Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

INDIKASI MASUK ICU DAN TATALAKSANA PASIEN

Disusun Oleh:
Aufa Muhammad Nadhif, S.Ked 04054822022036

Pembimbing:
dr. Mayang Indah Lestari, Sp.An(K)

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
INDIKASI MASUK ICU DAN TATALAKSANA PASIEN

Oleh:
Aufa Muhammad Nadhif, S.Ked 04054822022036

Dosen Pembimbing:
dr. Mayang Indah Lestari, Sp.An(K)

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin
Palembang periode 5 Januari – 20 Januari 2021.

Palembang, Januari 2021

dr. Mayang Indah Lestari, Sp.An

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, karena atas rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Indikasi Masuk
ICU dan Tatalaksana Pasien” sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan
klinik di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang.
Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Mayang Indah
Lestari, Sp.An(K) selaku pembimbing laporan kasus ini yang telah
memberikan bimbingan dan nasihat dalam penyusunan telaah ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun agar laporan kasus ini menjadi lebih baik. Harapan penulis
semoga laporan kasus ini bias membawa manfaat bagi semua orang dan
dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.
Palembang, Januari 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ii
KATA PENGANTAR ...........................................................................................iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN......................................................................................3
2.1 Identitas.........................................................................................................3
2.2 Survei Primer.................................................................................................3
2.3 Survei Sekunder............................................................................................4
2.4 Diagnosis.......................................................................................................7
2.5 Tatalaksana....................................................................................................8
2.6 Persiapan Pre-operasi....................................................................................8
2.7 Follow up ....................................................................................................13
BAB III ANALISIS KASUS.................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

4
BAB I
PENDAHULUAN
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari Rumah Sakit yang
mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan) dengan staf yang khusus dan
perlengkapan yang khusus dengan tujuan untuk terapi pasien - pasien yang
menderita penyakit, cedera atau penyulit - penyulit yang mengancam nyawa atau
potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan sarana
dan prasarana atau peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan
menggunakan keterampilan staf medik, perawat, dan staf lain yang
berpengalaman dalam pengelolaan keadaan tersebut.1
Perkembangan ICU bermula dari timbulnya wabah poliomyelitis di
Scandinavia pada sekitar awal tahun 1950, dijumpai banyak kematian yang
disebabkan oleh kelumpuhan otot-otot pernapasan. Dokter spesialis anestesiologi
dipelopori oleh Bjorn Ibsen pada waktu itu, melakukan intubasi dan memberikan
bantuan napas secara manual mirip yang dilakukan selama anestesi. Dengan
bantuan para mahasiswa kedokteran dan sekelompok sukarelawan mereka
mempertahankan nyawa pasien poliomyelitis bulbar dan bahkan menurunkan
mortalitas sebanyak 40%, dibandingkan dengan cara sebelumnya yakni
penggunaan iron lung yang mortalitasnya sebesar 90%. Pada tahun 1952
Engstrom membuat ventilasi mekanik bertekanan positif yang ternyata sangat
efektif untuk memberi pernapasan jangka panjang. Sejak saat itulah ICU dengan
perawatan pernapasan mulai terbentuk dan tersebar luas.1 Di Indonesia
perkembangan Ilmu Kedokteran Gawat Darurat dan ICU ditandai dengan
didirikannya ICU di RS Cipto Mangunkusumo pada tahun 1971.2
Saat ini pelayanan di ICU tidak terbatas hanya untuk menangani pasien pasca-
bedah saja tetapi juga meliputi berbagai jenis pasien dewasa, anak, yang
mengalami lebih dari satu disfungsi/gagal organ. Kelompok pasien ini dapat
berasal dari Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi, Ruang Perawatan, ataupun
kiriman dari Rumah Sakit lain.2
Setiap dokter dapat memasukkan pasien ke ICU sesuai dengan indikasi masuk
ke ICU, karena keterbatasan jumlah tempat tidur ICU maka berlaku asas prioritas

1
dan indikasi masuk. Pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dengan kriteria
prioritas 1, 2, dan 3. Namun jika pasien yang memenuhi kriteria masuk jumlahnya
cukup banyak sedangkan kapasitas ruang ICU terbatas, maka harus ditentukan
prioritas pasien masuk berdasarkan beratnya penyakit dan prognosis. Penilaian
objektif hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas masuk ICU.1,2

2
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas
Nama : Ny. YA
No RM : 0001193729
Umur : 44 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wirausaha
BB/TB : 50 kg/153 cm
Alamat : Way Hitam, Palembang
MRS : Minggu, 30 Desember 2020, pukul 22.02 WIB

2.2 Survei Primer


Tabel 1. Survei primer
Klinis Masalah Tindakan
Pertahankan patensi
Gurgling (-), snoring (-),
jalan napas dengan
stridor (-), perdarahan (-),
triple airway manuver
Airway muntah (-), keluar busa dari Airway clear
(head tilt, chin lift atau
mulut (-), cedera servikal
jaw thrust jika curiga
(-)
cedera servikal)
Nafas spontan (+), RR = 20
x/menit, WOB normal,
Pertahankan patensi
Breathing retraksi dinding dada (-), Normal
pernapasan pasien.
retraksi intercostal (-), SpO2
98 %
Pasang IV line 1 jalur.
Warna kulit sianosis(-), akral
Pemberian cairan
Circulation pucat (-), TD: 130/80 Normal
dengan kristaloid 500
mmHg, Nadi : 76 x/menit
mL.
Lakukan manajemen
Pasien tidak
GCS: E2M4V2, pupil bulat breathing dan
sadar penuh.
isokor, diameter 3mm/3mm, circulation dengan
Disability GCS:
refleks cahaya (+) baik sehingga perfusi
E2M4V2
jaringan adekuat.
Environmen Selimuti pasien untuk
T: 37°C normal
t mencegah hipotermia

3
2.3 Survei Sekunder
Anamnesis
Alloanamnesis pada tanggal 30 Desember 2020

Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak ± 16 jam SMRS

Riwayat perjalanan penyakit


Sejak ± 15 hari SMRS, penderita terjatuh dengan kepala membentur benda
keras. Pasien lalu mengalami penurunan kesadaran secara perlahan-lahan lalu
disertai dengan kejang. Mual dan muntah disangkal. Riwayat demam disangkal.
Riwayat kelemahan pada tubuh disangkal. Pasien lalu dibawa oleh keluarga ke RS
Charitas. Di RS Charitas pasien dilakukan pemeriksaan CT Scan dan dikatakan
terdapat pendarahan di kepala. Pasien dianjurkan untuk operasi namun menolak.
Setalah sempat dirawat di RS Charitas selama beberapa hari keadaan pasien
memburuk. Keluarga lalu menyetujui untuk dilakukan operasi. Pasien lalu dirujuk
ke RSMH untuk tatalaksana lebih lanjut.

Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat hipertensi disangkal
2. Riwayat kencing manis disangkal
3. Riwayat asma/alergi disangkal
4. Riwayat sakit ginjal disangkal
5. Riwayat sakit jantung disangkal
6. Riwayat operasi sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat asma, alergi, hipertensi, kencing manis serta kejang sebelumnya
disangkal.

Pemeriksaan Fisik

4
Status Generalisata
Sens : E2M4V2
TD : 130/80 mmHg
HR : 76 kali per menit
RR : 20 kali per menit
Suhu : 36.7 ℃
SpO2 : 98%

Keadaan Spesifik
 Kepala : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor,
diameter 3mm/3mm, RC (+/+). Tampak luka tertutup perban di regio
frontal kepala
 Hidung : Deviasi septum (-), plica nasolabialis simetris, polyp (-), epistaksis
(-)
 Mulut : Sudut mulut simetris, deviasi (-), disartria (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
 Thorax
Pulmo
I : statis dan dinamis simetris, kanan sama dengan kiri
P : stem fremitus kanan sama dengan kiri
P : sonor dikedua hemithoraks
A : vesikuler (+) normal di kedua hemithorax, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : BJ I-II normal, HR: 76 x/m, murmur (-) gallop (-)
 Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-) timpani,
BU
(+) normal, nyeri ketok CVA (-)
 Genitalia : tidak diperiksa
 Ekstremitas : edema pretibial (-), akral pucat (-), CRT < 2”

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium

5
Tabel 1. Pemeriksaan laboratorium (RS Charitas 1 Januari 2021)
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 12,6 11,40 – 15,00 g/dL
RBC 4,1 x 106 4,00 – 5,70 x 106/μL
WBC 13,9 x 103 4,73 – 10,89 x 103/μL
Hematokrit 38 35 – 45 %
PLT 112 x 103 189 – 436 x 103/μL
MCV 94 85 – 95 fL
MCH 31 28 – 32 pg
MCHC 33 33 – 35 g/L
LED 58 0-20 mm/jam
Hitung Jenis 0/2/60/31/7 0-1/1-6/50-70/20-40/2-8
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 122 <200 mg/dL
Ginjal
Ureum 122 15 – 40 mg/dL
Kreatinin 1.6 0,50 – 1 mg/dL
BUN 57 10 – 20 mg/dL
eGFR 34.28
Elektrolit
Natrium (Na) 141 135 – 155 mEq/L
Kalium (K) 4,3 3,5 – 5,5 mEq/L

Pemeriksaan Radiologi

Kesan:
- ICH/IVH yang mulai mengalami resorpsi frontal kanan/kiri

2.4 Diagnosis
Penurunan kesadaran ec Cedera Kepala Berat dengan Intracerebral
Hemorrhage (ICH) + Intraventricular Hemorrhage (IVH) +
Trombositopenia

2.5 Tatalaksana
Non Farmakologis :
- Observasi penurunan kesadaran dan tanda-tanda vital
- Informed consent operasi dan informed consent pembiusan

6
- Edukasi untuk dilakukan tindakan pembiusan
- Head up 30o
- O2 10 L/menit via NRM / Persiapan Intubasi
- Jaga suhu normotermi
- Pro Kraniotomi Evakuasi
- Rencana Tindakan dengan general anestesi
- Persiapan preoperasi
- Pemasangan kateter dan NGT
Farmakologis :
- IVFD NaCl 0,9% gtt xx/menit
- Manitol 250 cc
- Asam tranexamat 3x1 gram
- Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam
- Omeprazole 1x 40 mg
- Citicolin 2 x 500 mg
- Fenitoin cap 3x100 mg
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam

2.6 Persiapan Pre-operasi


a. Pre Anestesi
Tanggal tindakan : 2 Januari 2021
TB : 153 cm
BB : 50 kg
IMT : 21,3 kg/m2
Riwayat operasi : Tidak ada
Riwayat obat-obatan : Tidak ada
Alergi : Tidak ada

Sistem Organ
Penyakit Kardiovaskuler : Tidak ada

7
Penyakit Respirasi : Tidak ada
Penyakit Neurologis : Tidak ada
Diabetes : Tidak ada
Masalah Tiroid : Tidak ada
Masalah Ginjal/Buli/Prostat : Tidak ada
Masalah Gastro-intestinal : Tidak ada
Kelainan Darah : Tidak ada
Penyakit Mata : Tidak ada
Penyakit Telinga : Tidak ada
Kanker/Kemoterapi : Tidak ada
Kelainan Psikiatri : Tidak ada
Penyakit atau kelainan lain : Tidak ada
Riwayat Anestesi : Tidak ada
Interaksi obat-obatan : Tidak ada

Psikologis dan Kultural


Psikologis : Tenang
Kultural : Tidak ada

Tanda Vital
Kesadaran : E2M4V2
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Suhu : 36,7oC
Respiratory Rate : 20 x/menit
SpO2 : 99%, terpasang NRM 10 lpm

Evaluasi Jalan Nafas


Gigi : Lengkap
Buka Mulut : 3 jari
Jarak Thyro-Mental : 3 jari

8
Mallampati :I
ROM Leher : Baik
Kelainan Jalan Nafas Lain : Tidak Ada
Paru : Normal
Jantung : Irama regular, Normal

Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 1 Januari 2021
Darah
Hemoglobin : 12,6 g/dL
RBC : 4,1 x 106/μL
WBC : 13,9 x 103μL
Hematokrit : 38 %
PLT : 112 x 103μL
MCV : 94 fL
MCH : 31 pg
MCHC : 33 g/L
Hitung Jenis : 0/2/60/31/7
Glukosa Sewaktu : 122 mg/dL
Ureum : 122 mg/dL
Kreatinin : 1.6 mg/dL
Natrium (Na) : 141 mEq/L
Kalium (K) : 4,3 mEq/L
Rontgen Toraks : jantung dan paru dalam batas normal
Diagnosa : Penurunan kesadaran ec Cedera Kepala
Berat dengan Intracerebral Hemorrhage
(ICH) + Intraventricular Hemorrhage
(IVH) + Trombositopenia
Tindakan : Kraniotomi evakuasi
Status Fisik : ASA I E

9
b. Anestesi
Evaluasi Pre Induksi
Kesadaran : E2M4V2
Respirasi : Spontan, RR 20 x/menit, NRM 10 lpm
SpO2 : 96 %
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 71 x/menit, regular
Status fisik : ASA IIIE
Induksi : Fentanyl 100 mcg; Tiopental 250 mg;
Roculax 80 mg
Jenis anestesi : Anestesi umum
Pengaturan nafas : Controlled
Monitoring : EKG, SpO2, NIBP, urin kateter

c. Monitoring Anestesi Intraoperatif


Tabel 2. Tabel monitoring intraoperatif
JAM TD NADI RR SpO2 Udara
O2(L/ Air Volatil Keterangan
(WIB) (mmHg) (x/mnt) (x/mnt) (%) N2O
m) (L/m) (Vol%)

 Induksi obat: Fentanyl 100


mcg; Tiopental 250 mg;
13.15 80/60 105 19 99 8 - 2 1
Roculax 80 mg

13.45 140/90 93 18 99 2 - 2 1
14.15 100/60 90 20 99 2 - 2 1
14.45 100/60 90 18 99 2 - 2 1
15.15 110/70 89 19 99 2 - 2 1 Dimasukan PRC 200 ml
Dimasukan PRC 200 ml

Dimasukan Widahes 1000


15.45 110/70 90 19 99 2 - 2 1 ml

Dimasukan Gelofusine
500 ml

10
Keadaan Selama Operasi
Posisi : Supine
Ventilasi : Single lumen ETT cuff no 7,5

Cairan
Total Asupan Cairan
1. Kristaloid : Widahes 1000 cc
2. Koloid : Gelofusine 500 ml
3. Darah :-
4. Komponen darah : PRC 400 ml
Total keluar cairan :
Perdarahan : 500 cc
Urin : 1500 cc

d. Post Anestesi
Monitoring Pasca bedah
Pasien pindah ke ICU pukul 18.15
Kesadaran : DPO (Dibawah Pengaruh Obat)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
HR : 90 x/menit, reguler, adekuat
RR : 18x/menit, assist
SpO2 : 99%

Perawatan di GICU
Follow Up Hari 1
Tanggal 3 Januari 2021 pukul 9.00 di ruang ICU
Kesadaran : E3MxVterintubasi
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
HR : 87 x/menit,
Pernafasan : 19 x/menit, reguler

11
Suhu : 37,8ºC
SpO2 : 100 %
Status Respirasi: Terpasang ETT no. 7,5 kedalam 20, FiO2 6 lpm
Cairam : IVFD Widabes 500 cc, Wida KDN-2 500 cc
Obat : F: diet cair 1200 kkal
A: morfin 10 mg dalam 10 cc, 1 cc/jam
S: dexmedetomidine 0.2 mg /jam gtt IV
T: Padua score 5, Improve Score 7
H: Head Up 30o derajat
U: Omeprazole 40 mg/24 jam IV
G: Glucose Control 140-180 mg/dL
` B: Bising usus (+), distensi (-)
I: infected catheter (-)
D: meropenem 1 gr / 8 jam IV
Diagnosis : Respiratory failure on mechanical ventilator Post kraniotomi
evakuasi ec ICH frontalis
Instruksi : Weaning ventilator target T-Piece

Follow Up Hari 2
Tanggal 4 Januari 2021 pukul 9.00 di ruang ICU
Kesadaran : E3MxVterintubasi
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
HR : 89 x/menit
Pernafasan : 19 x/menit, reguler
Suhu : 37,8ºC
SpO2 : 100 %
Status Respirasi: Terpasang ETT no. 7,5 kedalam 20, FiO2 6 lpm
Cairan : IVFD Widabes 500 cc, Wida KDN-2 500 cc
Obat : F: diet cair 1200 kkal
A: morfin 10 mg dalam 10 cc, 1 cc/jam
S: dexmedetomidine 0.2 mg /jam gtt IV

12
T: Padua score 5, Improve Score 7
H: Head Up 30o derajat
U: Omeprazole 40 mg/24 jam IV
G: Glucose Control 140-180 mg/dL
` B: Bising usus (+), distensi (-)
I: infected catheter (-)
D: meropenem 1 gr / 8 jam IV
Hasil Lab : Hemoglobin : 11,2 g/dL
Hematokrit : 34 %
Leukosit : 6.63 x 103/mm3
Trombosit : 70 x 103 mm3
Ureum/Kreatinin : 24 mg/dl/0,88 mg/dl
Natrium/Kalium : 146 mEq/L / 2,7 mEq/L
pH : 7,445
PaCO2 : 33,2 mmHg
PaO2 : 106,8 mmHg
HCO3 : 23,0 mmol/L
GDS : 157 mg/dL
Diagnosis : Respiratory failure on mechanical ventilator Post kraniotomi
evakuasi ec ICH frontalis

Follow Up Hari 3
Tanggal 5 Januari 2021 pukul 9.00 di ruang ICU
Kesadaran : E3MxVterintubasi
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
HR : 92x/menit
Pernafasan : 16-18 x/menit, reguler
Suhu : 37,8ºC
SpO2 : 100 %
Status Respirasi: terpasang ventilator setting PS 8 PEEP 5 FiO2 40%
Cairam : IVFD Widabes 500 cc, Wida KDN-2 500 cc

13
Obat : F: diet cair 1200 kkal
A: morfin 10 mg dalam 10 cc, 1 cc/jam
S: dexmedetomidine 0.2 mg /jam gtt IV
T: Padua score 1
H: Head Up 30o derajat
U: Omeprazole 40 mg/24 jam IV
G: Glucose Control 140-180 mg/dL
` B: Bising usus (+)
I: infected catheter (-)
D: meropenem 1 gr / 8 jam IV
Diagnosis : Respiratory failure on mechanical ventilator Post kraniotomi
evakuasi ec ICH frontalis

Follow Up Hari 4
Tanggal 6 Januari 2021 pukul 9.00 di ruang ICU
Kesadaran : E3MxVterintubasi
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
HR : 90x/menit
Pernafasan : 16-18 x/menit, reguler
Suhu : 37,8ºC
SpO2 : 100 %
Status Respirasi: terpasang ventilator setting PS 8 PEEP 5 FiO2 40%
Cairam : IVFD Widabes 500 cc, Wida KDN-2 500 cc
Obat : F: diet cair 1200 kkal
A: morfin 10 mg dalam 10 cc, 1 cc/jam
S: dexmedetomidine 0.2 mg /jam gtt IV
H: Head Up 30o derajat
U: Omeprazole 40 mg/24 jam IV
G: Glucose Control 140-180 mg/dL
` B: Bising usus (+)
I: infected catheter (-)

14
D: meropenem 1 gr / 8 jam IV
Diagnosis : Respiratory failure on mechanical ventilator Post kraniotomi
evakuasi ec ICH frontalis
Instruksi : Pasien direncanakan dilakukan Percutaneous Tracheostomy;
pasien direncanakan pindah ke HCU

15
BAB III
ANALISIS KASUS
Ny. YA, perempuan 44 tahun, dibawa ke Rumah Sakit dengan penurunan
kesadaran sejak ± 15 hari SMRS akibat terjatuh dengan kepala membentur benda
keras. Pasien mengalami penurunan kesadaran secara perlahan-lahan lalu disertai
dengan kejang. Mual muntah disangkal. Riwayat demam disangkal. Riwayat
kelemahan pada tubuh disangkal. Pasien lalu dibawa oleh keluarga ke RS
Charitas. Di RS Charitas pasien dilakukan pemeriksaan CT Scan dan dikatakan
terdapat pendarahan di kepala. Pasien dianjurkan untuk operasi namun menolak.
Setalah sempat dirawat di RS Charitas selama beberapa hari keadaan pasien
memburuk. Keluarga lalu menyetujui untuk dilakukan operasi. Pasien lalu dirujuk
ke RSMH untuk tatalaksana lebih lanjut.
Dari hasil pemeriksaan fisik pasien datang dengan GCS E2M4V2, tekanan
darah 130/80 mmHg, HR 76 kali per menit, RR 20 kali per menit Suhu, 36.7 ℃
dan SpO2 98%. Tampak luka tertutup perban di regio frontal kepala. Thorax,
abdomen dan ekstrimitas dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium
didapatkan trombosit 112 x 103 / μL. Pemeriksaan CT scan didapatkan ICH/IVH
yang mulai mengalami resorpsi frontal kanan/kiri.
Pasien datang ke rumah sakit dengan riwayat kepala terbentur. Trauma
kepala merupakan salah satu penyebab terbanyak kegawatdarutan pada rumah
sakit. Pada pasien ini, trauma kepala menyebabkan pendarahan dibagian frontal
otak dan di bagian intraventrikular. Pendarahan otak merupakan salah satu bentuk
space occupying lesion yang dapat menyebabkan penekanan ke parenkim otak.
Penekanan tersebut dapat menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran akibat
adanya penekanan pada batang otak. Bila menyebabkan penekanan berat maka
perfusi ke bagian-bagian otak tertentu dapat berkurang. Berkurangnya perfusi
dapat menyebabkan gangguan fungsi otak. Pendarahan otak yang tidak segera
ditatalaksasna dapat menyebabkan secondary brain injury. Pada tahap ini,
kerusakan jaringan pada otak kebanyakan sudah dalam tahap ireversibel. Evaluasi
dan manajemen yang cepat dan tepat pada pasien trauma kepala sangat penting
untuk menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas pasien.3,4

16
Tatalaksana awal pada pasien trauma adalah survey primer (airway,
breathing, ciculation, disability) dan dilanjutkan dengan survey sekunder.5
Setelah dilakukan survey primer dan survey sekunder, pasien diberikan
tatalaksana emergensi lain sesuai dengan penyebab. Tatalaksana emergensi pada
pasien ini adalah penanganan peningkatan TIK, pemberian antibiotik profilaksis,
pemberian antikejang dan penanganan pendarahan. Pada pasien ini dilakukan
elevasi kepala 30o, pemberian manitol, pemberian ceftriaxon, pemberian fenitoin
dan asam tranexamat. Pasien dapat juga diberikan omeprazole untuk mencegah
stress ulcer dan pemberian citicoline sebagai neuroprotektif. Pasien disiapkan
untuk kraniotomi evakuasi dan keluarga diedukasi mengenai prosedur operasi
serta informed consent. Sebelum prosedur operasi pasien dilakukan intubasi
endotrakeal. Intubasi endotrakeal diindikasikan pada pasien dengan GCS dibawah
10 untuk mengantisipasi gangguan jalan napas dan aspirasi lambung. Pasien juga
diberi support pernapasan dengan ventilasi mekanik untuk mencegah perturakan
gas yang tidak adekuat.6
Setelah prosedur operasi selesai pasien segera dirawat di ruang ICU sesuai
dengan kriteria admisi Prioritas 1. Ruang perawatan intensif (ICU) merupakan
suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur
pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang
ditujukan untuk observasi, perawatan, dan terapi pasien-pasien yang menderita
penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial
mengancam nyawa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan
sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital
dengan menggunakan keterampilan staf medis, perawat dan staf lain yang
berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut. Ruang ICU tidak
hanya terbatas pada penanganan pasien paska bedah atau ventilasi mekanik tetapi
juga memberi dukungan fungsi organ-organ vital seperti pernafasan,
kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lain-lainnya, baik pada pasien
dewasa atau anak.1

Prosedur medik yang dapat dilakukan di ICU antara lain:

17
 Pemasangan CVP
 Intubasi dan perawatannya
 Ekstubasi
 Balance cairan
 Penilaian kematian batang otak
 Indikasi penggunaan dan penghentian ventilator mekanik
 Penggunaan ventilator mekanik
Pelayanan ICU diperuntukan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang
sakit kritis. Tujuan dari pelayanan adalah memberikan pelayanan medik tertitrasi
dan berkelanjutan serta mencegah fragmentasi pengelolaan. Indikasi admisi pasien
ke ICU menurut Kepmenkes nomer 1778 tahun 2010 tentang pedoman pelayanan
ICU adalah sebagai berikut:1
a. Pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive care
b. Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan
yang konstan dan metode terapi titrasi
c. Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan
segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.
Pasien sakit kritis meliputi:1
1. Pasien-pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan
dokter, perawat, profesi lain yang terkait secara terkoordinasi dan
berkelanjutan, serta memerlukan perhatian yang teliti, agar dapat
dilakukan pengawasan yang ketat dan terus menerus serta terapi
titrasi;
2. Pasien-pasien yang dalam bahaya mengalami dekompensasi fisiologis
sehingga memerlukan pemantauan ketat dan terus menerus serta
dilakukan intervensi segera untuk mencegah timbulnya penyulit yang
merugikan.

18
Berikut ini adalah kriteria admisi pasien ke ICU berdasarkan tingkatan
prioritasnya, antara lain:1
a. Pasien prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang
memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti: dukungan/bantuan
ventilasi dan alat bantu suportif organ/sistem yang lain, infus obat-obat
vasoaktif kontinyu, obat antiaritmia kontinyu, pengobatan kontinyu
tertitrasi, dan lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain, paska
bedah kardiotoraksik, pasien sepsis berat, gangguan keseimbangan asam
basa dan elektrolit yang mengancam jiwa. Institusi setempat dapat
membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU seperti derajat hipoksemia,
hipotensi dibawah tekanan darah tertentu. Terapi pada pasien prioritas satu
umumnya tidak mempunyai batas.
b. Pasien prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab
sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh
pasien seperti ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar
jantung-paru, gagal ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami
pembedahan mayor. Terapi pada pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas,
karena kondisi mediknya senantiasa berubah.
c. Pasien prioritas 3
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status
kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit
akutnya, secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan/atau
manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini
antara lain pasien dengan keganasan metastatic disertai penyulit infeksi,
pericardial tamponade, sumbatan jalan nafas, atau pasien penyakit jantung,
penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.
Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan

19
akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasu
atau resusitasi jantung paru.
d. Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala ICU,
indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan
catatan bahwa pasien-pasien golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa
dikeluarkan dari ICU agar fasilitas ICU yang terbata tersebut dapat
digunakan untuk pasien prioritas 1,2,3. Pasien yang tergolong demikian
antara lain:1
 Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan
hidup yang agresif dan hanya demi “perawatan yang aman” saja. Ini
tidak menyingkirkan pasien dengan perintah “DNR (Do Not
Resuscitate)”. Sebenernya pasien-pasien ini mungkin mendapat
manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk
meningkatkan kemungkinan survivalnya.
 Pasien dalam keadaan vegetatif permanen
 Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak. Pasien-
pasien seperti itu dapat dimasukkan ke ICU untuk menunjang fungsi
organ hanya untuk kepentingan donor organ.
Jika kondisi memungkinkan pasien untuk pulang, rawat inap di bangsal atau
rujuk ke RS yang lebih tinggi, maka keluarga pasien segera mengurus administrasi
dengan perawat atau petugas administrasi di ICU.
Selama perawatan di ruang perawatan intensif (ICU), pasien dilakukan
monitoring dan evaluasi. Monitoring dan evaluasi yang dimaksud harus ditindak
lanjuti untuk menentukan faktor – faktor yang potensial berpengaruh agar dapat
diupayakan penyelesaian yang efektif. Indikator pelayanan ICU yang digunakan
adalah sistem skoring prognosis dan keluaran dari ICU. Sistem skoring prognosis
dibuat dalam 24 jam pasien masuk ke ICU. Contoh sistem skoring prognosis yang
dapat digunakan adalah APACHE II (Acute Physiologic and Chronic Health
Evaluation), SAPS II (Simplified Acute Physiologic Score), dan MODS (Multiple
Organ Dysfunction Score).1

20
Dalam menilai pasien yang dirawat di ICU dapat digunakan mnemonic
“FAST HUG BID” yang terdiri dari:
 F = Feeding
 A = Analgesia
 S = Sedation
 T = Thromboprohylaxis
 H = Head up
 U = Ulcer prophylaxis
 S = Spontaneous breathing trial
 B = Bowel movement
 I = Indwelling catheter
 D = Drug de-escalation
Penggunaan mnemonic ini dilakukan setidaknya satu hari sekali ketika
ronde untuk menilai secara umum kondisi pada pasien yang dirawat di ICU.7

21
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 mengenai Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit.
2. Achsanuddin, Hanafie. Peranan Ruangan Perawatan Intensif (ICU) dalam
Memberikan Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. Universitas Sumatera
Utara. Medan. 2007.
3. Ropper AH, Samuels M a, Klein JP. Chapter 34. Cerebrovascular Diseases.
Adams Victor’s Princ Neurol 10e. 2014;
4. Caceres JA, Goldstein JN. Intracranial Hemorrhage. Emergency Medicine
Clinics of North America. 2012.
5. John F, Butterworth DCM warnick. Morgan and Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. Anesthesia & Analgesia. 2018.
6. Howard R. Critical care neurology and neurosurgery. J Neurol Neurosurg
Psychiatry. 2005;
7. Nair A, Naik V, Rayani B. FAST HUGS BID: Modified mnemonic for
surgical patient. Indian Journal of Critical Care Medicine. 2017.

22

Anda mungkin juga menyukai