Oleh
Husnita Faradiba
NIM 192311101049
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
FRAKTUR PELVIS
A. Anatomi Fisiologi
1. Tulang-Tulang Panggul
Terdiri dari:
a. Os coxae, terdiri
dari:
ilium,iskium,pubis.
Coxae Terletak di
sebelah depan dan
samping dari Pelvis
wanita. Os Coxae
terdiri dari 3 buah
tulang penyusun,
yaitu OsIlium, Os
Ischium, dan Os
Pubis. (Snell, 2007)
1) Os Ilium
Merupakan tulang terbesar dari panggul dan membentuk
bagian atas dan belakang panggul.
Memiliki permukaan anterior berbentuk konkaf yang
disebut fossa iliaca.Bagian atasnya disebut Krista iliaca. Ujung-
ujung disebut Spina Iliaca anterior superior dan spina Iliaca
posterior superior.Terdapat tonjolan memanjang di bagian dalam
os ilium yang membagi pelvis mayor dan pelvis minor disebut
linea innominata (linea terminalis). (Snell, 2007)
2) Os Ischium
Terdapat disebelah bawah os ilium.Merupakan tulang
yang tebal dengan tiga tepi di belakang foramen obturator.
Os Ichium merupakan bagian terendah dari Os
Coxae.Memiliki tonjolan di bawah tulang duduk yang sangat
tebal disebut Tuber Ischii berfungsi penyangga tubuh sewaktu
duduk. (Snell, 2007)
3) Os Pubis
Terdapat disebelah bawah dan depan os ilium.Dengan
tulang duduk dibatasi oleh foramen obturatum.Terdiri atas
korpus (mengembang ke bagian anterior).
Os Pubis terdiri dari ramus superior (meluas dari korpus
ke asetabulum) dan ramus inferior (meluas ke belakang dan
berat dengan ramus ischium). Ramus superior os pubis
berhubungan dengan dengan os ilium, sedangkan ramus inferior
kanan dan kiri membentuk arkus pubis. Ramus inferior
berhubungan dengan os ischium. (Snell, 2007)
b. Os sacrum
Tulang ini berbentuk segitiga dengan lebar dibagian atas dan
mengecil dibagian bawahnya. Tulang kelangkang terletak di antara
kedua tulang pangkal paha yang terdiri dari dan mempunyai ciri :Os
sacrum berbentuk baji, terdiri atas 5 vertebra sacralis.Vertebra
pertama paling besar, mengahadap ke depan. Pinggir atas vertebra
ini dikenal sebagai promontorium, merupakan suatu tanda penting
dalam penilaian ukuran-ukuran panggul.Di kanan dan kiri, garis
tengah terdapat lubang yang akan dilalui saraf: foramina sacralis
anterior. (Snell, 2007)
c. Os koksigeus
Berbentuk segitiga dengan ruas 3 sampai 5 buah bersatu.Pada
saat persalinan, Os Coccygis dapat didorong ke belakang sehingga
dapat memperluas jalan lahir.Yang ketiganya saling berhubungan,
didepan: simfisis pubis, dibelakang artikulasio sakroiliaka, dibawah
artikulasio sakrokoksigea. Yang memungkinkan pergeseran untuk
memperbesar sedikit ukuran panggul saat persalinan. (Snell, 2007)
Secara fungsional panggul terdiri dari 2 bagian (Wahyuni dkk, 2011):
a. Pelvis mayor/ False Pelvis: diatas linea terminalis.
b. Pelvis Minor/ True Pelvis: dibawah linea terminalis, yang bentuknya menyerupai
saluran bersumbu melengkung kedepan / sumbu carus. Sumbu carus adalah garis
yang menghubungkan titik-titik persekutuan antara diameter transversa dan
conjugata vera pada Pintu Atas Panggul (PAP) dengan titik-titik sejenis di
HII,III,IV. (Wahyuni dkk, 2011)
Bidang atas saluran ini normalnya berbentuk hampir bulat disebut Pintu Atas
Panggul/ Pelvic inlet. Bidang bawah saluran ini terdiri 2 bagian disebut Pintu
Bawah Panggul/ Pelvic outlet. Diantara kedua pintu ini terdapat ruang panggul/
Pelvic cavity; yang menyempit dibagian tengah disebabkan oleh adanya spina
iskiadika yang kadang menonjol ke dalam ruang panggul. (Wahyuni dkk, 2011)
Kapasitas pintu atas panggul (pelvic inlet capacity, IC) dan pintu tengah
panggul (midpelvic capacity, MC) dapat dihitung dengan rumus :adalah kapasitas
inlet panggul dihitung dalam gram adalah 95% x 4000 g=3800 g, dan kapasitas
midpelvis adalah 80% x 4000 g=3200 g. Maka kapasitas terkecil panggul itu
adalah 3200 g, karena jika lebih dari itu bayi tidak akan dapat melewati midpelvis.
Nilai ini disebut sebagai Daya Akomodasi Panggul (DAP). (Wahyuni dkk, 2011)
Daya akomodasi panggul adalah Kemampuan suatu panggul untuk dapat
dilewati oleh anak terbesar, nilainya sama dengan kapasitas terkecil bidang
panggul tersebut.Bentuk dan ukuran panggul pada wanita dewasa umumnya tetap
seumur hidup, kecuali jika ada pengaruh trauma, infeksi panggul, atau tumor.
Begitu pula daya akomodasi panggul wanita tersebut akan tetap. Sehingga jika
ada riwayat pemeriksaan panggul dengan radiologi (Roentgen, CT scan atau
ultrasonografi), jika tidak ada kecurigaan yang memungkinkan terjadi perubahan
tersebut, pemeriksaan tidak perlu diulangi lagi. (Wahyuni dkk, 2011)
E. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. (Helmi, 2012)
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya.
Trauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang
besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis dan
osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis. (Helmi, 2012)
F. Klasifikasi
Menurut Marvin Tile disruption of pelvic ring dibagi (Rizall, 2014):
1. Stable (Tipe A)
2. Unstable (Tipe B)
3. Miscellaneous (Tipe C)
Fraktur Tipe A: pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila
berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat kerusakan
pada visera pelvis.Fraktur Tipe B dan C: pasien mengalami syok berat, sangat
nyeri dan tidak dapat berdiri, serta juga tidak dapat kencing. Kadang – kadang
terdapat darah di meatus eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat lokal tetapi sering
meluas, dan jika menggerakkan satu atau kedua ala ossis ilium akan sangat nyeri.
(Hoisington, 2010)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis:
a. Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis
dengan prioritas pemeriksaan rongent posisi AP.
b. Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna
bila keadaan umum memungkinkan. (Hoppenfeld, 2011)
2. Pemeriksaan urologis dan lainnya:
a. Kateterisasi
b. Ureterogram
c. Sistogram retrograd dan postvoiding
d. Pielogram intravena
e. Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal (Hoppenfeld, 2011)
H. Penatalaksanaan
1. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat – alat dalam rongga panggul
2. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:
a. Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti
istirahat, traksi, pelvic sling
b. Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi yang
dikembangkan oleh grup ASIF (Thomas, 2011)
Berdasarkan klasifikasi Tile (Thomas, 2011):
1. Fraktur Tipe A: hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur yang
dikombinasikan dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien akan
lebih nyaman dan bisa menggunakan penopang.
2. Fraktur Tipe B:
1. Fraktur tipe openbook
Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara beristirahat ditempat
tidur, kain gendongan posterior atau korset elastis.Jika celah lebih dari
2.5cm dapat ditutup dengan membaringkan pasien dengan cara miring
dan menekan ala ossis ilii menggunakan fiksasi luar dengan pen pada
kedua ala ossis ilii.
2. Fraktur tipe closebook
Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi apapun
bisa dilakukan, akan tetapi bila ada perbedaan panjang kaki melebihi
1.5cm atau terdapat deformitas pelvis yang nyata maka perlu dilakukan
reduksi dengan menggunakan pen pada krista iliaka.
3. Fraktur Tipe C
Sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan
traksi kerangka yang dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat
ditempat tidur sekurang–kurangnya 10 minggu. Kalau reduksi belum
tercapai, maka dilakukan reduksi secara terbuka dan mengikatnya dengan
satu atau lebih plat kompresi dinamis.
I. Komplikasi
1. Komplikasi segera
a. Trombosis vena ilio femoral : sering ditemukan dan sangat berbahaya.
Berikan antikoagulan secara rutin untuk profilaktik.
b. Robekan kandung kemih : terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau
tusukan dari bagian tulang panggul yang tajam.
c. Robekan uretra: terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah
uretra pars membranosa.
d. Trauma rektum dan vagina
e. Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan masif
sampai syok. (Hoisington, 2010)
f. Trauma pada saraf:
1) Lesi saraf skiatik: dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi.
Apabila dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan, maka
sebaiknya dilakukan eksplorasi.
2) Lesi pleksus lumbosakralis: biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang
bersifat vertikal disertai pergeseran. Dapat pula terjadi gangguan fungsi
seksual apabila mengenai pusat saraf. (Hoisington, 2010)
2. Komplikasi lanjut
a. Pembentukan tulang heterotrofik: biasanya terjadi setelah suatu trauma
jaringan lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan
Indometacin sebagai profilaksis.
b. Nekrosis avaskuler: dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah
trauma.
c. Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder : apabila terjadi
fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat,
sedangkan sendi ini menopang berat badan, maka akan terjadi
ketidaksesuaian sendi yang akan memberikan gangguan pergerakan serta
osteoartritis dikemudian hari.
d. Skoliosis kompensator (Hoisington, 2010)
J. Fokus Pengkajian
Pengkajian fraktur meliputi :
1. Aktivitas/istirahat
Tanda: Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin
segera, fraktur itu sendiri, atau trjadi secara sekunder, dari pembengkakan
jaringan, nyeri)
2. Sirkulasi
Gejala: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas), atau hipotensi (kehingan darah)
3. Neurosensori
Gejala : Hilang gerak/sensasi,spasme otot, Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda: Demormitas local; angulasi abnormal, pemendakan, ratotasi, krepitasi
(bunyi berderit, spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi).
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokalisasi pada ara
jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri
akibat kerusakan saraf.
5. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Lingkungan cidera
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : femur 7-8 hari,
panggul/ pelvis 6-7 hari, lain-lainya 4 hari bila memerlukan perawatan
dirumah sakit
6. Rencana pemulangan :
Membutuhkan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri, dantugas/
pemeliharaan rumah.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Syok hipovolemik berhubugan dengan perdarahan
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis),
kerusakan jaringan
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan integritas struktur
tulang, gangguan metabolisme sel, kerusakan muskuloskletal dan
neuromuskuler, nyeri.
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi
Pathway
FRAKTUR
Emboli
Penurunan perfusi jaringan
Menyumbat pembuluh darah
Keith, More dan Arthur F. Dalley. 2013. Anatomi Berorientasi Klinis Jilid 2.
Jakarta: Erlangga
Kneale, Julia D (ed). 2011. Keperawatan Ortopedik dan Trauma Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Snell, Richard S. 2007. Anatomi Klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Thomas, Mark. 2011. Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Wahyuni, Atmojo dan Arvan Pratama. 2011. Struktur dasar anatomi manusia.
Jakarta: Sagung seto
Wibowo, Daniel S. 2013. Anatomi Fungsional Elementer dan Penyakit yang
Menyertainya. Jakarta: Grasindo