Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR PELVIS


DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT DAERAH DR.
SOEBANDI JEMBER

Oleh

Husnita Faradiba

NIM 192311101049

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2020
FRAKTUR PELVIS

A. Anatomi Fisiologi
1. Tulang-Tulang Panggul
Terdiri dari:
a. Os coxae, terdiri
dari:
ilium,iskium,pubis.
Coxae Terletak di
sebelah depan dan
samping dari Pelvis
wanita. Os Coxae
terdiri dari 3 buah
tulang penyusun,
yaitu OsIlium, Os
Ischium, dan Os
Pubis. (Snell, 2007)
1) Os Ilium
Merupakan tulang terbesar dari panggul dan membentuk
bagian atas dan belakang panggul.
Memiliki permukaan anterior berbentuk konkaf yang
disebut fossa iliaca.Bagian atasnya disebut Krista iliaca. Ujung-
ujung disebut Spina Iliaca anterior superior dan spina Iliaca
posterior superior.Terdapat tonjolan memanjang di bagian dalam
os ilium yang membagi pelvis mayor dan pelvis minor disebut
linea innominata (linea terminalis). (Snell, 2007)
2) Os Ischium
Terdapat disebelah bawah os ilium.Merupakan tulang
yang tebal dengan tiga tepi di belakang foramen obturator.
Os Ichium merupakan bagian terendah dari Os
Coxae.Memiliki tonjolan di bawah tulang duduk yang sangat
tebal disebut Tuber Ischii berfungsi penyangga tubuh sewaktu
duduk. (Snell, 2007)
3) Os Pubis
Terdapat disebelah bawah dan depan os ilium.Dengan
tulang duduk dibatasi oleh foramen obturatum.Terdiri atas
korpus (mengembang ke bagian anterior).
Os Pubis terdiri dari ramus superior (meluas dari korpus
ke asetabulum) dan ramus inferior (meluas ke belakang dan
berat dengan ramus ischium). Ramus superior os pubis
berhubungan dengan dengan os ilium, sedangkan ramus inferior
kanan dan kiri membentuk arkus pubis. Ramus inferior
berhubungan dengan os ischium. (Snell, 2007)
b. Os sacrum
Tulang ini berbentuk segitiga dengan lebar dibagian atas dan
mengecil dibagian bawahnya. Tulang kelangkang terletak di antara
kedua tulang pangkal paha yang terdiri dari dan mempunyai ciri :Os
sacrum berbentuk baji, terdiri atas 5 vertebra sacralis.Vertebra
pertama paling besar, mengahadap ke depan. Pinggir atas vertebra
ini dikenal sebagai promontorium, merupakan suatu tanda penting
dalam penilaian ukuran-ukuran panggul.Di kanan dan kiri, garis
tengah terdapat lubang yang akan dilalui saraf: foramina sacralis
anterior. (Snell, 2007)
c. Os koksigeus
Berbentuk segitiga dengan ruas 3 sampai 5 buah bersatu.Pada
saat persalinan, Os Coccygis dapat didorong ke belakang sehingga
dapat memperluas jalan lahir.Yang ketiganya saling berhubungan,
didepan: simfisis pubis, dibelakang artikulasio sakroiliaka, dibawah
artikulasio sakrokoksigea. Yang memungkinkan pergeseran untuk
memperbesar sedikit ukuran panggul saat persalinan. (Snell, 2007)
Secara fungsional panggul terdiri dari 2 bagian (Wahyuni dkk, 2011):
a. Pelvis mayor/ False Pelvis: diatas linea terminalis.
b. Pelvis Minor/ True Pelvis: dibawah linea terminalis, yang bentuknya menyerupai
saluran bersumbu melengkung kedepan / sumbu carus. Sumbu carus adalah garis
yang menghubungkan titik-titik persekutuan antara diameter transversa dan
conjugata vera pada Pintu Atas Panggul (PAP) dengan titik-titik sejenis di
HII,III,IV. (Wahyuni dkk, 2011)
Bidang atas saluran ini normalnya berbentuk hampir bulat disebut Pintu Atas
Panggul/ Pelvic inlet. Bidang bawah saluran ini terdiri 2 bagian disebut Pintu
Bawah Panggul/ Pelvic outlet. Diantara kedua pintu ini terdapat ruang panggul/
Pelvic cavity; yang menyempit dibagian tengah disebabkan oleh adanya spina
iskiadika yang kadang menonjol ke dalam ruang panggul. (Wahyuni dkk, 2011)
Kapasitas pintu atas panggul (pelvic inlet capacity, IC) dan pintu tengah
panggul (midpelvic capacity, MC) dapat dihitung dengan rumus :adalah kapasitas
inlet panggul dihitung dalam gram adalah 95% x 4000 g=3800 g, dan kapasitas
midpelvis adalah 80% x 4000 g=3200 g. Maka kapasitas terkecil panggul itu
adalah 3200 g, karena jika lebih dari itu bayi tidak akan dapat melewati midpelvis.
Nilai ini disebut sebagai Daya Akomodasi Panggul (DAP). (Wahyuni dkk, 2011)
Daya akomodasi panggul adalah Kemampuan suatu panggul untuk dapat
dilewati oleh anak terbesar, nilainya sama dengan kapasitas terkecil bidang
panggul tersebut.Bentuk dan ukuran panggul pada wanita dewasa umumnya tetap
seumur hidup, kecuali jika ada pengaruh trauma, infeksi panggul, atau tumor.
Begitu pula daya akomodasi panggul wanita tersebut akan tetap. Sehingga jika
ada riwayat pemeriksaan panggul dengan radiologi (Roentgen, CT scan atau
ultrasonografi), jika tidak ada kecurigaan yang memungkinkan terjadi perubahan
tersebut, pemeriksaan tidak perlu diulangi lagi. (Wahyuni dkk, 2011)

PINTU ATAS PANGGUL (PAP)


Pintu atas panggul adalah suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium,
korpus vertebrae sacral 1, linea terminalis, pinggir atas simfisis.Jarak dari pinggir
atas simfisis ke promontorium (conjugata vera) adalah 11cm.Jarak terjauh garis
melintang (diameter transversa) adalah 12,5–13 cm.Dari artikulasio sakroiliaka ke
titik persekutuan diameter transversa dan conjugata vera ke linea terminalis
(diameter oblique) adalah 13 cm. (Paulsen dkk, 2010)
Jarak bagian bawah simfisis ke promontorium (conjugata diagonalis) secara
statistik diketahui Conjugata Vera=Conjugata Diagonal–1,5cm Jarak dari bagian
dalam tengah simfisis ke promontorium (conjugata obstetrica). (Paulsen dkk,
2010)
Dalam obstetric dikenal 4 jenis panggul (Paulsen dkk, 2010):
a. Ginekoid (45%)
Jenis yang paling baik, dimana bentuk PAP hampir bulat.
b. Android (15%)
PAP berbentuk segitiga. Umumnya bentuk ini dimiliki pria. Dimana diameter
anterior-posterior hampir sama dengan diameter transversa, mendekati sakrum.
c. Antropoid (35%)
PAP agak lonjong seperti telur. Panjang diameter anterior-posterior lebih besar.
d. Platipelloid (15%)
Sebenarnya jenis ginekoid yang menyempit pada arah muka-belakang.
Untuk mengetahui ukuran pelvis secara tepat dengan pelvimetri rontgen,
namun hanya untuk indikasi tertentu seperti (Keith dkk, 2013):
a. Feto-pelvic disproportion
b. Ada riwayat trauma
c. Penyakit tuberkulosa tulang panggul
d. Bekas SC dan rencana partus pervaginam pada letak sungsang, presentsi muka,
kelainan letak lain.

PINTU BAWAH PANGGUL (PBP)


Terdiri dari 2 bidang datar, yaitu bidang yang dibentuk oleh garis antara
kedua tuber ossis iskii dengan ujung os sacrum dan segitiga lainnya dengan
bagian bawah simfisis. Pinggir bawah simfisis berbentuk melengkung ke bawah
membentuk sudut (arkus pubis) normalnya kurang lebih 900. Jarak antara kedua
tuber ossis iskii (distansia tuberum) kurang lebih 10,5 cm. pinggir bawah simfisis
berbentuk lengkung ke bawah dan merupakan sudut (arkus pubis).dalam keadaan
normal besarnya sudut ini ± 900 atau lebih sedikit. Bila kurang sekali dari 900
,maka kepala janin akan lebih sulit dilahirkan karna memerlukan tempat lebih
banyak ke dorsal. Dalam hal ini perlu di lihat, apakah ujung os sacrum tidak
menonjol ke depan hingga kepala janin tidak dapat dilahirkan. Jarak antara kedua
tuber ossis iskii (distansia tuberum) tengah-tengah distansia tuberum ke ujung
sacrum (diameter sagitalis posterior) harus cukup panjang agar bayi normal dapat
dilahirkan. (Keith dkk, 2013):

RUANG PANGGUL (PELVIC CAVITY)


Di panggul tengah penyempitan dipanggul tengah setinggi spina iskiadika
(distansia interspinarum) kurang lebih 10,5 cm. Bidang terluas pada pertengahan
simfisis dengan os sacral. 2-3.
BIDANG HODGE
Kegunaannya untuk menentukan sampai mana bagian terendah janin turun
dalam panggul pada persalinan (Keith dkk, 2013):.
a. Hodge I: dibentuk oleh PAP (setinggi tepi atas simfisis sampai
promontorium)
b. Hodge II: sejajar HI dibagian bawah simfisis ( sejajar hodge 1setinggi
tepi bawah simfisis)
c. H III: setinggi spina iskiadika (sejajar hodge 1setinggi spina ischiadika)
d. H IV: setinggi os koksigeus (sejajar hodge 1setinggi tepi bawah os.
coccigys
UKURAN LUAR PANGGUL
a. conjugate vera→perbatasan dari tepi atass simfisis sampai ke
promontorium tidak dapat di ukur secara klinis, ukuran normal ±11 cm
b. conjugate diagonalis→tepi bawah simfisis sampai ke promontorium,
ukuran normal ± 12-13
c. diameter oblique→menyilang yaitu dari articulation saccroiliaka sampai
tuber pubicum, ukuran normal 12,5
d. Distansia intertrokanterika
e. diameter tranversal→jarak antara linea terminalis kiri dan kanan,
ukuran normal ±13,5 (Keith dkk, 2013):
2. Bagian Lunak Jalan Lahir
Pada kala II yang ikut membentuk jalan lahir adalah segmen bawah uterus
dan vagina.
Otot dasar panggul dibagi:
a. Bagian luar: - m. Sfingter ani externus. - m.Bulbokavernosus (mengelilingi
vagina). - m. Perinei tansversus superfisialis
b. Bagian tengah: - m.Sfingter uretra, - m, iliokoksigeus, - m.Iskiokoksigeus, -
m. Perinei transversus profundus
c. Bagian dalam: - diagfrahma pelvis, terutama m.levator ani. Didalamnya
berjalan n.pudendus masuk ke rongga panggul melalui canalis Alcock
(antara spina iskiadika dan tuber iskii) penting untuk anestesi blok
n.pudendus. (Paulsen dkk, 2010)
Otot-otot yang melingkari uretra (muskulus sfingter uretrae), otot-otot yang
melingkar vagina bagian tengah dan anus, antara lain profundus, dan muskulus
levator ini adalah sedemikian rumah, sehingga bagian depan muskulus
coccigeous.
Patokan yang dipakai adalah ukuran panggul rata-rata perempuan normal,
yaitu (Paulsen dkk, 2010):
a. Pintu atas panggul (pelvic inlet) minimal memiliki diameter 22 cm.
b. Pintu tengah panggul (mid pelvic) diameter minimalnya adalah 20 cm.
c. Pintu bawah panggul, panjang diameter normalnya rata-rata minimal 16 cm.
Bila ukuran rata-rata pintu panggul tersebut kurang, maka panggul yang
bersangkutan kurang sesuai untuk proses persalinan normal. Namun, bisa saja
dokter tetap mengusahakan agar bayi bisa keluar secara alamiahBatas bawah pintu
bawah panggul berbentuk segi empat panjang, di sebelah anterior dibatasi oleh
arkus pubis, di lateral oleh tuber ischii, dan di posterior oleh os coccygeus dan
ligamen sacrotuberosum. (Snell, 2007)
Pada panggul normal besar sudut (arkus pubis) adalah kurang lebih 90o,
lahirnya kepala janin lebih sulit karena ia memerlukan lebih banyak tempat ke
posterior. (Snell, 2007)
Diameter anteroposterior pintu bawah panggul diukur dari aspeks arkus
pubis ke ujug os coccygeus. (Snell, 2007)

B. Pengertian Fraktur Pelvis


Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasanyeri,
pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi. Fraktur
adalah terputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
ruda paksa. Sehingga fraktur pelvis dapat dikatakan sebagai trauma tulang rawan
pada pelvis yang disebabkan oleh ruda paksa, misal: kecelakaan, benturan hebat
yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, dan lain-lain. (Wibowo
& Daniel, 2013)
Fraktur pelvis merupakan 5% dari seluruh fraktur. 2/3 trauma pelvis terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai trauma pada alat-alat dalam
rongga panggul seperti uretra, buli-buli, rektum serta pembuluh darah. (Wibowo
& Daniel, 2013)
Fraktur pelvis berhubungan dengan injuri arteri mayor, saluran kemih
bagian bawah, uterus, testis, anorektal dinding abdomen, dan tulang belakang.
Dapat menyebabkan hemoragic (pelvis dapat menahan sebanyak ±4 liter darah)
dan umumnya timbul manifestasi klinis seperti hipotensi, nyeri dengan penekanan
pada pelvis, perdarahan peritoneum atau saluran kemih. (Wibowo & Daniel,
2013)
Fraktur pelvis berkekuatan-tinggi merupakan cedera yang membahayakan
jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan fraktur pelvis relatif umum namun
terutama lazim dengan fraktur berkekuatan-tinggi. Kira-kira 15–30% pasien
dengan cedera pelvis berkekuatan-tinggi tidak stabil secara hemodinamik, yang
mungkin secara langsung dihubungkan dengan hilangnya darah dari cedera pelvis.
Perdarahan merupakan penyebab utama kematian pada pasien dengan fraktur
pelvis, dengan keseluruhan angka kematian antara 6-35% pada fraktur pelvis
berkekuatan-tinggi rangkaian besar. (Wibowo & Daniel, 2013)
C. Manifestasi Klinis
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel
yang dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala
pembengkakan, deformitas serta perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita
datang dalam keadaan anemia dan syok karena perdarahan yang hebat. (Kneale &
Julia, 2011)
Pengkajian awal yang perlu dilakukan adalah riwayat kecelakaan sehingga
luasnya trauma tumpul dapat diperkirakan. Sedangkan untuk trauma penetrasi,
pengkajian yang perlu dilakukan adalah posisi masuknya dan kedalaman. Klien
dapat menunjukkan trauma abdomen akut. Pada kedua tipe trauma terjadi
hemoragi baik baik internal maupun eksternal. Jika terjadi rupture perineum,
manifestasi peritonitis berisiko muncul,seluruh drainase abdomen perlu dikaji
untuk mengetahui isi drainase tersebut. (Kneale & Julia, 2011)
Bilas abdomen umumnya dilakukan untuk mengkaji adanya perdarahan
diseluruh abdomen yang mengalami luka, dengan cara memasukkan cairan
kristaloid ke dalam rongga peritoneum diikuti dengan paracentesis (rainase isi
abdomen).Catat dan dokumentasikan warna dan jumlah drainase. (Kneale & Julia,
2011)
D. Etiologi
1. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada
tempat tersebut.
2. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
3. Proses penyakit: kanker dan riketsia.
4. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.
5. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga
dapat menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani). (Rizall, 2014)
Tabel 1. Klasifikasi dan tanda gejala Perdarahan Fraktur Pelvis
Kelas Rata-rata Volume Tanda dan Gejala Umum Kebutuhan
Kehilangan Darah Resusitasi
Darah (mL) (%)
I < 750 < 15 Tidak ada perubahan denyut Tidak ada
jantung, pernafasan dan
tekanan darah
II 750 – 1500 15 – 30 Takikardi dan takipnoe; Biasanya larutan
tekanan darah sistolik kristaloid tunggal,
mungkin hanya menurun namun beberapa
sedikit; sedikit pnoe; pasien mungkin
tekanan darah sistolik membutuhkan
mungkin hanya menurun transfusi darah
sedikit; pengurangan
pengurangan output urin
(20-30 mL/jam)
III 1500 – 2000 30 – 40 Takikardi dan takipnoe yang Seringnya
jelas, ekstremitas dingin membutuhkan
dengan pengisian-kembali transfusi darah
kapiler terlambat secara
signifikan,menurunnya
tekanan darah sistolik,
menurunnya status mental,
menurunnya output urin (5-
15 mL/jam)
IV > 2000 > 40 Takikardia jelas, tekanan Perdarahan yang
darah sistolik yang menurun membahayakan-
secara signifikan, kulit jiwa membutuhkan
dingin dan pucat, mental transfusi segera
status yang menurun dengan
hebat, output urin yang tak
berarti

E. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. (Helmi, 2012)
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya.
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang
besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis dan
osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis. (Helmi, 2012)

F. Klasifikasi
Menurut Marvin Tile disruption of pelvic ring dibagi (Rizall, 2014):
1. Stable (Tipe A)
2. Unstable (Tipe B)
3. Miscellaneous (Tipe C)
Fraktur Tipe A: pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila
berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat kerusakan
pada visera pelvis.Fraktur Tipe B dan C:  pasien mengalami syok berat, sangat
nyeri dan tidak dapat berdiri, serta juga tidak dapat kencing. Kadang – kadang
terdapat darah di meatus eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat lokal tetapi sering
meluas, dan jika menggerakkan satu atau kedua ala ossis ilium akan sangat nyeri.
(Hoisington, 2010)

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis:
a. Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis
dengan prioritas pemeriksaan rongent posisi AP.
b. Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna
bila keadaan umum memungkinkan. (Hoppenfeld, 2011)
2. Pemeriksaan urologis dan lainnya:
a. Kateterisasi
b. Ureterogram
c. Sistogram retrograd dan postvoiding
d. Pielogram intravena
e. Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal (Hoppenfeld, 2011)

H. Penatalaksanaan
1. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga panggul
2. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
a. Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti
istirahat, traksi, pelvic sling
b. Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi yang
dikembangkan oleh grup ASIF (Thomas, 2011)
Berdasarkan klasifikasi Tile (Thomas, 2011):
1. Fraktur Tipe A: hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur yang
dikombinasikan dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien akan
lebih nyaman dan bisa menggunakan penopang.
2. Fraktur Tipe B:
1. Fraktur tipe openbook
Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara beristirahat ditempat
tidur, kain gendongan posterior atau korset elastis.Jika celah lebih dari
2.5cm dapat ditutup dengan membaringkan pasien dengan cara miring
dan menekan ala ossis ilii menggunakan fiksasi luar dengan pen pada
kedua ala ossis ilii.
2. Fraktur tipe closebook
Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi apapun
bisa dilakukan, akan tetapi bila ada perbedaan panjang kaki melebihi
1.5cm atau terdapat deformitas pelvis yang nyata maka perlu dilakukan
reduksi dengan menggunakan pen pada krista iliaka.
3. Fraktur Tipe C
Sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan
traksi kerangka yang dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat
ditempat tidur sekurang–kurangnya 10 minggu. Kalau reduksi belum
tercapai, maka dilakukan reduksi secara terbuka dan mengikatnya dengan
satu atau lebih plat kompresi dinamis.

I. Komplikasi
1. Komplikasi segera
a. Trombosis vena ilio femoral : sering ditemukan dan sangat berbahaya.
Berikan antikoagulan secara rutin untuk profilaktik.
b. Robekan kandung kemih : terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau
tusukan dari bagian tulang panggul yang tajam.
c. Robekan uretra: terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah
uretra pars membranosa.
d. Trauma rektum dan vagina
e. Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan masif
sampai syok. (Hoisington, 2010)
f. Trauma pada saraf:
1) Lesi saraf skiatik: dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi.
Apabila dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan, maka
sebaiknya dilakukan eksplorasi.
2) Lesi pleksus lumbosakralis: biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang
bersifat vertikal disertai pergeseran. Dapat pula terjadi gangguan fungsi
seksual apabila mengenai pusat saraf. (Hoisington, 2010)
2. Komplikasi lanjut
a. Pembentukan tulang heterotrofik: biasanya terjadi setelah suatu trauma
jaringan lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan
Indometacin sebagai profilaksis.
b. Nekrosis avaskuler: dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah
trauma.
c. Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder : apabila terjadi
fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat,
sedangkan sendi ini menopang berat badan, maka akan terjadi
ketidaksesuaian sendi yang akan memberikan gangguan pergerakan serta
osteoartritis dikemudian hari.
d. Skoliosis kompensator (Hoisington, 2010)

J. Fokus Pengkajian
Pengkajian fraktur meliputi :
1. Aktivitas/istirahat
Tanda: Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin
segera, fraktur itu sendiri, atau trjadi secara sekunder, dari pembengkakan
jaringan, nyeri)
2. Sirkulasi
Gejala: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas), atau hipotensi (kehingan darah)
3. Neurosensori
Gejala : Hilang gerak/sensasi,spasme otot, Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda: Demormitas local; angulasi abnormal, pemendakan, ratotasi, krepitasi
(bunyi berderit, spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi).
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokalisasi pada ara
jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri
akibat kerusakan saraf.
5. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Lingkungan cidera
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : femur 7-8 hari,
panggul/ pelvis 6-7 hari, lain-lainya 4 hari bila memerlukan perawatan
dirumah sakit
6. Rencana pemulangan :
Membutuhkan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri, dantugas/
pemeliharaan rumah.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Syok hipovolemik berhubugan dengan perdarahan
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis),
kerusakan jaringan
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan integritas struktur
tulang, gangguan metabolisme sel, kerusakan muskuloskletal dan
neuromuskuler, nyeri.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi
Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri akut

Perubahan jaringan sekitar


Kerusakan fragmen tulng
Laserasi kulit Spasme otot
Pergeseran fragmen tulang
Tekanan sumsum tulang > tinggi dari kapiler
Terputusnya vena/arteri Peningkatan tekanan kapiler
Kerusakan integritas kulit
Deformitas
Perdarahan Reaksi stress klien
Pelepasan histamin
Gangguan fungsi
Kehilangan volume cairan Melepaskan katekolamin
Protein plasma hilang

Gangguan mobilitas fisik Memobilisasi asam lemak


Edema
Syok hipovolemik
Penekanan pembuluh darah Bergabung dgn teombosit

Emboli
Penurunan perfusi jaringan
Menyumbat pembuluh darah

Gangguan perfusi jaringan


L. Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Syok hipovolemik Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Hipovolemia
berhubungan dengan selama 1x 24 jam volume cairan Tindakan
perdarahan pasien normal dengan criteria hasil: Observasi
1. Intake cairan membaik  Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis:
2. Frekuensi nadi membaik frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
3. Tekanan darah membaik tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
4. Turgor kulit meningkat turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,
5. Pengisian vena meningkat volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus,
6. Perasaan lemah menurun lemah)
7.  Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
 Hitung kebutuhan cairan
 Berikan posisi modified Trendelenburg
 Berikan asupan cairan oral
Edukasi
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghidari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis NaCl
RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis
glukosa 2,5 %, NaCl 0,4 %)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis albumin,
plasmanate)
 Kolaborasi pemberian produk darah
2 Gangguan perfusi Setelah dilakukan asuhan Perawatan sirkulais
jaringan berhubunhan keperawatan selama 1x24 jam Tindakan
dengan penurunan perfusi jaringan membaik dengan Observasi
perfusi jaringan criteria hasil:  Periksa sirkulasi perifer (mis nadi perifer, edema,
1. Denyut nadi meningkat pengisian kapiler, warna, suhu)
2. Tekanan darah membaik  Identifikasi factor risiko gangguan sirkulasi
3. Turgor kulit membaik  Monitor panas, kemerahan, nyeri, dan bengkak
4. Akral membaik pada ekstermitas
Terapeutik
 Hindari pemasangan infuse atau pengambilan darah
diarea keterbatasan perfusi
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan hidrasi
Edukasi
 Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan
darah
 Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
 Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
 Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan
3 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
dengan agen injuri keperawatan selama 1 x 3 jam, nyeri
Tindakan
(biologi, kimia, fisik, pasien berkurang, dengan kritaria
psikologis), kerusakan hasil: Observasi
jaringan 1. Keluhan nyeri menurun
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
2. Meringis menurun kualitas, intensitas nyeri
3. Gelisah menurun  Identifikasi skala nyeri
4. Kesulitan tidur menururn  Identifikasi respons nyeri non verbal
5. Melaporkan nyeri terkontrol  Identifikasi faktor yang memperberat dan
meningkat memperingan nyeri
6. Kemampuan menggunakan teknik  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nonfarmakologis meningkat nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respons
nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis TENS, hipnosis, akupressur, terapi
musik, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetiksecara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mnegurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan Dukungan Mobilisasi
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 24 jam,
Tindakan
kehilangan integritas mobilitas fisik pasien tidak
struktur tulang, gangguan terhambat, dengan kritaria hasil: Observasi
metabolisme sel, 1. Pergerakan ekstermitas
 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
kerusakan
meningkat
muskuloskletal dan  Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
neuromuskuler, nyeri 2. Kekuatan otot meningkat  Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
3. Rentang gerak (ROM) sebelum memulai mobilisasi
meningkat  Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
 Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
(mis: duduk di tempat tidur, duduk disisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)
1. 5 2. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan Perawatan Integritas Kulit
keperawatan selama 1 x 24 jam,
Tindakan
pasien pasien bebas dari resiko
infeksi, dengan kritaria hasil: Observasi
1. Kerusakan lapisan kulit menurun
 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
2. Kerusakan jaringan menurun Terapeutik
3. Perfusi jaringan meningkat  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang,
jika perlu
 Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak
pada kulit kering
 Gunakan produk berbahan ringan atau alami pada
kulit sensitive
 Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit
kering
Edukasi
 Anjurkan menggunakan pelembab
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan buah dan sayur
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim
 Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupya
DAFTAR PUSTAKA

Helmi, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:


Salemba Medika

Hoisington, Samuel. 2011. Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC

Hoppenfeld, Stanley. 2011. Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC

Keith, More dan Arthur F. Dalley. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis Jilid 2.
Jakarta: Erlangga

Kneale, Julia D (ed). 2011. Keperawatan Ortopedik dan Trauma Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi Pada


Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ningsih, Lukman N. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

Paulsen, F dan J Waschke. 2010. Sobotta, Atlas Anatomi Manusia. Jakarta.


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Rizall, Ahmad. 2014. Penatalaksanaan Orthopedi Tekini Untuk Dokter Layanan


Primer. Jakarta: Mitra Wacana Media

Snell, Richard S. 2007. Anatomi Klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Thomas, Mark. 2011. Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Wahyuni, Atmojo dan Arvan Pratama. 2011. Struktur dasar anatomi manusia.
Jakarta: Sagung seto
Wibowo, Daniel S. 2013. Anatomi Fungsional Elementer dan Penyakit yang
Menyertainya. Jakarta: Grasindo

Anda mungkin juga menyukai