Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................3
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Sistem Rujukan pada Sistem Jaminan Kesehatan Nasional............................
2.1.1 Tujuan Sistem Rujukan............................................................................
2.1.2 Manfaat Sistem Rujukan..........................................................................
2.1.3 Alur Sistem Rujukan Regional................................................................
BAB III Analisis Kasus
3.1 Kasus...............................................................................................................
3.2 Analisis Kasus.................................................................................................
BAB IV Pembahasan Kasus
4.1 Hukum Indonesia.............................................................................................
4.2 Hukum Kedokteran.........................................................................................
4.3 Hukum Agama Islam.......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang sangat penting karena tanpa
kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan
aktivitas sehari-hari. Untuk mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak upaya
yang harus dilakukan mulai dari promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dalam upaya kuratif dan rehabilitaf, keduanya melibatkan peran tenaga kesehatan
yang dalam hal ini yaitu dokter. Konsultasi dan rujukan pasien merupakan bagian
dari pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter. Konsultasi merupakan
upaya meminta bantuan professional atau dalam hal lain, terhadap kasus penyakit
atau masalah kesehatan lainnya yang sedang ditangani. Sedangkan, rujukan
merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab kepada pelayan yang
lebih tinggi stratanya atau yang memiliki keahlian dan peralatan yang diperlukan
untuk penanganan masalah tertentu.
RumahSakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan haruslah
memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat, untuk itu RS juga harus
melakukan pengaturan terhadap sistem rujukan pasien. Hal ini penting karena
dilapangan akan banyak pasien yang memerlukan pelayanan diluar kemampuan
pelayanan rumah sakit, baik itu karena ruangan perawatan yang kurang, tenaga
kesehatan yang kurang, dan peralatan yang kurang memadai.
RumusanMasalah
Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Konsultasi dan Rujukan
2.1.1. Konsultasi dan Rujukan
Konsultasi merupakan upaya meminta bantuan professional atau dalam hal
lain, terhadap kasus penyakit atau masalah kesehatan lainnya yang sedang
ditangani. Konsultasi adalah upaya meminta bantuan professional terkait
penanganan suatu kasus penyakit yang sedang ditangani oleh seorang dokter,
kepada dokter lain yang lebih ahli dibidangnya. Namun kewenangan penanganan
masih berada pada dokter keluarga yang bersangkutan.
Rujukan merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggungjawab kepada
pelayan yang lebih tinggi stratanya atau yang memiliki keahlian dan peralatan
yang diperlukan untuk penanganan masalah tertentu. Rujukan adalah upaya
melimpahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan kasus penyakit yang
sedang ditangani oleh seorang dokter kepada dokter lain yang sesuai.
2.1.1.1 Perbedaan Konsultasi dan Rujukan
Batasan
konsultasi
tidaklah
sama
dengan
rujukan.
Konsultasi
dalam
peraturan
perundang
undangan.
Untuk
Indonesia
2.1.2.1 JenisRujukan
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) mengatakan bahwa rujukan di Indonesia
dibedakan atas 2 macam, yakni:
1. Rujukan Medis
Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang dilakukan pada rujukan
medis adalah masalah kedokteran. Tujuan utamanya adalah untuk
menyembuhkan penyakit dan atau memulihkan status kesehatan pasien.
Rujukan medis dibagi atas 3 macam, yakni:
a. Rujukan pasien (transfer of patient )
Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab penatalaksanaan pasien
dari satu strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata
pelayanan kesehatan yang lebih sempurna untuk pelayanan tindak
lanjut diperlukan.
b. Rujukan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge)
Pengiriman dokter atau tenaga kesehatan lain yang lebih ahli dari satu
strata pelayanan kesehatan yang lebih mampu ke strata pelayanan
kesehatan yang kurang mampu untuk melaksanakan bimbingan dan
diskusi untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan.
c. Rujukan bahan pemeriksaan laboratorium (transfer of specimens)
Pengiriman bahan bahan pemeriksaan pelayanan kesehatan yang
kurang mampu ke strata pelayanan kesehatan yang lebih mampu untuk
pemeriksaan bahan laboratorium untuk pelayanan tindak lanjut yang
diperlukan.
2. Rujukan Kesehatan
Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang dilakukan pada rujukan
kesehatan adalah untuk masalah kesehatan masyarakat. Tujuan utamanya
adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan ataupun mencegah
2.
Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan rawat inap
yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter disertai surat rujukan,
dilakukan atas pertimbangan tertentu atau kesepakatan antara rumah sakit
dengan pasien atau keluarga pasien.
3.
kesehatan provinsi. Dalam tim tersebut terdiri dari 2 POKJA yaitu pokja
teknis medis dan POKJA konseling sistem rujukan.
7. Penyusunan 4 Buku Pedoman Sistem Rujukan :
a. Bersama RS, FK, DPM PT Askes, PT Askes Persero regional, dan 10
Organisasi Profesi yang terdiri dari PAPDI, POGI, IDAI, IKABI,
PERDAMI, PERHATI-KL, PERDOSI, PERDOSKI, PDSKJI, PDGI.
b. Buku Pedoman Terdiri dari :
-
kesehatan di provinsi.
Panduan standar minimal alat kesehatan pemberi pelayanan kesehatan di
provinsi.
kesehatan rujukan.
b.
BAB III
ANALISIS DATA
3.1 Kasus
JAKARTA,RABU - Kasus terlantarnya puluhan pasien rawat jalan dan keluarga
mereka oleh pihak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta baru-baru ini
merupakan salah satu contoh tidak berfungsinya sistem rujukan dalam pelayanan
kesehatan di Indonesia. Kondisi ini mengakibatkan beban rumah sakit rujukan
terlampau berat sehingga melebihi kapasitas yang tersedia.
Sebagaimana diberitakan Kompas, sebanyak 26 pasien rawat jalan RSCM,
Jakarta, telantar dan mengungsi ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia,
Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (16/7) lalu . Penderita penyakit berat, seperti tumor
ganas dan kelainan saluran kencing, itu terpaksa mengungsi karena tidak
tertampung di RSCM.
Menurut Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Huzna Zahir,
Rabu (23/7), usai menghadiri diskusi bulanan di Kantor Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia, Jalan Sam Ratulangi, Jakarta Pusat, masalah itu terjadi karena
masih ada sejumlah titik lemah atau celah dalam program jaminan kesehatan
masyarakat (Jamkesmas).
Huzna menyatakan, terlantarnya puluhan pasien ini tidak terlepas dari terlalu
beratnya beban rumah sakit rujukan nasional itu. "Memang dalam kasus ini sulit
untuk menyalahkan sepenuhnya pihak RSCM jika persoalannya terkait dengan
kapasitas, kecuali kalau itu terjadi karena pihak rumah sakit menolak merawat
pasien rawat inap padahal masih tersedia tempat rawat inap," ujarnya.
Jadi harus dievaluasi lebih lanjut siapa yang bertanggung jawab. "Apakah dalam
pedoman Jamkesmas sudah diatur pihak mana yang berkewajiban menanggung
biaya akomodasi pasien yang dirujuk dari daerah ke rumah sakit rujukan
nasional," kata Huzna. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) atau pemerintah
daerah setempat yang merujuk pasien seharusnya menanggung biaya akomodasi
pasien bersangkutan.
Ketua Pengurus Besar IDI Fahmi Idris menambahkan, masalah ini bukan hanya
terkait kesehatan. Jika rumah sakit menolak melayani pasien, itu adalah masalah
kesehatan. "Tapi ini kan masalahnya pasien rawat jalan dan keluarganya tidak bisa
ditampung oleh RSCM. Jadi, seharusnya masalah ini menjadi tanggung jawab
lintas departemen," kata Fahmi.
Agar tidak terulang lagi kasus serupa, Fahmi menyatakan pemerintah seharusnya
membenahi sistem rujukan agar beban rumah sakit rujukan seperti RSCM tidak
terlampau berat dan melebihi kapasitas yang ada. Sistem kesehatan dan
penyediaan fasilitas perawatan kesehatan di RSUD juga perlu diperkuat agar
jumlah pasien yang dirujuk tidak terlalu banyak.
3.2 Analisis Kasus
Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM) Jakarta terpaksa menolak
merawat 26 pasien rawat jalan, dikarenakan belum berjalannya sistem rujukan
dalam pelayanan kesehatan yang baik sehingga beban RSCM sebagai rumah sakit
rujukan nasional terlampau berat dan melebihi kapasitas yang tersedia. Hal ini
mengakibatkan puluhan pasien tersebut terlantar dan mengungsi karena tidak
tertampung di RSCM.
Masalah terlantarnya pasien ini, bukan hanya terkait masalah kesehatan
dan menjadi tanggung jawab rumah sakit yang bersangkutan saja. Akan tetapi,
masalah ini merupakan tanggung jawab lintas departemen yang harus segera
dibenahi agar sistem rujukan pelayanan kesehatan bisa berjalan sebagaimana
semsetinya dan bisa mengurangi beban rumah sakit rujukan nasional.
Dalam masalah ini, RSCM tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena pihak
rumah sakit menolak merawat inap pasien akibat tidak tersedianya kapasitas
merawat pasien tersebut. Pemerintah harus segera memperbaiki sistem rujukan
pelayanan kesehatan yang ada. Sistem rujukan pasien seharusnya dapat dilakukan
secara berjenjang, mulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama . Rujukan
dapat dilakukan baik secara vertikal maupun horizontal.
Jika permasalahan
lain. Jika hal ini dilakukan, maka pasien tidak akan terlantar dan bisa menerima
pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya.
Selain sistem rujukan yang harus diperbaiki, pemerintah juga harus ikut
berkontribusi untuk menyelesaikan masalah ini. Salah satunya adalah dengan
meningkatkan sistem kesehatan dan penyediaan fasilitas perawatan kesehatan di
rumah sakit yang ada di daerah, sehingga jumlah pasien yang dirujuk ke rumah
sakit nasional tidak terlalu banyak dan beban rumah sakit rujukan nasional bisa
berkurang.
BAB IV
PEMBAHASAN HUKUM
4.1 Hukum Indonesia
Aspek hukum dalam yang berkaitan dengan konsultasi dan rujukan yaitu :
1. UUPK No. 29 th 2004 : pasal 51, 52
a. Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban :
> Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi
dan standar proedur operasional serta kebutuhan medis pasien
> Merujuk pasien ke dr atau drg lain ygmempunyai keahlian atau
kemampuan yg lebihbaik, apabila tidak mampu melakukan
suatupemeriksaan atau pengobatan
b. Pasal 52
Pasien dalam menerima pelayanan pada pelayanan kedokteran
mempunyai hak :
> Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan
medis
> Meminta pendapat dari dokter atau dokter gigi lain
2. UUKes No. 23 th 1992
a. Hak-hak pasien
> Hak memperoleh surat keterangan dokter bagi kepentingan
pasien yang bersifat yustisial, misalnya surat keterangan sakit,
surat keterangan untuk pentingan asuransi, surat kematian, dsb.
> Hak atas second opinion
b. Kewajiban dokter
> Memberikan kepada pasien untuk memberikan second opinion
Artinya :
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami
beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.
Artinya :
Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melaikan
beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka
tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada
mengetahui.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan, maka dapat diambil simpulan
sebagai berikut:
1. Upaya pelayanan kesehatan khususnya dalam sistem rujukan pasien di
Indonesia masih belum baik.
2. Dampak yang ditimbulkan dari sistem rujukan yang belum baik adalah
tidak maksimalnya RSCM dalam melakukan upaya pelayanan kesehatan.
Keterbatasan tempat yang tidak dapat menampung semua pasien rujukan.
3. Dalam aspek hukum, seorang dokter wajib melakukan rujukan apabila ia
tidak mampu melakukan pelayanan kesehatan kepada dokter yang lebih
ahli dan berkompeten. Kemudian dari aspek agama, sebagai manusia
khususnya seorang dokter harus bertanya kepada yang lebih ahli agar tidak
terjadi kesalahan dalam melakukan tindakan.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan diatas, maka saran yang bisa dianjurkan adalah sebagai
berikut:
1. Diharapkan pemerintah dapat memperbaiki sistem rujukan secara
berjenjang. Tidak semua pasien harus dirujuk ke Rumah Sakit Rujukan
Nasional.
2. Diharapkan dokter dan Rumah Sakit rujukan dapat berkomunikasi dengan
baik. Dokter harus mengetahui ada atau tidak tempat di Rumah Sakit
rujukan untuk pasien yang dirujuknya.
3. Diharapkan pemerintah dapat meningkatkan sarana kesehatan di daerahdaerah sehingga dapat menekan angka rujukan pasien ke Rumah Sakit
Rujukan Nasional.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian kesehatan republik indonesia (sistem rujukan terstruktur dan
berjenjang
dalam
nasional(regionalisasi
rangka
sistem
menyongsong
rujukan).
jaminan
kesehatan
http://buk.depkes.go.id/index.php?
option=com_docman&task=doc_download&gid=927&itemid=112.
2.http://tekno.kompas.com/read/2008/07/23/17200949/pasien.terlantar.sistem.ruju
kan.tidak.berfungsi.
3. Peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor 001 tahun 2012 tentang
sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan
4. http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/kode-etik-kedokteran.pdf
5. http://www.iaei-pusat.org/article/ekonomi-syariah/-prinsip-dan-filosofi-takafulsyariah--1?language=id
6. http://www.scribd.com/doc/146100950/aspek-hukum-pembuatan-surat-rujukan