Anda di halaman 1dari 10

I.

KONSEP DASAR
1. Definisi
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) atau protrusi diskus invertebralis (PDI)
adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan pada diskus invertebralis ke dalam
kanalis vertebralis (protursi diskus) atau nucleus pulposus yang terlepas sebagian
tersendiri di dalam kanalis vertebralis (rupture discus).
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah menonjolnya nucleus dari diskus ke
dalam annulus (cincin fibrosa sekitar diskus) dengan akibat kompresi saraf
(Smeltzer, 2001)
HNP adalah penyakit yang disebabkan oleh trauma atau perubahan
degenerative yang menyerang massa nucleus pada daerah vertebra L4-L5, L5-S1
atau C5-C6 yang menimbulkan nyeri pungung bawah yang berat, kronik dan
berulang atau kambuh.
2. Etiologi
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 S1 kemudian pada C5-C6 dan
paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang terjadi pada anak-anak dan
remaja tapi kejadiannya meningkat dengan umur setelah 20 tahun. HNP terjadi
karena proses degenratif diskus intervetebralis.
-

Keadaan akut, injuri pada ligamen, otot dan degenerasi spinal ini akan
menyebabkan nyeri pada punggung (Low Back Pain).

Degenerasi pada tulang belakang normal pada proses ketuaan, akselerasi


trauma, penggunaan yang berlebihan dan lama, tidak pernah melakukan
aktifitas.

Nyeri punggung akibat spasme otot sehubungan dengan stress.

Pengalaman masing-masing orang tentang persepsi nyeri punggung


berbeda.

HNP dapat disebabkan karena:


Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra
-

Spinal stenosis
Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat, dll
Pembentukan osteophyte
Degenerasi dan degradasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus
mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi
dari nucleus hingga annulus.

3. Manifestasi Klinis
- Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas
- Nyeri tulang belakang

Kehilangan kontrol dari anus atau kadung kemih sebagian atau lengkap
Gejala hernia nucleus pulposus (HNP) adalah nyeri di daerah diskus yang

mengalami herniasasi diikuti dengan gejala pada daerah yang diinorvasi oleh
diskus yang mengalami herniasi yang berupa pengobatan nyeri ke daerah tersebut,
mati rasa. Hal lain yang perlu diketahui adalah nyeri pada hernia nucleus pulposus
ini diperberat dengan meningkatnya tekanan cairan intraspinal (membungkuk,
mengangkat, mengejan, batuk, bersin juga ketegangan atau spasme otot), akan
berkurang jika tirah baring.
Gejala utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bawah disertai otototot sekitar lesi dan nyeri tekan.
HNP terbagi atas :
a.

HNP sentral
HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia, dan retensi

urine
b. HNP lateral
Rasa nyeri terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah abtra pantat dan
betis, belakang tumit dan telapak kaki.Ditempat itu juga akan terasa nyeri tekan.
Kekuatan ekstensi jari ke V kaki berkurang dan refleks achiler negatif. Pada
HNP lateral L 4-5 rasa nyeri dan tekan didapatkan di punggung bawah, bagian
lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan
ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks patela negatif.Sensibilitas [ada
dermatom yang sdesuai dengan radiks yang terkena menurun. Pada percobaan
lasegue atau test mengnagkat tungkai yang lurus (straigh leg raising) yaitu
mengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi di sendi panggul, akan dirasakan
nyeri disepanjang bagian belakang (tanda lasefue positif).
4. Komplikasi
- Infeksi luka karena tindakan pembedahan HNP
- Kerusakan penanaman tulang setelah fusi spinal
5. Patofisiologi
Nukleus pulposus terdiri dari jaringan penyambung longgar dan sel-sel
kartilago yang mempunyai kandungan air yang tinggi.Nukleus pulposus bergerak,
cairan menjadi padat dan rata serta melebar di bawah tekanan dan
menggelembungkan annulus fibrosus.
Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus
pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteri radikulasi berada

dalam bungkusan dura.Hal ini terjadi bila penjebolan di sisi lateral.Bilamana tempat
herniasinya di tengah, maka tidak ada radiks yang terkena.
Salah satu akibat dari trauma sedang yang berulangkali mengenai diskus
intervertebrais adalah terobeknya annulus fibrosus. Pada tahap awal, robeknya
anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial, karena gaya traumatik yang berkalikali, berikutnya robekan itu menjadi lebih besar dan disamping itu timbul sobekan
radikal. Kalau hal ini sudah terjadi, maka soal menjebolnya nukleus pulposus
adalah soal waktu dan trauma berikutnya saja.
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan
degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida
dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus.Perkembangan pecahan
yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus.Setela
trauma jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago
dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan
gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa
bulan maupun tahun.Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong
ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus
terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna
spinal.
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus
menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam
bungkusan dura.Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral.Bilamana tempat
herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena
pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka
herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis
sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.Diskus
Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan
diantara tubuh vertebra.Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu
kapsul.Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus.HNP
merupakan rupturnya nukleus pulposus.(Brunner & Suddarth, 2002).
Diskus intervertebral dibentuk oleh dua komponen yaitu; nukleus pulposus
yang terdiri dari serabut halus dan longgar, berisi sel-sel fibroblast dan dibentuk

oleh anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus yang terdiri dari jaringan
pengikat yang kuat.
Nyeri tulang belakang dapat dilihat pada hernia diskus intervertebral pada
daerah lumbosakral, hal ini biasa ditemukan dalam praktek neurologi.Hal ini biasa
berhubungan dengan beberapa luka pada tulang belakang atau oleh tekanan yang
berlebihan, biasanya disebabkan oleh karena mengangkat beban/ mengangkat
tekanan yang berlebihan (berat).
Hernia diskus lebih banyak terjadi pada daerah lumbosakral, juga dapat terjadi
pada daerah servikal dan thorakal tapi kasusnya jarang terjadi.HNP sangat jarang
terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi terjadi dengan umur setelah 20 tahun.
Menjebolnya (hernia)nucleus pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau di
bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertbralis.Menjebolnya sebagian
dari nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat dari foto roentgen
polos dan dikenal sebagai nodus Schmorl.Robekan sirkumferensial dan radikal pada
nucleus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus
schomorl merupakan kelainan mendasari low back painsub kronik atau kronik
yang kemudian disusun oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai
khokalgia atau siatika.
6. Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
1) Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari
dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk dimana
tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut. tertentu. Tempat
tidur tidak boleh memakai pegas/per dengan demikina tempat tidur harus
dari papan yang larus dan ditutup dengan lembar busa tipis.Tirah baring
bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik akut. Lama tirah baring
tergantung pada berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita. Pada
HNP memerlukan waktu yang lebih lama.Setelah berbaring dianggp cukup
maka dilakukan latihan / dipasang korset untuk mencegah terjadinya
kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.
2) Medikamentosa
- Symtomatik
Analgetik
(salisilat,
parasetamol),
kortikosteroid

(prednison,

prednisolon), anti-inflamasi non-steroid (AINS) seperti piroksikan,


antidepresan trisiklik (amitriptilin), obat penenang minor (diasepam,
klordiasepoksid).

Kausal
Kolagenese
3) Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermy (pemanasan dengan jangkauan
permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurnagi
lordosis.
b. Terapi operatif
Terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan konservatif tidak
memberikan hasil yang nyata, kambuh berulang atau terjadi defisit neurologik
c. Rehabilitasi
1) Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula
2) Agar tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam melakkan kegiatan
sehari-hari (the activity of daily living)
3) Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kencing dan
sebagainya).
7. Pengkajian
a. Identitas
HNP terjadi pada umur pertengahan, kebanyakan pada jenis kelamin pria dan
pekerjaan atau aktivitas berat (mengangkat baran berat atau mendorong benda
berat)
b. Keluhan Utama
Nyeri pada punggung bawah
- P: Trauma (mengangkat atau mendorong benda berat)
- Q: Sifat nyeri seperti ditusuk-tusuk atau seperti disayat, mendenyut, seperti
kena api, nyeri tumpul atau kemeng yang terus-menerus. Penyebaran nyeri
apakah bersifat nyeri radikular atau nyeri acuan (referred fain). Nyeri tadi
-

bersifat menetap, atau hilang timbul, makin lama makin nyeri .


R: Letak atau lokasi nyeri menunjukkan nyeri dengan setepat-tepatnya

sehingga letak nyeri dapat diketahui dengan cermat.


S: Pengaruh posisi tubuh atau atau anggota tubuh berkaitan dengan aktivitas
tubuh, posisi yang bagaimana yang dapat meredakan rasa nyeri dan
memperberat nyeri. Pengaruh pada aktivitas yang menimbulkan rasa nyeri
seperti berjalan, turun tangga, menyapu, gerakan yang mendesak. Obat-

oabata yang ssedang diminum seperti analgetik, berapa lama diminumkan.


T: Sifanya akut, sub akut, perlahan-lahan atau bertahap, bersifat menetap,

hilng timbul, makin lama makin nyeri.


c. Riwayat Keperawatan

Apakah klien pernah menderita Tb tulang, osteomilitis, keganasan

(mieloma multipleks), metabolik (osteoporosis)


Riwayat menstruasi, adneksitis dupleks kronis, bisa menimbulkan nyeri

punggung bawah.
d. Status mental
Pada umumnya klien menolak bila langsung menanyakan tentang banyak
pikiran/pikiran sedang (ruwet). Lebih bijakasana bila kita menanyakan
kemungkinan adanya ketidakseimbangan mental secara tidak langsung (faktorfaktor stres)
e. Keadaan umum
f. Pemeriksaan tanda-tanda vital, dilengkapi pemeriksaan jantung, paru-paru,
perut.
Inspeksi:
Inspeksi punggung, pantat dan tungkai dalam berbagai posisi dan gerakan

untuk evalusi neyurogenik


Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal,adanya angulus,
pelvis ya ng miring/asimitris, muskulatur paravertebral atau pantat yang

asimetris, postur tungkai yang abnormal.


Hambatan pada pegerakan punggung, pelvis dan tungkai selama begerak.
Klien dapat menegenakan pakaian secara wajar/tidak
Kemungkinan adanya atropi, faskulasi, pembengkakan, perubahan warna
kulit.

Palpasi dan perkusi


- Paplasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau halus sehingga
-

tidak membingungkan klien


Paplasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling terasanyeri.
Ketika meraba kolumnavertebralis dicari kemungkinan adanya deviasi ke

lateral atau antero-posterior


Palpasi dna perkusi perut, distensi pewrut, kandung kencing penuh dll.

g. Neuorologik
Pemeriksaan motoric :
- Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari dan
jari lainnya dengan menyuruh klien unutk melakukan gerak fleksi dan ekstensi
-

dengan menahan gerakan.


Atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan kanankiri.

- Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu.


Pemeriksan sensorik :

Pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa getar
(vibrasi) untuk menentukan dermatom mana yang terganggu sehingga dapat
ditentuakn pula radiks mana yang terganggu.
Pemeriksaan reflex :
- Refleks lutut /patela/hammer (klien bebraring.duduk dengan tungkai
-

menjuntai), pada HNP lateral di L4-5 refleks negatif.


Refleks tumit.achiles
(klien dalam posisi berbaring, luutu posisi fleksi, tumit
Internal
diletakkan diatas tungkai yang satunya dan ujung kaki ditahan dalam posisi
Aging
factor
(30-50
th)
dorsofleksi
ringan,
kemudian
tendon achiles dipukul. Pada aHNP lateral 4-5

refleks ini negatif.

range of movement
(ROM) :
KehilanganPemeriksaan
protein polisakaraida
dlm diskus
Pemeriksaan ini dapat dilakukan aktif atau pasif untuk memperkirakan
derajat nyeri, functio laesa, atau untuk mememriksa ada/tidaknya penyebaran

nyeri
II.
PATHWAYS
ukleus: manhan beban
Kemampuan
& sbg bantalan
nukleus menahan air berkurang
Eksternal
Cedera/trauma

Diskus mengerut

Pe vaskularisasi
Diskus krg elastis
Melakukan aktifitas berat

HNP

Diktus interbertebralis mengalami lisis


2 korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan

Nervus ischiadikus terjepit


Kelemahan otot & hilangnya refleks tendon patella
&achilles
Mengenai
konul kauda ekuina

Ischialgia

Nyeri kaki, bokong, paha belakang

Paralisis bladder & kelemahan sfingter

III.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d Kompresi saraf, spasme otot
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan
Neuromuskulus
3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual
4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis dan
tindakan pengobatan

IV.

RENCANA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d kompresi saraf, spasme otot
- Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus / yang
-

memperberat.
Tetapkan skala 0 10
Pertahankan tirah baring, posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang

dan lutut dalam keadaan fleksi, posisi telentang


- Gunakan logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi
- Bantu pemasangan brace / korset
- Batasi aktifitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan
- Ajarkan teknik relaksasi
- Kolaborasi : analgetik, traksi, fisioterapi.
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan
-

neuromuskulus.
Berikan / bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif.
Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif
Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah rehap
perubahan posisi. Periksa keadaan kulit dibawah brace dengan periode waktu

tertentu.
- Catat respon emosi / perilaku pada immobilisasi
- Demonstrasikan penggunaan alat penolong seperti tongkat.
- Kolaborasi : analgetik
3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual.
- Kaji tingkat ansietas pasien
- Berikan informasi yang akurat
- Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan

masalah

seperti

kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan peran dan


-

tanggung jawab.
Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk

sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.


- Libatkan keluarga
4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis.
- Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan kegiatan
- Diskusikan mengenai pengobatan dan efek sampingnya.

Anjurkan untuk menggunakan papan / matras yang kuat, bantal kecil yang agak
datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi

telungkup.
Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang lama
Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan seperti nyeri
tusuk, kehilangan sensasi / kemampuan untuk berjalan.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
edisi 8 Vol 3, Jakarta : EGC, 2002.
Doengoes, ME, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2000.
Tucker,Susan Martin,Standar Perawatan Pasien edisi 5, Jakarta : EGC, 1998.

Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni


Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.
Priguna Sidharta, Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian Rakyat,
1996.
Chusid, IG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, Yogyakarta :
Gajahmada University Press, 1993

Anda mungkin juga menyukai