Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Diskus intervertebral dibentuk oleh dua komponen yaitu; nukleus pulposus yang terdiri
dari serabut halus dan longgar, berisi sel-sel fibroblast dan dibentuk oleh anulus fibrosus yang
mengelilingi nukleus pulposus yang terdiri dari jaringan pengikat yang kuat. Nyeri tulang
belakang dapat dilihat pada hernia diskus intervertebral pada daerah lumbosakral, hal ini biasa
ditemukan dalam praktek neurologi. Hal ini biasa berhubungan dengan beberapa luka pada tulang
belakang atau oleh tekanan yang berlebihan, biasanya disebabkan oleh karena mengangkat
beban/ mengangkat tekanan yang berlebihan (berat). Hernia diskus lebih banyak terjadi pada
daerah lumbosakral, juga dapat terjadi pada daerah servikal dan thorakal tapi kasusnya jarang
terjadi.
HNP sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi terjadi dengan umur setelah
20 tahun. Menjebolnya (hernia) nucleus pulposus ias ke korpus vertebra diatas atau di bawahnya.
Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertbralis. Menjebolnya sebagian dari nucleus pulposus
ke dalam korpus vertebra dapat dilihat dari foto roentgen polos dan dikenal sebagai nodus
Schmorl. Robekan sirkumferensial dan radikal pada nucleus fibrosus diskus intervertebralis
berikut dengan terbentuknya nodus schomorl merupakan kelainan mendasari “low back pain” sub
kronik atau kronik yang kemudian disusun oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai
khokalgia atau siatika. HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 –S1 kemudian pada C5-C6
dan paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan remaja
tapi kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun. Insiden terbanyak adalah pada kasus
Hernia Lumbo Sakral lebih dari 90 %, dan diikuti oleh kasus Hernia Servikal 5-10 % . 

1.2 RUMUSAN MASALAH

1
1. Apakah pengertian dari HNP?
2. Apakah penyebab dari HNP?
3. Bagaimana pathofisiologi HNP?
4. Bagaimanakah manifestasi dari HNP?
5. Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien HNP?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Untuk mengetahui pengertian dari HNP
2. Untuk mengetahui penyebab dari HNP
3. Untuk mengetahui pathofisiologi dari HNP
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari HNP
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien HNP

BAB II
2
PEMBAHASAN

2.1 DESKRIPSI

Diskus intervertebralis adalah lempengan kartilago yang berbentuk sebuah bantalan di


antara dua tulang belakang. Material yang keras dari fibrosa digabungkan dalam satu kapsul.
Bantalan seperti bola di bagian tengah diskus dinamakan Nukleus Pulposus. Pada herniasi diskus
intervertebralis (ruptur diskus), nukleus pada diskus menonjol ke dalam anulus (cincin fibrosa
sekitar diskus) dengan akibat kompresi saraf.

Protrusi atau ruptur nukleus biasanya didahului dengan perubahan degeneratife yang
terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein dalam polisakarida dalam diskus menurunkan
kandungan air pada nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus
melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Herniasi nukleus pulposus (HNP) terjadi
kebanyakan oleh karena adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai diskus
intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya anulus fibrosus.

Pada kebanyakan klien gejala trauma bersifat singkat. Gejala ini disebabkan oleh cedera
pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau tahun. Kemudian pada generasi
diskus, kapsulnya terdorong kearah amping spinalis, atau mungkin ruptur dan memungkinkan
nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari
kolumna spinal.

HNP adalah keadaan nukleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan kearah
kanalis spinal melalui anulus fibrosus yang sobek. HNP merupakan suatu nyeri yang disebabkan
oleh proses patologis di kolumna vertebralis pada diskus intervertebralis/diskogenik.

2.2 ETIOLOGI
3
 Keadaan akut, injuri pada ligamen, otot dan degenerasi spinal ini akan menyebabkan
nyeri pada punggung (Low Back Pain).
 Degenerasi pada tulang belakang normal pada proses ketuaan, akselerasi trauma,
penggunaan yang berlebihan dan lama, tidak pernah melakukan aktifitas.
 Nyeri punggung akibat spasme otot sehubungan dengan stress.
 Pengalaman masing-masing orang tentang persepsi nyeri punggung berbeda.

2.3 PATOFISIOLOGI

Pada tahap pertama sobeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial. Karena adanya
gaya ampingr yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan menjadi sobekan radial.
Apabila hal ini telah terjadi, maka resiko HNP hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya
saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti gaya traumatic ketika hendak menegakkan
badan waktu terpeleset, mengangkat benda berat, dan sebagiannya.

Menjebolnya (herniasi) nukleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang belakang di


atas atau dibawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertebralis. Menjebolnya sebagian
nukleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat foto rontgen polos dan dikenal sebagai
nodus Schmorl. Sobekan sirkumferensial dan radial pada anulus fibrosus diskus intervertebralis
berikut dengan terbentuknya nodus Schmorl merupakan kelainan yang mendasari low back pain
subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai
iskhialgia atau siatika. Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa
nukleus pulposus menekan radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang berada
dalam lapisan dura. Hal itu terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral. Tidak amping radiks
yang terkena ikat tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L 2 dan terus ke bawah tidak
terdapat medulla spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah tidak akan
menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa diskus intervertebralis
mengalami lisis, sehingga dua amping vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.

Manisfestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bahwa disertai
otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral dan HNP lateral. HNP sentral
akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia, retensi urine. Sedangkan HNP lateral
bermanisfestasi pada rasa nyeri dan nyeri tekan yang terletak pada punggung bawah, ditengah-

4
tengah area bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima
kaki berkurang dan reflex achiler negative. Pada HNP lateral L 4 – L5 rasa nyeri dan nyeri tekan
didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantar, tungkai bawah bagian lateral, dan di
dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan ampin patella amping. Sensibilitas
dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena menurun.

Pada percobaan tes Laseque atau tes mengangkat tungkai yang lurus (straight leg raising),
yaitu mengangkat tungkai secara lururs dengan fleksi pada sendi panggul, akan dirasakan nyeri di
sepanjang bagian belakang (tanda Laseque positif).

Gejala yang sering muncul adalah:

1. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun).
Nyeri menjalar sesuai dengan distribusi saraf skiatik.
2. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus menjalar
ke bagian belakang lutut kemudian ke tungkai bawah.
3. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang saat batuk atau
mengejan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang lama dan nyeri berkurang klien
beristirahat berbaring.
4. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan kekakuan otot
menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.
5. Nyeri bertambah bila daerah L5-S1 (garis antara dua Krista iliaka) ditekan.

2.4 PEMERIKSAAN TAMBAHAN

Pemeriksaan Tambahan

1. X – Foto lumbosakral
 Tidak banyak didapatkan kelainan
 Kadang – kadang didapatkan artrosis, menunjang tanda – tanda devormutas
vertebrap
 Penyempitan diskus intervertibralis
 Untuk menentukan kemungkinan di nyeri krena sponilitis, nroplasma, infeksi
progen
2. Liquor Serebrospinal
5
 biasanya normal
 Jika didapatkan blok akan terjadi prot, indikasi operasi
 Liquor serebrospinal biasanya normal
3. EMG
 Terlihat potensial kecil (fibrolasi) didaerah radiks yang terganggu
 Conduction vilocity menurun
4. Iskografi
Pemeriksaan diskus dengan menggunakan kontras untuk melihat berapa besar daerah
diskus yang keluar di kanalis vertebralis

2.5 PENGKAJIAN
Pengumpulan data subjektif dan objektif pada klien dengan gangguan system persarafan
sehubungan dengan HNP bergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi
pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan HNP meliputi anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic, dan pengkajian psikososial.

2.5.1 ANAMNESIS
Identitas Klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medis. HNP
terjadi pada umur pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin pria dan pekerjaan atau aktivitas
berat (mengangkat benda berat atau mendorong benda berat).
Keluhan utama yang sering menjadi amping klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah nyeri pada punggung bawah.
P : Adanya riwayat trauma (mengangkat atau mendorong benda berat).
Q : Sifat nyeri seperti tertusuk-tusuk atau seperti disayat, mendenyut, seperti kena api, nyeri
tumpul yang terus-menerus. Kaji penyebaran nyeri, apakah bersifat nyeri radikular atay
nyeri acuan (referred pain). Nyeri bersifat menetap, atau hilang timbul, semakin lama
semakin nyeri. Nyeri bertambah hebat karena adanya faktor pencetus seperti gerakan-
gerakan pinggang saat batuk atau mengejan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang
lama dan nyeri berkurang bila dibuat istirahat berbaring. Sifat nyeri khas dari posisi
berbaring ke duduk, nyeri mulai dari pantat dan terus menjalar ke bagian belakang lutut,
kemudian ketungkai bawah. Nyeri bertambah bila ditekan daerah L 5-S1 (garis antara dua
Krista iliaka).
6
R : Letak atau lokasi nyeri. Minta klien menunjukkan nyeri dengan setepat-tepatnya
sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.
S : Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas tubuh, posisi yang
bagaimana yang dapat meredakan rasa nyeri seperti berjalan, menuruni tangga, menyapu,
dan gerakan yang mendesak. Obat-obatan yang sedang diminum seperti ampingr, berapa
lama klien menggunakan obat tersebut.
T : Sifatnya akut, sub-akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersfiat menetap, hilang timbul,
semakin lama semakin nyeri. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa
minggu sampai beberapa tahun).

2.5.2 RIWAYAT PENYAKIT SAAT INI


Kaji adanya riwayat trauma akibat mengangkat atau mendorong benda yang berat.
Pengkajian yang didapat meliputi keluhan paraparesis flasid, parestesia, dan retensi urine.
Keluhan nyeri pada punggung bawah, ditengah-tengah area pantat dan betis, belakang tumit, dan
telapak kaki. Klien sering mengeluh kesemutan (parastesia) atau baal bahkan kekuatan otot
menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.
Pengkajian riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronis, yang juga bias menimbulkan
nyeri punggung bawah yang keluhannya hamper mirip dengan.Keluhan nyeri HNP sangat
diperlukan untuk penegakan masalah klien lebih komprehensif dan memberikan dampak
terhadap intervensi keperawatan selanjutnya.

2.5.3 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputiapakah klien pernah menderita, keganasan


( myeloma multipleks ), dan metabolic ( osteoporosis ) yang semua penyakit ini sering
berhubungan dengan kejadian dan meningkatakn resiko terjadinya herniasi nucleus pulposus
( HNP ).

Pengkajian lainnya adalah menanyakan adanya riwayat hipertensi, riwayat cidera tulang
belakang, diabetes miletus, dan penyakit jantung. Pengkajian ini berguna sebagai data untuk
melakuakan tindakan lainnyan dan menghindari komplikasi.

2.5.4 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

7
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan diabetes
miletus.

2.5.5 PENGKAJIAN PSIKO-SOSIA-SPIRITUAL

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien perlu dilakukan untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, perubahan peran klien dalam keluarga
dan masyarakat, dan respon atau pengaruhnya dalam kehidupn sehari-hari baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.

Apakah klien mengalami dampak yang timbul akibat penyakit seperti ketakutan akan
kecacatan, serta cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah ( gangguan citra tubuh ).

Adanya perubahan berupa paralisis nggota gerak bawah memberikan manifestasi yang
berbeda pada setiap klien yang mengalami gangguan pada tulang belakang. Semakin lama klien
menderita paraparese tersebut, maka mungkin akan bermanifestasi pada koping yang tidak
efektif.

Adanya perubahan hubungan dan peran disebabkan oleh karena klien mengalami
kesuliatan dalam beraktivitas mengakibatkan ketidakmampuan dalam status ekonomi. Pola
persepsi dan konsep diri yang ditemukan adalah klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, dan tidak kooperatif. Karena klien harus menjalani rawat inap maka perawat
harus mengkaji apakah keadaan ini akan member dampak pada ststus ekonomi klien, karena
biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Pengobatan HNPyang
memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga. Hal ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perawat
juga melakukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dan dampak gangguan neurologis yang
akan terjadi pada gaya hidup individu. Persepektif keperawatan dalam mengkaji terdiri dari dua
masalah, yaitu keterbatasan uyang diakibatkan oleh amping neurologis dalam hubungannya
dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi klien dengan
gangguan neurologis di dalam system dukungan individu.

2.5.6 PEMERIKSAAN FISIK

8
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan
fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan persistem dan terarah ( B1-B6 )dengan focus pemeriksaan fisikpada
pemeriksaan B3 ( Brain ) dan B6 ( Bone ) dan dihubungkan dengan keluhan klien.

Keadaan Umum

Pada HNP, keadaan umum biasanya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya
perubahan pada tanda vital meliputi bradikardi, hipotensi yang berhubungan dengan penurunan
aktivitas karena adanya paraparese.

B1 ( Breating )

Jika tidak mengganggu system pernapasan biasanya pada pemeriksaan :

Inspeksi, ditemukan klien tidak mengalami batuk, tidak sesak napas, dan frekuensi pernapaan
normal.

Palpasi, ditemukan taktil fremitus seimbang kana dan kiri.

Perkusi, ditemukan adanya suara resonan pada seluruh lapang paru.

Auskultasi, tidak ditemukan suara bunyi napas tambahan.

B2 ( Blood )

Tidak ada gangguan pada system kardiovaskuler, biasanya kualitas dan frekuensi nadi normal.
Pada auskultasi, tidak ditemukan bunyi jangtung tambahan.

B3 ( Brain )

Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
system lainnya.

Inspeksi umum, kurvatuara yang berlebihan, pandataran arkus lumbal, adanya angulus,
pelvis yang miring / asimetris, muskulatur paravertebral atau pantat yang asimetris, postur
tungkai yang abnormal. Hambatan pada pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai selama
bergerak.

Tingkat kesadaran
9
Tingkat kesadaran klien biasanya kompos mentis.

Pemeriksaan fungsi serebri

Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah launya, nilai gaya bicara klien dan
observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik. Status mental klien yang telah lama menderita
HNP biasanya mengalami perubahan.

Pemeriksaan saraf cranial

Saraf I, biasanya pada klien HNP tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.

Sarah II, hasil test ketajaman penglihatan biasanya normal.

Saraf III, IV, dan VI, klien tidak mengalami gangguan mengangkat kelopak mata, pupil isokor.

Saraf V, pada klien HNP umumnya tidak ditemukan paralisis pada otot wajah dan reflek kornea
biasanya tidak ada kelainan.

Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.

Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.

Saraf XI, tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada stu sisi dan tidak ada fasikulasi, indra
pengecapan normal.

Sistem motorik

 Kaji kekuatan fleksi dan akstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari, dan jari
lainnya dengan meminta klien melakukan gerak fleksi dan ekstensi lal menahan gerakan
tersebut.
 Ditemukan atrofi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan kanan dan
kiri.
 Fakulasi ( kontraksi involunter yang bersifat halus ) pada otot-otot tertentu.
10
Pemeriksaan Refleks

 Reflex Achilles pada HNP L4 – L5 negatif.


 Reflex lutut pada HNP lateral di L4 – L5 negatif.

Sistem sensorik

Lakukan pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, ras dalam, dan rasa getar (vibrasi)
untuk menetukan dermatom yang terganggu sehingga dapat ditentukan radiks yang terganggu.
Palpasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau halus sehingga tidak membingungkan
klien. Palpasi dilakukan pada daerah yang ringan rasa nyerinya amping yang paling terasa nyeri.

B4 ( Bladder )

Kaji keadaan urin meliputi warna, jumlah, dan karakteristik, termasuk berat jenis urin. Penurunan
jumlah urin dan peningkatan jumlah retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada
ginjal.

B5 ( Bowel )

Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan asupan nutrisi yang kurang. Lakukan
pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penlaian ada tidaknya lesi pada mulut atau
perubahan pada lidah. Hal ini dapat menunjukkan adanya dehidrasi.

B6 ( Bone )

Adanya kesulitan dalam beraktivitas dan menggerakkan badan Karen adanya nyeri, kelemahan,
kehilangan sensorik, dan mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

Inspeksi, kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulus, pelvis yang
asimetris, moskulatur paravertebral atau bokong yang asimetris, postur tungkai yang abnormal.
Adanya kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai
selama bergerak.

11
Palpasi, ketika meraba kolumna vertebralis, cari adanya kemungkinan adanya deviasi ke lateral
atau anteroposterior. Palpasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya kea rah yang paling terasa
nyeri.

2.5.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Rontgen foto lumbosakral

 Tidak banyak ditemukan kelainan


 Kadang-kadang ditemukan artrosis, menunjang tanda-tanda deformitas vertebra
 Penyempitan diskus intervertebralis
 Untuk menentukan kemungkinan nyeri karena spondilitis, norplasma, atau infeksi progen.

Cairan Serebrospinal

 Biasanya normal
 Jika didapatkan blok akan terjadi prot, indikasi operasi.

EMG

 Terlihat potensial kecil ( fibrolasi ) didaerah radiks yang terganggu.


 Kecepatan konduksi menuru.

Iskografi. Pemeriksaan diskus diskus menggunakan kontras untuk melihat seberapa besar
daerah diskus yang keluar pada kanalis vertebralis.

Elektroneuromigrafi (ENMG). Untuk mengetahui radiks yang terkena atau melihat


adanya polineuropati.

Tomografi scan. Melihat gambaran vertebra dan jaringan di sekiternya trmasuk diskus
intrvertebralis.

MRI. Pemeriksaan MRI dapat melokalisasi protrusi diskus kecil. Apabila secara klinis
tidak didapatkan pada MRI maka pemeriksaan CT scan dan Mielogram dengan kontras dapat
dilakukan untuk melihat drajat gangguan dalam tubuh dalam siklus vertebralis.

12
Mielografi. Mielografi adalah pemeriksaan denga bahan kontras melalui tindakan lumbal
pungsi dan pemotretan dengan sinar tembus. Dilakukan apabila diketahui adanya penyumbatan
hambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan HNP.

2.5.8 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan rutin dilakukan dengan laboratorium klinik untuk menilai komplikasi cedera
tulang belakang terhadap organ lain.

2.5.9 PENATALAKSANAAN MEDIS

Terapi konservatif

a. Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring ditempat tidur selama beberapa hari dengan sikap yang
baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk, tungkai dalam sikap seleksi pada sendi
panggul dan lutut tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas/per, dengan demikian
tempat tidur harus dari papan yang lurus dan di tutup dengan lembar busa tipis. Tira
baring bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik akut. Lama tira baring
bergantung pada berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita. Pada HNP, klien
memerlukan tira baring dalam waktu yang lebih lama. Setelah tira baring, klien
melakukan latihan atau dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur dan
mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.
b. Medikamentosa
1. Simptomatik
- Analgesik (salisilat, parasetamol),
- Kortikosteroid (prednisone, prednisolon),
- Anti inflamasi non-steroid (AINS) seperti peroksikan,
- Obat penenang minor (diazepam, klordiasepoksid),
2. Kausal; Kolagenese.
c. Fisioterapi
Baisanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan permukaan yang lebih
dalam) untuk relaksasi otot dengan mengurangi lordosis.

Terapi operatif

13
Terapi operatif dilakukan apabila dengan tindakan konservatif tidak memberikan hasil
yang nyata, kambuh berulang, atau terjadi deficit neurologis.

Rehabilitasi

 Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula.


 Agar tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari
(the activity of daily living).
 Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sebagainya.

2.6 DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Nyeri yang berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebralis,


tekanan di daerah distribusi ujung saraf.
2. Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik,
kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan
tungkai.
3. Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuscular,
menurunnya kekuatan atau kesadaran, kehilangan control/koordinasi otot.
4. Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi, tidak
adekuatnya sirkulasi perifer, tirah baring lama.
14
5. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan ketidakberdayaan dan
merasa tidak ada harapan, kehilangan/ perubahan dalam pekerjaan.

2.7 RENCANA INTERVENSI

Nyeri yang berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervetebralis, tekanan di
daerah distribusi ujung saraf.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam, nyeri berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien.
Kriteria hasil: Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala
nyeri 0-1 atau teradaptasi.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4. Nyeri merupakan respons subjektif yang amp

15
dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien
melaporkan skala nyeri biasanya di atas tingkat
cedera.
Bantu klien dalam identifikasi factor pencetus. Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan,
ketegangan, suhu, distensi kandung kemih, dan
berbaring lama.
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
pereda nyeri nonfarmakologi dan non-invasif. nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi nyeri.
Ajarkan Relaksai: Akan melancarkan peredaran darah, sehingga
Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan kebutuhan oksigen oleh jaringan akan
otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
nyeri dan juga tingkatkan relaksai masase.
Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal
yang menyenangkan.
Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa Istirahat akan merelaksasi semua jaringan
nyeri dan berikan posisi yang nyaman misalnya sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
saat klien tidur, sanggah punggung dengan
bantal kecil.
Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab Pengetahuan akan dirasakan membantu
nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri mengurangi nyerinya. Dan dapat menbantu
akan berlangsung. mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana terapeutik.
Observasi tingkat nyeri dan respons motorik Pengkajian yang optimal akan memberikan
klien 30 menit setelah pemberian obat perawat data yang objektif untuk mencegah
analgesic untuk mengkaji efektivitasnya. kemungkinan komplikasi dan melakukan
Setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan intervensi yang tepat.
selama 1-2 hari.
Kolaborasi dengan dokter, pemberian Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga
analgesic. nyeri akan berkurang.

16
Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik, kesuliatn atau
hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam, klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya.
Kriteria hasil: klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi,
bertambahnya kekuatan otot. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji mobilitas yang ada dan observasi Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam
peningkatan kerusakan, kaji secara teratur melakukan aktivitas.
fungsi motorik.
Ubah posisi klien tiap 2 jam. Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan
akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah
yang tertekan.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerakan Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan
aktif pada ekstremitas yang tidak sakit. kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernapasan.
Lakukan gerakan pasif pada ekstremitas yang Otot ampingr akan kehilangan tonus dan
sakit. kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan.
Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Pantau Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan
adanya iritasi, kemerahan, atau luka pada kulit hilangnya sensasi risiko tinggi kerusakan
dan membrane mukosa. integritas kulit memungkinkan komplikasi
imobilisasi.
Bantu klien melakukan latiahn ROM, Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai
perawatan diri sesuai toleransi. kemampuan.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk Peningkatan kemampuan dalam mobilisasi
latihan fisik klien. ekstremitas dapat diinginkan dengan latihan
fisik dari tim fisioterapis.

Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi, tidak adekuatnya
sirkulasi perifer, tirah baring lama.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam, klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
17
Kriteria hasil: Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahanluka, mengetahui penyebab dan cara
pencengahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka, kulit kering.
Intervensi Rasionalisasi
Anjurkan untuk melakukan latihan ROM dan Meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
mobilisasi jika mungkin.
Ubah posisi tiap 2 jam. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran
darah.
Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak Menghindari tekanan yang berlebih pada
di bawah daerah-daerah yang menonjol. daerah yang menonjol.
Lakukan masase pada daerah yang menonjol Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-
yang baru mengalami tekanan pada waktu kapiler.
berubah posisi.
Bersihkan dan keringkan kulit. Jagalah linen Meningkatkan integritas kulit dan mengurangi
tetap kering. risiko kelembapan kulit.
Observasi adanya eritema dan kepucatan dan Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan
palpasi adanya kehangatan dan pelunakan jaringan.
jaringan tiap mengubah posisi.
Jaga kebersihan kulit dan hindari trauma dan Mempertahankan keutuhan kulit.
panas terhadap kulit.

Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuscular, menurunnya


kekuatan dan kesadaran, kehilangan control/koordinasi otot.
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam terdapat perilaku peningkatan dalam perawatan diri.
Kriteria hasil: Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri,
klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan,
mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi Rasionalisasi
Mandiri Membantu dalam mengantisipasi dan
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan klien memenuhi kebutuhan individual.

18
dalam melakukan ADL dalam skala 0-4.
Hindari hal yang tidak dapat dilakukan klien Klien dalam keadaan cemas dan bergantung.
dan bantu bial perlu. Hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan
harga diri klien.
Sadarkan tingkah laku/sugesti tindakan pada Klien memerlukan empati, tetapi perlu
perlindungan kelemahan. Pertahankan mengetahui perawatan yang konsisten dalam
dukungan pola piker, izinkan klien melakukan menangani klien. Sekaligus meningkatkan
tugas, beri saran yang positif untuk usahanya. harga diri, memandirikan klien, dan
menganjurkan klien untuk terus mencoba.
Rencanakan tindakan untuk mengatasi Klien akan mampu melihat dan memakan
keterbatasan penglihatan seperti tempatkan makanan, akan mampu melihat keluar
makanan dan peralatan dalam suatu tempat, masuknya orang keruangan.
dekatkan tempat tidur ke dinding.
Tempatkan perabotan ke dinding, jauhkan dari Menjaga keamanan klien bergerak di sekitar
jalan. tempat tiidur dan menurunkan risiko tertimpa
perabotan.
Beri kesempatan untuk menolong diri seperti Mengurangi ketergantungan.
menggunakan kombinasi pisau dan garpu, sikat
dengan pegangan yang panjang, ekstensi untuk
berpijak pada lantai atau ke toilet, kursi untuk
mandi.
Kaji kemampuan komunikasi untuk buang air Ketidakmampuan berkomunikasi dengan
kecil, kemampuan menggunakan urinal, pispot. perawat dapat menimbulkan masalah
Antarkan klien ke kamar mandi bila kondisi pengosongan kandung kemih oleh karena
memungkinkan. masalah neurogenik.
Identifikasi kebiasaan buang air besar. Meningkatkan latihan dan menolong mencegah
Anjurkan minum dan meningkatkan aktivitas. konstipasi.
Kolaborasi Pertolongan utama terhadap fungsi bowel atau
Pemberian supositoria dan pelumas buang air besar.
feses/pencahar.
Konsul ke dokter untuk terapi okupasi. Untuk mengembangkan terapi dan melengkapi
kebutuhan khusus.

19
Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan ketidakberdayaan dan merasa
tidak ada harapan, kehilangan/perubahan dalam pekerjaan.
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam, koping individu menjadi efektif.
Kriteria hasil: Mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi,
mengakui, dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa
harga diri yang negative.
Intervensi Rasionalisasi
Kaji perubahan akibat gangguan persepsi dan Menentukan bantuan yang diperlukan
hubungan dengan derajat ketidakmampuan. individual dalam menyusun rencana perawatan
atau pemilihan intervensi.
Anjurkan klien untuk mengekspresikan Menunjukkan penerimaa, membantu klien
perasaan termasuk perasaan bersalah pada diri untuk mengenal dan mulai menyesuaikan
sendiri dan kemarahan dengan perasaan tersebut.
Catat ketika klien menyatakan terpengaruh Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh
seperti sekarat atau mengingkari dan atau perasaan negative terhadap gambaran
menyatakan inilah kematian. tubuh dan kemampuanyang menunjukkan
kebutuhan dan intervasi serta dukungan
emosional.
Pernyataan pengakuan terhadap penolakan Membantu klien untuk melihat bahwa perawat
tubuh, meningkatkan kembali fakta tentang menerima kedua bagian sebagai bagian dari
realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi seluruh tubuh. Mengizinkan klien untuk
yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang merasakan adanya harapan dan mulai
sehat. menerima situasi baru.
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan Membantu meningkatkan perasaan harag diri
memperbaiki kebiasaan. dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan.
Anjurkan orang yang terdekat untuk Menghidupkan kembali perasaan kemandirian
mengizinkan klien melakukan sebanyak- dan membantu meningkatkan harga diri serta
banyaknya hal-hal untuk dirinya. mempengaruhi proses rehabilitasi.
Dukung perilaku atau usaha seperti Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan
peningkatan minat atau partisipasi dalam dan pengertian tentang peran individu masa
20
aktivitas rehabilitasi. mendatang.
Monitor gangguan tidur, peningkatan kesulitan Dapat mengindikasikan terjadinya depresi
konsentrasi, letargi, dan penolakan. umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke
yang memerlukan intervensi dan evaluasi lebih
lanjut.
Kolaborasi: rujuk pada ahli neuropsikologi dan Dapat memfasilitasi perubahan peran yang
konseling bila ada indikasi. penting untuk perkembangan perasaan

Cemas yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit dan perubahan kesehatan.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam, kecemasan klien hilang atau berkurang.
Kriteria hasil: Mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang
mempengaruhinya dan menyatakan ansietas berkurang/hilang.
Intervensi Rasionalisasi
Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, Cemas yang berkelanjutan memberikan
kehilangan dan takut. dampak serangan jantung selanjutnya.
Kaji ttanda verbal dan nonverbal kecemasan, Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan
amping klien dan lakukan tindakan bila rasa agitasi, marah, dan gelisah.
menunjukkan perilaku merusak.
Hindari konfrontasi. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan mungkin
memperlambat penyembuhan.
Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi Memberi rangsangan eksternal yang tidak
kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan perlu.
suasana penuh istirahat.
Tingkatkan control sensasi klien. Control sensasi klien (dan dalam menurunkan
ketakutan) dengan cara memberikan informasi
tentang keadaan klien, menekankan pada
penghargaan terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri) yang positif, membantu
latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan,
dan memberikan respons balik yang positif.
Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan Orientassi dapat menurunkan kecemasan.
21
aktivitas yang diharapkan.
Beri kesempatan pada klien untuk Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
mengungkapkan ansietasnya. kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
Berikat privasi untuk klien dan orang terdekat. Member waktu untuk mengekspresikan
perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku
adaptassi. Adanya keluarga dan teman-teman
yang dipilih klien untuk melayani aktivitas dan
pengalihan (misalnya membaca) akan
menurunkan perasaan terisolasi.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Hernia nukleus pulposus merupakan penyakit yang disebabkan oleh trauma atau
perubahan degeneratif yang menyerang massa nukleus pada daerah vertebra L4-L5, L5-S1, atau
C5-C6 yang menimbulkan nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang atau kambuh.
Hernia dibagi menjadi tiga klasifiksi, yaitu hernia lumbosacralis, hernia servikalis, hernia
thorakalis. Dimana pada hernia lumbosacralis penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar,
bisanya oleh kejadian luka posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non
trauma adalah kejadian yang berulang. Gejala utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung

22
bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. Dimana nyeri tersebut terjadi tergantung
dimana piringan tersebut mengalami herniasi dan dimana pusat syaraf tulang punggung terkena.
Nyeri tersebut terasa sepanjang lintasan syaraf yang tertekan oleh piringan yang turun berok. 

 3.2 SARAN
Diharapkan bagi pembaca setelah membaca makalah ini khususnya perawat dapat
memahami dan mengerti serta dapat mengaplikasikan tindakan yang harus dilakukan apabila
mendapati klien hernia nucleus pulposus. 

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta. Salemba Medika

23

Anda mungkin juga menyukai