Anda di halaman 1dari 4

NAMA : ADE LESTARI POHAN

NIM : 4182141027

KELAS : BIOLOGI DIK D 2018

TEHNIK IMUNOHISTOKIMIA SEBAGAI PENDETEKSI ANTIGEN SPESIFIK PENYAKIT INFEKSI

Pendahuluan

Timbulnya suatu penyakit infeksi dipengaruhi oleh interaksi antara daya tahan tubuh dan faktor
virulensi mikroorganisme. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Patogen ini
bisa didapat dari lingkungan atau makhluk hidup lain (eksogen) maupun dari flora normal (endogen).
Spesimen diseleksi berdasarkan tanda dan gejala sesuai perjalanan penyakitnya, sebelum
penatalaksanaan dengan bahan anti mikroba. Diagnosis penyakit ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
fisik dan penunjang, mulai dari sejarah kesehatan, radiografik, dan data laboratoris. Identifikasi
mikroorganisme penyebab dapat ditentukan sebelum pemberi anti mikroba yang dapat dilakukan
dengan cara, yaitu dengan pemeriksaan mikroskopis, penggunaan substrat karbohidrat, aktivitas
enzimatik, serodiagnosis dan probe genetik. Prosedur dengan tekhnik imunohistokimia, yaitu dengan
perwarnaan imunofluoresensi dan imunoperoksidase saat ini mulai banyak digunakan untuk mendeteksi
agen mikroba spesifik. Tekhnik immunohistokimia (IHK) adalah suatu metode yang bertujuan untuk
mengidentifikasi sel-sel spesifik berdasarkan komponen antigenik atau produk selulernya dengan reaksi
kompleks antingen-antibodi. Dengan kata lain, imunohistokimia digunakan sebagai dasar penegakan
diagnosis dan identifikasi tipe sel berdasarkan detail sitomorfologi, terutama sering digunakan pada
kasus-kasus tumor dan keganasan. Dalam tekhnik ini dapat dibedakan tekhnik imunofluoresensi dan
imunoenzim.

Identifikasi mikroorganisme penyebab penyakit

Metode laboratoris penting digunakan untuk menentukan mikroorganisme spesifik penyebab


penyakit. Prosedur ini dimulai dari tanda dan gejala yang tampak, pengambilan spesimen, sampai
identifikasi aktivitas in vitro bahan antimikroba sesuai mikroorganisme penyebabnya.
Tehnik imunohistokimia dan prinsip reaksi Antigen-Antibodi

Pemeriksaan spesimen secara langsung ini dapat dengan cepat mengindikasikan infeksi mikroba,
yaitu prosedur imunologi dan tekhnik hibridisasi. Sensitivitas suatu tekhnik umumnya tergantung pada
jumlah dan morfologi khas mikroorganisme secara mikroskopis, maupun kekhasan antibodi atau probe
genetik untuk mikroorganisme penyebab. Imunohistokimia dan antibodi fluoresensi pada potongan
jaringan beku merupakan test yang spesifik, karena menggunakan reagen spesifik virus (antibodi) yang
mendeteksi target khusus, yaitu virus.

Sebelum dilakukan reaksi, penting untuk melakukan fiksasi dan persiapan yang tepat, guna
mengawetkan zat kimia dan struktur jaringan yang akan dilihat. Dengan fiksasi maka kerangka protein
akan diawetkan. Namun karena efek denaturasi, protein menyebabkan sebagian besar enzim menjadi
tidak aktif, atau lepas. Oleh karena itu diperlukan fiksasi yang sesuai untuk melihat enzim tertentu.
Reaksi imunohistokimia juga harus terlihat dalam bentuk yang tidak larut. Reaksi harus berwarna atau
berfluoresensi melalui penyinaran ultraviolet.

Fase Pelabelan Immunoassay & Tehnik Imunofluoresensi

Pelabelan pada imunoasai tidak hanya untuk mendeteksi atau kuantifikasi antigen
mikroorganisme dan antibodi spesifik dalam berbagai penyakit infeksi, namun juga digunakan untuk
mendeteksi substansi biologis cairan tubuh, seperti hormon, enzim, obat, penanda tumor, dan lainnya.
Molekul konjugat yang digunakan adalah molekul antibodi yang terlabel dari laboratorium hewan coba
dengan regio Fc human imunoglobulin (misalnya enzyme labeled anti-human IgG or IgA) atau antigen-
spesific labeled antibodies (misalnya fluorescent labeled anti-chlamydia antibody). Pelabelan imunoasai
dilakukan setelah pelabelan molekul selektifnya. Imunofluoresensi langsung, secara mikroskopik relatif
kurang sensitif, sehingga sebagian besar terbuat dalam bentuk jaringan segar beku (fresh-frozen) atau
preparat sel yang tidak difiksir dengan bahan fiksatif crosslink seperti formalin. Kadang-kadang digunkan
fiksasi demgan asekton, etanol, atau metanol untuk memperjelas morfologi jaringan atau
menginaktifkan patogen. Metode jaringan segar beku untuk imunofluoresen hampir sama dengan yang
digambarkan pada tekhnik imunoenzim.

Tehnik Imunoenzim
1. Direct Immunoenzyme staining

2. Indirect Immunoenzyme Staining

3. Tehnik Enzim - antienzim

4. Tehnik Avidin - Biotin

5. Immunogold silver staining

Proses fiksasi dan perwarnaan

Proses fiksasi mempunyai beberapa tehnik berbeda, diantaranya :

1. Tehnik freezing

2. Fiksasi dengan formaldehid, dan

3. Fiksasi dengan microwave.

Antibodi monoklonal dan poliklonal: sensitivitas

dan spesifisitas:

Abs Monoklonal sebagian besar diproduksi pada tikus. Tikus disuntik dengan imunogen yang
dimurnikan (Ag). Setelah respon imun tercapai, limfosit B (sel penghasil Ab) diambil dari limpa. Karena
sel B yang terisolasi memiliki masa hidup yang terbatas, mereka menyatu dengan sel myeloma tikus. Ini
diikuti dengan pemilihan hibridoma dengan spesifisitas yang diinginkan. Sel hibrid yang dihasilkan
(hybridoma) merupakan sel abadi yang menghasilkan Ig spesifik untuk satu epitop (Abs monoklonal).
Abs monoklonal yang dihasilkan, memberikan spesifisitas yang sangat baik karena antibodi mengikat
epitop tunggal pada antigen. Abs poliklonal diproduksi pada beberapa spesies hewan, terutama kelinci,
kuda, kambing dan ayam. Abs poliklonal memiliki afinitas yang lebih tinggi dan reaktivitas yang luas
tetapi spesifisitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Abs monoklonal. Mereka diproduksi
dengan mengimunisasi hewan dengan molekul spesifik yang dimurnikan (imunogen) yang membawa
antigen yang diinginkan. Hewan tersebut akan meningkatkan respons humoral terhadap imunogen dan
antibodi sehingga yang dihasilkan dapat diambil dengan cara mengeluarkan darah hewan tersebut
untukmendapatkan serum kaya imunoglobulin.
Kemungkinan hewan itu akan menghasilkan banyak klon sel plasma (poliklon). Abs poliklonal memiliki
keunggulan dibandingkan antibodi monoklonal karena mereka lebih mungkin untuk mengidentifikasi
beberapa isoform (epitop) dari protein target.

Fiksasi jaringan:

Tujuan fiksasi adalah untuk mengawetkan jaringan agar tahan terhadap perubahan lebih lanjut,
misalnya dengan aksi enzim jaringan atau mikroorganisme.

a.Untuk mengawetkan komponen seluler secara memadai, termasuk protein terlarut dan struktural.
b. Untuk mencegah autolisis dan perpindahan konstituen sel, termasuk Ags dan enzim.
c. Untuk menstabilkan bahan seluler terhadap efek merusak dari prosedur selanjutnya.
d. Untuk memfasilitasi pewarnaan konvensional dan pewarnaan imun.

Studi imunohistokimia paling sering dilakukan pada spesimen yang difiksasi dalam formalin buffer
netral karena ini adalah fiksatif yang paling banyak digunakan. Namun, efek fiksasi, termasuk ikatan
silang protein-protein dan asam nukleat protein dan ikatan ion kalsium, menutupi atau merusak epitop
melalui perubahan struktur protein 3 dimensi. Perubahan ini seringkali dapat diatasi dengan salah satu
dari beberapa metode pengambilan antigen.

A. Fiksasi koagulatif: - Fiksatif koagulatif adalah larutan organik dan nonorganik yang membekukan
protein dan membuatnya tidak dapat larut. Fiksasi koagulatif mempertahankan struktur jaringan pada
tingkat mikroskopis cahaya dengan cukup baik, tetapi menghasilkan flokulasi sitoplasma serta
pengawetan mitokondria dan butiran sekretorik yang buruk. Jenis fiksatif koagulatif yang paling umum
adalah dehidran (alkohol dan aseton) dan asam kuat (asam pikrat, asam trikloroasetat).

b. Silang fiksasi: - silang fiksatif membentuk hubungan silang dalam dan di antara protein, dalam dan di
antara asam nukleat dan antara asam nukleat dan protein. Fiksatif ikatan silang yang paling umum
adalah aldehida (formaldehida, glutaraldehida, hidrat kloral, glioksal), dengan formaldehida buffer netral
paling sering digunakan dalam histopatologi rutin.

Anda mungkin juga menyukai