Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


ISOLASI SOSIAL DI WILAYAH PUSKESMAD DENPASAR SELATAN IV

OLEH KELOMPOK 4 :
1. Ni Putu Ayu Wahyuni K 17C10177
2. Ni Kadek Riska Kurnia Dewi 17C10104
3. Ni Wayan Sariningsih 17C10053
4. Ni Wayan Devi Mawardani 17C10185
5. I Gusti Ayu Inten Meliani 17C10122
6. Ni Made Sintya Indriantari 17C10061
7. Desak Yunitha Dewi 17C10064
8. Ni Luh Ayu Ratih 17C10131
9. Kadek Vira Praftini 17C10019
10. Carmelita Gusmao Da Silva 17C10074
11. Putu Sri Prisilia Wikrama W 17C10011

SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN AJARAN 2019/2020
BAB I
LATAR BELAKANG

1. 1 Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental
atau kesehatan mental yg disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme
adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus ekstern dan
ketegangan-ketegangan sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan
struktur dari suatu bagian, suatu organ, atau sistem kejiwaan mental
(Erlinafsiah, 2010).
Gangguan jiwa merupakan suatu kondisi di mana keberlangsungan
fungsi mental menjadi tidak normal baik kapasitasnya maupun keakuratannya.
Definisi lain tentang apa itu gangguan jiwa adalah dengan membandingkan
dengan definisi kesehatan mental WHO " Mental health is a state of complete
physical, mental and social well-being, and not merely the absence of disease"
(WHO, 2012)”. Kurang lebih terjemahan bebasnya adalah: “ Kesehatan
mental adalah suatu keadaan lengkap secara fisik, mental, dan kesejahteraan-
sosial, dan tidak semata-mata ketiadaan suatu penyakit”.
Kesehatan menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu
keadaan sejahtera baik fisik, mental dan sosial, tidak hanya terbebas dari
penyakit atau kecacatan. Secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya tidak
adanya gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik positif
yang menggambarkan keselarasan dan kesinambungan kejiwaan yang
mencerminkan kedewasaan dari kepribadian yang bersangkutan.
1. 2 Tujuan
Adapun tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum Untuk memberikan gambaran tentang penerapan asuhan
keperawatan pada pasien gangguan jiwa dengan masalah utama isolasi
sosial dengan metode komunikasi terapeutik..
2. Tujuan khusus :
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian, analisa data, merumuskan
masalah keperawatan, membuat pohon masalah pada klien gangguan
jiwa dengan isolasi sosial : menarik diri.
b. Menerapkan diagnosa keperawatan pada klien gangguan jiwa dengan
isolasi sosial : menarik diri.
c. Mahasiswa dapat menyusun perencanaan tindakan keperawatan untuk
memenuhi kebutuhan klien dan mengatasi masalah klien.
d. Mahasiswa dapat mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan
yang nyata sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ditegakkan.
1. 3 Manfaat Penulis
1. Bagi Rumah Sakit Dapat mengembangkan proses asuhan keperawatan
pada klien dengan masalah isolasi sosial : menarik diri dan diharapkan
menjadi informasi dalam saran dan evaluasi untuk peningkatan mutu
pelayanan yang lebih kepada pesien yang akan datang.
2. Bagi Peneliti
a. Sebagai ilmu pengetahuan tentang masalah isolasi sosial : menarik diri
dan bagaimana untuk melakukan asuhan keperawatanya.
b. Sebagai tambahan pengalaman bagi penulis dalam penerapan ilmu yang
didapatkan selama pendidikan..
3. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai sumber informasi dan bahan bacaan
pada kepustakaan institusi dalam meningkatkan mutu pendidikan yang
akan datang di bidang keperawatan..
4. Bagi Klien dan keluarga Sebagai bahan masukan bagi klien dalam
mengatasi permasalahan yang dihadapinya, dan juga dapat memberikan
kepuasan bagi keluarga klien atas asuhan keperawatan yang dilakukan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan yang
negative atau mengancam (Towsent alih bahasa,Daulima,1998).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu
kebutuhan atau mengharupakan untuk melibatakan orang lain, akan tetapi
tidak dapat membuat hubungan tersebut (Carpenito,1995).
Gangguan hubungan sosial adalah suatu kepribadian yang tidak
fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang
dalam hubungan sosialnya.
Menarik diri adalah suatu usaha seseorang untuk menghindari interaksi
dengan lingkungan sosial atau orang lain, merasa kehilangan kedekatan
dengan orang lain dan tidak bisa berbagi pikirannya dan perasaannya
(Rawlins,1993).
Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Isolasi
sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam dirinya
(Townsend, M.C, 1998 : 52).
Individu merasa kehilangan teman dan tidak mempunyai kesempatan
untuk membagi pikiran, perasaan dan pengalaman serta mengalami kesulitan
berinteraksi secara spontan dengan orang lain. Individu yang demikian
berusaha untuk mengatasi ansietas yang berhubungan dengan kesepian, rasa
takut, kemarahan, malu, rasa bersalah dan merasa tidak aman dengan
berbagai respon. Respon yang terjadi dapat berada dalam rentang adaptif
sampai maladaptif (Stuart and Sundeen, alih bahasa Hamid,1998).

2.2 Rentang Respon Sosial

Rentang Respon Sosial

Respon adaptif Respon maladaptif

Solitut Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisme
Saling ketergantungan

Gambar.1.1 Rentang respon sosial, (Stuart and Sundeen, 1998)

Keterangan dari rentang respon sosial :


1. Solitut (Menyendiri)
Solitut atau menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan seorang untuk
merenung apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara untuk
menentukan langkahnya.
2. Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hubungan sosial.
3. Kebersamaan (Mutualisme)
Perilaku saling ketergantungan dalam membina hubungan interpersonal.
4. Saling ketergantungan (Interdependent)
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana hubungan tersebut mampu
untuk saling memberi dan menerima.
5. Kesepian
Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak danya perhatian dengan
orang lain atau lingkungannya.
6. Menarik diri
Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan hubungan dengan
orang lain atau lingkungannya.
7. Ketergantungan (Dependent)
Suatu keadaan individu yang tidak menyendiri, tergantung pada orang lain.
8. Manipulasi
Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan bukan
berorientasi pada orang lain. Tidak dapat dekat dengan orang lain.
9. Impulsive
Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu. Mempunyai
penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan.
10. Narkisme
Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian. Individu
akan marah jika orang lain tidak mendukungnya.

2.3 Penyebab
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan
negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa
bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
percaya diri kurang dan juga dapat mencederai diri, (Carpenito,L.J, 1998)
2.4 Faktor predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku menarik diri :
1. Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi
sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga
mempunyai masalah respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang
terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi
anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga profesional untuk
mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara
kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif sewajarnya dapat
mengurangi masalah respon sosial menarik diri.
2. Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive.
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan
struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan
volume otak serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.
3. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak
produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat
terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai yang berbeda
dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap
hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini
(Stuart and Sundeen, 1998).

2.5 Faktor persipitasi


Ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan seseorang menarik
diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain :

1) Stressor Sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam membina
hubungan dengan orang lain, misalnya menurunnya stabilitas unit keluarga, berpisah
dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan kemampuan untuk
mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang
lain untuk memenuhi kebutuhannya hal ini dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan
dapat menimbulkan seseorang mengalami gangguan hubungan (menarik diri) (Stuart &
Sundeen, 1998)
3) Stressor intelektual
1. Kurangnya pemahaman diri dalam ketidak mampuan untuk berbagai pikiran
dan perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan dengan orang
lain.
2. Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan kesulitan dalam
menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi dengan orang
lain.
3. Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang lain
akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat pada gangguan
berhubungan dengan orang lain.
4) Stressor fisik
1. Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang menarik
diri dari orang lain
2. Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu sehingga
mengakibatkan menarik diri dari orang lain.

2.6 Tanda Dan Gejala


Menurut Towsend M.C (1998:192-193) dan Carpenito,L.J. (1998:381)
Isolasi sosial : menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai
berikut : kurang spontan, apatis, ekspresi wajah tidak berseri, tidak memperhatikan
kebersihan diri, komunikasi verbal kurang, menyendiri, tidak peduli lingkungan,
asupan makanan terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas menurun, posisi
baring seperti fetus, menolak berhubungan dengan orang lain.
2.7 Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan
yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan koping
yang sering digunakan adalah regresi, represi dan isolasi. Sedangkan contoh sumber
koping yang dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas
dalam keluarga dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan
kreativitas untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik,
atau tulisan (Stuart and Sundeen, 1998:349)
2.8 Pohon Masalah

Waham Effect

Isolasi Sosial : Menarik Diri Core problem

Gangguan Persepsi sensori :


Halusinasi penglihatan

Perilaku Kekerasan Etiologi

Koping Individu tidak efektif


2.9 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data subyektif

a. Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh,mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri
sendiri.

Data obyektif

a. Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih


alternatif tindakan,ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis,
Ekspresi sedih, Komunikasiverbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada
saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan.

2. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial
3. Intervensi
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan kunjungan selama …kali maka klien diharapkan mampu berinteraksi
dengan orang lain dan dapat membina hubungan saling percaya, dengan kriteria hasil:

Menunjukan tanda-tanda percaya kepada atau terhadap perawat :

- Wajah cerah, tersenyum

- Mau berkenalan

- Ada kontak mata

- Bersedia menceritakan perasaan

-Bersedia mengungkapkan masalahnya


SP 1 pasien Rasional
1. Bina hubungan saling percaya 1. Hubungan saling percaya merupakan
dengan prinsip komunikasi langkah awal untuk melakukan
terapeutik dengan tindakan: interaksi
- Mengucapkan salam setiap kali 2. Dengan mengetahui penyebab, maka
interaksi dengan klien dapat menyesuaikan terapi atau
- Berkenalan dengan pasien:
implemetasi yang akan diberikan
Perkenalkan nama dan nama
selanjutnya
panggilan yang disukai, serta 3. Dengan mengetahui keuntungan
tanyakan nama dan nama berinteraksi, maka klien akan mulai
panggilan pasien tertarik melakukan interaksi
2. Mengidentifikasi penyebab 4. Dengan mengetahui kerugian tidak
isolasi sosial pasien berinteraksi, maka klien akan mulai
3. Berdiskusi dengan pasien
tertarik melakukan interaksi
tentang keuntungan berinteraksi 5. Dengan memberikan conth, klien
dengan orang lain dapat melakukan aktivitas tersebut
4. Berdiskusi dengan pasien
secara mandiri
tentang kerugian tidak 6. Tindakan yang terjadwal dan rutin
berinteraksi dengan orang lain dilakukan maka akan lebih efektif
5. Mengajarkan pasien cara
dan menghindarkan kemungkinan
berkenalan dengan satu orang
kambuh kembali
6. Membimbing pasien memasukan
kegiatan dalam jadwal kegiatan

SP 1 keluarga Rasional
1. Mendiskusikan masalah yang 1. Dengan mengetahui masalah yang
dirasakan keluarga dalam dirasakan keluarga, maka perawat
merawat pasien dapat memodifikasi intervensi yang
akan dilakukan selanjutnya
2. Menjelaskan pengertian, tanda
2. Dengan latihan secara bertahan
dan gejala isolasi yang dialami
diharapkan klien lebih percaya diri
pasien beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat 3. Dengan menjelaskan perawatan
pasien isolasi sosial klien, maka keluarga dapat
memantau dan dapat mengetahui hal-
hal yang harus diperhatikan
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan kunjungan selama …kali maka klien diharapkan dapat menyebutkan
keuntungan berhubungan sosial dan kerugian menarik diri :

Kriteria Hasil:

klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial, misalnya :

1. Banyak teman
2. Tidak kesepian
3. Saling menolong

SP 2 pasien Rasional
1. Memvalidasi masalah dan latihan 1. Untuk mengetahui sejauh mana
sebelumnya implementasi yang telah dilakukan
sebelumnya
2. Dengan memberikan contoh klien
2. Melatih pasien berkenalan
dapat melakukan aktivitas tersebut
dengan dua orang atau lebih
secara mandiri
3. Tindakan yang terjadwal dan rutin
3. Membimbing pasien memasukan
dilakukan makan akan lebih efektif dan
dalam jadwal kegiatan harian
menghindarkan kemungkinan kambuk
kembali

SP 2 keluarga Rasional
1. Melatih keluarga 1. Dengan praktik yang langsung
mempraktikan cara merawat dilakukan diharapkan keluarga
pasien dengan isolasi sosial dapat lebih paham dan mengingat
2. Melatih keluarga melakukan
terapu pada klien isolasi sosial
cara merawat langsung kepada 2. Dengan praktik yang berlangsung
psien isolasi sosial dilakukan diharapkan keluarga
dapat lebih paham dan mengingat
terapi pada klien isolasi sosial
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan kunjungan selama …kali maka klien diharapkan dapat melaksanakan
hubungan sosial secara bertahap

Kriteria Hasil:

Klien dapat melaksanakan hubungan soosial secara bertahaap dengan :

1. Perawat
2. Perawat lain
3. Kelompok

SP 3 pasien Rasional
1. Memvalidasi masalah dan latihan 1. Untuk mengetahui perkembangan
sebelumnya dari implementasi yang telah
2. Melatih pasien berinteraksi dalam
dilakukan
kelompok 2. Dengan latihan secara bertahap
3. Membimbing pasien memasukkan dalam
diharapkan klien lebih percaya diri
jadwal kegiatan harian. 3. Tindakan yang terjadwal dan rutin
dilakukan maka akan lebih efektif dan
menghindarkan kemungkinan
kambuh kembali
SP 3 keluarga Rasional
1. Membantu keluarga membuat 1. Dengan membantu keluarga
jadwal aktivitas di rumah membuat jadwal aktivitas dirumah
termasuk minum obat ( discharge dapat membantu mengatasi
planning) kekambuhan pasien
2. Menjelaskan follow up pasien 2. Dengan menjelaskan follow up pasien
setelah pulang setelah pulang maka keluaga dapat
merawat pasien di rumah dan tetap
melakukan aktivitas

4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh perawat dan klien,
beberapa petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut :
a. Intervensi dilakukan sesuai rencana setelah dilakukan validasi
b. Kemempuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang
akan dilaksanakan
c. Kemampuan fisik dan psikologis dilindungi
d. Dokumentasi intervensi dan respon klien. ( Keliat Budi Anna,1998 : 15)

5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai afek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakuakn terus menerus pada respon
klien tehadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat
dibagi 2 yaitu : Formatif dan sumatif, Formatif dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi sumatif dilakuakn dengan membandingkan
respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan dengan
menggunakan SOAP.
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalh baru atau ada data yang kontradiksi
dengan masalah yang ada
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa. ( Keliat ,1998 : 15 )
BAB III

TINJAUAN KASUS

RUANG RAWAT: - TANGGAL DIRAWAT: -

I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn WB

Umur : 48 tahun

Alamat : Jl P Buingin Gg Tangkas

Pekerjaan :-

Informan : pasien dan keluarga

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal Pengkajian : 31 Desember 2019

RM No :-

II. ALASAN MASUK


Tidak terkaji

III. FAKTOR PRESIPITASI/ RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien Tn WB dirawat jalan dirumah karena mengalami isolasi sosial. Pada saat
pengkajian, keluarga pasien mengatakan pasien suka mengurung diri di kamar dan
jarang berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Pasien hanya mau berinteraksi
dengan istri dan anaknya saja.

IV. FAKTOR PREDISPOSISI


 RIWAYAT PENYAKIT LALU
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu? YA
Bila ya jelaskan : pada tahun 2014 pasien pernah mengalami gangguan jiwa dan
sudah beberapa kali bolak- balik RS Bangli karena mengalami perilaku kekerasan

2. Pengobatan sebelumnya Kurang Berhasil


3. Pernah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh kembang)
tidak
 RIWAYAT PSIKOSOSIAL
1. Aniaya Fisik
Pelaku/usia :-

Korban/usia : 17 Tahun

Saksi/usia :-

Penjelasan :

2. Aniaya Seksual
Pelaku/usia :-

Korban/usia :-

Saksi/usia :-

3. Penolakan
Pelaku/usia :-

Korban/usia : 2 tahun

Saksi/usia :-

4. Kekerasan dalam keluarga


Pelaku/usia : 33 tahun

Korban/usia : 23 tahun

Saksi/usia :-

5. Tindakan kriminal
Pelaku/usia :-

Korban/usia :-

Saksi/usia :-

Jelaskan :

Istri korban mengatakan pasien mendapatkan penolakan dari neneknya sejak


pasien berumur 2 tahun dan kembali ke rumah orang tua umur 17 tahun,
dirumah pasien mendapat aniyaya fisik yang dilakukan oleh kedua orang tuanya
dan saudaranya. Pada umur 23tahun pasien dan istrinya menikah dan membawa
istrinya kerumah orang tuanya dan tinggal bersama. Disinilah pasien dan
istrinya terus-menerus mendapat kekerasan.

1. Pengalaman masa lalu lain yang tidak menyenangkan (bio, psiko, sosio,
kultural, spiritual):
Pasien mengatakan trauma selama tumbuh kembangnya karena penolakan dan
mengalami aniyaya fisik yang dilakukan oleh orang tuanya dan sodaranya.

Masalah keperawatan : ketidakmampuan koping keluarga

2. Kesan Kepribadian klien: introvert


 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa?
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang pernah mengalami
gangguan jiwa.

V. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Penampilan pasien sesuai dengan keadaan pasien sekarang yaitu pasien menggunakan
pakaian yang rapi, bersih dan berpakaian seperti baiasanya.

Tidak terdapat masalah dalam penampilan pasien.

2. Kesadaran
 Kwantitatif/ penurunan kesadaran]
Untuk kesadaran kwantitatif dari pasien yaitu compos mentis dimana pasien merasa
sadar.

 Kwalitatif
Untuk kesadaran kwalitatif dari pasien yaitu berubah dimana pasien tidak mampu
mengadakan hubungan dan pembantasan dengan lingkungannya dan dirinya pada
taraf tidak sesuai dengan kenyataan.

2. Disorientasi
Pasien mampu menyebutkan waktu, tempat dan dapat menjelaskan siapa saja yang
ada di sekitar pasien.

Tidak terdapat masalah dalam disorientasi.


3. Aktivitas Motorik/ Psikomotor
Kelambatan:

hipokinesia, hipoaktivitas sub stupor katatonik

Penjelasan :

Pasien mengalami kelambatan hipokinesia, hipoaktivitas dan sub strupor


katatonik karena gerakan dan aktivitas pasien yang berkurang, serta reaksi terhadap
lingkungan sangat berkurang gerakan dan aktivitas menjadi lambat.

4. Afek/ Emosi
adequat

Jelaskan :

Untuk afek/emosi pada pasien yaitu adequat dimana afek emosi sesuai dengan
stimulus yang ada.

Tidak teradapat masalah keperawatan.

5. Persepsi
Untuk persepsi pasien mengalami halusinasi dimana pasien mengalami
halusinasi pengelihatan. Keluarga pasien mengatakan dulu pasien sering berbicara
sendiri seperti memiliki teman bicara.

Masalah keperawatan yang muncul yaitu halusinasi pengelihatan

6. Proses Pikir
Arus Pikir

Arus pikir yang dimiliki pasien yaitu koheren dimana kalimat/ pembicaraaan
dapat dipahami dengan baik.

Tidak terdapat masalah keperawatan

Isi Pikir

Isi pikir yang dimiliki pasien yaitu isolasi sosial. Dimana saat dilakukan
pengkajian
pada saat dilakukan pengkajian pasien hanya menunduk dan menjawab
seadanya, setelah itu pasien kembali kedalam kamarnya.

Masalah keperawatan yang muncul yaitu isolasi sosial

Bentuk Pikir

Bentuk pikir dari pasien yaitu autistik dimana cara berpikir berdasarkan
halusinasi pasien sendiri.

7. Memori
Untuk memori pasien tidak mengalami gangguan memori baik gangguan
memori jangka panjang, maupun jangka pendek.

Tidak terdapat masalah keperawatan.

8. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung


Untuk tingkat konsentrasi dan berhitung pasien masih baik karena pada saat
dilakukan pengkajian pasien masih mampu menghitung 1-10.

Tidak terdapat masalah keperawatan.

9. Kemampuan Penilaian
Untuk kemampuan penilaian pasien mampu mengambil keputusan ketika
diberikan pilihan untuk mandi atau berbincang-bincang terlebih dahulu. Pasien
langsung memilih mandi saat itu. Pasien mengalami gangguan ringan.

Tidak terdapat masalah keperawatan

10. Daya Tilik Diri/ Insight


Daya tilik diri/ insight pasien yaitu mengingkari penyakit yang diderita.
Pasien Tn WB mengatakan jika dirinya tidak pernah berbicara sendiri, tetapi
nyatanya istri pasien sering mendapati pasien berbicara sendiri seperti mempunyai
teman bicara.

Tidak terdapat masalah keperawatan

11. Interaksi selama Wawancara


Interaksi selama wawancara kontak mata kurang. Saat dilakukan pengkajian
ketika di tanya-tanya kontak mata pasien ke perawat kurang.

Masalah keperawatan yang dialami pasien yaitu isolasi sosial


VI. FISIK
1. Keadaan umum : keadaan umum dari Tn WB baik dan kesadarannya compos mentis
2. Tanda vital: TD: 130/80 mmHg N: 90x/menit S: 36,5oC P: 21x/menit.
3. UKur: TB: 165 cm BB: 65 kg turun naik
4. Keluhan fisik: tidak ada
5. Pemeriksaan fisik:
Head to toe

Jelaskan : saat dilakukan pemeriksaan fisik tidak terdapat masalah pada pasien.

Masalah keperawatan :-

VII. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL (sebelum dan sesudah sakit)


1. Konsep Diri
a. Citra tubuh :

Pada saat pengkajian bagian tubuh yang disukai adalah pinggang, karena menurut
pasien bentuk pingganggnya bagus.

b. Identitas :

Pada saat pengkajian Tn WB dirinya bernama Tn WB, anak pertama dari 3


bersaudara, berumur 48 tahun dan berjenis kelamin laki-laki.

c. Peran :

Pada saat pengkajian pasien Tn WB mengatakan dirinya adalah seorang suami dengan
1 istri dan seorang ayah dari 2 orang anak laki-lakinya.

d. Ideal diri :

saat dilakukan pengkajian harapan istri dan pasien adalah ingin diterima oleh orang
tuanya dan berharap agar mereka disisihkan dan tidak diasingkan lagi.

e. Harga diri :

Tn WB mengatakan tidak ada masalah dalam harga dirinya, pasien masih bergantung
pada istrinya. Dan pasien tidak pernah merasa malu karena sering bergantung pada
istrinya.

Masalah keperawatan :-
2. Genogram

Keterangan :

: Laki - laki

: Perempuan

: Perempuan meninggal

: Klien

: Garis hubungan

: Tinggal serumah
Penjelasan :

Klien tinggal serumah dengan istri, adik laki-laki, dan 2 anak laki-lakinya. Klien
merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Klien tinggal dengan adik bungsunya yang
laki-laki. Oruang tua klien sudah meninggal dunia. Istri klien merupakan anak pertama
dari 2 bersaudara. Klien sehari-hari tidak bekerja, istri klien sehari-hari bekerja sebagai
karyawan toko. Dan kedua anaknya bekerja sebagai pegawai swasta. Seluruh anggota
keluarga klien tidak ada yang pernah mengidap scizofrenia sebelumnya

3. Hubungan Sosial
a. Hubungan terdekat :
Tn WB mengatakan hubungan terdekatnya dengan istri dan anaknya.

b. Peran serta dalam kelompok/ masyarakat


Istri pasien mengatakan Tn WB jarang bermasyarakat ia hanya suka berdiam
diri di rumah .

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain


1. Istri pasien mengatakan pasien memiliki hambatan dalam berhubungan
dengan orang tua karena masih ada trauma dimasa lalunya.

2. Istri pasien dan pasien sudah tidak begitu harmonis karena istri pasien
sempat mengalami aniaya fisik dari pasien

Masalah keperawatan : koping keluarga tidak efektif

4. Spiritual dan Kultural


a. Nilai dan Keyakinan
Tn WB mengatakan ia beragama hindu dan percaya akan adanya Tuhan.

b. Konflik nilai/keyakinan/budaya
Saat pengkajian Tn WB mengatakan tidak ada pandangan yang berbeda
terhadap orang dengan gangguan jiwa.

c. Kegiatan Ibadah
Tn WB mengatakan ia bersembahyang dirumah karena diajak oleh istri.

VIII. AKTIVITAS SEHARI-HARI (ADL)


1. untuk makan, bab/bak, dan berpakaian/berias pasien memerlukan bantuan minimal
Tidak terdapat masalah dalam ADL pasien.

2. Istirahat dan tidur

Tidur siang lama : 14.00 s/d 14.30 (biasanya 30 menit)

Tidur malam lama : 21.00 s/d 06.00 (biasanya 8 jam)

3. Pengginaan obat

Dalam penggunaan obat pasien menggunakan obat chlorpromazine 3 cc (IM)


dengan bantuan petugas kader puskesmas yang rutin melakukan kunjungan

4. Pemeliharaan kesehatan

1. Perawatan lanjutan yang dilakukan hanya berupa kunjungan puskesmas


2. Sistem pendukung kesehatan pasien yakni dengan asuransi kesehatan

5. Aktivitas di dalam rumah

Pasien jarang melakukan aktivitas dirumah, pasien kebih banyak berdiam diri.
Untuk mempersiapkan makanan, menjaga kerapihan rumah dan mengatur
keungan pasien belum bisa melakukan kegiatan itu.

6. Aktivitas di luar rumah

Untuk aktivitas diluar rumah pasien tidak ada.

IX. MEKANISME KOPING


Untuk mekanisme koping dari pasien yaitu maladaptif dimana pasien suka
menghindar dari lingkungan sosialnya.

X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

Masalah dengan dukungan kelompok, uraikan

Pada saat pengkajian Tn WB mengatakan memiliki masalah kelompok, karena tidak


berinteraksi
Masalah berhubungan dengan lingkungan, uraikan

Pada saat pengkajian Tn WB mengatakan jarang berinteraksi dengan lingkungan ia


lebih nyaman sendri

Masalah dengan pendidikan, uraikan

Pada saat pengkajian Tn WB mengatakan waktu SMA berhenti bersekolah. Dan Tn


WB mengatakan sempat memiliki pekerjaan di bidang elektronik

Masalah dengan pekerjaan, uraikan

Pada saat pengkajian Tn WB mengatakan tidak memiliki masalah dalam pekerjaan.


Dan sekarang hanya berdiam diri dirumah

Masalah dengan perumahan, uraikan

Pada saat pengkajian Tn WB mengatakan tinggal sendiri dirumah yang merupakan


rumah warisan orang tuanya

Masalah dengan ekonomi, uraikan

Pada saat pengkajian Tn WB mengatakan ekonominya dibantu oleh istri dan anak-
anaknya karena tuan WB tidak bekerja

Masalah dengan pelayanan kesehatan, uraikan

Pada saat pengkajian Tn WB mengatakan pelayanan khusus oleh puskesmas IV


Denpasar Selatan berupa kunjungan tiap sebulan sekali

Masalah lainnya, uraikan

Masalah keperawatan :-

XI. ASPEK MEDIK


Diagnosa medik : skizofernia paranoid

Terapi medik : skizonoat

XII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1. Perilaku kekerasan
2. Isolasi sosial
3. Gangguan Persepsi sensori- pengelihatan

ANALISA DATA

NO DATA MASALAH
1. DS : Isolasi sosial

Keluarga pasien mengatakan lebih senang


sendirian dan merasa lebih senang sendirian.

DO :

pada saat dilakukan pengkajian pasien nampak


tidak nyaman berinteraksi dengan orang lain dan
lingkungannya, serta kontak mata kurang

2 DS :

Keluarga pasien mengatakan klien tidak mau Harga diri rendah

berinteraksi karena merasa tidak percaya diri

DO :

Pada saat pengkajian sesekali pasien merunduk,


dan tidak banyak melakukan komunikasi
.

DS :
3 Koping Individu tidak efektif
Pasien mengatakan lebih suka menghindar dari
kehidupan sosialnya.
DO :

Pasien nampak menghindar dari kehidupan

sosialnya.

XIII. POHON MASALAH

Defisit Perawatan
Diri

Isolasi social : menarik


diri Core problem

Harga diri rendah

Koping individu
tidak efektif
XIV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Koping individu tidak efektif
- Harga diri rendah
- Isolasi sosial

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

(Berdasarkan prioritas)

Ruang :-

Nama Pasien : TN WB

No. Register :

No. TANGGAL TANGGAL TANDA


DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dx MUNCUL TERATASI TANGAN

1 ISOLASI SOSIAL
STRATEGI PELAKSANAAN

TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 1

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
DS :

TN WB mengatakan malas untuk pergi kerumah berdaya.

DO :

Kontak mata pasien kurang.

2. Diagnosa keperawatan:
Isolasi sosial

3. Tujuan khusus:
Pasien mampu berinteraksi dengan lingkungan diluar rumahnya.

4. Tindakan keperawatan:
- Membina hubungan saling percaya.
- Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien.
- Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain.
- Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang
lain dalam kegiatan harian.

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
ORIENTASI

1. Salam Terapeutik:
Selamat sore bapak saya Prisilia Wikrama yang bertugas di Puskesmas 4 Denpasar
Selatan saya mahasiswa dari Itekes Bali. Saya mulai praktik disini mulai tanggal 30
Desember 2019 sampai 4 Januari 2020. Nama bapak siapa ? senang dipanggil siapa?.
2. Evaluasi/ Validasi:
Bagaimana perasaan bapak hari ini?

3. Kontrak: Topik, waktu, dan tempat


- Topik :
Senangnya bisa berkenalan dengan bapak hari, bagaimana kalau kita berbincang-
bincang untuk lebih saling mengenal sekaligus agar bapak dapat mengetahui
keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain?

- Waktu :
Berapa lama bapak punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya ? bagaimana
kalau 15 menit saja ?

- Tempat :
Dimana bapak mau berbincang-bincang dengan saya? Kalau di depan bagaimana?

KERJA: Langkah-Langkah Tindakan keperawatan

”bapak”, kalau boleh saya tau orang yang paling dekat dengan bapak siapa ?
menurut bapak apa keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak
berinterkasi dengan orang lain? Kalau bapak tidak tahu saya akan
memberitahukan keuntungan dari berinteraksi dengan orang lain yaitu bapak bisa
punya banyak teman, saling menolong, saling bercerita, dan tidak selalu sendirian.
Sekarang saya akan mengajari bapak cara berkenalan . bagus bapak dapat
memperaktekan apa yang saya ajarkan tadi. Bagaimana kalau kegiatan
berbincang- bincang dengan orang lain kita masukan kedalam jadwal kegiatan
harian?”.

TERMINASI:

1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan:


Subyektif:

” bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tadi?”.

Obyektif:
” coba ibu ceritakan kembali keuntungan berinterikasi dan kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain?”.

2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang
telah dilakukan):
3. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat):
- Topik :
“ baiklah, pertemuan kita cukup sampai disini. Besok kita akan berbincang-bincang
lagi tentang jadwal yang telah kita buat dan mempraktekan cara berkenalan dengan
orang lain?”

- Waktu :
“ berapa lama bapak punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya besok?
Bagaimana kalau 15 menit saja?”

- Tempat
“ di mana bapak mau berbincang-bincang dengan saya besok? Ya sudah bagaimana
kalau besok kita berbincang-bincang di teras depan saja?
STRATEGI PELAKSANAAN

TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 2

C. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
DS :

Klien mengatakan malas berinteraksi .

DO :

Klien tidak mau melakukan aktivitas diluar kamar.

b. Diagnosa keperawatan:
Isolasi sosial : menarik diri

c. Tujuan khusus:
Pasien memperaktekan cara berkenalan dengan orang lain.

d. Tindakan keperawatan:
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
- Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu
orang .
- Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian.
A. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN
ORIENTASI

1. Salam Terapeutik:
Selamat sore bapak saya Prisilia Wikrama yang bertugas di Puskesmas 4 Denpasar
Selatan saya mahasiswa dari Itekes Bali. Masih ingat dengan saya pak?.

2. Evaluasi/ Validasi:
Bagaimana perasaan bapak hari ? masih ingat dengan yang saya ajarkan kemarin?

3. Kontrak: Topik, waktu, dan tempat


- Topik :
” sesuai dengan janji kita kemarin, hari ini kita akan mempraktekan bagaimana cara
berkenalan dengan satu orang”.

- Waktu :
” sesuai dengan kesepakatan kita kemarin, kita akan melakukannya 15 menit.
Bagiamana menurut bapak?”.

- Tempat :
” Kesepakatan kita kemarin kita akan melakukannya diteras depan, apakah bapak
setuju?”

KERJA: Langkah-Langkah Tindakan keperawatan

”sebelum kita berkenalan dengan orang lain, coba bapak perlihatkan kepada saya
bagaimana cara berkenalan dengan orang lain? Hebat ibu dapat melakukannya
dengan baik, sekarang coba kita lakukan dengan satu orang yang belum bapak
kenal. Bagus bapak dapat mempraktekan dengan baik dan sesuai dengan apa yang
diajarkan. Bagiamana kalau kegiatan berkenalan dengan orang lain yang baru
dikenal dimasukan kedalam jadwal kegiatan harian?”.

TERMINASI:

4. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan:


Subyektif:

” bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tadi?”.


Obyektif:

Klien terlihat berkenalan dengan orang yang baru dikenalnya sebanyak 1 orang.

5. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang
telah dilakukan):
” bapak saat saya tidak ada apakah bapak bisa melakukan hal seperti yang bapak
lakukan tadi dengan orang yang belum dikenal, kemudian bapak ingat nama yang
pernah bapak ajak kenalan atau bapak bisa catat dibuku saat perkenalan”.

6. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat):


- Topik :
“ baiklah, pertemuan kita cukup sampai disini. Besok kita akan melakukan
interaksi/berkenalan dengan dua orang atu lebih, bagaimana bapak?”.

Waktu :

“ berapa lama bapak punya waktu untuk berinteraksi dengan orang lain besok?
Bagaimana kalau 15 menit saja?”

- Tempat
“ di mana bapak mau berbincang-bincang dengan saya besok? Ya sudah bagaimana
kalau besok kita berbincang-bincang di teras depan saja?
STRATEGI PELAKSANAAN

TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 3

B. PROSES KEPERAWATAN
5. Kondisi klien:
DS :

Klien mengatakan sudah dapat berinteraksi dengan orang lain.

DO :

Klien namapak sudah mau keluar dari lingkungan rumah.

6. Diagnosa keperawatan:
Isolasi sosial : menarik diri

7. Tujuan khusus:
Klien mampu berinteraksi dengan dua orang atau lebih.

8. Tindakan keperawatan:
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian ke pasien.
- Memberikan kesempatan pada klien berkenalan
- Menganjurkan pasien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian.
C. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN
ORIENTASI

4. Salam Terapeutik:
Selamat sore bapak saya Prisilia Wikrama yang bertugas di Puskesmas 4 Denpasar
Selatan saya mahasiswa dari Itekes Bali. Masih ingat dengan saya pak?

5. Evaluasi/ Validasi:
Bagaimana perasaan bapak hari ini? Masih ingat dengan yang kemarin dilakukan ?

6. Kontrak: Topik, waktu, dan tempat


- Topik :
Sesuai dengan janji kita kemarin, hari ini kita akan melakukan interaksi dengan dua
orang atau lebih pada orang yang bapak tidak kenal atau orang baru.
- Waktu :
Berapa lama bapak punya waktu untuk berkenalan dengan orang lain ? bagaimana
kalau 15 menit saja ?

- Tempat :
Kesepakatan kita kemarin kita akan melakukannya diteras depan, bapak setuju?

KERJA: Langkah-Langkah Tindakan keperawatan

” sebelum kita berkenalan dengan orang lain, coba bapak perlihatkan kepada saya
bagaimana cara berkenalan dengan orang lain? Hebat... bapak dapat
melkaukannya dengan baik, sekarang mari kita melakukannya dengan orang lain
ya bapak tidak kenal sebanyak 2 orang atau lebih. Baguss.... bapak dapat
memperaktekannya dengan baik dan mulai berkembang dalam berinteraksi
dengan orang lain. Bagaimana kalau berkenalan dengan orang lain dimasukan ke
dalam jadwal kegiatan harian?”.

TERMINASI:

1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan:


Subyektif:

” bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tadi?”.

” siapa saja nama orang yang bapak ajak berkenalan tadi?”

Obyektif:

” klien nampak berkenalan dengan orang yg baru dikenalnya.

2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang
telah dilakukan):
” bapak saat saya tidak ada apakah bapak bisa melakukan hal seperti yang bapak
lakukan tadi dengan orang yang belum dikenal, kemudian bapak ingat nama yang
pernah bapak ajak kenalan atau bapak bisa catat dibuku saat perkenalan”.

3. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat):


- Topik :
“ baiklah, pertemuan kita cukup sampai disini. Besok kita akan ulangi apa yamg
telah kita pelajari dari kemarin ya pak, apakah bapak bersedia?”

Waktu :

“ berapa lama bapak punya waktu untuk besok ? Bagaimana kalau 15 menit saja?”

- Tempat
“ di mana bapak mau melakukannya besok ? Ya sudah bagaimana kalau besok kita
berbincang-bincang di teras depan saja?
INTERVENSI KEPERAWATAN PADA TN WB DENGAN ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI DI
PUSKESMAS 4 DENPASAR SELATAN TANGGAL 31 DESEMBER 2019 S/D 2 JANUARI 2020

KRITERIA HASIL

Setelah dilakukan kunjungan selama.... , maka diharapkan klien menunjukkan tanda-tanda percaya
kepada atau terhadap perawat, dengan kriteria hasil :

1. Wajah tersenyum
2. Mau berkenalan
3. Ada kontak mata
4. Bersedia menceritakan perasaan
5. Bersedia mengungkapkan perasaannya

SP 1 P RASIONAL
a Bina hubungan saling percaya dengan prinsip 1. Dengan hubungan saling percaya maka
komunikasi terapeutik akan terjalin komunikasi terapeutik
 Sapa klien dengan ramah
 Perkenalkan diri dengan sopan
 Tanyakan nama lengkap klien dan nama
yang disukai klien
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Jujur dan menepati janji
 Tunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya
 Beri perhatian pada klien
b Bantu klien mengenal penyebab isolasi sosial 2. Dengan mengetahui penyebab, maka
 Tanyakan pendapat klien tentang dapat menyesuaikan terapi atau
kebiasaan berinteraksi dengan orang implementasi yang akan diberikan
lain selanjutnya
 Tanyakan apa yang menyebabkan
klien tidak ingin berinteraksi dengan
orang lain
c Bantu klien mengenal keuntungan
berinteraksi dengan orang lain
3. Dengan mengetahui keuntungan
berinteraksi, maka klien akan mulai
tertarik melakukan interaksi

d Bantu klien mengenal kerugian tidak


berinteraksi dengan orang lain 4. Dengan mengetahui kerugian tidak
berinteraksi, maka klien akan mulai
tertarik melakukan interaksi

e Latih klien berkenalan dengan satu orang


5. Dengan memberikan contoh, klien dapat
melakukan aktivitas tersebut secara
mandiri

f Bimbing klien untuk memasukkan ke dalam


jadwal kegiatan harian

6. Tindakan yang terjadwal dan rutin


dilakukan maka akan lebih efektif dan
menghindarkan kemungkinan kambuh
kembali
S P2 P RASIONAL
1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya 1. Untuk mengetahui sejauh mana
implementasi yang telah dilakukan
sebelumnya
2. Latih klien berkenalan dengan dua orang atau
2. Dengan memberikan contoh, klien dapat
lebih
melakukan aktivitas tersebut secara
 Beri kesempatan klien
mandiri
mempraktekkan cara berinteraksi
dengan orang lain yang dilakukan
dihadapan perawat
 Beri pujian untuk setiap kemajuan
interaksi yang telah dilakukan klien
 Siap mendengar ekspresi perasaan
klien setelah berinteraksi dengan
orang lain
3. Bimbing klien untuk memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian 3. Tindakan yang terjadwal dan rutin
dilakukan maka akan lebih efektif dan
menghindarkan kemungkinan kambuh
kembali

S P3 P RASIONAL
1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya 1. Untuk mengetahui perkembangan dari
implementasi yang telah dilakukan
2. Dengan latihan secara bertahan diharapkan
2. Latih klien berinteraksi dalam kelompok
klien lebih percaya diri
3. Tindakan yang terjadwal dan rutin
3. Bimbing klien untuk memasukkan ke dalam dilakukan maka akan lebih efektif dan
jadwal kegiatan harian menghindarkan kemungkinan kambuh
kembali

S P1 K RASIONAL
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan 1. Dengan mengetahui masalah yang
keluarga dalam merawat klien dirasakan keluarga, maka perawat dapat
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala memodifikasi intervensi yang akan
isolasi sosial yang dialami pasien beserta dilakukan selanjutnya
proses terjadinya. 2. Dengan mengetahui patopsikologi klien,
3. Menjelaskan cara – cara merawat pasien isolasi maka keluarga mengetahui hal-hal yang
sosial. harus diperhatikan saat merawat klien
3. Dengan menjelaskan perawatan klien,
maka keluarga dapat memantau dan
dapat mengetahui hal-hal yang harus
diperhatikan
S P2 K RASIONAL
a. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat 1. Dengan praktik yang langsung dilakukan
klien dengan isolasi sosial. diharapkan keluarga dapat lebih paham
dan mengingat terapi pada klien isolasi
b. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat
sosial
langsung kepada klien isolasi sosial.

2. Dengan praktik yang langsung dilakukan


diharapkan keluarga dapat lebih paham
dan mengingat terapi pada klien isolasi
sosial

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN PADA TN WB DENGAN ISOLASI


SOSIAL MENARIK DIRI DI PUSKESMAS 4 DENPASAR SELATAN
TANGGAL 31 DESEMBER 2019 S/D 2 JANUARI 2020

NO Tanggal & IMPLEMENTASI EVALUASI RESPON


Jam KEPERAWATAN

1 31/12/2019 1. Melakukan tindakan S P 1 DS : Keluarga klien mengatakan


K mengerti terkait penyakit klien
16.00 wita
a. Mendiskusikan masalah DO : Keluarga klien tampak
yang dirasakan keluarga kooperatif saat diberikan
dalam merawat klien informasi terkait klien
b. Menjelaskan
pengertian, tanda dan
gejala isolasi sosial
yang dialami pasien
beserta proses
terjadinya.
c. Menjelaskan cara – cara
merawat pasien isolasi
sosial.

16.20 wita Melakukan tindakan S P 2 K


DS : Keluarga klien mengatakan
mengerti terkait cara merawat
klien klien
a. Melatih keluarga
mempraktikan cara DO : Keluarga klien tampak
merawat klien dengan kooperatif saat diberikan
isolasi sosial. informasi terkait klien

DS :
Melakukan tindakan S P 1 P
 Klien mengatakan
a Bina hubungan saling namanya Tn. NB, dan
percaya dengan menjelaskan alamatnya
prinsip komunikasi  Klien mengatakan hanya
terapeutik berdiam diri dirumah
DO :

Klien tampak ramah walau


sesekali menunjukkan wajah
datarnya, klien mau berjabat
tangan dan klien terkadang
tersenyum saat menjawab
pertanyaan

DS :
a Bantu klien mengenal
penyebab isolasi sosial  Klien mengatakan

b Bantu klien mengenal mengingat penyebab

keuntungan masuk RSJ terdahulu

berinteraksi dengan karena riwayat perilaku

orang lain kekerasan

c Bantu klien mengenal  Klien mengatakan jarang

kerugian tidak bersosialisasi keluar

berinteraksi dengan DO :

orang lain Klien jarang melakukan kontak


mata dan sesekali merunduk

a Latih klien berkenalan DS : Klien dapat menyebutkan


dengan satu orang nama dan alamatnya kepada
perawat
b Bimbing klien untuk DO : Klien tampak menyimak
memasukkan ke dalam perawat, ketika perawat
jadwal kegiatan harian memperkenalkan diri

a Bimbing klien untuk


DS :
memasukkan ke dalam
Klien mengatakan mau
jadwal kegiatan harian
berkenalan dengan orang lain

DO :

Klien tampak menerima dan


tersenyum

Melakukan S P 2 K DS :

Keluarga klien mengatakan


a Melatih keluarga
mengerti cara merawat klien
mempraktikan cara
isolasi sosial dan bersedia
merawat klien dengan
menerapkannya
isolasi sosial.
DO :
b Melatih keluarga
Keluarga klien tampak
mempraktikan cara
kooperatif saat diberikan
merawat langsung
penjelasan
kepada klien isolasi
sosial.
Melakukan S P 2 P DS :

Klien mengatakan mau


1. Validasi masalah dan
berkenalan dengan orang lain
latihan sebelumnya
2. Latih klien berkenalan DO :
dengan dua orang atau
 Klien tampak
lebih
memperhatikan orang
3. Bimbing klien untuk
lain ketika
memasukkan ke dalam
memperkenalkan diri
jadwal kegiatan harian
 Klien tersenyum
 Klien ada kontak mata
 Klien menceritakan
pengalaman masa
lalunya.

DS :
Melakukan S P 3 P
- Klien mengatakan tidak
1. Validasi masalah dan mau pergi ke rumah
latihan sebelumnya berdaya
2. Latih klien - Klien mengatakan bosan
berinteraksi dalam ke rumah berdaya.
kelompok DO :
3. Bimbing klien untuk - Klien nampak tidak
memasukkan ke dalam tertarik untuk pergi
jadwal kegiatan harian kerumah berdaya.
- Ekspresi klien nampak
berubah ketika diminta
kerumah berdaya.
EVALUASI KEPERAWATAN PADA TN WB DENGAN ISOLASI SOSIAL
MENARIK DIRI DI PUSKESMAS 4 DENPASAR SELATAN TANGGAL 31
DESEMBER 2019 S/D 2 JANUARI 2020

HARI, TANGGAL EVALUASI PARAF


JAM

Kamis, 2 Januari S :
2020
- Pasien mengatakan sudah bisa
berkenalan secara mandiri.

- Pasien mengatakan sudah bisa


berkenalan dengan dua orang dan
sudah memiliki teman diluar
lingkungan rumahnya.

- Pasien mengatakan senang


mempunyai teman.

O:

- Klien nampak dapat berkenalan

- Klien nampak senang

- Klien nampak dapat


memperaktekan cara berkenalan

- Klien nampak bersosialisasi


bersama temannya.

A:

- SP1 dan SP 2 teratasi

P:

Pertahankan intervensi dan


mengajarkan klien berkenalan
dengan orang disekitarnya dan
memasukan dalam jadwal harian.
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pengertian Harga Diri Rendah


Keliat B.A mendefinisikan harga diri rendah adalah penilaian tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Perasaan tidak berharga,
tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri
dan kemampuan diri (Fajariyah, 2012)
Harga diri rendah adalah semua pemikiran, kepercayaan dan keyakinan yang merupakan
pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.
Harga diri terbentuk waktu lahir tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang
dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia (Stuart,2006)
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan
( Townsend, 2001 ). Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri, merasa gagal karena karena tidak
mampu mencapai keinginansesuai ideal diri (Keliat, 2001).
Menurut Schult & videbeck (1998) gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif
seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak
langsung. Dapat disimpulkan harga diri rendah adalah kurangnya rasa percaya diri sendiri
yang dapat mengakibatkan pada perasaan negatif pada diri sendiri, kemampuan diri dan orang
lain. Yang mengakibatkan kurangnya komunikasi pada orang lain.

4.2 Komponen Konsep Diri


Konsep diri adalah semua pikiran, kepercayaan dan kenyakinan yang diketahui
tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain
(Fajariyah, 2012).
Ciri konsep diri menurut Fajariyah (2012) terdiri dari konsep diri yang positif,
gambaran diri yang tepat dan positif, ideal diri yang realitis, harga diri yang tinggi,
penampilan diri yang memuaskan, dan identitas yang jelas. Konsep diri terdiri dari
citra tubuh (body image), ideal diri (self-ideal), harga diri (self-esteem), peran (self-
role), dan identitas diri (self-identity) (Suliswati, 2004).

a) Citra tubuh
Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari atau tidak
disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan bentuk,
fungsi penampilan dan potensi tubuh. Citra tubuh sangat dinamis karena secara
konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman- pengalaman baru. Citra
tubuh harus realitis karena semakin dapat menerima dan menyukai tubuhnya
individu akan lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan. Individu yang
menerima tubuhnya apa adanya biasanya memiliki harga diri tinggi daripada
individu yang tidak menyukai tubuhnya (Suliswati, 2004).
b) Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaiman ia seharusnya bertingkah
laku berdasarkan standart pribadi. Standart dapat berhubungan dengan tipe orang
yang diinginkan/disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang ingin diraih.
Ideal diri, akan mewujudkan cita-cita atau penghargaan diri berdasarkan norma-
norma sosial dimasyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri
(Suliswati, 2004).
c) Harga diri
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisa seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang
tinggi adalah tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan
kegagalan, tetap merasa sebagai orang yang penting dan berharga (Stuart,2006).
d) Peran
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan
oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu didalam sekelompok sosial
dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan memvalidasi pada orang
berarti. Setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yeng berhubungan dengan
posisi setiap waktu sepanjang daur kehidupnya. Harga diri yang tinggi merupakan
hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideali diri (Suliswati,
2004).
e) Identitas diri
Prinsip penorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan,
kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Prinsip tersebut sama artinya
dengan otonomi dan mencakup persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan
identitas, dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan,
tetapi merupakan tugas utama pada masa remaja (Stuart, 2006).
4.3 Rentang Respon Konsep Diri

Adaptif Maladaptif

Aktualisasi konsep diri harga diri keracunan Depresonal

Akualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang pengalaman
nyata yang sukses diterima.
Konsep diri positif adalah mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri.
Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan konsep diri
maladaptif. Keracunan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan
aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis

Etiologi
Penyebab terjadi harga diri rendah adalah :

- Pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya.
- Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima.
- Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan, atau pergaulan
- Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung
mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya.

4.5 Tanda dan gejala harga diri rendah


Tanda gejala harga diri rendah menurut (Carpenito 2003) antara lain yaitu perasaan
malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit, rasa
bersalah terhadap diri sendiri, merendahkan martabat, gangguan hubungan sosial,
seperti menarik diri, tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri,
percaya diri kurang, sukar mengambil keputusan, mencederai diri. Akibat harga diri
yang rendah disertai harapan yang suram, ingin mengakhiri kehidupan. Tidak ada
kontak mata, sering menunduk, tidak atau jarang melakuakan kegiatan sehari- hari,
kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, berkurang selera makan,
bicara lambat dengan nada lemah.

4.6 Proses Terjadi Harga Diri Rendah


Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah
situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu tidak
pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang perilaku klien sebelumnya bahkan
mungkin kecenderungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif mendorong
individu menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya individu
berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha
menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak
mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap
diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri
rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan positif atau
justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan
individu mengalami harga diri rendah kronis (Direja, 2011).
4.7 Akibat terjadinya harga diri rendah
Menurut Karika (2015) harga diri rendah dapat berisiko terjadinya isolasi sosial :
menarik diri, isolasi soasial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak
fleksibel pada tingkah laku yang maladaptif mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial. Dan sering dirtunjukan dengan perilaku antara lain:
Data subyektif
- Mengungkapkan enggan untuk memulai hubungan atau pembicaraan.
- Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain.

Data Objektif

- Kurang spontan ketika diajak bicara.


- Apatis.
- Ekspresi wajah kosong.
- Menurun atau tidak adanya komunikasi verba
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Untuk kesimpulan yang dapat kami simpulkan dari kasus diatas adalah sp 3 dari
pasien isos tidak tercapai karena klien tidak mau untuk diajak kerumah berdaya untuk
mengikuti terapi aktivitas kelompok dengan alasan klien merasa bosan jika berada
dirumah berdaya dan merasa bosan dengan kegiatan yang ada dirumah berdaya.
5.2 Saran
Saran diberikan kepada pihak puskesmas atau kelompok selanjutnya yang akan
melakukan pengkajian agar bisa melaksanakan dari sp 3 pasien yaitu latih klien
dalam berinteraksi kelompok agar sp1 sampai sp 3 dari pasien tercapai.

Anda mungkin juga menyukai