Anda di halaman 1dari 47

Laporan Kasus

HALAMAN JUDUL

FASCIITIS PLANTARIS

Oleh:

Aufa Muhammad Nadhif, S. Ked 04054822022036


Assyifa Rachmadina, S. Ked 04054822022079
Frilla Adhany Marsya, S. Ked 04054822022104
Wiena Nadella Praja, S. Ked 04054822022110
Pembimbing:

dr. Ernie, Sp.KFR

DEPARTEMEN REHABILITASI MEDIK


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus

Fasciitis Plantaris

Oleh:

Aufa Muhammad Nadhif, S. Ked 04054822022036

Assyifa Rachmadina, S. Ked 04054822022079

Frilla Adhany Marsya, S. Ked 04054822022104

Wiena Nadella Praja, S. Ked 04054822022110

Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Rehabilitasi Medik RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 13 Mei s.d.
20 Mei 2020

Palembang, 15 Mei 2020

dr. Ernie, Sp.KFR

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan, karena berkah dan
rahmatnya laporan kasus berjudul “Fasciitis Plantaris” ini dapat diselesaikan
dengan baik. Laporan kasus ini dibuat demi memenuhi salah satu syarat dalam
mengikuti ujian kepaniteraan klinik senior di Departemen Rehabilitasi Medik
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Ernie, Sp.KFR
karena bimbingannya laporan kasus ini menjadi lebih baik. Penulis menyadari
masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan kasus ini. Oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk penulisan yang
lebih baik di masa yang akan datang.

Palembang, 14 Mei 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
DAFTAR TABEL.................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................7
BAB II STATUS PASIEN.....................................................................................8
2.1 Identitas....................................................................................................8
2.2 Anamnesis................................................................................................8
2.3 Pemeriksaan Fisik.....................................................................................8
2.4 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................17
2.5 Resume...................................................................................................17
2.6 Evaluasi...................................................................................................17
2.7 Diagnosis Klinis......................................................................................17
2.8 Program Rehabilitasi..............................................................................17
2.9 Terapi Medikamentosa...........................................................................18
2.10 Prognosis..............................................................................................18
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................19
3.1 Anatomi..................................................................................................19
3.2 Definisi...................................................................................................21
3.3 Epidemiologi..........................................................................................22
3.4 Faktor Risiko..........................................................................................22
3.5 Etiologi...................................................................................................23
3.6 Patofisiologi............................................................................................23
3.7 Manifestasi Klinis...................................................................................25
3.8 Diagnosis Klinis.....................................................................................25
3.9 Diagnosis Banding..................................................................................25
3.10 Tatalaksana...........................................................................................26
3.11 Komplikasi............................................................................................34
3.12 Prognosis..............................................................................................34
BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................36

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Gambar 1. Tulang Penyusun Pedis dan Arcusnya.................................................19
Gambar 2. Otot-otot Intrinsik Pedis.......................................................................20
Gambar 3. Inflamasi pada Fascia Plantaris............................................................21
Gambar 4. Gambaran Mikroskopis Normal dan Patologis....................................24
Gambar 5. a. Foto Polos, menunjukkan calcaneal spur; b. USG fascia plantar.....26
Gambar 6. a. CT scan pedis, terdapat penebalan fascia; b. MRI pedis..................27
Gambar 7. Teknik Taping......................................................................................30
Gambar 8. Latihan Mendorong Dinding untuk Stretching (peregangan)..............30
Gambar 9. Naik Tangga dan Berdiri di Papan Miring...........................................31
Gambar 10. Macam-macam Cara Stretching.........................................................31
Gambar 11. Night Splints.......................................................................................32

v
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel 1. Diagnosis Banding Fasciitis Plantaris......................................................27

vi
BAB I
PENDAHULUAN

Fascia plantaris adalah jaringan ikat berbentuk pita yang berorigo di tulang
kalkaneus dan berinsersio pada tendon kaki depan dan phalang proksimal,
berfungsi menopang dan membentuk arkus longitudinal kaki juga sebagai
bantalan kejut terhadap tekanan yang diberikan ke kaki. Fasciitis plantaris
merupakan inflamasi yang terjadi pada fascia plantar. Inflamasi tersebut dapat
terjadi karena degenerasi akibat robekan-robekan halus karena penggunaan yang
berlebihan dan repetitif.1 Penyebab fasciitis plantaris bersifat multifaktorial,
diantaranya adalah anatomis, biomekanik dan faktor lingkungan.2

Fasciitis plantaris dilaporkan menjadi penyebab paling sering nyeri pada


tumit dengan jumlah sekitar 11-15% populasi.3 Insidensi seumur hidup dari
fasciitis plantaris sekitar 10% dan meningkat insidensinya pada perempuan
berusia 40-60 tahun.4 Perbandingan antara laki-laki dan perempuan yaitu satu
berbanding dua. Insidensi yang cukup tinggi ini berpengaruh terhadap
produktivitas dan mengganggu aktivitas sehari hari. Faktor risiko berupa obesitas
juga berperan dalam menimbulkan masalah ini.5 Keluhan yang biasanya muncul
adalah nyeri yang meningkat dirasakan sepanjang tumit kaki. Nyeri biasanya
dirasakan didekan origo aponeurosis plantar dan disarakan pada injakan pertama
ketika berdiri di pagi hari. Nyeri akan terus berlangsung dan meningkat seiring
meningkatnya beban yang diterima oleh kaki dan terus mengalami eksaserbasi
seiring berjalannya aktivitas sehari hari.6 Nyeri juga dirasakan setelah periode
inaktifitas atau setelah beristirahat lama. Hal tersebut dapat mengganggu aktivitas
seseorang sehari-hari dan menimbulkan rasa tidak nyaman ketika berjalan.5

Tatalaksana dari fasciitis plantaris beragam, dan beberapa pasien


melaporkan bahwa nyerinya hilang sendiri dalam beberapa tahun. Sekitar 70-80%
pasien melaporkan bahwa nyerinya berkurang hanya dengan terapi konservatif,
namun tidak sedikit juga pasien membutuhkan kombinasi terapi konservatif dan
terapi lain seperti injeksi kortikosteroid dan exstracorporeal shock wave therapy.

7
8

Terapi konservatif yang bisa dilakukan adalah beristirahat dan modifikasi aktifitas
sehari hari. Terapi lain adalah dengan menggunakan es yang diaplikasikan kekaki
yang dirawakan nyeri. Obat-obatan pereda nyeri seperti NSAID, dapat digunakan
walau hanya memberikan efek yang sementara. Kombinasi terapi lain yaitu
dengan terapi latihan peregangan, ortotik dan night splints, injeksi plantar dan
juga ESWT. Terapi yang baik dan cepat dapat membuat nyeri semakin cepat
hilang. Secara umum, prognosis dari fasciitis plantaris adalah baik, namun tidak
berarti terapi yang adekuat bisa diabaikan.1,7,8
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas
a. Nama : Ny. AP
b. Umur : 41 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Pekerjaan : Pegawai Bank
e. Alamat : Boom Baru, Palembang
f. Agama : Islam
g. Status Nikah : Menikah
h. Pemeriksaan : 13 Mei 2020

2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Nyeri pada telapak kaki kanan terutama tumit yang memberat sejak 1
bulan yang lalu.
b. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 3 bulan yang lalu, pasien mengeluh sering merasa nyeri pada
telapak kaki sebelah kanan terutama di bagian tumit. Nyeri dirasakan tidak
menjalar. Nyeri dirasakan pada pagi hari setelah bangun tidur dan pertama
kali menapakkan kaki, dan juga setelah melakukan aktivitas panjang. Nyeri
dirasakan dirasakan cukup berat (4 dari skala 0-10), dan terasa tumpul.
Nyeri dirasakan hampir setiap hari, semakin berat ketika banyak aktivitas,
dan berkurang jika beristirahat. Pasien mengoleskan balsam didaerah yang
dirasakan nyeri, sedikit berkurang, namun muncul kembali.
1 bulan yang lalu, nyeri dirasakan semakin berat dan tidak kunjung
hilang. Nyeri menjalar, kearah depan kaki. Nyeri dikatakan bernilai 6 dari
skala 0-10. Nyeri dirasakan pada pagi hari, saat menginjakkan kaki pertama
kali setelah bangun tidur, aktivitas yang panjang, juga menapakkan kaki
sesaat setelah duduk/istirahat yang lama. Nyeri dirasakan setiap hari. Pasien
juga mengeluhkan bengkak dan kemerahan pada daerah sekitar tumit.

9
10

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan yang sama
Pasien menderita darah tinggi sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat asma disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat dengan keluhan yang sama disangkal
Riwayat darah tinggi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat asma disangkal

e. Riwayat Kebiasaan
Pasien berolahraga setiap hari minggu berlari keliling kompleks kurang
lebih 30 menit
Riwayat merokok disangkal

Riwayat minum alkohol disangkal

f. Riwayat Pekerjaan

Bekerja 8 jam sehari menggunakan sepatu tinggi karena kewajiban dari


kantor

g. Riwayat Pengobatan

Pasien mengaku minum obat pereda nyeri seperti parasetamol, namun


keluhan masih datang kembali

h. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berada didalam keluarga yang berkecukupan/ekonomi menengah
keatas
11

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tinggi/Berat badan : 156 cm/62 kg
4. IMT : 25,5 (Overweight)
5. NPRS :6
6. Cara berjalan/Gait
 Antalgik gait : Ada
 Hemiparese gait : Tidak ada
 Steppage gait : Tidak ada
 Parkinson gait : Tidak ada
 Tredelenburg gait : Tidak ada
 Waddle gait : Tidak ada
 Lain-lain : Tidak ada
7. Bahasa/Bicara
 Komunikasi verbal : Tidak ada kelainan
 Komunikasi nonverbal : Tidak ada kelainan
8. Tanda Vital
 Tekanan Darah : 130/90 mm/Hg
 Nadi : 80 x/menit, isi dan tegangan cukup, irama
reguler
 Pernapasan : 18 x/menit
 Suhu : 36,7°C
9. Kulit : Tidak ada kelainan
10. Status Psikis
 Sikap : Kooperatif
 Ekspresi wajah : Wajar
 Orientasi : Baik
12

 Perhatian : Baik
b. Saraf-saraf otak

Nervus Kiri Kanan


I N. Olfaktorius Normal Normal
II N. Opticus Normal Normal
III N. Occulomotorius Normal Normal
IV N. Trochlearis Normal Normal
V N. Trigeminus Normal Normal
VI N. Abducens Normal Normal
VII N. Fasialis Normal Normal
VIII N. Vestibulocochlearis Normal Normal
IX N. Glossopharyngeus Normal Normal
X N. Vagus Normal Normal
XI N. Accesorius Normal Normal
XII N. Hypoglossus Normal Normal

c. Kepala
1. Bentuk : Normal
2. Ukuran : Normocephali
3. Posisi
 Mata : Normal, simetris
 Hidung : Normal, simetris
 Telinga : Normal, simetris
 Mulut : Normal
 Wajah : Simetris
 Gerakan abnormal : Tidak ada
d. Leher
1. Inspeksi : Simetris, deformitas (-)
2. Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

3. Luas Gerak Sendi


 Ante /retrofleksi (n 65/50) : 65/50
 Laterofleksi (D/S) (n 40/40) : 40/40
13

 Rotasi (D/S) (n 45/45) : 45/45


4. Tes Provokasi
 Lhermitte test/ Spurling : Tidak dilakukan
 Test Valsava : Tidak dilakukan
 Distraksi test : Tidak dilakukan
 Test Nafziger : Tidak dilakukan
e. Thorax
1. Bentuk : Simetris
2. Pemeriksaan Ekspansi Thoraks : Tidak dilakukan
3. Paru-paru
 Inspeksi : Statis dinamis simetris, retraksi (-)
 Palpasi : Stem fremitus ka=ki, pelebaran sela iga (-)
 Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
 Auskultasi : Vesikuler (+), ronki (-), wheezing (-)
4. Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Batas atas, kanan, kiri jantung normal
 Auskultasi : HR 84 x/menit, bising abnormal (-)
f. Abdomen
1. Inspeksi : Dinding abdomen datar
2. Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
3. Perkusi : Timpani
4. Auskultasi : Bising usus normal

g. Trunkus
1. Inspeksi
 Simetris : Simetris
14

 Deformitas : Tidak ada


 Lordosis : Tidak ada
 Scoliosis : Tidak ada
 Gibbus : Tidak ada
 Hairy spot : Tidak ada
 Pelvic tilt : Tidak ada
2. Palpasi
 Spasme otot-otot para vertebrae : Tidak ada
 Nyeri tekan (lokasi) : Tidak ada
3. Luas gerak sendi lumbosakral
 Ante/retro fleksi (95/35) : 95/35
 Laterofleksi (D/S) (40/40) : 40/40
 Rotasi (D/S) (35/35) : 35/35
4. Test provokasi : Tidak dilakukan
 Valsava test : Tidak dilakukan
 Tes Laseque : Tidak dilakukan
 Test Baragard dan Sicard : Tidak dilakukan
 Niffziger test : Tidak dilakukan
 Test LSR : Tidak dilakukan
 Test: O’Connell : Tidak dilakukan
 FNST : Tidak dilakukan
 Test Patrick : Tidak dilakukan
 Test Kontra Patrick : Tidak dilakukan
 Tes gaernslen : Tidak dilakukan
 Test Thomas : Tidak dilakukan
 Test Ober’s : Tidak dilakukan
 Nachalasknee flexion test : Tidak dilakukan
 Mc.Bride sitting test : Tidak dilakukan
 Yeoman’s hyprextension : Tidak dilakukan
15

 Mc. Bridge toe to mouth sitting test : Tidak dilakukan


 Test schober : Tidak dilakukan
h. Anggota Gerak Atas
1. Inspeksi Kanan Kiri
 Deformitas : Tidak ada Tidak ada
 Edema : Tidak ada Tidak ada
 Tremor : Tidak ada Tidak ada
 Nodus herbenden : Tidak ada Tidak ada
2. Palpasi : Nyeri tekan (-)
3. Neurologi

Motorik Dextra Sinistra


Gerakan Luas Luas
Kekuatan
Abduksi lengan 5 5
Fleksi siku 5 5
Ekstensi siku 5 5
Ekstensi wrist 5 5
Fleksi jari-jari 5 5
tangan
Abduksi jari tangan 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendon Normal Normal
biseps
Refleks tendon Normal Normal
triseps
Refleks Patologis
Hoffman Tidak ada Tidak ada
Tromner Tidak ada Tidak ada

Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada kelainan

4. Penilaian Fungsi Tangan Kiri Kanan


16

 Anatomical Normal Normal


 Grips Normal Normal
 Spread Normal Normal
 Palmar abduct Normal Normal
 Pinch Normal Normal
 Lumbrical Normal Normal

5. Luas Gerak Sendi

Aktif Aktif Pasif Pasif


Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Abduksi bahu 0º-180º 0º-180º 0º-180º 0º-180º
Adduksi bahu 180º-0º 180º-0º 180º-0º 180º-0º
Fleksi bahu 0º-180º 0º-180º 0º-180º 0º-180º
Ekstensi bahu 0º-60º 0º-60º 0º-60º 0º-60º
Endorotasi bahu (f0) 90º-0º 90º-0º 90º-0º 90º-0º
Eksorotasi bahu (f0) 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º
Endorotasi bahu (f90) 90º-0º 90º-0º 90º-0º 90º-0º
Eksorotasi bahu (f90) 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º
Fleksi siku 0º-150º 0º-150º 0º-150º 0º-150º
Ekstensi siku 150º-0º 150º-0º 150º-0º 150º-0º
Ekstensi pergelangan tangan 0º-70º 0º-70º 0º-70º 0º-70º
Fleksi pergelangan tangan 0º-80º 0º-80º 0º-80º 0º-80º
Supinasi 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º
Pronasi 0º-90º 0º-90º 0º-90º 0º-90º

6. Test Provokasi Kiri Kanan


 Yergason test : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 Apley scratch test : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 Moseley test : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 Adson maneuver : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 Tinel test : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 Phalen test : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 Prayer test : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 Finkelstein : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
17

 Promet test : Tidak dilakukan Tidak dilakukan

i. Anggota Gerak Bawah


1. Inspeksi Kiri Kanan
 Deformitas : Tidak ada Tidak ada
 Edema : Tidak ada Ada, minimal,
pada regio plantar dan
calcaneus
 Tremor : Tidak ada Tidak ada
2. Palpasi Kiri Kanan
 Nyeri tekan (lokasi): Tidak ada Ada
(plantar pedis,
calcaneus)
 Diskrepansi : Tidak ada Tidak ada

3. Neurologi

Motorik Kanan Kiri


Gerakan ROM ankle Luas
menurun
Kekuatan
Fleksi paha 5 5
Ekstensi paha 5 5
Ekstensi lutut 5 5
Fleksi lutut 5 5
Dorsofleksi pergelangan kaki 5 5
Dorsofleksi ibu jari kaki 5 5
Plantar fleksi pergelangan kaki 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendo patella Normal Normal
Refleks tendo Achilles Normal Normal
Refleks Patologis
18

Babinsky Tidak ada Tidak ada


Chaddock Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada Kelainan

4. Luas Gerak Sendi

Luas Gerak Sendi Aktif Aktif Pasif Pasif


Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Fleksi paha 0-90 0-90 0-90 0-90
Ekstensi paha 90-0 90-0 90-0 90-0
Endorotasi paha 0-35 0-35 0-35 0-35
Adduksi paha 0-30 0-30 0-30 0-30
Abduksi paha 0-45 0-45 0-45 0-45
Fleksi lutut 0-135 0-135 0-135 0-135
Ekstensi lutut 135-0 135-0 135-0 135-0
Dorsofleksi pergelangan 0-15 0-20 0-15 0-20
kaki
Plantar fleksi pergelangan 0-25 0-50 0-45 0-50
kaki
Inversi kaki 0-30 0-35 0-35 0-35
Eversi kaki 0-15 0-20 0-20 0-20

5. Tes Provokasi Sendi Lutut Kiri Kanan


 Stres test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 Drawer’s test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 Test tinel pada sendi lutut Tidak dilakukan Tidak dilakukan
19

 Test homan Tidak dilakukan Tidak dilakukan


 Test lain-lain Tidak dilakukan Tidak dilakukan
6. Tes Provokasi Maleolus Medialis Kiri Kanan
 Kompresi test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
 Test tinel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
7. Tes Provokasi Lain Kiri Kanan
 Windlass test Negatif Positif

2.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Radiologis : Tidak dilakukan, disarankan foto pedis bilateral AP/lateral
b. Laboratorium : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Lain-lain : Tidak dilakukan pemeriksaan

2.5 Resume
Ny. AP, perempuan berusia 41 tahun, seorang pegawai bank, datang dengan
keluhan nyeri pada telapak kaki kanan terutama tumit yang memberat sejak 1
bulan yang lalu. Sejak 3 bulan yang lalu, pasien mengeluh sering merasa nyeri
pada telapak kaki sebelah kanan terutama di bagian tumit. Nyeri dirasakan tidak
menjalar. Nyeri dirasakan pada pagi hari setelah bangun tidur dan pertama kali
menapakkan kaki, dan juga setelah melakukan aktivitas panjang. Nyeri dirasakan
dirasakan cukup berat (4 dari skala 0-10), dan terasa tumpul. Nyeri dirasakan
hampir setiap hari, semakin berat ketika banyak aktivitas, dan berkurang jika
beristirahat. Pasien mengoleskan balsam didaerah yang dirasakan nyeri, sedikit
berkurang, namun muncul kembali. 1 bulan yang lalu, nyeri dirasakan semakin
berat dan tidak kunjung hilang. Nyeri menjalar, kearah depan kaki. Nyeri
dikatakan bernilai 6 dari skala 0-10. Nyeri dirasakan pada pagi hari, saat
menginjakkan kaki pertama kali setelah bangun tidur, aktivitas yang panjang, juga
menapakkan kaki sesaat setelah duduk/istirahat yang lama. Nyeri dirasakan setiap
hari. Pasien juga mengeluhkan bengkak dan kemerahan pada daerah sekitar tumit.
20

Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan nyeri tekan pada regia plantar pedis
dextra, dan terdapat penurunan range of motion pada sendi ankle, karena pasien
merasa kesakitan. Ditemukan juga eritema dan bengkak/edema pada area plantar
pedis dextra. Dari hasil tes provokasi yaitu tes windlass, didapatkan hasil positif
ketika dilakukan tes. Disarankan untuk melakukan foto pedis bilateral AP/lateral.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat disimpulkan pasien menderita
fasciitis plantaris dextra.

2.6 Evaluasi
No. Level ICF Kondisi saat ini Sasaran
1 Struktur dan Nyeri di telapak kaki Mengurangi nyeri pada
fungsi tubuh kanan. telapak kaki kanan.
2 Aktivitas Pasien tidak mampu Mengurangi nyeri pada
berjalan dengan nyaman telapak kaki kanan pasien
karena ketika kaki kanan sehingga dapat
diinjakkan pasien merasa beraktivitas dengan baik
nyeri sehingga dan nyaman dalam
mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.
pasien.
3 Partisipasi Pasien merasa tidak Mengurangi keluhan nyeri
nyaman ketika rasa nyeri pasien sehingga dapat
muncul, sehingga pasien beraktivitas dengan
lebih sering beristirahat nyaman.
dan menghentikan
aktivitasnya.
Catatan: ICF International Clasification of Function (WHO 2002)

2.7 Diagnosis Klinis


a. Diagnosis Klinis : Fasciitis plantaris dextra
b. Diagnosis Topik : Fascia plantaris dextra
c. Diagnosis Etiologi : Nyeri dan inflamasi regio plantaris dextra

2.8 Program Rehabilitasi


a. Fisioterapi
21

Terapi dingin, pemberian kompres es yang dibungkus handuk selama 15-20


menit, 3x sehari.
Extracorporeal shock wave therapy (ESWT)

b. Okupasi Terapi
Latihan kekuatan otot” pedis dan terapi beban
Latihan mendorong dinding (stretching), menaiki tangga, dan berdiri di
papan miring
c. Ortotik Prostetik
1. Ortotik : Night splints, taping kaki kanan, ankle foot
orthosis
(sepatu khusus)
2. Prostetik : Tidak ada
3. Alat bantu ambulasi: Tidak ada
d. Terapi Wicara
1. Afasia : Tidak dilakukan
2. Disartria : Tidak dilakukan
3. Disfagia : Tidak dilakukan
e. Sosial Medik
Edukasi keluarga untuk memberikan motivasi dan membantu penderita
dalam menjalani terapi, serta mengevaluasi kegiatan pasien, supaya lebih
sesuai dan mengurangi nyerinya
f. Edukasi
 Mengistirahatkan kedua kaki ketika gejala timbul
 Tidak memaksakan berjalan jauh yang berlebihan saat timbul nyeri
 Meninggikan kaki saat tidur (elevasi)

2.9 Terapi Medikamentosa


Natrium diclofenac 50 mg bid
22

2.10 Prognosis
1. Ad vitam : dubia ad bonam
2. Ad sanam : dubia ad bonam
3. Ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi
Tulang-tulang di pedis disusun oleh dua arkus yang ditopang oleh ligamen
dan tendon. Arkus tersebut menopang berat tubuh, mendistribusikan berat tersebut
ke jaringan lunak dan keras di pedis, serta menyediakan gerakan pada saat
berjalan. Arkus tersebut tidak kaku, namun bisa bergerak sedikit sesuai dengan
beban yang ditumpukan padanya9. Pergelangan pedis (tarsal) dibentuk oleh tujuh
tulang tarsal, yaitu talus, calcaneus, cuboideus, navicularis, cuneiform medial,
intermedia, dan lateralis. Tulang lainnya yang menyusun pedis adalah tulang
metatarsal dan phalanges10.
Arcus longitudinal memiliki dua bagian, dimana kedua tersebut disusun
oleh tulang tarsal dan metatarsal dan membentuk lengkungan dari depan ke
belakang pedis. Arkus transversal ada pada bagian antara medial dan lateral pedis,
dan dibentuk oleh tulang navicularis, cuneiformis (3 tulang), dan basis dari kelima
metatarsal9. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:

Gambar 1. Tulang Penyusun Pedis dan Arcusnya. Sumber: Tortora GJ, Derrickson B. Principle of
Anatomy & Physiology. 15th ed. Wiley; 2017.

Otot-otot di pedis terbagi dua, yaitu otot-otot intrinsik dan otot-otot


ekstrinsik. Otot di pedis berbeda dari otot ditangan, karena fungsinya hanya untuk
menopang dan lokomosi/bergerak, bukan untuk memegang, menggenggam, atai
Gerakan halus lainnya. Otot intrinsik merupakan otot yang origo dan insersionya

23
24

dari tulang-tulang pedis. Fascia dalam di pedis membentuk plantar aponeurosis


(fascia) yang memanjang dari tulang calcaneus sampai phalanges pedis, dan
berfungsi menopang arkus longitudinal dari pedis serta membungkus tendon otot
fleksor pedis. Otot intrinsik dibagi, dua yaitu dorsal dan plantar. Otot dorsal ada
dua, yaitu extensor hallucis brevis dan extensor digitorum brevis. Otot plantar ada
4 lapis. Lapisan paling superfisial terdiri dari 3 otot, lapisan kedua 5 otot, lapisan
ketiga ada 3 otot, dan terdalam ada 2 kelompok otot 9,10. Otot-otot intrinsik tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Otot-otot Intrinsik Pedis. Sumber: Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF.
Fundamentals of Anatomy & Physiology. 9th ed. Pearson; 2012.
25

Plantar fascia adalah pita lebar jaringan ikat yang menyangga arkus pedis.
Serabut ditengahnya tebal, dengan serabut yang lebih tipis pada bagian lateral dan
medialnya. Fascia ini menempel pada tuberkel medial dari tulang calcaneus dan
bercabang menjadi lima serabut yang menempel pada basis periosteum phalanx
proksimal jari-jari kaki dan kepala metatarsal. Serabut plantar fascia juga menyatu
pada dermis, ligamentum transversum metatarsal, dan selubung musculus flexor 11.
Pada kasus fasciitis plantaris, terdapat inflamasi pada fascia plantar, yang
menyebabkan nyeri di plantar pedis1. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar
berikut.

Gambar 3. Inflamasi pada Fascia Plantaris. Sumber: Luffy L, Grosel J, Thomas R, So E. Fasciitis
plantaris: A review of treatments. J Am Acad Physician Assist. 2018;31(1):20–4. 1

3.2 Definisi
Fasciitis plantaris adalah degenerasi plantar fascia sebagai hasil dari
mikrotrauma berulang dari fasia yang mengarah ke reaksi inflamasi 3. Fasciitis
plantaris juga disebut sebagai nyeri tumit plantar, heel spur syndrome, atau
sindrom tumit nyeri12. Fasciitis plantaris adalah enthesopati (kelainan atau cedera
di lokasi perlekatan ligamen atau tendon ke tulang) dari asal plantar fasia pada
tuberkulum medial calcaneus. Hal ini menyebabkan radang jaringan tebal yang
menciptakan lengkungan kaki. Fasciitis plantaris diawali karena adanya lesi pada
soft tissue disisi tempat perlekatan plantar apporoneosis yang letaknya dibawah
dari tuberositas calcaneus13.
26

3.3 Epidemiologi
Data epidemiologi fasciitis plantaris pada populasi global secara nominal
tidak diketahui. Di Australia berdasarkan studi yang dilakukan secara acak
terhadap 3206 subyek dilaporkan sejumlah pasien yang memiliki keluhan nyeri di
tumit dengan prevalensi sebesar 3,6%. Studi yang dilakukan di Amerika Utara
pada subyek dewasa dengan usia diatas 65 tahun didapatkan data sedeikitnya 7%
penderita dengan bengkak di bawah tumit. Selain itu diperkirakan 1 miliar
kunjungan pasien ke dokter per tahun di Amerika Serikat dengan diagnosis dan
terapi untuk fasciitis plantaris5.
Fasciitis plantaris sering terjadi pada usia 40 – 70 tahun dengan insiden
tertinggi pada usia 45 – 64 tahun, tetapi pada seseorang yang mempunyai kelainan
bentuk kaki (abnormal foot) yaitu telapak kaki datar (flat foot) bisa terjadi pada
usia kurang dari 40 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita4.

3.4 Faktor Risiko


Mengidentifikasi faktor risiko yang berhubungan dengan fasciitis plantaris
dapat membantu mengidentifikasi risiko individu, perkembangan penyakit, serta
langkah prevensi yang bisa dilakukan untuk mencegahnya 14. Faktor risiko dapat
dibagi menjadi 2, yaitu faktor risiko intrinsik, dan faktor risiko ekstrinsik. Faktor
intriksi dari segi anatomi yaitu obesitas, pes planus (kaki datar), pes cavus (kaki
cekung), tendon achilles memendek, dan dari segi biomekanik yaitu overpronasi,
dorsofleksi pergelangan kaki yang terbatasi, otot intriksik kaki dan flexor plantaris
yang kurang fleksibel dan lemah. Faktor ekstrinsik yaitu alignment/biomekanik
yang buruk, deconditioning, permukaan lantai yang keras, berjalan tanpa alas
kaki, menopang benda berat yang lama, peregangan yang kurang, dan alas kaki
yang kurang baik.15
Pada populasi non atletik, faktor risiko yang paling berperan adalah
dorsofleksi yang terbatas, indeks massa tubuh obesitas (70%), dan orang-orang
yang menghabiskan waktunya bekerja dalam posisi berdiri dan membawa beban
berat. Dorsofleksi yang terbatas/berkurang menyebabkan kaki overpronasi (81-
86%), menyebabkan beban tertumpu pada fascia plantar. 4,14 Kondisi obesitas
jarang ditemui menjadi faktor yang paling berperan pada orang aktif/atletik. Pada
27

populasi atletik, penyebab utama adalah peregangan dan kontraksi fascia plantar
yang repetitif.4 Fleksibilitas otot plantar kaki yang kurang dan lemah juga
berkontribusi menyebabkan peregangan fascia secara berlebihan, sehingga
meningkatkan risiko terjadinya fasciitis plantaris14.

3.5 Etiologi
Penyebab fasciitis plantaris sering tidak jelas dan bersifat multifaktorial.
Ada beberapa faktor penyebab pada kasus fasciitis plantaris. Beberapa faktor
tersebut antara lain yaitu faktor anatomi, faktor biomekanik, dan faktor
lingkungan. Contoh pada faktor anatomi termasuk arkus yang rendah atau pes
planus, arkus yang tinggi atau pes cavus, dan tekanan tubuh yang berlebih atau
obesitas. Pada faktor biomekanik termasuk tightness pada tendon achilles,
kelemahan flexor plantar fascia. Pada faktor lingkungan bisa disebabkan oleh
trauma, dan aktivitas yang berlebih. Tingginya insiden fasciitis plantaris di pelari
disebabkan oleh microtrauma berulang16.

3.6 Patofisiologi
Fascia plantaris merupakan jaringan kolagen seperti tendon yang terletak di
sepanjang tungkai sampai telapak kaki. Dalam keadaan normal, fascia plantaris
bekerja seperti shock-absorbing bowstring yaitu menyangga lengkung dalam kaki.
Akan tetapi, jika tegangan pada serabut-serabut tersebut terlalu besar, maka dapat
terjadi robekan kecil di serabut-serabut tersebut1.

Pada waktu kita berjalan, semua berat badan kita bertumpu pada tumit yang
kemudian tekanan ini akan disebarkan ke plantar fascia. Sehingga ligamen plantar
fascia tertarik ketika kaki melangkah. Apabila kaki berada dalam posisi baik maka
tegangan yang ada tidak menyebabkan masalah, tetapi apabila kaki berada pada
posisi yang salah atau adanya tekanan yang berlebih maka plantar fascia akan
tertarik secara berlebihan, menjadi tegang dan terasa sakit ringan yang akhirnya
menyebabkan inflamasi (plantar fascitis)1. Gambaran mikroskopis plantar fascia
normal dan patologis dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.
28

Gambar 4. Gambaran Mikroskopis Normal dan Patologis

Beberapa faktor dapat menyebabkan terjadinya fasciitis plantaris.


Mekanisme nyeri fasciitis plantaris diawali dengan adanya lesi pada jaringan
lunak disisi tempat perlengketan plantar aponeurosis yang letaknya dibawah dari
tuberositas calcaneus atau pada fascia plantar bagian medial calcaneus akibat dari
penekanan dan penguluran yang berlebihan. Hal tersebut menimbulkan nyeri pada
fascia plantar dan terjadilah fasciitis plantaris. Tubuh awalnya merespon dengan
proses peradangan. Sel-sel yang disebut dengan fibroblast membuat serat kolagen
baru yang bertujuan untuk menghilangkan ketidakseimbangan yang disebabkan
oleh cedera17.
Namun, semakin lama proses peradangan berkurang dan serat kolagen
mulai mengendur dan terurai kemudian pecah dan menjadi terfragmentasi. Pada
saat bersamaan serat kolagen terlepas dan kemudian pecah, fibroblast membesar
untuk memproduksi serat kolagen yang lebih banyak. Tetapi, serat kolagen yang
terurai atau terfragmentasi jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan serat
kolagen yang baru terbentuk17.
29

Pembuluh darah baru terbentuk dengan cepat dan banyak yang bertujuan
untuk mengaliri daerah yang mengalami peradangan tersebut, namun pembuluh
darah tersebut abnormal dan imatur, sehingga tidak dapat memberi aliran darah
yang baik. Hiperplasia sel, aliran darah yang sedikit, dan ketidakseimbangan
jumlah kolagen menyebabkan terjadinya penebalan pada fascia plantaris yang
menimbulkan nyeri17.

3.7 Manifestasi Klinis


Sine qua non dari plantar fasciitis adalah riwayat nyeri tumit intens yang
sering dikeluhkan pada pagi hari. Nyeri yang dialami terutama pada permukaan
plantar kaki pada bagian anterior dari calcaneus yang dapat menyebar ke bagian
proksimal pada kasus yang lebih parah. Nyeri juga dirasakan di bagian tumit
terutama setelah berdiri lama atau berjalan jauh. Selain nyeri, pasien mengeluhkan
kekakuan pada kaki dan juga pembengkakan local di bagian tumit.12

3.8 Diagnosis Klinis


1. Anamnesis
Pasien secara klasik menggambarkan nyeri tumit plantar medial pada
bantalan berat, yang sering paling intens selama beberapa langkah pertama
mereka di pagi hari tetapi cenderung membaik dengan istirahat. Nyeri ini dapat
berlanjut sepanjang hari, terutama setelah berdiri lama. Eksaserbasi akut dapat
terjadi kapan saja ketika naik dari posisi duduk. Gejala dapat menjadi lebih buruk
setelah penurunan berat badan yang berkepanjangan, dan seringkali dipicu oleh
peningkatan aktivitas menahan berat badan. Paresthesia jarang terjadi.1
Fasciitis plantaris biasanya unilateral, tetapi hingga 30% kasus memiliki
presentasi bilateral. Tightness of Achilles tendon ditemukan pada hampir 80%
kasus.1 Kadang-kadang rasa sakit dapat menyebar ke seluruh kaki termasuk jari
kaki. Dalam beberapa kasus, rasa sakitnya sangat parah sehingga menyebabkan
gaya berjalan antalgik. Pasien biasanya akan melaporkan bahwa nyeri tumit
berkurang dengan meningkatnya aktivitas (mis. berjalan, berlari), tetapi akan
cenderung memburuk menjelang akhir hari.18
30

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan muskuloskeletal menyeluruh dari kedua ekstremitas bawah
harus dilakukan. Pendekatan pertama untuk mendiagnosis PF adalah palpasi
tuberkulum medial kalkaneus dan bagian proksimal plantar fascia. Untuk
diagnosis diferensial, uji dorsofleksi pasif pergelangan kaki, dan tes
dorsofleksi/eversi pergelangan kaki dapat dilakukan untuk mengevaluasi tarsal
tunnel syndrome. Selain itu, tes Windlass dapat dilakukan untuk mengevaluasi
pembebanan plantar fascia, meskipun tes ini ditandai dengan sensitivitas rendah.
Manipulasi ini akan memicu rasa sakit pada subjek.19

3. Pemeriksaan Penunjang
Pencitraan diagnostik direkomendasikan ketika pasien menderita nyeri tumit
persisten setelah 4-6 bulan pendekatan konservatif (lihat di bawah) atau dalam
kasus gejala atau tanda atipikal. Radiografi polos, magnetic resonance imaging
(MRI), ultrasonografi diagnostik (AS), studi konduksi saraf dan pemindaian
tulang dapat dilakukan untuk diagnosis banding.20
Radiografi polos dapat mengesampingkan lesi tulang atau fraktur stres dan
dapat membantu menentukan kronisitas relatif penyakit (Gambar 5a). Ultrasound
dapat membantu dalam diagnosis dengan menetapkan ketebalan fasia plantar dan
adanya robekan fasia (Gambar 5b).21

5a 5b

Gambar 5. a. Foto Polos, menunjukkan calcaneal spur; b. USG fascia plantar

Beberapa peneliti telah melaporkan penebalan plantar fascia dan perubahan


hypoekoik sebagai fitur karakteristik fasciitis plantaris. Beberapa penelitian telah
memverifikasi bahwa pada pasien dengan fasciitis plantaris simptomatik,
31

ketebalan plantar fascia cenderung lebih besar dari 4 mm pada ultrasound


diagnostik. Sebaliknya, CT scan mahal jarang diperintahkan untuk dilakukan.
mendiagnosis fasciitis plantaris tetapi seringkali diagnosis ditemukan secara tidak
sengaja pada pemindaian yang dilakukan untuk indikasi lain (Gambar 6a).
Terakhir, MRI mahal tetapi tidak menunjukkan peningkatan penebalan plantar
fasia, tendinopati, air mata, dan semua anatomi secara lebih rinci (Gambar 6b).
Secara umum, membuat diagnosis langsung; tantangannya adalah menemukan
pengobatan lini pertama yang efektif dan ekonomis.22

6a 6b

Gambar 6. a. CT scan pedis, terdapat penebalan fascia; b. MRI pedis

3.9 Diagnosis Banding


Walaupun fasciitis plantaris merupakan penyebab paling sering nyeri kronik
pada tumit plantar, terdapat beberapa diagnosis banding yang ada dan bisa
disingkirkan dengan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Diagnosis banding
tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu neurologis, skeletal, dan
jaringan lunak4,15. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut:
32

Tabel 1. Diagnosis Banding Fasciitis Plantaris


Type Diagnosis Gejala
Neurologis Tarsal Tunnel Syndrome; Sensasi terbakar diregio plantaris yang
nervus tibialis posterior diperburuk dengan dorsofleksi
terjepit
Neuropati (diabetes, dll) Parestesia di regio plantar
Baxter neuritis Sensasi terbakar pada tumit bagian tengah
Penjepitan nervus Sensasi terbakar pada aspek inferomedial
calcaneus media calcaneus
Skeletal Fraktur calcaneus akut Nyeri setelah terjatuh keras dan mendarat
pada tumit, tidak mampu mengangkat
benda berat (menumpu tumit)
Fraktur calcaneus akibat Nyeri tumit onset lambat akibat gerakan
stress repetitif (pelari)
Calcaneal apophysitis Nyeri pada pasien pediatri (perempuan 8-
(penyakit Sever) 13 tahun, laki-laki 10-15 tahun) dengan
physes yang terbuka.
Arthritis sistemik Nyeri pada sendi multipel disertai nyeri
(rheumatoid, dll) pada tumit
Spondyloarthropati Nyeri pada tumit di insersio tendo achilles
Jaringan Tenditinis achilles Nyeri pergelangan kaki belakang setinggil
Lunak malleolus medialis
Kontusio bantalan lemak Nyeri tumit tersentralisasi, dan ada
riwayat benturan di tumit
Atrofi bantalan lemak Nyeri tumit, lebih sering pada orang tua
dan pasien diabetes
Bursitis retrocalcaneal Nyeri dan bengkak pada regio
retrocalcaneal
Tendinitis tibia posterior Nyeri dengan tahanan saat inversion kaki
Ruptur fascia plantar Ada bunyo meletup diikuti dengan nyeri
hebat
Sumber: Schwartz EN, Su J. Fasciitis plantaris: a concise review. Perm J. 2014;18(1):105–7 dan
Trojian T, Tucker AK. Fasciitis plantaris. Am Fam Physician. 2019;

3.10 Tatalaksana
Fasciitis plantaris paling baik diobati secara konservatif, lalu pembedahan
pada kasus yang sulit sembuh. Perawatan membutuhkan penggunaan beberapa
modalitas, edukasi pasien, dan waktu. Perbaikan bertahap dan dapat memakan
waktu hingga satu tahun23.

1. Konservatif
Pengobatan konservatif fasciitis plantaris ditujukan untuk mengatasi
komponen inflamasi yang menyebabkan ketidaknyamanan dan faktor biomekanik
yang menyebabkan gangguan. Edukasi pasien sangat penting. Pasien harus
33

mengerti penyebab dari rasa sakit termasuk faktor biomekanik. Perawatan awal
harus mengatasi inflamasi lokal, kelainan mekanik yang mendasarinya, dan
kesalahan dalam latihan. Karena fasciitis plantaris dilihat sebagai sindrom
penggunaan berlebihan, istirahat relatif harus menjadi pengobatan lini pertama
baik atlet dan non-atlet23.
Langkah angkah penanganan konservatif dapat dikategorikan sebagai
berikut: Teknik penggunaan taping, penggunaan sepatu athletic, Stretching
(Peregangan) dan Straigthening (Pelurusan) Penunjang Arch (bentuk kaki) dan
Orthotics, Night Splints, obat antiinflamasi, Iontophoresis dan Corticosteroid
Injections.
a. Teknik penggunaan taping
Penggunaan teknik taping untuk mengurangi rasa sakit akibat fasciitis
plantaris. Rasa sakit secara signifikan dapat dikurangi dengan perlindungan
pembatasan pergerakan kaki.24
 Penempatan tape strip ukuran 1,5-inch. Putari metatarsal, tutupi areal medial
dan pinggiran kaki lateral.
 Gunakan tape ukuran 1 inch. Mulai dari metatarsal kepala ke lima, diikuti
dengan sekeliling lateral kemudian putari calcaneous dan silangi ke posisi
mula-mula
 Ulangi langkah diatas, mulai dan akhiri pada kepala metatarsal pertama
 Alternatif bentuk silang 3 kali setiap posisi.
 Tutup permukaan plantar dengan 1,5-inch tape.
 Akhiri dengan menutupi seluruh permukaan tape dengan 2 lapis tape lagi.
Penggunaan sepatu athletik
34

Gambar 7. Teknik Taping

b. Stretching (peregangan) dan straightening (pelurusan)


Peregangan tendon achilles berguna sebagai terapi tambahan pada fasciitis
plantaris. Cara pertama dengan meletakan papan diatas sebuah batu-bata. Cara
kedua dengan mendorong dinding, yaitu meletakan kaki pertama 6 inchi dari
dinding dan kaki yang lainnya setinggi 2 feet dari dinding, dan kemudian gerakan
kedepan dinding sambil mempertahankan kedua tumit berada pada lantai. Ketiga
dengan Prostretch. Keempat dengan night splint.25

Gambar 8. Latihan Mendorong Dinding untuk Stretching (peregangan)


Otot Gastrocnemius Kanan dan Otot Soleus Kiri
35

Gambar 9. Naik Tangga dan Berdiri di Papan Miring

Gambar 10. Macam-macam Cara Stretching


36

c. Penggunaan sepatu atletik


Penggunaan sepatu yang tepat juga dapat membantu mengurangi rasa sakit.
Pada penderita yang memiliki telapak kaki rata, sepatu khusus untuk mengatur
pergerakan atau sepatu yang lebih lebar longitudinalnya bisa membantu. Beberapa
pasien menggunakan sepatu yang kekecilan, yang bisa mengakibatkan gejala¬
gejala sakit pada kaki. Pasien disarankan untuk merubah aktifitas sehari¬hari,
seperti memakai sepatu athletik yang sesuai dengan lengkung medial ketika
berjalan. Pasien diberikan bantalan logitudinal metatarsal pada kunjungan
pertama, tebalnya 1¬4 inchi, yang diukur dari distal tuberkel calcaneus medial
sampai 0,5 cm proksimal dari ujung metatarsal. Bagian yang medial dibuat lebih
tebal dibanding lateral. Bantalan ini berguna untuk mengurangi pronasi.25

d. Night Splints
Penggunaan night splints pada gambar (orthosis) pada malam hari dan
mempertahankan kaki pada sudut 90 derajat atau lebih dari pergelangan kaki telah
digunakan sebagai terapi tambahan pada fasciitis plantaris. Balut gips ini
mencegah kontraksi fascia plantar saat pasien tidur. Berdasarkan penelitian pada
pasien yang diterapi dengan balut gips, 83% pasien mengatakan rasa sakitnya
menghilang. Faktor biomekatik yang menyebabkan gerakan pronator abnormal
yang menekan bagian medial fascia plantar harus dihilangkan. Latihan
peregangan dilakukan pada kedua kaki selama 6¬8 minggu, lalu dievaluasi
Kembali.25,26

Gambar 11. Night Splints


37

e. Agen antiinflamasi
Es adalah lini pertama anti-inflamasi pengobatan untuk fasciitis plantaris,
terutama untuk atlet. Icing harus dilakukan setelah menyelesaikan latihan,
peregangan, dan penguatan, dan perawatan ini dapat diterapkan melalui pijat es,
penangas es, atau es, sebagai berikut6:
 Untuk es pijat, pasien membeku air dalam cangkir kertas atau polystyrene
kecil dan kemudian menggosok es di atas tumit yang menyakitkan,
menggunakan gerakan melingkar dan tekanan moderat selama 5-10 menit.
 Untuk penangas es, pad dangkal diisi dengan air dan es, dan pasien
membasahi tumit selama 10-15 menit, untuk mencegah cedera dingin,
neoprene penutup kaki harus digunakan, atau jari kaki harus dijauhkan dari
air es
 Untuk kompres es, es hancur ditempatkan dalam kantong plastik dibungkus
handuk, kemudian diterapkan selama 15-20 menit, penggunaan es hancur
memungkinkan paket yang akan dibentuk untuk kaki, sehingga
meningkatkan bidang kontak (sekantong biji jagung beku dikemas
dibungkus handuk adalah alternatif yang baik).

 Bila pasien tidak mempunyai kontraindikasi nonsteroidal antiinflamasi


(NSAID) dapat digunakan. Agen ini dapat berguna sebagai tambahan untuk
mengendalikan rasa sakit sementara fasciitis plantaris individu sedang
diobati dengan peregangan dan penguatan.

f. Injeksi kortikosteroid
Injeksi kortikosteroid harus dihindari pada awal terapi fasciitis plantaris.
Kortikosteroid hanya digunakan sebagai terapi tambahan pada fasciitis plantaris
kronik. Setelah melakukan kontrol biomekanik. Injeksi ini dapat menyebabkan
hilangnya lapisan lemak jika digunakan tidak benar. 3 ml NSAID yang dicampur
dengan 1% lidokain, 0,5% marcaine, dan 1 ml triamcinolone (40 mg per mL)
diinjeksikan sekitar processus medual tuberositas calcaneus. Pengunaan
radiografik digunakan sebagai alat bantu untuk mengetahui tempat injeksi.8
38

Injeksi kortikosteroid diberikan kepada pasien yang tidak berespon terhadap


program peregangan dan/atau memakai sepatu yang cocok atau orthosis. Berdasar
penelitian, injeksi intralesi kortikosteroid lebih efektif dan harganya lebih efektif
daripada terapi extracorporeal shockwave yang telah diberikan dalam waktu lebih
dari 5 minggu.6
Injeksi kortikosteroid disuntikan dengan jarum ukuran 22, panjang 1,5 inchi
(3,8 cm) untuk menyuntikan 4 mL anestesi lokal (contohnya lidokain) dan 1 ml
(40 mg) kortikosteroid (contoh methylprednisolone). Palpasi bagian anterior
tuberkel calcaneus plantar medial dan masukan jarum pada sisi ini. Masukan
jarum sampai mencapai bagian anterior distal dari tuberositas calcaneus medial
plantar, lalu injeksikan. Jangan menyuntikan pada bagian superfisial pada bagian
subkutan, karena injeksi kortikosteroid pada lapisan lemak superfisial dapat
menyebabkan nekrosis dan atrofi, menyebabkan telapak kaki tidak dapat
merasakan tekanan.6
Penempatan yang tidak tepat suntikan kortikosteroid untuk fasciitis plantaris
dapat menyebabkan nekrosis dan atrofi pad lemak plantar di tumit. Komplikasi ini
dapat mengakibatkan rasa sakit yang signifikan dan tingkat aktivitas menurun
untuk pasien. Pendarahan atau memar pada umumnya diharapkan hanya pada
pasien yang telah gangguan perdarahan atau mengambil antikoagulan. Infeksi
pada tempat suntikan jarang terjadi, tapi mungkin. Selain teknik steril untuk
prosedur itu sendiri, pasien perlu menjaga kebersihan kaki baik setelah injeksi.
Reaksi alergi terhadap obat disuntikkan jarang ditemukan.6

g. Extracorporeal shock-wave therapy


ESWT telah diusulkan sebagai pilihan pengobatan untuk fasciitis plantaris.
Terapi jaringan dengan tekanan tinggi gelombang suara dengan mekanisme
kerjanya yang untuk (1) merangsang aliran darah untuk respon imun
menguntungkan, (2) merangsang penyembuhan, dan (3) menutup jalur nyeri saraf
melalui gate-control theory. Meskipun ESWT belum secara definitif terbukti
efektif, telah disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA) untuk
pengobatan fasciitis plantaris dan tenis elbow.23
39

2. Pembedahan/Operatif
Untuk kasus yang sulit sembuh, rujuk untuk pelepasan fasia secara
pembedahan yang terbatas dengan dekompresi saraf lokal dengan atau tanpa
eksisi heel spur. Aplikasi bedah harus dipertimbangkan hanya ketika semua yang
lain perawatan gagal dalam kasus PF. Metode yang digunakan adalah plantar
fasciotomy parsial terbuka atau tertutup. Plantar fasciotomy adalah pendekatan
populer di mana hingga setengah dari fasia dilepaskan dalam beberapa kasus.
Metode terbuka membutuhkan 3 cm hingga 6 cm sayatan pada medial plantar
untuk melepaskan fasia. Reseksi saraf dan diseksi kalkanealis juga dilakukan
selama prosedur ini. Endoskopi digunakan untuk melepaskan fasia di tempat
metode tertutup. Dalam metode ini, reseksi tonjolan kalkaneus tidak dilakukan.
Menurut hasil penelitian sebelumnya, keduanya jenis pengobatan dilaporkan
memiliki manfaat yang sama. Tingkat keberhasilan dalam metode bedah adalah
sekitar 70% hingga 90%. Durasi penyembuhan setelah operasi ini dapat berkisar
dari beberapa minggu hingga beberapa bulan6,27.

3. Pencegahan
Pendidikan adalah sarana yang paling penting untuk mencegah fasciitis
plantaris. Instruksikan atlet dengan fasciitis plantaris untuk pemanasan cukup
sebelum memulai aktivitas, terus peregangan program, dan es turun setelah
aktivitas. Pasien mungkin perlu untuk mengurangi berjalan mereka sementara,
kemudian, mereka dapat melanjutkan tingkat sebelumnya aktivitas mereka pada
kebijaksanaan dokter dan terapis fisik.
Istirahat sangat penting untuk pengobatan fasciitis plantaris. Ini termasuk
kegiatan modifikasi atau tingkat relatif istirahat, istirahat total mungkin tidak
praktis, terutama bagi individu yang lebih aktif dan bagi mereka yang
pekerjaannya membutuhkan berdiri. Latihan alternatif atau menghindari kegiatan
akan meningkatkan tingkat keberhasilan menghilangkan rasa sakit dan kepatuhan
pasien.23,27
40

3.11 Komplikasi
Pada kasus fasciitis plantaris sering berkembang menjadi heel spur. Spur
pada tulang berkembang karena fascia plantaris yang mengalami injuri kemudian
mengalami inflamasi sehingga tumit menerima beban lebih banyak dan dalam
waktu yang lama akan menyebabkan deposit kalsium pada tumit sehingga
menimbulkan pertumbuhan abnormal pada tulang tumit11.

3.12 Prognosis
Riwayat alami fasciitis plantaris sering sembuh sendiri dan sembuh pada
80% pasien dengan-dalam 1-4 tahun terlepas dari perawatannya.7 Hal yang
membuat pasien membutuhkan penanganan medis adalah iritasi atau rasa sakit
yang melumpuhkan pada saat serangan. Untuk itu, uji coba terapi konservatif
disarankan sebelum perawatan yang lebih invasif.8
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny. AP, perempuan berusia 41 tahun, seorang pegawai bank, datang dengan
keluhan nyeri pada telapak kaki kanan terutama tumit yang memberat sejak 1
bulan yang lalu. Sejak 3 bulan yang lalu, pasien mengeluh sering merasa nyeri
pada telapak kaki sebelah kanan terutama di bagian tumit. Nyeri dirasakan tidak
menjalar. Nyeri dirasakan pada pagi hari setelah bangun tidur dan pertama kali
menapakkan kaki, dan juga setelah melakukan aktivitas panjang. Nyeri dirasakan
dirasakan cukup berat (4 dari skala 0-10), dan terasa tumpul. Nyeri dirasakan
hampir setiap hari, semakin berat ketika banyak aktivitas, dan berkurang jika
beristirahat. Pasien mengoleskan balsam didaerah yang dirasakan nyeri, sedikit
berkurang, namun muncul kembali. 1 bulan yang lalu, nyeri dirasakan semakin
berat dan tidak kunjung hilang. Nyeri menjalar, kearah depan kaki. Nyeri
dikatakan bernilai 6 dari skala 0-10. Nyeri dirasakan pada pagi hari, saat
menginjakkan kaki pertama kali setelah bangun tidur, aktivitas yang panjang, juga
menapakkan kaki sesaat setelah duduk/istirahat yang lama. Nyeri dirasakan setiap
hari. Pasien juga mengeluhkan bengkak dan kemerahan pada daerah sekitar tumit.
Pasien mengaku minum obat pereda nyeri seperti parasetamol, namun keluhan
masih datang kembali. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu.
Pasien merupakan pegawai bank yang bekerja selama 8 jam sehari menggunakan
sepatu tinggi karena kewajiban dari kantor. Pasien memiliki kebiasaan
berolahraga setiap hari minggu dengan lari mengelilingi kompleks kurang lebih
30 menit.
Pemeriksaan fisik menunjukan keadaan umum tampak sakit sedang, dan
kesadaran compos mentis. Tanda vital didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg,
nadi 80 x/menit, respirasi 18x/menit suhu 36,7°C. Skala nyeri NPRS= 6. IMT
pasien = 25,5 (0verweight). Antalgik gait (+). Pada pemeriksaan fisik kepala,
leher, thorax, abdomen, trunkus, anggota gerak atas dalam batas normal. Namun
pada pemeriksaan anggota gerak bawah didapatkan nyeri tekan (+) pada plantar
pedis kanan dan terdapat penurunan range of motion pada sendi ankle, karena

41
42

pasien merasa kesakitan. Ditemukan juga eritema dan bengkak/edema pada area
plantar pedis dextra. Dari hasil tes provokasi yaitu tes windlass, didapatkan hasil
positif ketika dilakukan tes. Disarankan untuk melakukan foto pedis bilateral
AP/lateral. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka ditegakkan
diagnosis kerja berupa fasciitis plantaris dextra.
Fasciitis plantaris adalah degenerasi plantar fascia sebagai hasil dari
mikrotrauma berulang dari fasia yang mengarah ke reaksi inflamasi. Kondisi ini
disebabkan karena olahraga atau gerakan repetitif. Dari anamnesis didapatkan
bahwa perempuan yang berusia 41 tahun. Berdasarkan kepustakaan fasciitis
plantaris lebih sering terjadi wanita yang berusia sekitar 40 – 70 tahun dengan
insiden tertinggi pada usia 45 – 64 tahun. Pasien memiliki IMT=25,5 yang masuk
dalam kategori overweight. Berdasarkan faktor risiko PF yang paling berperan
adalah dorsofleksi yang terbatas, indeks massa tubuh obesitas (70%), dan orang-
orang yang menghabiskan waktunya bekerja dalam posisi berdiri dan membawa
beban berat. Dorsofleksi yang terbatas/berkurang menyebabkan kaki overpronasi
(81-86%), menyebabkan beban tertumpu pada fascia plantar. keluhan utama pada
pasien adalah nyeri pada telapak kaki kanan terutama tumit yang memberat sejak
1 bulan yang lalu. Diketahui pula nyeri dirasakan semakin berat dan tidak kunjung
hilang. Nyeri menjalar, kearah depan kaki. Nyeri dirasakan pada pagi hari, saat
menginjakkan kaki pertama kali setelah bangun tidur, aktivitas yang panjang, juga
menapakkan kaki sesaat setelah duduk/istirahat yang lama. Nyeri dirasakan setiap
hari. Pasien juga mengeluhkan bengkak dan kemerahan pada daerah sekitar tumit.
Secara patofisiologi, mekanisme nyeri fasciitis plantaris diawali dengan
adanya lesi pada jaringan lunak disisi tempat perlengketan plantar aponeurosis
yang letaknya dibawah dari tuberositas calcaneus atau pada fascia plantar bagian
medial calcaneus akibat dari penekanan dan penguluran yang berlebihan. Hal
tersebut menimbulkan nyeri pada fascia plantar dan terjadilah fasciitis plantaris.
Tubuh awalnya merespon dengan proses peradangan. Sel-sel yang disebut dengan
fibroblast membuat serat kolagen baru yang bertujuan untuk menghilangkan
ketidakseimbangan yang disebabkan oleh cedera. Namun, semakin lama proses
peradangan berkurang dan serat kolagen mulai mengendur dan terurai kemudian
43

pecah dan menjadi terfragmentasi. Pada saat bersamaan serat kolagen terlepas dan
kemudian pecah, fibroblast membesar untuk memproduksi serat kolagen yang
lebih banyak. Tetapi, serat kolagen yang terurai atau terfragmentasi jumlahnya
lebih banyak dibandingkan dengan serat kolagen yang baru terbentuk. Pembuluh
darah baru terbentuk dengan cepat dan banyak yang bertujuan untuk mengaliri
daerah yang mengalami peradangan tersebut, namun pembuluh darah tersebut
abnormal dan imatur, sehingga tidak dapat memberi aliran darah yang baik.
Hiperplasia sel, aliran darah yang sedikit, dan ketidakseimbangan jumlah kolagen
menyebabkan terjadinya penebalan pada fascia plantaris yang menimbulkan nyeri.
Pasien juga mengalami kesulitan untuk berjalan dan aktivitas kerja menjadi
terganggu. Berdasarkan kepustakaan bahwa rasa nyeri pada medial calcaneus
akibat plantar fascitis saat beraktivitas akan menyebabkan pasien membatasi
gerakannya sehingga pasien menjadi hipomobile. Akibat membatasi gerakan
ankle saat beraktivitas membuat pasien mengalami kesulitan saat akan memasuki
fase mid stance saat berjalan akibat fase midstance yang hilang untuk mengurangi
nyeri pasien mengatasi dengan berjalan menjinjit menumpukan beban tekanan
pada ujung – ujung jari kaki. Peningkatan zat iritan akibat nyeri yang timbul juga
akan menyebabkan konduktifitas saraf menurun sehingga koordinasi
intermuscular pada otot mengalami penurunan, akibatnya gerakan menjadi tidak
efisien dan efektif yang berdampak terhadap keseimbangan saat berjalan dan
fungsional ankle menurun. Sehingga menjadi antalgik gait. Pada pemeriksaan
fisik, status generalis dalam batas normal pasien tampak sakit sedang, status
pemeriksaan pada ekstremitas bawah, didapatkan edema minimal pada regio
plantar dan calcaneus dextra, dan tidak ada deformitas, pada palpasi didapatkan
nyeri tekan (+) plantar pedis dan calcaneus dextra, dan tidak terdapat diskrepansi
tulang.
Pada pasien ini tidak mengalami komplikasi, hal ini dilihat dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik yaitu masih dapat berjalan walaupun mengalami kesulitan,
keadaan umum dan tanda vital dalam batas normal, bengkak pada kaki yang
minimal, tidak terdapat gangguan saraf, kelemahan otot dan deformitas pada
tulang dan pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Komplikasi pada kasus
44

fasciitis plantaris sering berkembang menjadi heel spur. Spur pada tulang
berkembang karena fascia plantaris yang mengalami injuri kemudian mengalami
inflamasi sehingga tumit menerima beban lebih banyak dan dalam waktu yang
lama akan menyebabkan deposit kalsium pada tumit sehingga menimbulkan
pertumbuhan abnormal pada tulang tumit. Namun pada pasien tidak didapatkan
tanda-tanda tersebut.
Penatalaksanaan pada fasciitis plantaris paling baik diobati secara
konservatif, lalu pembedahan pada kasus yang sulit sembuh. Perawatan
membutuhkan penggunaan beberapa modalitas, edukasi pasien, dan waktu.
Perbaikan bertahap dan dapat memakan waktu hingga satu tahun. Injeksi
kortikosteroid harus dihindari pada awal terapi fasciitis plantaris. Kortikosteroid
hanya digunakan sebagai terapi tambahan pada fasciitis plantaris kronik, setelah
melakukan kontrol biomekanik. 3 ml NSAID yang dicampur dengan 1% lidokain,
0,5% marcaine, dan 1 ml triamcinolone (40 mg per mL) diinjeksikan sekitar
processus medual tuberositas calcaneus. Es adalah lini pertama anti-inflamasi
pengobatan untuk fasciitis plantaris, terutama untuk atlet. Selain itu dilakukan
latihan-latihan kekuatan otot dan terapi beban seperti Latihan mendorong dinding
(stretching), menaiki tangga, dan berdiri di papan miring. Bila pasien dianggap
tidak berespon dengan terapi konservatif, maka perlu dipertimbangkan tindakan
operatif.
Karena pasien merupakan pegawai bank yang bekerja selama 8 jam sehari
menggunakan sepatu tinggi maka dilakukan edukasi kepada pasien mengenai
penyakit dan rencana perawatan yang akan diberikan. Pasien diberikan edukasi
untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan seperti berjalan jauh, berdiri dalam
waktu yang lama dan mengurangi pemakaian sepatu tinggi. Istirahat juga sangat
penting untuk pengobatan fasciitis plantaris. Selain itu diberikan latihan alternatif
sehingga meningkatkan tingkat keberhasilan terapi dan menghilangkan rasa sakit.
Latihan tersebut berupa terapi okupasi yaitu latihan kekuatan otot pedis, terapi
beban, dan mendorong dinding, menaiki tangga, dan berdiri di papan miring. Pada
malam hari, diberikan night splints, saat siang hari menggunakan taping dan
sepatu khusus untuk sementara hingga gejala ringan. Pasien juga diberikan
45

obat”an pereda nyeri yaitu natrium diklofenak 2 x 50 mg, dan terapi es 3x sehari
15-20 menit.
DAFTAR PUSTAKA

1. Luffy L, Grosel J, Thomas R, So E. Plantar fasciitis: A review of


treatments. J Am Acad Physician Assist. 2018;31(1):20–4.
2. Schwartz EN, Su J. Plantar fasciitis: a concise review. Perm J.
2014;18(1):105–7.
3. Tong KB, Furia J. Economic burden of plantar fasciitis treatment in the
United States. Am J Orthop (Belle Mead NJ). 2010;39(5):227–31.
4. Trojian T, Tucker AK. Plantar fasciitis. Am Fam Physician. 2019;
5. Urse GN. Plantar fasciitis: A review. Osteopath Fam Physician [Internet].
2012;4(3):68–71. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.osfp.2011.10.003
6. Bek N, Plantar BN, Abit Kocaman A, Yildiz S. Plantar Fasciitis and
Current Treatment Approaches. Clin Surg [Internet]. 2017;2:1752.
Available from: http://clinicsinsurgery.com/
7. Buchbinder R. Plantar fasciitis. N Engl J Med. 2004;8(4):46.
8. Fabrikant JM, Park TS. Plantar fasciitis (fasciosis) treatment outcome
study: Plantar fascia thickness measured by ultrasound and correlated with
patient self-reported improvement. Foot. 2011;21(2):79–83.
9. Tortora GJ, Derrickson B. Principle of Anatomy & Physiology. 15th ed.
Wiley; 2017. 1–18 p.
10. Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF. Fundamentals of Anatomy &
Physiology. 9th ed. Pearson; 2012.
11. Cutts S, Obi N, Pasapula C, Chan W. Plantar fasciitis. Ann R Coll Surg
Engl. 2012;94(8):539–42.
12. Goff JD, Crawford R. Diagnosis and treatment of plantar fasciitis. Am Fam
Physician. 2011;84(6):676–82.
13. Wearing SC, Smeathers JE, Urry SR, Sullivan PM, Yates B, Dubois P.
Plantar enthesopathy: Thickening of the enthesis is correlated with energy
dissipation of the plantar fat pad during walking. Am J Sports Med.
2010;38(12):2522–7.
14. Tahririan MA, Motififard M, Tahmasebi MN, Siavashi B. Plantar fasciitis.
J Res Med Sci. 2012;17(8):799–804.
15. Schwartz EN, Su J. Plantar fasciitis: a concise review. Perm J.
2014;18(1):105–7.
16. Arnold MJ, Moody AL, Jacksonville NH. Common Running Injuries:
Evaluation and Management. Am Fam Physician. 2018;97(8):510–6.

46
47

17. Gariani K, Waibel FWA, Viehöfer AF, Uçkay I. Plantar fasciitis in diabetic
foot patients: Risk factors, pathophysiology, diagnosis, and management.
Diabetes, Metab Syndr Obes Targets Ther. 2020;13:1271–9.
18. Roxas M. Plantar fasciitis: Diagnosis and therapeutic considerations.
Alternative Medicine Review. 2005.
19. Thompson J V., Saini SS, Reb CW, Daniel JN. Diagnosis and management
of plantar fasciitis. Journal of the American Osteopathic Association. 2014.
20. Neufeld SK, Cerrato R. Plantar Fasciitis: Evaluation and Treatment. J Am
Acad Orthop Surg [Internet]. 2008 Jun;16(6):338–46. Available from:
http://content.wkhealth.com/linkback/openurl?
sid=WKPTLP:landingpage&an=00124635-200806000-00006
21. Malliaropoulos N, Crate G, Meke M, Korakakis V, Nauck T, Lohrer H, et
al. Success and Recurrence Rate after Radial Extracorporeal Shock Wave
Therapy for Plantar Fasciopathy: A Retrospective Study. Biomed Res Int.
2016;2016.
22. Monteagudo M, Maceira E, Garcia-Virto V, Canosa R. Chronic plantar
fasciitis: Plantar fasciotomy versus gastrocnemius recession. Int Orthop.
2013;37(9):1845–50.
23. Weiss LD, Weiss J, Pobre T. Oxford American Handbook of Physical
Medicine and Rehabilitation. 1st ed. New York: Oxford University Press;
2010.
24. Podolsky R, Kalichman L. Taping for plantar fasciitis. J Back
Musculoskelet Rehabil. 2015;28(1):1–6.
25. Mizel MS, Marymont J V., Trepman E. Treatment of plantar fasciitis with a
night splint and shoe modification consisting of a steel shank and anterior
rocker bottom. Foot Ankle Int. 1996;17(12):732–5.
26. Mcpoil TG, Martin RL, Cornwall MW, Wukich DK, Irrgang JJ, Godges JJ.
Heel pain - Plantar fasciitis: Clinical practice guidelines linked to the
international classification of function, disability, and health from the
Orthopaedic Section of the American Physical Therapy Association. J
Orthop Sports Phys Ther. 2008;38(4):1–19.
27. Cornwall MW, McPoil TG. Plantar fasciitis: Etiology and treatment. J
Orthop Sports Phys Ther. 1999;29(12):756–60.

Anda mungkin juga menyukai