2. Utia Mufliha I1021141009 3. Uray Rima Triyanita I1021141043 4. Nursyifa Sari I1021141045 5. Lisa Dwi Haryati I1021141049 6. Rendra Rukmono I1021141060 1. Pemeriksaan Sistem Imun Humoral A. Pemeriksaan Sistem Imun Humoral Umum 1. Pemeriksaan Imunoglobulin Pengukuran imunoglobulin mutlak diperlukan pada infeksi berulang berat. a. Hemaglutinasi Merupakan cara untuk menemukan antibodi atas dasar aglutinasi sel darah merah. Uji “Coombs Direk” merupakan cara untuk menentukan antibodi yang dapat mengaglutinasikan sel darah merah Uji “Coombs Indirek” merupakan cara untuk menentukan antibodi yang tidak begitu efektif untuk mengaglutinasikan sel darah merah. Aglutinasi terjadi melalui yang sudah disensitisasi dengan antigen tertentu. b. Reaksi Presipitasi Presipitasi dapat terjadi bila antibodi bereaksi dengan antigen yang larut. Bila reaksi terjadi dengan bantuan medium / agar, akan terbentuk lengkung presipitasi. 2. Pemeriksaan Autoantibodi a. Autoantibodi Organ Spesifik b. Autoantibodi nonorgan spesifik 3. Pemeriksaan Komplemen (Complement Fixation Test) Kadar yang meningkat sering ditemukan pada proses inflamasi akut. Komponen komplemen dibagi menjadi : a. Komponen dini pada jalur klasik (C1, C4 & C2) b. Komponen dini pada jalur alternatif (faktor B, D & P) c. Komponen lambat pada kedua jalur (C3 & C9) 4. Pemeriksaan Kompleks Imun Kompleks patogen yang potensial ditemukan dalam sirkulasi bila ada antigen yang berlebihan. Kompleks imun berperan pada berbagai penyakit seperti arthritis rheumatoid, glomerulonefritis, poliarthritis dan endokarditis. Adanya kompleks imun dapat dibedakan dengan 2 cara: a. Analisi spesimen jaringan untuk melihat komponen endapan kompleks imun dengan teknik imunofluoresen. b. Kompleks imun dalam serum atau cairan tubuh lain. 2. Pemeriksaan Sistem Imun Seluler A. Pemeriksaan Limfosit 1. Kuantitas Sel a. Isolasi Sel (Ficoll Isopaque) b. E Rosette Sel T manusia memiliki reseptor untuk sel darah merah biri – biri. Bila kedua sel tersebut dicampur maka akan terbentuk “rosette”. c. EA Rosette Sel T dapat dibedakan dari sel B yang tidak membentuk rosette. Cara lain untuk menunjukkan rosette yaitu dengan menggunakan reseptor lain yang ada pada permukaan sel T. B. Pemeriksaan Neutrofil & Monosit 1. Pemeriksaan Kuantitatif a. Rebuck Skin Window b. Kemotaksis c. Fagositosis 3. Defisiensi Imun Defisiensi Imun Defisiensi imun merupakan keadaan saat fungsi sistem imun menurun atau tidak berfungsi dengan baik yang muncul ketika satu atau lebih komponen sistem imun tidak aktif dan kemampuan sistem imun untuk merespon patogen berkurang baik pada anak-anak maupun dewasa karena respon imun dapat berkurang pada usia 50 tahun. Defisiensi imun juga dapat didapat dari Chronic Granulomatus Disease (penyakit yang menyebabkan kemampuan fagosit untuk menghancurkan fagosit berkurang), misalnya seperti AIDS dan beberapa tipe kanker. Pemeriksaan laboratorium penting untuk diagnosis. Pengukuran imunoglobulin serum dapat menunjukkan abnormalitas kuantitatif secara kasar. Imunoglobulin yang sama sekali tidak ada (agamaglobulinemia) jarang terjadi, bahkan pasien yang sakit berat pun masih mempunyai IgM dan IgG yang dapat dideteksi. Defek sintesis antibodi dapat melibatkan satu isotop imunoglobulin, seperti IgA atau grup isotop, seperti IgA dan IgG. Beberapa individu gagal memproduksi antibodi spesifik setelah imunisasi meskipun kadar imunoglobulin serum normal. Sel B yang bersirkulasi diidentifikasi dengan antibodi monoklonal terhadap antigen sel B. Pada darah normal, sel – sel tersebut sebanyak 5 – 15 % dari populasi limfosit total. Sel B matur yang tidak ada pada individu dengan defisiensi antibodi membedakan infantile X-linked agamaglobulinaemia dari penyebab lain defisiensi antibodi primer dengan kadar sel B normal atau rendah. 4. Pemeriksaan In Vivo A. Uji Kulit • Uji kulit merupakan cara in vivo utama dalam mengenali IgE atau antibodi reagenik. Reaksi ini terjadi beberapa menit setelah masuknya alergen. Prinsip test ini adalah adanya IgE spesifik pada permukaan basofil atau sel matosit pada kulit akan merangsang pelepasan histamin, leukotrien dan mediator lain bila IgE tersebut berikatan dengan alergen yang digunakan pada uji kulit, sehingga menimbulkan reaksi positif berupa bentol (wheal) dan kemerahan (flare). • Macam tes kulit untuk mediagnosis alergi antara lain : 1.Puncture, prick dan scratch test biasa dilakukan untuk menentukan alergi oleh karena allergen inhalan, makanan atau bisa serangga. 2. Tes intradermal biasa dilakukan pada alergi obat dan alergi bisa serangga. 3. Patch test (epicutaneus test) biasanya untuk melakukan tes pada dermatitis kontak. 4. Pemeriksaan In Vivo A. Uji Provokasi • Tes ini merupakan cara menilai yang paling baik untuk rhinitis alergi. Hanya ini metode yang digunakan dengan menempatkan secara langsung allergen spesifik terhadap mukosa hidung. Metode ini menimbulkan gejala utama atau tanda dari pasien dengan cara mengontrol antigen yang diduga dapat menimbulkan alergi dengan aplikasi langsung ke membrane mucous hidung. Dan evaluasi dari respon pasien di catat. • Tehnik ini meliputi aplikasi yang selektif atas solution allergen ke kepala turbin inferior.Sebelumnya dilakukan rhinomanometri dan 20 menit setelah pemberian allergen.Untuk mengkonfirmasi efek alergi dari zat yang dites dengan menampakkan reduksi yang significant dari kemampuan hidung untuk pembengkakan mukosa yang reaktif. Sejak tes provokasi meliputi penempatan allergen secara langsung pada turbin, mungkin dapat menimbulkan reaksi alergi yang hebat atau mungkin syok anafilaksis, dan sepantasnya alat emergency tersedia pada ruang pemeriksaan. 5. Pemeriksaan Jaringan Biopsi • Jaringan biopsy dapat digunakan untuk pemeriksaan immunoglobulin, komplemen dan antigen. Baik pada jaringan rusak maupun sehat dapat terjadi endapan kompleks imun yan mengandung ketiga unsur tsb. Jaringan biopsy untuk pemeriksaan imunofluoresen tidak boleh difiksasi, tetapi jaringan tsb harus secepatnya dikirim ke lab untuk dibuat sediaan beku. Sebelum diwarnai, sediaan harus di cuci dengan larutan garam untuk mengurangi fluoresensi yg timbul dari jaringan itu sendiri. a. BIOPSI KULIT; diindikasikan pada pemeriksaan penyakit kulit dg lepuh, dermatitis herpetiformis, LES, dan vasculitis. b. BIOPSI GINJAL; berguna untuk identifikasi endapan immunoglobulin dan komplemen di glomerulus 6. Tissue Typing • Ada beberapa cara untuk menentukan derajat parity/disparity antara antigen pada transplantasi salah satunya menggunakan berbagai antisera sitotoksik (biasanya mAb) terhadap HLA seseorang. Cara pemeriksaan yang sering dilakukan ialah cara serologic dan teknik MLC. Karena molekul MHC terdapat pada permukaan sel maka antigen tersebut akan dikenal oleh sel dari orang yang secara alogenik berbeda. Dewasa ini telah dibuat antisera terhadap antigen tersebut. • Typing dikerjakan dengan menambahkan antisera dengan spesifitas tertentu, misal anti HLA-B8 kepada sel yang akan ditentukan (biasanya limfosit) • Penambahan komplemen akan membunuh sel yang dapat diperlihatkan dengan Tripan blue. Zat warna tersebut hanya akan diabsorpsi oleh sel yang mati saja. TERIMAKASIH