bagaimana caranya?
Perawat mau buka praktik mandiri, bagaimana caranya?
Setelah di sahkannya undang-undang keperawatan pada tanggal September 2014 tahun lalu.
Perawat kini sudah dapat membuka praktik keperawatan mandiri dan juga berhak memasang
papan nama praktik perawat.
Tapi masih banyak teman-teman perawat yang bingung dan bertanya-tanya tentang praktik
keperawatan mandiri, apa saja syaratnya?, bagaimana mengurus izinnya?, apa saja yang harus
dipersiapkan?, nanti setelah ada kliniknya, apa yang boleh dilakukan?, apa kewenangan
perawat? dan lain sebagainya.
Untuk menjawab pertanyaan diatas, mari kita coba membahasnya satu persatu.
Perawat bisa mendapatkan STR jika sudah lulus uji kompetensi, biasanya akan diurus oleh
institusi dimana perawat tersebut menempuh pendidikan.
Yang mengeluarkan SIPP adalah pemerintah daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat
kesehatan (kepala dinas kesehatan) yang berwenang di kabupaten/kota tempat domilisi atau
tempat dimana perawat menjalankan praktiknya.
Jadi misalnya teman-teman berencana membuka praktik di Jakarta, SIPP dapat diurus di Dinas
Kesehatan DKI Jakarta. Nanti setelah diproses oleh dinkes dan disetujui, maka pemerintah kota
DKI Jakarta akan mengeluarkan SIPP teman-teman
Poin 4 dan 5 tidak disebutkan di UU Keperawatan tahun 2014, tetapi ada disebutkan di SK
menteri kesehatan RI nomor 1239 tahun 2001 tentang registrasi perawat. Penulis tidak
mengetahui apakah SK menteri ini masih berlaku atau sudah dihapus, jadi disiapkan saja semua
syaratnya untuk berjaga-jaga.
Alat yang disiapkan sebenarnya tergantung dari kekhususan dari masing-masing klinik sesuai
bidang keahlian teman-teman, misalnya perawat yang mempunyai sertifikat wound care dan
memiliki pengalaman sebagai perawat luka, bisa membuka klinik keperawatan luka, atau
mungkin ada yang sudah mendapatkan pelatihan keperawatan paliatif, bisa berpikir untuk
membuka klinik keperawatan khusus palliative care.
1. Praktik keperawatan mandiri yang kita jalankan harus berdasarkan pada kode etik,
standar pelayanan, standar profesi dan standar prosedur operasional (SPO).
2. Perawat berhak menolak keinginan klien atau pihak lain yang bertentangan dengan
kode etik, standar pelayanan, standar profesi dan standar prosedur operasional (SPO).
3. Rujuk pasien yang tidak dapat ditangani kepada perawat lain, atau tenaga kesehatan
lain yang lebih kompeten.
4. Jangan melakukan pekerjaan tenaga medis/dokter, karena kita tidak berwenang, kecuali
jika sudah ada pendelegasian tertulis dari dokter yang bersangkutan.
5. Pasien berhak memberi persetujuan atau menolak tindakan keperawatan yang akan
diterimanya, jadi sebelum melakukan suatu tindakan apapun itu, sebaiknya minta surat
persetujuan atau inform consent.
6. Dokumentasikan segala temuan pengkajian, tindakan, evaluasi yang telah dilakukan
kepada pasien
7. Jangan lupa memajang SIPP dan memasang papan nama di klinik yang dijalankan.