DISTOSIA PERSALINAN
Oleh
Oleh:
Ummul Azizah 04084822124137
Rahma Adellia 04084822124026
Muhammad Zaki Luthfi 04084822124027
Pembimbing
dr. Awan Nurtjahyo, Sp. OG (K)-FER
Case
DISTOSIA PERSALINAN
Oleh:
Ummul Azizah 04084822124137
Rahma Adellia 04084822124026
Muhammad Zaki Luthfi 04084822124027
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Periode 11
Oktober – 13 November 2021
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan case yang berjudul
”Distosia Persalinan”.
Case ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian
Obstetri Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Awan Nurtjahyo, Sp.
OG (K)-FER selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan dan penyusunan case ini.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR....................................................................................v
DAFTAR TABEL.......................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................7
BAB II STATUS PASIEN...........................................................................8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..............................................................13
3.1 Definisi..........................................................................................................16
3.2 Epidemiologi.................................................................................................16
3.3 Etiologi..........................................................................................................17
3.4 Klasifikasi......................................................................................................17
3.5 Faktor Predisposisi........................................................................................19
3.6 Patofisiologi..................................................................................................21
3.7 Manifestasi Klinis..........................................................................................23
3.8 Diagnosis.......................................................................................................24
3.9 Tatalaksana....................................................................................................26
3.10 Komplikasi..................................................................................................39
3.11 Edukasi dan Pencegahan.............................................................................43
3.12 Kompetensi..................................................................................................44
BAB IV ANALISIS KASUS......................................................................46
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................49
DAFTAR GAMBAR
Persalinan atau partu adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan dalam waktu aterem atau cukup bulan (37-42 minggu) spontan dengan
presentasi belakang kepala dan berlangsung selama 18-24 jam tanpa komplikasi
baik pada ibu maupun janin. Persalinan lama, disebut juga dengan distosia,
didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal/sulit. Proses persalinan
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: kekuatan mendorong janin keluar (power)
yang meliputi his (kekuatan uterus), kontraksi otot dinding perut, kontraksi
diafragma dan ligamentum action. Faktor lainnya ialah faktor janin (passanger)
dan faktor jalan lahir (passage).
Prevalensi distosia di dunia diperkirakan antara 4,8 sampai 21% diantara
seluruh persalinan pervaginam. Angka kejadian persalilan kala I memanjang di
Indonesia sebesar 5% dari seluruh penyebab kematian ibu dan persalinan kala I
memanjang menjadi penyebab kematian langsung pada ibu, selain itu distosia
bahu dan asfiksi juga menjadi salah satu penyebab kematian ibu dan bayi.7,11
Dampak distosia pada ibu dapat terjadi infeksi intrapartum, ruptur uterus,
cedera dasar panggul, fistula post partum. Dampak pada janin dapat terjadi kaput
suksedaneum, molase kepala janin, pneumonia, cedera/fraktur dan kematian.
Penatalaksanaan keperawatan yang tepat akan sangat membantu mengurangi dan
memperbaiki masalah-masalah yang berhubungan dengan resiko tinggi persalinan
pada distosia. Perencanaan yang tepat dan cepat akan memberikan hasil yang
lebih baik.7
7
BAB II
STATUS PASIEN
2.1. IDENTITAS
1. Nama Pasien : Ny. OD
2. Umur : 22 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Status : Menikah
5. Suku/Agama : Sumatera/Islam
6. Alamat : Mata Merah, Palembang
7. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
8. No. Med. Rec : 00-01-04-76
9. MRS : 01 Oktober 2021
2.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Hamil cukup bulan dengan keluar air-air.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku tidak mendapat pengobatan sebelumnya
Riwayat Reproduksi
Menarche usia 12 tahun
Siklus haid 28 hari, teratur, lamanya 7 hari, banyaknya 2-3x ganti
pembalut
HPHT: 7 November 2020
Riwayat Persalinan
G1P0A0
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
BB : 67 kg
TB : 158 cm
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 96 kali/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,70C
PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala : Normocephali, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher :Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), soliter, bruit (-)
Thorax : Simetris, glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae
hiperpigmentasi (+)
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi interkostal (-), retraksi
subkostal (-), retraksi suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang dada
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : cembung, warna kulit sama seperti daerah sekitar
Lihat pemeriksaan obstetrik
Ekstremitas
Akral dingin (-), edema pretibial (-), palmar pucat (-)
PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar
TFU 3 jari di bawah processus xhipoideus (37 cm), memanjang, punggung kiri,
presentasi muka, penurunan kepala 5/5, DJJ 140 x/menit, HIS 1x/10’/10”, TBJ
3000 gram.
His
Waktu Kontraksi
Pemeriksan Dalam
Inspekulo: Portio livide, OUE tertutup, flour (+) putih kental, fluktuasi (-),
erosi (-), laserasi (-), polip (-)
Vaginal toucher: Portio lunak, diatas, effacement 0%, pembukaan 1 cm,
Hodge I.
Waktu Hasil
19.30 Pembukaan 5 cm, portio tebal lunak, H1
22.00 Pembukaan 6 cm, portio lunak, H1
00.00 Pembukaan 7 cm, portio lunak, H1
02.00 Pembukaan 7 cm, portio lunak, H1
2.6. PROGNOSIS
Ibu : dubia ad bonam
Anak : dubia ad bonam
2.7. TATALAKSANA
1. Observasi tanda vital ibu, his, DJJ
2. Oksitosin 5 IU
3. IVFD RL 500 cc tiap 6 jam
4. Ampisilin 1 gr/6 jam
5. Gentamisin 80 mg/8 jam
LAPORAN PERSALINAN
Jenis Persalinan: Pervaginam
1 Oktober 2021
Pukul 03.00 WIB
Kehamilan cukup bulan dengan keluhan keluar air-air masuk IGD RSUD Siti
Fatimah. Presentasi muka, dengan penurunan kepala janin 5/5, kontraksi
uterus 1 kali dalam 10 menit, setiap kontraksi berlangsung 10 detik, dan DJJ
140 kali/menit. Mengalami KPD 3 jam. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi
86x/menit, temperature tubuh 36,50C.
Diagnosis: G1P0A0 hamil 39 minggu belum inpartu dengan KPD 3 jam,
janin tunggal hidup presentasi muka.
Penatalaksanaan: Oksitosin 5 IU, RL 500 cc tiap 6 jam, ampisilin 1 gr/6 jam,
gentamisin 80 mg/8 jam.
Pukul 04.00 WIB
Pasien mulai drip oksitosin
Pukul 06.00 WIB
Pasien merasa mules-mules.
Pada pukul 08.00, pasien nerasakan mules-mules semakin bertambah. Dinilai
kontraksi 5 kali dalam 10 menit selama 40 detik, DJJ 150x/menit, effacement
100%, pembukaan 2 cm.
Pukul 09.00, effacement 100%, pembukaan 4 cm, DJJ 160x/menit.
Pukul 10.00, effacement 100%, pembukaan 10 cm, DJJ 150x/menit
Diagnosis: G1P0A0 hamil 39 minggu inpartu kala II janin tunggal hidup
dengan presentasi muka.
Tatalaksana: Pimpin persalinan
Pukul 12.30 WIB
Lahir bayi laki-laki pervaginam, berat badan 3300 gram dan panjang 48 cm.
Bayi menangis spontan, APGAR 8/9. Tidak dilakukan episiotomy dan tidak
terjadi laserasi. Perkiraan kehilangan darah kurang lebih 150 ml. Dilakukan
penatalaksanaan aktif kala tiga.
Pkl. 12.35 WIB
Lahir plasenta lengkap dengan BP 550 gram, PTP 45 cm, dan ukuran 18x19 cm 2.
Dilakukan eksplorasi tidak didapatkan sisa plasenta, portio intak dan tidak
ditemukan perluasan luka. Keadaan ibu postpartum baik, perdarahan aktif tidak
ada.
Pkl 14.35 WIB
Tindakan selesai
INSTRUKSI PASCA PERSALINAN
- Pantau nadi, tekanan darah, pernafasan, suhu tiap jam sampai dengan 2 jam
postpartum
- Diet biasa
- RL 500 cc gtt xx/menit
3.1 Definisi
Menurut manuba (1998) persalinan distosia adalah persalinan yang
memerlukan bantuan dari luar karena terjadi penyimpangan dari konsep eutosia 3P
(power, passage, passenger). Distosia adalah persalinan abnormal yang ditandai
oleh kemacetan atau tidak adanya kemajuan dalam persalinan atau persalinan yang
menyimpang dari persalinan eustasia yang menunjukkan kegagalan. ACOG
mendefinisikan distosia persalinan sebagai persalinan abnormal yang dihasilkan dari
abnormalitas tenaga (kontraksi uterus atau gaya ekspulsif ibu), janin (posisi, ukuran,
atau presentasi janin), atau jalan lahir (panggul atau jaringan lunak), distosia
persalinan jarang dapat didiagnosis dengan pasti.7,11
Dalam keadaan normal, letak janin ialah belakang kepala. Bila janin dalam
keadaan malposisi atau malpresentasi, maka dapat terjadi distosia. Malposisi adalah
posisi abnormal ubun-ubun kecil relatif terhadap panggul ibu (misalnya posisi
oksipito posterior), sedangkan malpresentasi adalah semua letak janin selain letak
belakang kepala. Letak janin dapat menyebabkan perpanjangan masa persalinan
(misalnya posisi oksipito – posterior). Demikian juga besarnya janin, janin dengan
berat >4000 gr tidak mudah dilahirkan pervaginam, meskipun ukuran panggul
normal.11
3.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, Distosia terjadi pada 12% persalinan pada wanita
tanpa riwayat persalinan sesar sebelumnya. Distosia dapat menyebabkan
sebanyak 60% dari persalinan sesar. Kejadian mortalitas neonatus pada
persalinan distosia lebih tinggi daripada mortalitas pada maternal. Sebuah
penelitian kohort di Denmark pada 2.810 wanita hamil menemukan bahwa 37%
pasien nulipara mengalami perlambatan persalinan dan 61% nya terjadi saat kala
2.7,8 Partus lama rata-rata di dunia menyebabkan kematian ibu sebesar 8%. Studi
di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh
menemukan bahwa 6,52% persalinan melalui sectio caesarea disebabkan oleh
distosia. 5,10,11
3.3 Etiologi
Distosia dapat diakibatkan oleh empat abnormalitas berbeda, yang
dapat terjadi satu demi satu atau dalam kombinasi:
1. Abnormalitas kekuatan mendorong (ekspulsi) - baik akibat gaya uterus
yang kurang kuat atau kurangnya koordinasi untuk melakukan
pendataran dan dilatasi serviks (disfungsi uterus), maupun kurangnya
upaya otot volunteer selama persalinan dalam kala 2
2. Abnormalitas tulang panggul ibu - yaitu panggul ibu yang sempit
3. Abnormalitas presentasi, posisi, atau perkembangan janin
4. Abnormalitas jaringan lunak saluran reproduksi yang membentuk
halangan bagi turunnya janin.
Abnormalitas ini dapat diringkas berdasarkan mekanismenya menjadi
tiga kategori yang meliputi abnormalitas dari Power, Passenger, dan
Passage. Kombinasi dari abnormalitas ini sering berinteraksi untuk
menyebabkan persalinan disfungsional, dimana ungkapan seperti disproporsi
sefalopelvik dan kegagalan kemajuan sering digunakan untuk
menggambarkan persalinan yang tidak efektif.4
3.4 Klasifikasi
Menurut penyebabnya, distosia diklasifikasikan menjadi 3 golongan, yaitu:1,2
1. Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak tidak
memadai atau distosia kelainan tenaga dan/ HIS (Power):
a) Hypotonic uterine contraction: Kontraksi uterus lebih lemah,
singkat dan jarang dibandingkan normal. Keadaan umum
biasanya baik, dan rasa nyeri tidak seberapa.
b) Hypertonic uterine contraction: His yang terlalu kuat dan sering
menyebabkan persalinan berlangsung singkat tanpa relaksasi
rahim. Hal ini dapat membahayakan bagi ibu karena terjadinya
perlukaan luas pada jalan lahir (dapat menyebabkan ruptur uteri),
sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak
karena mendapat tekanan kuat dalam waktu singkat, dan bahaya
partus presipitatus (< 3 jam).
c) Incoordinated hypertonic uterine contraction: Sifat his yang tidak
berubah dimana tidak ada koordinasi dan sinkronisasi antara
kontraksi dan bagian-bagiannya (bagian atas, tengah, dan bawah
rahim). Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan, apalagi dalam pengeluaran janin.
d) Kekuatan mengejan yang kurang kuat, yang biasanya sering
terjadi pada ibu dengan sesak napas atau kelelahan.
2. Distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin
(Passanger):
a) Posisi oksipitalis posterior persisten (POPP): UUK berada di
posterior dan tidak dapat berputar ke anterior, dapat lahir spontan,
persalinan lebih lama, dan dapat menyebabkan kerusakan jalan
lahir.
b) Presentasi puncak kepala: Terjadi karena kepala janin defleksi
ringan sehingga UUB merupakan bagian terendah
c) Presentasi muka: Apabila kepala janin dalam kedudukan defleksi
maksimal sehingga oksiput tertekan pada punggung.
d) Presentasi dahi: Kedudukan kepala berada antara fleksi maksimal
dan defleksi maksimal sehingga dahi merupakan bagian terendah
e) Presentasi bokong: Terdiri dari presentasi bokong murni,
presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong kaki tidak
sempurna, pada pemeriksaan luar kepala teraba di fundus, dan
pada pemeriksaan dalam teraba sakrum sebagai penunjuk anus,
mungkin juga teraba kaki.
f) Letak lintang: Janin melintang didalam uterus. Punggung janin
bisa berada di atas, di bawah, di depan, atau di belakang.
g) Janin besar (macrosomia): Pertumbuhan janin berlebihan, berat
janin > 4000 gram.
h) Hidrosefalus: Keadaan dimana terjadi penimbunan cairan
serebrospinalis dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi
besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun.
i) Janin kembar melekat (kembar siam/monster duplex): Terjadi
pada janin kembar, melekat dengan penyatuan janin secara lateral,
pada banyak kasus biasanya terjadi persalinan premature.
j) Prolapsus tali pusat.
3. Distosia karena adanya kelainan pada jalan lahir (Passageway):
Kelainan jalan lahir yang dimaksud adalah kelainan pada bagian
keras yaitu tulang panggul seperti panggul sempit, kelainan bawaan
pada panggul, atau pada bagian lunak seperti tumor pada genitalia
interna maupun visera lain didaerah panggul yang menghalangi jalan
lahir.
3.6 Patofisiologi
Gambar 1 menunjukkan proses mekanis tenaga kerja dan hambatan
potensial. Serviks dan rahim bagian bawah ditunjukkan pada akhir
kehamilan dan pada akhir persalinan. Pada akhir kehamilan, kepala janin,
untuk melintasi jalan lahir, harus bertemu dengan segmen bawah rahim
yang relatif tebal dan serviks yang tidak berdilatasi. Otot fundus uteri
kurang berkembang dan mungkin kurang kuat. Kontraksi uterus, resistensi
serviks, dan tekanan ke depan yang dilakukan oleh bagian depan janin
merupakan faktor yang mempengaruhi kemajuan persalinan kala satu.4
Seperti juga ditunjukkan pada Gambar 1B, setelah dilatasi serviks
lengkap, hubungan mekanis antara ukuran dan posisi kepala janin dan
kapasitas panggul, yaitu proporsi fetopelvik, menjadi lebih jelas saat janin
turun. Karena itu, kelainan pada proporsi fetopelvic menjadi lebih jelas
setelah tahap kedua tercapai.4
Kerusakan otot rahim dapat terjadi akibat distensi uterus yang
berlebihan atau persalinan macet atau keduanya. Jadi, persalinan tidak
efektif secara umum diterima sebagai tanda peringatan kemungkinan
disproporsi fetopelvis.4
Meskipun pemisahan artifisial kelainan persalinan menjadi disfungsi
uterus murni dan disproporsi fetopelvis menyederhanakan klasifikasi, ini
merupakan karakterisasi yang tidak lengkap karena kedua kelainan ini
saling terkait erat. Menurut American College of Obstetricians and
Gynecologists (2013), tulang panggul jarang membatasi persalinan
pervaginam. Dengan tidak adanya cara obyektif untuk membedakan secara
tepat kedua penyebab kegagalan persalinan ini, dokter harus mengandalkan
percobaan persalinan untuk menentukan apakah persalinan dapat berhasil
dalam melakukan persalinan pervaginam.4
3.8 Diagnosis
Friedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada
persalinan untuk menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan. Walaupun
pada tahap persiapan (preparatory-division) hanya terjadi sedikit
pembukaan serviks, cukup banyak perubahan yang berlangsung di
komponen jaringan ikat serviks. Tahap persalinan ini mungkin peka
terhadap sedasi dan anestesia regional. Tahap pembukaan/dilatasi
(dilatational division), saat pembukaan berlangsung paling cepat, tidak
dipengaruhi oleh sedasi atau anestesia regjonal. Tahap Panggul (pelvic
division) berawal dari fase deselerasi pembukaan serviks. Mekanisme klasik
persalinan yang melibatkan gerakan-gerakan pokok janin pada presentasi
kepala, masuknya janin ke panggul (engagement), fleksi, penurunan, rotasi
internal (putaran paksi dalam), ekstensi, dan rotasi eksternal (putaran paksi
luar) terutama berlangsung selama tahap panggul. Namun, dalam praktik
sebenarnya awitan tahap panggul jarang diketahui dengan jelas.1
Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan
persalinan normal adalah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviks
adalah fase laten yang sesuai dengan tahap persiapan dan fase aktif yang
sesuai dengan tahap pembukaan. Friedman membagi lagi fase aktif menjadi
fase akselerasi, fase lereng (kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi.1
Kriteria minimum Friedman untuk fase Iaten ke dalam fase aktif
adalah kecepatan pembukaan serviks 1,2 cm/jam bagi nulipara dan 1,5
cm/jam untuk ibu multipara. Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase
laten berkepanjangan apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara
dan 14 jam pada ibu multipara.1
Pembukaan serviks 3-4 cm atau lebih, disertai adanya kontraksi
uterus, dapat secara meyakinkan digunakan sebagai batas awal persalinan
aktif. Rerata durasi persalinan fase aktif pada nulipara adalah 4,9 jam.
keceparan pembukaan serviks berkisar antara 1,2 sampai 6,8 cm/jam. Secara
spesifik ibu nullipara yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan 3 - 4 cm
dapat diharapkan mencapai pembukaan 8 sampai 10 cm dalam 3 sampai 4
jam.1
Friedman membagi lagi masalah fase aktif menjadi gangguan
protraction (berkepanjangan/berlarut-larut) dan arrest (macet, tak maju). Ia
mendefinisikan protraksi sebagai kecepatan pembukaan atau penurunan
yang lambat, yang untuk nulipara adalah kecepatan pembukaan kurang dari
1,2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm/jam. Untuk multipara,
protraksi didefinisikan sebagai kecepatan pembukaan kurang dari 1,5
cm/jam atau penurunan kurang dari 2 cm/jam. Ia mendefinisikan sebagai
berhentinya secara total pembukaan arau penurunan. Kemacetan pembukaan
(arrest of dilatation) didefinisikan sebagai tidak adanya perubahan serviks
dalam 2 jam, dan kemacetan penurunan (arrest of descent) sebagai tidak
adanya penurunan janin daiam 1 jam.1
Kriteria saat ini yang diajukan oleh American College of
Obstetricians and Gynecologists untuk diagnosis partus lama dan partus
macet diperlihatkan dalam tabel di bawah ini. 1
Tabel 2 Kriteria Diagnostik Kelainan Persalinan Akibat Persalinan Lama atau Persalinan Macet
Pola Persalinan Nulipara Multipara
Persalinan lama (Protraction disorders)
Pembukaan <1,2 cm/jam <1,5 cm/jam
Penurunan <1,0 cm/jam <2,0 cm/jam
Persalinan Macet (arrest disorders)
Tidak ada pembukaan >2 jam >2 jam
Tidak ada penurunan >1 jam >1 jam
3.9 Tatalaksana
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apa pun, keadaan
ibu yang bersangkutan harus diawasi dengan saksama. Tekanan darah
diukur tiap empat jam, bahkan pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering
apabila ada gejala preeklampsia. Denyut jantung janin dicatat setiap
setengah jam dalam kala I dan lebih sering dalam kala II. Kemungkinan
dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya. Karena ada
persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan
pembedahan dengan narkosis, hendaknya ibu jangan diberi makan biasa
melainkan dalam bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa 5
% dan larutan NaCl isotonik secara intravena berganti-ganti. Untuk
mengurangi rasa nyeri dapat diberikan petidin 50 mg yang dapat diulangi;
pada permulaan kala I dapat diberikan 10 mg morfin. Pemeriksaan dalam
perlu dilakukan, tetapi harus selalu disadari bahwa setiap pemeriksaan
dalam mengandung bahaya infeksi. Apabila persalinan berlangsung 24 jam
tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan penilaian yang saksama
tentang keadaan. Selain penilaian keadaan umum, perlu ditetapkan apakah
persalinan benar-benar sudah mulai atau masih dalam tingkat fake labour,
apakah ada inersia uteri atau incoordinate uterine action; dan apakah tidak
ada disproporsi sefalopelvik biarpun ringan. Untuk menetapkan hal yang
terakhir ini, jika perlu dilakukan pelvimetri roentgenologik atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI). Apabila serviks sudah terbuka untuk sedikit-
sedikitnya 3 cm, dapat diambil kesimpulan bahwa persalinan sudah mulai.1
Dalam menentukan sikap lebih lanjut perlu diketahui apakah
ketuban sudah atau belum pecah. Apabila ketuban sudah pecah, maka
keputusan untuk menyelesaikan persalinan tidak boleh ditunda terlalu lama
berhubung dengan bahaya infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban
pecah sudah dapat diambil keputusan apakah perlu dilakukan seksio sesarea
dalam waktu singkat atau persalinan dapat dibiarkan berlangsung terus.1
Tata Laksana
1) Lakukan seksio sesarea bila janin hidup.
2) Janin mati, lakukan kraniotomi bila memungkinkan atau seksio
sesarea bila syarat dan sarana kraniotomi tidak terpenuhi.
b. Presentasi Muka
Diagnosis
1) Pemeriksaan abdominal: lekukan akan teraba antara daerah
oksiput dan punggung (sudut Fabre), denyut jantung janin
sepihak dengan bagian kecil janin.
2) Pemeriksaan vaginal: muka dengan mudah teraba, teraba mulut
dan bagian rahang mudah diraba, tulang pipi, tulang orbita;
kepala janin dalam keadaan defleksi maksimal
3) Untuk membedakan mulut dan anus:
a) Anus merupakan garis lurus dengan tuber iskhii
b) Mulut merupakan segitiga dengan prominen molar
Gambar 3 Presentasi Muka
Tata Laksana
1) Posisi dagu anterior:
a) Pembukaan lengkap
i. Lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam
ii. Bila penurunan kurang lancar, lakukan ekstraksi
forsep
b) Pembukaan belum lengkap
i. Bila tidak ada kemajuan pembukaan dan penurunan,
lakukan seksio sesarea
2) Posisi dagu posterior:
a) Pembukaan lengkap
i. Lahirkan dengan seksio sesarea
b) Pembukaan belum lengkap
i. Bila tidak ada kemajuan pembukaan dan penurunan,
lakukan seksio sesarea
ii. Jika janin mati, lakukan kraniotomi atau seksio
sesarea
3) Jangan lakukan ektraksi vakum pada presentasi muka
c. Presentasi Majemuk
Diagnosis
Prolaps ekstremitas bersamaan dengan bagian terendah janin
(kepala/bokong)
Tata Laksana
1) Tata laksana umum
Persalinan spontan hanya bisa terjadi jika janin sangat
kecil/mati dan maserasi.
2) Tata laksana khusus
Coba reposisi:
a) Ibu diletakkan dalam posisi Trendelenburg (knee-chest
position).
b) Dorong tangan ke atas luar dari simfisis pubis dan
pertahankan di sana sampai timbul kontraksi sehingga
kepala turun ke rongga panggul.
c) Lanjutkan penatalaksanaan persalinan normal.
d) Jika prosedur gagal/terjadi prolapsus tali pusat, lakukan
seksio
sesarea.
Tata Laksana
1) Tata laksana umum
a) Persalinan lama pada presentasi sungsang adalah indikasi
seksio sesarea.
b) Seksio sesarea lebih aman dan direkomendasikan pada:
i. Presentasi bokong pada primigravida
ii. Double footling breech
iii. Pelvis yang kecil atau malformasi
iv. Janin yang sangat besar
v. Bekas seksio sesarea dengan indikasi CPD
vi. Kepala yang hiperekstensi atau defleksi
c) Persalinan pada presentasi kaki sebaiknya dilahirkan dengan
seksio sesarea. Persalinan pervaginam hanya bila:
i. Persalinan sudah sedemikian maju dan pembukaan sudah
lengkap
ii. Bayi preterm yang kemungkinan hidupnya kecil
iii. Bayi kedua pada kehamilan kembar
2) Tata laksana khusus
Pada upaya persalinan pervaginam, lakukan langkah berikut:
a) Tentukan apakah persalinan pervaginam mungkin dilakukan.
Persalinan pervaginam oleh tenaga penolong yang terlatih akan
cenderung aman bila:
i. Pelvis adekuat
ii. Presentasi bokong lengkap/murni
iii. Kepala fleksi
iv. Tidak ada riwayat seksio searea karena CPD
v. Janin tidak terlalu besar
b) Sebelum in partu, usahakan melakukan versi luar apabila
syarat dipenuhi, yaitu:
i. Pembukaan serviks masih kurang dari 3 cm
ii. Usia kehamilan ≥ 37 minggu
iii. Ketuban intak dan air ketuban cukup
iv. Tidak ada komplikasi / kontraindikasi (IUGR,
perdarahan, bekas seksio, kelainan janin, kehamilan
kembar, hipertensi)
v. Persalinan pervaginam masih mungkin dilakukan
c) Jika versi luar berhasil, lakukan asuhan persalinan normal.
d) Jika versi luar tidak berhasil, lakukan persalinan sungsang
pervaginam atau seksio sesarea.
e) Ikuti kemajuan persalinan dengan seksama menggunakan
partograf.
f) Jangan pecahkan ketuban. Bila pecah, periksa apakah ada
prolaps tali pusat.
g) Beritahu ibu untuk tidak mengedan sebelum pembukaan
lengkap.
h) Kepala janin harus lahir dalam waktu maksimal 8 menit sejak
lahir sebatas pusat.
i) Apabila terjadi prolaps tali pusat dan kelahiran pervaginam
tidak memungkinkan, maka lakukan seksio sesarea.
j) Jika denyut jantung <100x/menit atau >180x/menit, lakukan
seksio sesarea. Catatan: Mekonium biasa terdapat pada
persalinan sungsang dan tidak berbahaya selama denyut
jantung janinnormal.
k) Sediakan cunam piper sebagai antisipasi bila terdapat kesulitan
melahirkan kepala (after coming head).
e. Letak Lintang
Diagnosis
1) Pemeriksaan abdominal: sumbu panjang janin teraba
melintang, todal teraba bagian pada pelvis inlet sehingga terasa
kosong.
2) Pemeriksaan vaginal: sebelum in partu tidak ada bagian
terendah yang teraba di pelvis, sedangkan saat in partu yang
teraba adalah bahu, siku atau tangan.
Tata Laksana
1) Lakukan versi luar bila permulaan in partu dan ketuban intak.
2) Bila ada kontraindikasi versi luar, lakukan seksio sesarea.
3) Lakukan pengawasan adanya prolaps tali pusat.
4) Dapat terjadi ruptura uteri bila ibu tidak diawasi.
3.10Komplikasi
Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi salah
satu atau keduanya sekaligus. Dampak persalinan lama pada ibu adalah
sebagai berikut.
1. Infeksi Intapartum
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya
pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri di dalam
cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh
korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin.
Pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah
konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan
memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi
selama persalinan, terutama apabila dicurigai terjadi persalinan lama.
2. Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius
selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada
mereka dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala
janin dan panggul sedemikian besar sehingga kepala tidak cakap (engaged)
dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus menjadi sangat teregang
kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk
cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal
atau oblik yang berjalan melintang di uterus antara simfisis dan umbilikus.
Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominam
segera.
3.12 Kompetensi
SNPPDI 2019
Distosia 3B
Malpresentasi 2
Partus lama 3B
Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit
tersebut berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan menentukan
rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan
awal, dan merujuk
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi
menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/ atau kecacatan pada
pasien dalam konteks penilaian mahasiswa. Lulusan dokter mampu
menentukan usulan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien
selanjutnya.
BAB IV
ANALISIS KASUS
Ny. OD usia 20 tahun dengan G1P0A0 hamil 39 minggu dibawa Ny. JM usia
25 tahun, G2P1A0, dengan usia kehamilan 40 minggu dibawa ke IGD RSUD Siti
Fatimah dengan keluhan utama mulas-mulas yang semakin sering dan kuat. Pada riwayat
perjalanan penyakitnya didapatkan Os mengeluh keluar air-air dari kemaluan sejak 3
jam SMRS, warna jernih, tidak bau, banyaknya 1x ganti pembalut. Pasien juga
mengatakan ada lender bercampur darah yang keluar dari kemaluannya. Riwayat
mulas menjalar ke pinggang (+), riwayat keluar keluar darah lendir (+), riwayat perut
diurut-urut (-), riwayat keputihan (-), gatal di daerah genital (-), riwayat post koital
(+) 1 hari sebelumnya. Riwayat darah tinggi sebelumnya (-), riwayat darah tinggi
pada kehamilan (-), riwayat kencing manis (-), riwayat asma (-) menyingkirkan
adanya penyulit lain.
Pada pemeriksaan luar didapatkan TFU 3 jari di bawah processus xhipoideus
(37 cm), memanjang, punggung kiri, presentasi muka, penurunan kepala 5/5, DJJ 140
x/menit, HIS 1 kali dalam 10 menit dengan lama 10 detik menunjukkan his yang
inadekuat. Detak jantung janin 140 x/menit reguler, hal ini menunjukkan tidak adanya
fetal distress dimana medians normal DJJ adalah antara 120-160 x/menit. Pada
pemeriksaan dalam inspekulo didapatkan portio livide, OUE tertutup, terdapat flour
warna putih dengan konsistensi kental, tidak terdapat erosi, laserasi dan polip. Pada
pemeriksaan dalam vaginal touche didapatkan portio lunak, diatas, effacement 0%,
pembukaan 1 cm, presentasi muka, Hodge I. Hasil dari pemeriksaan obstetrik yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa pasien belum mengalami inpartu.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan obstetrik
didapatkan bahwa pasien baru hamil 1 kali, usia kehamilan 39 minggu, belum inpartu
dengan KPD 3 jam. Pasien hamil cukup bulan, kontraksi his yang makin lama makin
sering dan kuat. Kemudian pada pemeriksaan USG fetomaternal juga didapatkan
bahwa letak janin adalah presentasi muka posisi mentoanterior kiri. Maka dari itu
diagnosis pada pasien ini adalah G 1P0A0 hamil 39 minggu belum inpartu dengan janin
hidup tunggal presentasi muka. Dari pemeriksaan obstetrik dan pemeriksaan USG
fetomaternal, didapatkan faktor risiko yang dapat menjadi penyebab distosia
persalinan pada kasus ini, yaitu faktor janin (passenger) karena terjadi malpresentasi
(presentasi muka) pada janin.
Distosia secara harafiah berarti persalinan yang sulit dan ditandai dengan
kemajuan persalinan yang lambat. Definisi distosia adalah persalinan abnormal yang
ditandai oleh kemacetan atau tidak adanya kemajuan dalam persalinan atau persalinan
yang menyimpang dari persalinan eustasia yang menunjukkan kegagalan. Faktor
penyebab distosia adalah 3P, yaitu power (tenaga/his), passenger (janin), dan passage
(jalan lahir). Pertama adalah power, yaitu his/tenaga ibu yang tidak normal dalam
kekuatan atau sifatnya menyebabkan gangguan pada jalan lahir sehingga persalinan
mengalami hambatan atau kemacetan. Kelainan his terutama ditemukan pada
primigravida, khususnya primigravida tua. Lalu yang kedua adalah passenger, yaitu
distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin, misalnya pada
kasus posisi oksipitalis posterior persisten (POPP), presentasi puncak kepala,
presentasi muka, presentasi dahi, presentasi bokong, letak lintang, janin besar
(macrosomia), hidrosefalus, janin kembar melekat (kembar siam/monster duplex),
dan prolapses tali pusat. Kemudian yang ketiga adalah passage, yaitu kelainan pada
bagian keras yaitu tulang panggul seperti panggul sempit, kelainan bawaan pada
panggul, atau pada bagian lunak seperti tumor pada genitalia interna maupun visera
lain didaerah panggul yang menghalangi jalan lahir.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien kasus ini adalah observasi tanda
vital, his, dan DJJ. Diberikan oksitosin 5 IU, resusitasi cairan IVFD RL 500 cc setiap
6 jam, ampisilin 1 gr/6 jam, dan gentamisin 80 mg/8 jam. Pengecekan laboratorium
darah rutin dan kimia darah perlu dilakukan untuk melihat apakah ada kelainan-
kelainan lain yang bisa menjadi penyulit atau mengakibatkan komplikasi.
Setelah dilakukan observasi dan diberikan drip oksitosin pada pukul 04.00
WIB, pasien memasuki kala I fase aktif pada pukul 09.00 WIB, kemudian hasil
observasi dicatat di partograf. Pada pukul 10.00 WIB, bukaan lengkap (10 cm),
effacement 100% dan DJJ 150x/menit, lalu dipimpin untuk melahirkan secara
pervaginam. Lima dari 6 syarat dalam melakukan persalinan pervaginam pada kasus
sudah terpenuhi, adapun syarat dalam melakukan persalinan pervagiam adalah
sebagai berikut: (1) pembukaan lengkap; (2) presentasi belakang kepala; (3) panggul
luas/tidak ada DKP; (4) ketubah sudah pecah; (5) kepala sudah berada di dasar
panggul; (6) janin tunggal hidup. Pada pasien dilakukan persalinan pervaginam, hal
ini dikarenakan pada kasus presentasi muka dengan mentoanterior kiri dapat
dilakukan persalinan secara pervaginam.
Pukul 12.30 lahir neonatus hidup secara pervaginam, laki-laki, BB 3300 gr,
PB: 48 cm, Apgar Score 8/9, LK: 32 cm. Keadaan umum ibu postpartum baik. Kala II
berjalan selama 2,5 jam yang artinya menunjukkan adanya kala II memanjang yang
disebabkan oleh distosia persalinan, dimana median durasi normal kala II pada
primigravida adalah 50 menit dan bayi lahir tidak lebih dari 2 jam pada primigravida.
Pada kasus ini distosia persalinan terjadi karena faktor disproporsi fetopelvik
(passenger) yaitu malpresentasi. Presentasi muka terjadi apabila sikap janin ekstensi
maksimal sehingga oksiput mendekat ke arah punggung janin dan dagu menjadi
bagian presentasinya. Faktor predisposisi yang meningkatkan kejadian presentasi
muka adalah malformasi janin (0,9%), berat badan lahir <1.500 g (0,71%),
polihidramnion (0,63%), postmaturitas (0,18%), dan multiparitas (0,16%). Berbeda
dengan presentasi dahi, janin dengan presentasi muka masih dapat dilahirkan
pervaginam apabila posisi dagunya di anterior. Sebanyak 49% kasus presentasi muka
tidak terdiagnosis sebelum kala II.
DAFTAR PUSTAKA