2011. Pediatrics. 2013;131(3):548–58.
6. Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan Edisi Pertama. 2013.
7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Kesehatan Ibu. Vol. 33,
Kenyon Review. Jakarta: Pusat Data dan Informasi; 2014.
8. Jastrow N, Demers S, Gauthier RJ, Chaillet N, Brassard N, Bujold E. Adverse
obstetric outcomes in women with previous cesarean for dystocia in second
stage of labor. Am J Perinatol. 2013;30(3):173–8.
9. Ness A, Goldberg J, Berghella V. Abnormalities of the first and second stages
of labor. Obstet Gynecol Clin North Am. 2005;32(2):201–20.
10. Olsen NS. Abnormal Labour [Internet]. 2017 [cited 2021 Aug 18]. Available
from: https://emedicine.medscape.com/article/273053-overview
11. Paat, J., Suparman, E. & Tendean, H. Persalinan Distosia pada Remaja di Bagian
Obstetri Ginekologi BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-
Clinic [Internet]. 2015;3(2). Tersedia pada:
12. Sandström A. Labour dystocia : Risk factors and consequences for mother and
infant. 2016. 10–21 p.
13. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Obstetris Care
Consensus - Safe prevention of the Primary Cesarean Delivery. Cochrane
Database Syst Rev [Internet]. 2016;2(12):7. Available from:
https://www.acog.org/-/media/Obstetric-Care-Consensus-
Series/oc001.pdf?dmc=1&ts=20190802T0946463531
14. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Dystocia and
Augmentation of Labor. ACOG Pract Bull No 49. 2003;102(6):1445–54.

Anda mungkin juga menyukai