Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena


dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah BHP yang membahas tentang Konsultasi dan
Rujukan Pasien dengan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki.
Dan juga kami berterimakasih kepada para dosen mata kuliah BHP 8 yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kami tentang konsultasi dan
rujukan pasien yang berlaku untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna
bagi kami sendiri maupun orang-orang yang membacanya. Sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Bandung, 3 April 2014

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................3
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Sistem Rujukan pada Sistem Jaminan Kesehatan Nasional............................
2.1.1 Tujuan Sistem Rujukan............................................................................
2.1.2 Manfaat Sistem Rujukan..........................................................................
2.1.3 Alur Sistem Rujukan Regional................................................................
BAB III Analisis Kasus
3.1 Kasus...............................................................................................................
3.2 Analisis Kasus.................................................................................................
BAB IV Pembahasan Kasus
4.1 Hukum Indonesia.............................................................................................
4.2 Hukum Kedokteran.........................................................................................
4.3 Hukum Agama Islam.......................................................................................

BAB V Kesimpulan dan Saran


5.1 Kesimpulan......................................................................................................
5.2 Saran................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang sangat penting karena tanpa

kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan
aktivitas sehari-hari. Untuk mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak upaya
yang harus dilakukan mulai dari promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dalam upaya kuratif dan rehabilitaf, keduanya melibatkan peran tenaga kesehatan
yang dalam hal ini yaitu dokter. Konsultasi dan rujukan pasien merupakan bagian
dari pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter. Konsultasi merupakan
upaya meminta bantuan professional atau dalam hal lain, terhadap kasus penyakit
atau masalah kesehatan lainnya yang sedang ditangani. Sedangkan, rujukan
merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab kepada pelayan yang
lebih tinggi stratanya atau yang memiliki keahlian dan peralatan yang diperlukan
untuk penanganan masalah tertentu.
RumahSakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan haruslah
memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat, untuk itu RS juga harus
melakukan pengaturan terhadap sistem rujukan pasien. Hal ini penting karena
dilapangan akan banyak pasien yang memerlukan pelayanan diluar kemampuan
pelayanan rumah sakit, baik itu karena ruangan perawatan yang kurang, tenaga
kesehatan yang kurang, dan peralatan yang kurang memadai.

Sistem rujukan rumah sakit di Indonesia ini telah berlaku sejak


dibentuknya Undang-Undang no. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit. Pelaksanaan
konsultasi dan rujukan pasien tidaklah semudah yang dibayangkan, untuk
mencapai itu diperlukan sistem rujukan yang telah diatur sedemikian rupa agar
dalam pelaksaanya tidak kacau.
Namun, di Indonesia masih ada pasien yang terlantar akibat sistem
rujukkan yang tidak berfungsi. Kejadian ini terjadi di salah satu RumahSakit
ternama di Jakarta dimana sekitar 26 pasien rawat jalan terlantar dan mengungsi
ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLKI), Salemba, Jakarta Pusat,
Rabu (16/7). Salah satu pasien yang terlantar tersebut menderita tumor ganas dan
kelainan saluran kencing. Menurut ketua YLKI, Huzna Zahir, kejadian tersebut
terjadi akibat adanya celah dalam program Jamkesmas. Persoalan sistem rujukan
ini harus dilihat dari beberapa aspek salah satu contohnya akibat beban rumah
sakit rujukan terlampau berat sehingga melebihi kapasitas yang tersedia.
Oleh karena itu perlu tinjauan dan pedoman lebih lanjut yang dilakukan
oleh pemerintah setempat bersama KementrianKesehatan agar jumlah pasien yang
terlantar akibat sistem rujukan dapat berkurang atau mungkin tidak akan ada lagi.
1.2.

RumusanMasalah

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:


1. Apa saja upaya yang dilakukan pelayanan kesehatan agar konsultasi dan
rujukan pasien dapat berjalan?
2. Bagaimana dampak konsultasi dan rujukan pasien terhadap pelayanan pada
pasien?

3. Bagaimana alur konsultasi dan rujukan pasien untuk mendapatkan pelayanan


yang sesuai?
4. Bagaimana kaitan antara konsultasi dan rujukan pasien dengan islam dan
menurut hukum yang berlaku di Indonesia?
1.3.

Tujuan

Adapun tujuan di rumuskan masalah adalah sebagai berikut :


1. Mengetahui upaya yang dilakukan oleh pelayanan kesehatan agar konsultasi
dan rujukan pasien dapat berjalan.
2. Mengetahui dampak konsultasi dan rujukan pasien terhadap pelayanan pada
pasien.
3. Mengetahui alur konsultasi dan rujukan pasien untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang sesuai.
4. Mengetahui kaitan antara konsultasi dan rujukan pasien dengan islam dan
menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Konsultasi dan Rujukan
2.1.1. Konsultasi dan Rujukan
Konsultasi merupakan upaya meminta bantuan professional atau dalam hal
lain, terhadap kasus penyakit atau masalah kesehatan lainnya yang sedang
ditangani. Konsultasi adalah upaya meminta bantuan professional terkait
penanganan suatu kasus penyakit yang sedang ditangani oleh seorang dokter,
kepada dokter lain yang lebih ahli dibidangnya. Namun kewenangan penanganan
masih berada pada dokter keluarga yang bersangkutan.
Rujukan merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggungjawab kepada
pelayan yang lebih tinggi stratanya atau yang memiliki keahlian dan peralatan
yang diperlukan untuk penanganan masalah tertentu. Rujukan adalah upaya
melimpahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan kasus penyakit yang
sedang ditangani oleh seorang dokter kepada dokter lain yang sesuai.
2.1.1.1 Perbedaan Konsultasi dan Rujukan
Batasan

konsultasi

tidaklah

sama

dengan

rujukan.

Konsultasi

menunjukkan adanya upaya memintakan bantuan professional penanganan kasus


penyakit yang sedang ditangani oleh seorang dokter pada dokter lain yang lebih
ahli. Sedangkan rujukan menunjukkan pada upaya melimpahkan wewenang dan

tanggungjawab penanganan suatu kasus penyakit yang sedang ditangani oleh


seorang dokter pada dokter lainnya yang sesuai. Konsultasi dapat dilakukan
mendahului rujukan, namun tidak jarang langsung melakukan rujukan. Meskipun
demikian, ada kalanya keduanya dipergunakan bersama-sama. Rujukan dalam
pelayanan kedokteran ini umumnya kepada pelayan yang lebih tinggi ilmu,
peralatan dan strata yang lebih tinggi dalam rangka mengatasi kasus atau problem
tersebut.
Konsultasi pengaturannya lebih banyak bersifat kesejawatan sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam kode etik profesi, pengaturan rujukan sering
dituangkan

dalam

peraturan

perundang

undangan.

Untuk

Indonesia

pengaturannya pada surat keputusan Menteri Kesehatan RI No. 032/Birhup/72


tahun 1972.
2.1.2 Pengertian Sistem Rujukan
Di negara Indonesia sistem rujukan kesehatan telah dirumuskan dalam
Permenkes No. 01 tahun 2012.Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan
tanggungjawab timbale balik pelayanan kesehatan secara timbale balik baik
vertical maupun horiontal. Sederhananya, sistem rujukan mengatur dari mana dan
harus kemana seseorang dengan gangguan kesehatan tertentu memeriksakan
keadaan sakitnya.

2.1.2.1 JenisRujukan
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) mengatakan bahwa rujukan di Indonesia
dibedakan atas 2 macam, yakni:
1. Rujukan Medis
Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang dilakukan pada rujukan
medis adalah masalah kedokteran. Tujuan utamanya adalah untuk
menyembuhkan penyakit dan atau memulihkan status kesehatan pasien.
Rujukan medis dibagi atas 3 macam, yakni:
a. Rujukan pasien (transfer of patient )
Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab penatalaksanaan pasien
dari satu strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata
pelayanan kesehatan yang lebih sempurna untuk pelayanan tindak
lanjut diperlukan.
b. Rujukan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge)
Pengiriman dokter atau tenaga kesehatan lain yang lebih ahli dari satu
strata pelayanan kesehatan yang lebih mampu ke strata pelayanan
kesehatan yang kurang mampu untuk melaksanakan bimbingan dan
diskusi untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.
c. Rujukan bahan pemeriksaan laboratorium (transfer of specimens)
Pengiriman bahan bahan pemeriksaan pelayanan kesehatan yang
kurang mampu ke strata pelayanan kesehatan yang lebih mampu untuk
pemeriksaan bahan laboratorium untuk pelayanan tindak lanjut yang
diperlukan.
2. Rujukan Kesehatan
Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang dilakukan pada rujukan
kesehatan adalah untuk masalah kesehatan masyarakat. Tujuan utamanya
adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan ataupun mencegah

penyakit yang ada di masyarakat. Rujukan kesehatan juga dibedakan atas 3


macam, yakni:
a. Rujukan Tenaga
Merupakan pengiriman dokter/tenaga kesehatan dari strata pelayanan
kesehatan yang lebih mampu ke strata pelayanan kesehatan yang kurang
mampu untuk menanggulangi masalah kesehatan yang ada di masyarakat
atau sebaliknya, untuk pendidikan dan latihan.
b. Rujukan Sarana
Pengiriman berbagai peralatan medis/non medis dari strata pelayanan
kesehatan yang lebih mampu ke strata pelayanan kesehatan yang kurang
mampu untuk menanggulangi masalah kesehatan di masyarakat, atau
sebaliknya untuk tindak lanjut.
c. Rujukan Operasional
Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab penanggulangan masalah
kesehatan masyarakat dari strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu
ke strata pelayanan kesehatan yang lebih mampu atau sebaliknya untuk
pelayanan tindak lanjut.
Rujukan dibagi dalam rujukan medik/perorangan yang berkaitan dengan
pengobatan dan pemulihan berupa pengiriman pasien (kasus), spesimen, dan
pengetahuan tentang penyakit, serta rujukan kesehatan dikaitkan dengan upaya
pencegahan dan peningkatan kesehatan berupa sarana, teknologi, dan operasional.

Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat


atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga,
dimana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu
sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat
melakukan tindakan medis tingkat primer maka menyerahkan tanggung jawab
tersebut ke tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh
faktor pendukung (pemerintah, teknologi, transportasi) terpenuhi maka proses ini
akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera tertangani dengan
tepat.

2.2 Sistem Rujukan pada Sistem Jaminan Kesehatan Nasional

Dalam menyongsong sistem jaminan kesehatan nasional, Pemerintah


Indonesia telah menetapkan atau mempersiapkan suatu sistem rujukan untuk
menunjang dari sistem jaminan kesehatan nasional yaitu sistem rujukan yang
terstruktur dan berjenjang.
Regionalisasi sistem rujukan adalah pengaturan sistem rujukan dengan
penetapan batas wilayah administrasi daerah berdasarkan kemampuan pelayanan
medis, penunjang dan fasilitas pelayanan kesehatan yang terstuktur sesuai dengan
kemampuan, kecuali dalam kondisi emergensi.

2.2.1 Tujuan Sistem Rujukan


1. Mengembangkan regionalisasi sistem rujukan berjenjang di provinsi dan di
Kabupaten/Kota
2. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan rujukan RS
3. Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan rujukan sampai ke daerah
terpencil dan daerah miskin.
4. Mempertahankan dan menigkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan RS.
2.2.2 Manfaat Sistem Rujukan
1. Pasien tidak menumpuk atau berkumpul di salahsatu rumah sakit besar.
2. Pengembangan RS di provinsi dan kota/kabupaten.

3. Pelayanan rujukan dapat lebih dekat ke daerah terpencil, miskin, dan


daerah perbatasan karena pusat rujukan lebih dekat.
4. Regionalisasi rujukan dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga
kesehatan terutama pada RS pusat rujukan regional.
2.2.3 Alur Sistem Rujukan Regional
1.

Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan berjenjang yang dimulai


dari Puskesmas, kemudian kelas C, kelas D selanjutnya RS kelas B dan
akhirnya ke RS kelas A.

2.

Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan rawat inap
yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter disertai surat rujukan,
dilakukan atas pertimbangan tertentu atau kesepakatan antara rumah sakit
dengan pasien atau keluarga pasien.

3.

RS kelas C/D dapat melakukan rujukan ke RS kelas B atau RS kelas A antar


atau lintas Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan. Pada prinsipnya bahwa
sistem rujukan regionalisasi terdiri atas dua bagian utama yaitu :
a. Kab/kota dibagi dalam beberapa wilayah rujukan/region, berdasar hasil
mapping sarpras, SDM dan
b. Setiap wilayah mempunyai pusat rujukan
Dalam melaksanakan regionalisasi sistem rujukan memang ada beberapa

yang harus dipersiapkan dalam menopang sistem jaminan kesehatan nasional,


yaitu:

1. Pemetaan sarana kesehatan : Gate keeper (Praktek dokter/ drg pelayanan


Primer), puskemas, Klinik Pratama, RS dan fasilitas kesehatan lainnya per
provinsi.
2. Pemetaan tenaga kesehatan di sarana kesehatan yang ada.
3. Menetapkan RS pusat rujukan regional .
4. Menetapkan kabupaten/kota sebagai pusat rujukan regional dari beberapa
sarana kesehatan disekitarnya.
5. Melakukan ujicoba kewilayahan melalui workshop sistem rujukan di pusat
rujukan regional, bersama tim koordinasi sistem rujukan tingkat pemerintah
daerah, yang terdiri dari kepala dinas provinsi, kabupaten atau kota, tim profesi
ahli, RSUD, akses yang akan bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan Daerah.
6. Mengadakan pelatihan bagi tenaga dokter puskesmas, dokter keluarga mitra
kases dari wilayah tersebut untuk penatalaksanaan kasus-kasus yang dirujuk
dari Puskesmas terutama pada 4 bagian besar (OBGYN, penyakit dalam, anak
dan bedah), dengan teknis sebagai berikut :
a. Dilakukan monitoring selama 3 bulan dan dievaluasi dengan melibatkan RS
rujukan regional, dinas kesehatan provinsi dan organisasi profesi turun
langsung ke puskesmas, dinas kesehatan dan RSUD di wilayah ujicoba.
b. Penyusunan SK kepala dinas kesehatan tentang ti koordinasi sistem rujukan
yang terdiri dari kepala dinas provinsim dirut RS, keua DPM PT ASKES,
direktur PT Askes regional, dan pejabat CokumCCtic di lingkungan dinas

kesehatan provinsi. Dalam tim tersebut terdiri dari 2 POKJA yaitu pokja
teknis medis dan POKJA konseling sistem rujukan.
7. Penyusunan 4 Buku Pedoman Sistem Rujukan :
a. Bersama RS, FK, DPM PT Askes, PT Askes Persero regional, dan 10
Organisasi Profesi yang terdiri dari PAPDI, POGI, IDAI, IKABI,
PERDAMI, PERHATI-KL, PERDOSI, PERDOSKI, PDSKJI, PDGI.
b. Buku Pedoman Terdiri dari :
-

Pedoman standar pengelolaan penyakit berdasarkan kewenangan tingkat


pelayanan kesehatan di provinsi.

Panduan standar pemeriksaan penunjang CokumCCtic berdasarkan

kewenangan pemberi pelayanan kesehatan di provinsi.


Pedoman standar obat-obatan berdasarkan kewenangan pemberi pelayanan

kesehatan di provinsi.
Panduan standar minimal alat kesehatan pemberi pelayanan kesehatan di
provinsi.

8. Penyusunan Peraturan Gubernur


a. Penyusunan perda tentnag penyelenggaraan kesehatan di wilayah provinsi
yang diketuai oleh gubernur, disusun bersama walikota dan bupati, kepala
dinas kesehatan provinsi, kota atau kabupaten, beserta DPRD provinsi serta
CokumC terkait.

b. Penyusunan pergub rujukan dengan melibatkan organisasi profesi, RS, FK,


DPM PT ASKES, PT ASKES PERSERO regional, Praktoso Cokum,
perwakilan dari RSUD, dinkes kabupaten dan kota.
c. Proses penyusunan pergub melalui biro Cokum setda provinsi untuk segera
ditetapkan.
d. Termasuk keputusan gubernur tentang uji coba sistem rujukan pelayanan
kesehatan di wilayah uji coba yang telah ditetapkan.
9. Lakukan Pembagian Peran untuk mewujudkan Regionalisasi Sistem Rujukan,
sebagai berikut :
a. Peran dinas kesehatan (terintegrasi provinsi, kabupaten dan kota)
b. Peran Rumah SakitC
c. Peran Fakultas Kedokteran dan institusi lainnya
10. Lakukan Sosialisasi ketat terhadap usaha yang telah dilakukan , termasuk
Kendali Mutu dan Biaya dengan Pemanfaatan Sistem Informasi dan
Teknologi
Tatalaksana hubungan antar daerah.antara lain :
a. Dalam rangka melaksanakan regionalisasi rujukan, provinsi dan
kabupaten/kota harus mengadakan kerja sama dengan daerah lain yang
didasarkan pada pertimbangan efisiensi

dan efektivitas pelayanan

kesehatan rujukan.
b.

Kerja sama dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja sama.

BAB III
ANALISIS DATA
3.1 Kasus
JAKARTA,RABU - Kasus terlantarnya puluhan pasien rawat jalan dan keluarga
mereka oleh pihak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta baru-baru ini
merupakan salah satu contoh tidak berfungsinya sistem rujukan dalam pelayanan
kesehatan di Indonesia. Kondisi ini mengakibatkan beban rumah sakit rujukan
terlampau berat sehingga melebihi kapasitas yang tersedia.
Sebagaimana diberitakan Kompas, sebanyak 26 pasien rawat jalan RSCM,
Jakarta, telantar dan mengungsi ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia,
Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (16/7) lalu . Penderita penyakit berat, seperti tumor
ganas dan kelainan saluran kencing, itu terpaksa mengungsi karena tidak
tertampung di RSCM.
Menurut Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Huzna Zahir,
Rabu (23/7), usai menghadiri diskusi bulanan di Kantor Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia, Jalan Sam Ratulangi, Jakarta Pusat, masalah itu terjadi karena
masih ada sejumlah titik lemah atau celah dalam program jaminan kesehatan
masyarakat (Jamkesmas).
Huzna menyatakan, terlantarnya puluhan pasien ini tidak terlepas dari terlalu
beratnya beban rumah sakit rujukan nasional itu. "Memang dalam kasus ini sulit
untuk menyalahkan sepenuhnya pihak RSCM jika persoalannya terkait dengan

kapasitas, kecuali kalau itu terjadi karena pihak rumah sakit menolak merawat
pasien rawat inap padahal masih tersedia tempat rawat inap," ujarnya.
Jadi harus dievaluasi lebih lanjut siapa yang bertanggung jawab. "Apakah dalam
pedoman Jamkesmas sudah diatur pihak mana yang berkewajiban menanggung
biaya akomodasi pasien yang dirujuk dari daerah ke rumah sakit rujukan
nasional," kata Huzna. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) atau pemerintah
daerah setempat yang merujuk pasien seharusnya menanggung biaya akomodasi
pasien bersangkutan.
Ketua Pengurus Besar IDI Fahmi Idris menambahkan, masalah ini bukan hanya
terkait kesehatan. Jika rumah sakit menolak melayani pasien, itu adalah masalah
kesehatan. "Tapi ini kan masalahnya pasien rawat jalan dan keluarganya tidak bisa
ditampung oleh RSCM. Jadi, seharusnya masalah ini menjadi tanggung jawab
lintas departemen," kata Fahmi.
Agar tidak terulang lagi kasus serupa, Fahmi menyatakan pemerintah seharusnya
membenahi sistem rujukan agar beban rumah sakit rujukan seperti RSCM tidak
terlampau berat dan melebihi kapasitas yang ada. Sistem kesehatan dan
penyediaan fasilitas perawatan kesehatan di RSUD juga perlu diperkuat agar
jumlah pasien yang dirujuk tidak terlalu banyak.
3.2 Analisis Kasus
Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM) Jakarta terpaksa menolak
merawat 26 pasien rawat jalan, dikarenakan belum berjalannya sistem rujukan
dalam pelayanan kesehatan yang baik sehingga beban RSCM sebagai rumah sakit

rujukan nasional terlampau berat dan melebihi kapasitas yang tersedia. Hal ini
mengakibatkan puluhan pasien tersebut terlantar dan mengungsi karena tidak
tertampung di RSCM.
Masalah terlantarnya pasien ini, bukan hanya terkait masalah kesehatan
dan menjadi tanggung jawab rumah sakit yang bersangkutan saja. Akan tetapi,
masalah ini merupakan tanggung jawab lintas departemen yang harus segera
dibenahi agar sistem rujukan pelayanan kesehatan bisa berjalan sebagaimana
semsetinya dan bisa mengurangi beban rumah sakit rujukan nasional.
Dalam masalah ini, RSCM tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena pihak
rumah sakit menolak merawat inap pasien akibat tidak tersedianya kapasitas
merawat pasien tersebut. Pemerintah harus segera memperbaiki sistem rujukan
pelayanan kesehatan yang ada. Sistem rujukan pasien seharusnya dapat dilakukan
secara berjenjang, mulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama . Rujukan
dapat dilakukan baik secara vertikal maupun horizontal.

Jika permasalahan

kesehatan pasien yang terlantar dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan


kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya,
seharusnya RSCM bisa merujuk pasien tersebut ke tingkatan pelayanan kesehatan
yang lebih rendah sehingga pasien tersebut tidak akan terlantar.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan rujukan
diantaranya melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan
bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan pasien gawat
darurat, sehingga jika penerima rujukan tidak dapat menerima pasien tersebut
maka rumah sakit yang bersangkutan harus merujuk pasien ke rumah sakit yang

lain. Jika hal ini dilakukan, maka pasien tidak akan terlantar dan bisa menerima
pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya.
Selain sistem rujukan yang harus diperbaiki, pemerintah juga harus ikut
berkontribusi untuk menyelesaikan masalah ini. Salah satunya adalah dengan
meningkatkan sistem kesehatan dan penyediaan fasilitas perawatan kesehatan di
rumah sakit yang ada di daerah, sehingga jumlah pasien yang dirujuk ke rumah
sakit nasional tidak terlalu banyak dan beban rumah sakit rujukan nasional bisa
berkurang.

BAB IV
PEMBAHASAN HUKUM
4.1 Hukum Indonesia
Aspek hukum dalam yang berkaitan dengan konsultasi dan rujukan yaitu :
1. UUPK No. 29 th 2004 : pasal 51, 52
a. Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban :
> Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi
dan standar proedur operasional serta kebutuhan medis pasien
> Merujuk pasien ke dr atau drg lain ygmempunyai keahlian atau
kemampuan yg lebihbaik, apabila tidak mampu melakukan
suatupemeriksaan atau pengobatan
b. Pasal 52
Pasien dalam menerima pelayanan pada pelayanan kedokteran
mempunyai hak :
> Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan
medis
> Meminta pendapat dari dokter atau dokter gigi lain
2. UUKes No. 23 th 1992
a. Hak-hak pasien
> Hak memperoleh surat keterangan dokter bagi kepentingan
pasien yang bersifat yustisial, misalnya surat keterangan sakit,
surat keterangan untuk pentingan asuransi, surat kematian, dsb.
> Hak atas second opinion
b. Kewajiban dokter
> Memberikan kepada pasien untuk memberikan second opinion

> Memberikan surat keterangan dokterbagi berbagai kepentingan


pasien
4.2 Hukum Kedokteran
Aspek etika kedokteran yang berhubungan dengan konsultasi terdapat
dalam KODEKI yaitu pasal 5 dan pasal 7a.
1. Pasal 5
Tiap perbuatan atau yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien,
setelah memperoleh persetujuan pasien.
2. Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan
pelayanan yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral
sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang dan penghormatan atas martabat
manusia.
Tentang rujukan terdapat dalam KODEKI yaitu pasal 7 dan pasal 10.
1. Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya.
2. Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus dan ikhlas dan mempergunakan segala
ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia
tidak mampu melakukan pemeriksaan atau pengobatan, maka atas
persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

4.3 Aspek Agama


Dalam islam dikatakan bahwa setiap manusia harus saling tolong
menolong dalam kebaikan, sesuai dengan surat dalam Al-Quran dalam surat AlMaidah ayat 2 :

Tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan


jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (QS. Al-Maidah:
2)
Dalam kasus yang telah dipaparkan terdapat sebanyak 26 pasien rawat
jalan RSCM telantar dan mengungsi ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia. Penderita penyakit berat, seperti tumor ganas dan kelainan saluran
kencing terpaksa mengungsi karena tidak tertampung di RSCM. Berdasarkan ayat
tersebut, dokter seharusnya menolong pasien yang mengalami kesakitan sesuai
dengan kemampuanya.
Terlantarnya pasien di RSCM tersebut dikarenakan sistem rujukan yang
masih kurang baik dan perlu evaluasi siapa yang bertanggung jawab dalam

permasalahan ini. Untuk penyelesaian permasalahan tersebut seharusnya


dilakukan oleh ahli dalam bidang tersebut. Sebagaimana dalam Al-Quran
disebutkan dalam An Nahl ayat 43 :

Artinya :
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami
beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.

QS. Al Anbiya ayat 7 :

Artinya :
Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melaikan
beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka
tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada
mengetahui.

Dalam ayat tersebut menyatakan bahwa sebagai manusia harus bertanya


kepada yang ahli dan berpengetahuan sesuai dengan ilmunya agar tidak ada
kesalahan dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan, maka dapat diambil simpulan
sebagai berikut:
1. Upaya pelayanan kesehatan khususnya dalam sistem rujukan pasien di
Indonesia masih belum baik.
2. Dampak yang ditimbulkan dari sistem rujukan yang belum baik adalah
tidak maksimalnya RSCM dalam melakukan upaya pelayanan kesehatan.
Keterbatasan tempat yang tidak dapat menampung semua pasien rujukan.
3. Dalam aspek hukum, seorang dokter wajib melakukan rujukan apabila ia
tidak mampu melakukan pelayanan kesehatan kepada dokter yang lebih
ahli dan berkompeten. Kemudian dari aspek agama, sebagai manusia
khususnya seorang dokter harus bertanya kepada yang lebih ahli agar tidak
terjadi kesalahan dalam melakukan tindakan.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan diatas, maka saran yang bisa dianjurkan adalah sebagai
berikut:
1. Diharapkan pemerintah dapat memperbaiki sistem rujukan secara
berjenjang. Tidak semua pasien harus dirujuk ke Rumah Sakit Rujukan
Nasional.
2. Diharapkan dokter dan Rumah Sakit rujukan dapat berkomunikasi dengan
baik. Dokter harus mengetahui ada atau tidak tempat di Rumah Sakit
rujukan untuk pasien yang dirujuknya.

3. Diharapkan pemerintah dapat meningkatkan sarana kesehatan di daerahdaerah sehingga dapat menekan angka rujukan pasien ke Rumah Sakit
Rujukan Nasional.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian kesehatan republik indonesia (sistem rujukan terstruktur dan
berjenjang

dalam

nasional(regionalisasi

rangka
sistem

menyongsong
rujukan).

jaminan

kesehatan

http://buk.depkes.go.id/index.php?

option=com_docman&task=doc_download&gid=927&itemid=112.
2.http://tekno.kompas.com/read/2008/07/23/17200949/pasien.terlantar.sistem.ruju
kan.tidak.berfungsi.
3. Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 001 tahun 2012 tentang
sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan
4. http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/kode-etik-kedokteran.pdf
5. http://www.iaei-pusat.org/article/ekonomi-syariah/-prinsip-dan-filosofi-takafulsyariah--1?language=id
6. http://www.scribd.com/doc/146100950/aspek-hukum-pembuatan-surat-rujukan

Anda mungkin juga menyukai