Anda di halaman 1dari 16

A.

Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan
transudat atau cairan eksudat (Pedoman Diagnosis dan Terapi / UPF ilmu penyakit
paru, 1994, 111). Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang
terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15 ml) berfungsi
sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi
(Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses
penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain.
Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau
dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000). Effusi pleura adalah
penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson, 2005).

B. Epidemiologi
Bakteri pneumonia serta keganasan adalah penyebab utama dan sering untuk
eksudat. Efusi pleura pada anak-anak umumnya kebanyakan adalah infeksi (50-70%
efusi parapneumonik), gagal jantung kongestif adalah penyebab yang lebih sedikit (5-
15%) dan keganasan adalah kasus yang jarang. Efusi pleura merupakan manifestasi
klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60 % penderita keganasan pleura primer
atau metastatic. Sementara 5 % kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat
disertai efusi pleura dan sekitar 5 % penderita kanker payudara akhirnya akan
mengalami efusi pleura.

C. Etiologi
1. Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragis
a) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena
cava superior, tumor, sindroma meig.
b) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya, tumor, infark
paru, radiasi, penyakit kolagen.
c) Efusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
2. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan
penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-
penyakit dibawah ini : Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites,
infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
3. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu
dari empat mekanisme dasar : Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau
limfatik, penurunan tekanan osmotic koloid darah, peningkatan tekanan negative
intrapleural, adanya inflamasi atau neoplastik pleura.

D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga
pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura
parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan
osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan
bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma,
bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra
pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam
kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase
limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru
dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan
yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik
kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi
atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura,
yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma
dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya.
Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya
perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah
cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang
nyata. Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan
gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan
partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa
Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul (Terney, 2002 dan Tucker, 1998) adalah:
1. Sesak Nafas
2. Nyeri dada
3. Kesulitan bernafas
4. Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksi
5. Keletihan
6. Batuk

F. Pemeriksaan Fisik
Deviasi trakhea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleura yang signifikan mungkin akan ditemukan. Pemeriksaan
fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam
keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis
Damoiseu). Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak
karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar
krepitasi pleura.

Pemeriksaan fisik per sistem:


1) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari
posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250
cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk.
Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan
dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis
kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila
penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau,
yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol,
1994,79)

2) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS –
5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi
jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi
untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini
bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah
bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang
menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.

3) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya
5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat
hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen
normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak
(hepar, asites, vesika urinarta, tumor).

4) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks
patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan.

5) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua
ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan
capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan
otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

6) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan
kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada
bagian medial. Bila permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat
udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru-paru
sendiri. Kadang-kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam
pleura dengan adhesi karena radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada
dengan posisi lateral dekubitus.

2) CT – SCAN
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya tumor
paru juga sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik yang meliputi :
 menentukan adanya tumor dan ukurannya
 mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus, mediatinum dan
pembuluh darah besar
 mendeteksi adanya efusi pleura
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk menuntun
tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi pengobatan,
mendeteksi kekambuhan dan CT planing radiasi.

3) Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis

4) Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio
residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik
tahap lanjut.

5) Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
a. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl <3 >3
Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga
cairan pleura :
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,
arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).

b. Analisa cairan pleura


- Transudat : jernih, kekuningan
- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
- Hilothorax : putih seperti susu
- Empiema : kental dan keruh
- Empiema anaerob : berbau busuk
- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah

c. Perhitungan sel dan sitologi


Leukosit 25.000 (mm3): empiema
Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan
tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis
atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3
menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan
dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih
terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat
mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis
(Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)
d. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo
cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur
cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif
sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura ini adalah (Mansjoer, 2001)
1) Thorakosentasis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,
dispnea dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera
untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak
maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian
2) Pemberian antibiotik
Jika ada infeksi
3) Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin, kalk
dan bieomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura
dan mencegah cairan terakumulasi kembali
4) Tirah baring
Tirah baring ini bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dyspnea
akan semakin meningkat pula
5) Biopsi pleura, untuk mengetahui adanya keganasan

I. Komplikasi
Menurut (Mansjoer, 2001), komplikasi efusi pleura yaitu:
 Infeksi
 Fibrosis paru

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Keperawatan

1. Pengkajian Primer (Primery Survey) :


a) Air way
1) Ada atau tidak penumpukan secret
2) Refleks batuk menurun
3) Refleks menelan menurun
4) Wheezing
5) Edema tracheal/faringeal
b) Breathing
1) Sesak nafas
2) RR > 20 x/menit
3) Menggunakan otot bantu pernafasan
4) Retraksi dinding dada asimitris
5) Irama nafas tidak teratur,
6) Pernafasan cepat dan dangkal
c) Circulation
1) Nadi cepat
2) TD meningkat atau hipotensi
3) Distritmia
d) Disability
1) Kesadaran GCS
2) Pupil
3) Mual / muntah
4) Gelisah
5) Nyeri dada

2. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey) :


a) Aktifitas/istirahat
Gejala : Dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat.
b) Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ.
c) Integritas ego
Tanda : Ketakutan, gelisah.
d) Makanan / cairan
Adanya pemasangan infus intravena.
e) Nyeri/kenyamanan
Gejala tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen.
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi.
f) Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma.
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi
interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi
terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak
diarea terisi cairan.
Observasi dan palpasi dada : Gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma,
penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis, berkeringat,
krepitasi subkutan.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, mucosa
sekret berlebihan.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi yang ditandai
dengan dispnea dan penggunaan otot aksesorius pernapasan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik ditandai dengan
mengkomunikasikan nyeri secara verbal
4. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh diatas rentang normal
2. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Bersihan jalan nafas NOC Label: NIC Label:
tidak efektif b.d Respiratory status: Airway Airway Management
penyumbatan saluran patency 1. Buka jalan napas, dengan
nafas oleh sputum Setelah diberikan asuhan mengangkat dagu atau dengan
yang ditandai keperawatan …x24 jam, jalan teknik mendorong rahang
dengan produksi napas pasien paten dengan 2. Posisikan pasien untuk
suputum (+), ronchi criteria hasil: memaximalkan aliran nafas
(+)  RR (respiratory rate) 12- 3. Hilangkan secret dengan batuk
20 x/menit efektif atau dengan suction
 Irama pernapasan normal
4. Monitor status respirasi dan
 Kedalaman inspirasi
oksigenasi
5. Posisikan pasien untuk
meringankan dyspnea
2 Pola napas tidak Setelah diberikan asuhan NIC Label:
efektif berhubungan keperawatan selama ... x 24 Airway management
dengan sindrom jam, pola napas klien normal 1. Posisikan klien untuk
hipoventilasi yang dengan kriteria hasil: memaksimalkan proses ventilasi
ditandai dengan NOC label: 2. Instruksikan klien untuk batuk
dispnea dan Respiratory Status: Ventilation efektif
penggunaan otot  RR Klien dalam rentang 3. Ajarkan teknik napas dalam
aksesorius normal (12-18 x/menit) 4. Berikan klien oksigen jika
 Ritme Pernapasan klien
pernapasan diperlukan
teratur
5. Monitor status respirasi dan
 Kedalaman inspirasi
oksigenasi klien
normal
 Suara perkusi hiperresonan Respiratory monitoring
diseluruh lapang paru 1. Monitor respiratory rate, ritme
Keterangan: 2. Monitor suara nafas klien seperti
1: Severe deviation from crowing atau snoring
normal 3. Palpasi untuk ekspansi paru
2: Substansial deviation from 4. Monitor dyspnea klien dan
normal aktifitas yang meningkatkan
3: Moderate deviation from dyspnea
normal 5. Monitor hasil x-ray dada pasien
4: Mild deviation from normal
5: No deviation from normal
Vital Sign
 Suhu tubuh dalam rentang
normal (36.5-37.5 0C)
 Tekanan darah sistolik (80-
120 mmHg)
 Tekanan darah diastolik
(60-80 mmHg)
3 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. NIC LABEL : Pain
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 jam Management
agen cedera biologis diharapkan level 1. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan
ditandai dengan ketidaknyamanan pasien durasi nyeri. Gunakan skala nyeri
mengatakan nyeri berkurang dengan kriteria hasil dengan pasien dari 0 (tidak ada
secara verbal : nyeri) – 10 (nyeri paling buruk).
NOC LABEL : Discomfort 2. Gunakan komunikasi terapeutik
Level untuk mengetahui nyeri dan
- Pasien tidak meringis respon pasien terhadap nyerinya
- Pasien tidak tampak 3. Kaji dengan pasien faktor-faktor
ketakutan, skala 3-5 yang dapat
- Pasien tidak tampak meningkatkan/mengurangi
cemas, skala 3-5 nyerinya
- Pasien dapt beristirahat 4. Kaji efek dari pengalaman nyeri
dengan cukup, skala 3-5 terhadap kualitas tidur, nafsu
makan, aktivitas dan suasana hati
Setelah diberikan asuhan 5. Control lingkungan sekitar pasien
keperawatan selama 2x24 jam yang dapat memberikan respon
diharapkan level tidak nyaman, misalnya
ketidaknyamanan pasien temperature ruangan, pencahayaan
berkurang dengan kriteria hasil dan kebisingan
: 6. Ajarkan tekhnik nonfarmakologis,
NOC LABEL : (misalnya guided imageri,
Pain control distraksi, relaksasi, terapi musik,
- Pasien dapat massage), sebelum, setelah, dan
menyebutkan faktor yang jika mungkin selama nyeri
menyebabkan nyerinya berlangsung, sebelum nyeri
timbul meningkat, dan selama nyeri
- Pasien dapat melaporkan berkurang
perubahan pada tanda- 7. Ajarkan tentang penggunaan
tanda nyeri kepada farmakologikal dalam mengurangi
petugas kesehatan nyeri
/perawat
- Pasien dapat melaporkan
bagaimana cara
mengontrol nyerinya
- Pasien menggunakan cara
non-analgesics untuk
mengurangi nyerinya
- Pasein menggunakan obat
analgesics sesuai
rekomendasi
4 Hipertermi NOC Label: NIC Label:
berhubungan dengan Vital sign Fever treatment
proses inflamasi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor suhu tubuh pasien yang
ditandai dengan Keperawatan selama ….x24 sesuai
peningkatan suhu jam, Vital sign pasien dalam 2. Selimuti pasien dengan selimut
tubuh diatas rentang rentang normal dengan criteria yang sesuai
normal hasil: 3. Beri obat untuk mengobati
 Suhu tubuh dalam rentang penyebab demam yang sesuai
normal (36,5-37,5⁰C) 4. Dorong klien untuk meningkatkan
 Nadi radial dalam rentang intake cairan melalui oral yang
80-100 x/menit sesuai.
 Tekanan darah sistolik 80-
5. Beri obat yang tepat untuk
110 mmHg
mencegah atau mengendalikan
klien menggigil
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck. 2004. Nursing Interventions Classification: Fourth Edition. Singapore: Elsevier


Guyton & Hall.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification: Fourth Edition. Singapore:
Elsevier
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta : EGC
Potter, Patricia A., and Perry, Anne Griffin. 2006. Fundamental Keperawatan. Volume 2.
Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
……………., ...... November 2018

Pembimbing/CI Mahasiswa

( ) ( )

NIP. NIM.

Anda mungkin juga menyukai