I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini menjelaskan kepada peserta Pelatihan tentang Kebijakan dan strategi
penanggulangan gangguan indera dan fungsionaldi Indonesia, sebagai acuan dalam
melaksanakan Pelayanan pencegahan dan pengendalian gangguan indera dan
fungsional di FKTP.
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama disebut juga dengan Pemberi Pelayanan Tingkat
Pertama (PPK1). Berdasarkan Permenkes Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional, yang dimaksud dengan FKTP antara lain
Puskesmas atau yang setara.
1
III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN
A. Dasar Kebijakan & Strategi Penanggulangan Gangguan Indera & Fungsional.
1. Kebijakan Penanggulangan Gangguan Indera.
2. Kebijakan Penanggulangan Gangguan fungsional.
C. Bahan Belajar.
1. Pedoman Umum penanggulangan gangguan indera
2. Pedoman Umum penanggulangan gangguan fungsional.
3. Pedoman teknis penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan.
4. Pedoman teknis penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian.
B. Metode
1. Curah pendapat
2. Ceramah dan Tanya Jawab (CTJ)
2
C. Media dan Alat Bantu Pelatihan
1. Modul Pelatihan
2. Slide presentasi power point (hand out)
3. Laptop
4. Proyektor Liquid Crystal Display (LCD)
5. Spidol
Saat ini dan di masa mendatang, kebijakan pembangunan kesehatan, termasuk upaya
penanggulangan gangguan indera diprioritaskan pada upaya promotif dan preventif
tanpa mengurangi kualitas upaya kuratif dan rehabilitatif. Pendekatan pembangunan
3
kesehatan untuk mencapai total coverage saat ini menggunakan pendekatan siklus
hidup dan pendekatan keluarga serta gerakan masyarakat hidup sehat.
Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang komprehensif agar masalah gangguan
indera dapat ditanggulangi secara efektif dan efisien sehingga tidak menjadi beban
negara dan sekaligus meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya guna memiliki daya saing yang tinggi dan mampu mandiri, berdaulat, dan
berbudaya sesuai dengan kepribadian bangsa.
1. Kebijakan
2. Strategi
4
terutama bagi masyarakat yang berisiko.
e. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas melalui peningkatan sumber daya manusia dan penguatan institusi,
serta standarisasi pelayanan.
f. Mendorong sistem pembiayaan kesehatan bagi pelayanan kesehatan paripurna
penyandang gangguan indera sehingga dapat terjangkau bagi penduduk kurang
mampu.
g. Meningkatkan penyelenggaraan surveilans faktor risiko dan surveilans penyakit
dengan mengintegrasikan dalam sistem surveilans terpadu di puskesmas
maupun rumah sakit, sehingga dapat digunakan sebagai dasar perencanaan,
monitoring dan evaluasi program penanggulangangangguan indera.
Data WHO (2011) menunjukkan bahwa jumlah penyandang disabilitas di dunia pada
tahun 2010 adalah sebanyak 15,6 persen dari total populasi dunia atau lebih dari 1
milyar. Hal ini berarti bahwa 15 dari 100 orang di dunia merupakan penyandang
disabilitas. Sekitar 2–4 dari 100 orang tersebut termasuk dalam kategori penyandang
disabilitas berat. Data disabilitas berdasarkan provinsi menurut Riskesdas tahun
2013 menunjukkan, prevalensi penduduk dengan disabilitas tertinggi adalah Sulawesi
Selatan (23,8%) dan terendah adalah Papua Barat (4,6%). Penyebab disabilitas
tertinggi di Indonesia pada kelompok umur 24–59 bulan yaitu Disabilitas Netra,
Disabilitas Wicara, Sindroma Down, Disabilitas daksa, Bibir Sumbing, Disabilitas
Rungu, Disabilitas Grahita dan Cerebral Palsy.
Penguatan terhadap keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakt menjadi kunci
utama agar tercipta keluarga sehat dengan individu yang berkualitas dan peduli
terhadap kesehatan termasuk gangguan fungsional hingga disabilitas. Pembangunan
Kesehatan di Indonesia dilaksanakan dengan mengacu kepada amanah Nawa Cita
5
kelima yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Sebagai rambu untuk
menjamin bahwa proses pembangunan telah memperhitungkan ketersediaan sumber
daya, permasalahan yang dihadapi, perubahan lingkungan strategis, dinamika
budaya, politik, sosial, demografi dan ekonomi secara bijaksana.
6
b. Pelaksanaan kegiatan penanggulangan gangguan fungsional harus dilakukan
secara efektif dan efisien melalui intervensi yang tepat.
2. Strategi
Untuk mencapai dan mewujudkan Visi dan Misi Pemerintah maka strategi
operasional kegiatan penanggulangan gangguan fungsional yaitu:
a. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat sehingga
dapat terhindar dari faktor risiko gangguan fungsional.
b. Mendorong pelaksanaan pembangunan berwawasan kesehatan dengan
berorientasi terhadap kebutuhan penyandang disabilitas.
c. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan potensi dan peran serta
masyarakat untuk penyebarluasan informasi kepada masyarakat tentang
gangguan fungsional dan kedisabilitasan.
d. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas melalui peningkatan sumber daya manusia dan penguatan
institusi, serta standarisasi pelayanan.
e. Mendorong sistem pembiayaan kesehatan bagi pelayanan kesehatan
paripurna sehingga dapat terjangkau bagi penyandang disabilitas.
f. Meningkatkan penyelenggaraan surveilans faktor risiko dengan
mengintegrasikan dalam sistem surveilans terpadu di puskesmas maupun
rumah sakit, dan surveilans penyakit melalui pengembangan registri terpadu
baik yang berbasis komunitas, rumah sakit, maupun khusus (spesialistik)
seperti: patologi, radiologi dan lain-lain, sehingga dapat digunakan sebagai
dasar perencanaan, pemantauan dan evaluasi program penanggulangan
gangguan fungsional.
7
JEJARING KERJA KEGIATAN PENANGGULANGAN
GANGGUAN INDERA
Ditjen P2P, Kemenkes • Kemkes/Kementrian lain
• NGO, Profesi, Akademisi
Direktorat P2 PTM ( Subdit , LSM, Komatnas, Komnas
Gangguan Indera & Fungsional) PGPKT
• Dinkes Prov
• NGO, Profesi, Akademisi
PROVINSI • RS Prov
•LSM, Komatda, Komda
PGPKT
8
Lintas sektor di tingkat kabupaten/kota meliputi Dinas Sosial, Kanwil Kementerian
agama, Dinas Pendidikan dan sebagainya.
5. Organisasi Profesi
Organisasi profesi yang terkait dengan penanggulangan gangguan indera
diharapkan ikut berperan dalam seluruh proses penanggulangan gangguan
indera mulai dari pencegahan, pengendalian dan penanganan serta peningkatan
surveilans epidemiologi, penemuan dan tatalaksana penderita, dan Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi (KIE), terutama kajian-kajian/penelitian yang dapat
diaplikasikan untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut.
9
MATERI INTI 1
KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI
I. Deskripsi Singkat
10
1. Melakukan KIE
2. Melakukan konseling serta edukasipadapenderita gangguan penglihatan dan
pendengaran
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
11
3. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk bertanya atau
menyampaikan klarifikasi, kemudian fasilitator menyampaikan jawaban
atau tanggapan yang sesuai.
12
sumber daya serta partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat dalam mendukung
peningkatan derajat kesehatan.
Pengertian, Tujuan dan Jenis-jenis KIE
13
Secara umum tujuan KIEpenanggulangan gangguan penglihatan dan
pendengaranadalah:
a. Meningkatkan kualitas layanan kesehatan indera dengan mengedepankan
aspek promotif preventif tanpa mengesampingkan aspek kuratif dan
rehabilitatif.
b. Menyebarluaskan informasi yang akurat, berguna, dan mudah dipahami terkait
permasalahan kesehatan indera
c. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memeliharakesehatannya sendiri
secara mandiri dan berkelanjutan.
d. Meningkatkan pemahaman, keperdulian, dan peran serta masyarakat umum
dan keluarga terkait masalah penanggulangan gangguan penglihatan dan
pendengaran.
e. Meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang berbagai informasi terkait
gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
f. Mendorong kemampuan untuk mengimplementasikan pengetahuan sebagai
suatu keterampilan untuk berperilaku hidup sehat
14
Berdasar pada proses komunikasi, jenis-jenis KIE terdiri :
a. KIE langsung
Ialah komunikasi tanpa menggunakan suatu media/ alat perantara teknik yang
berupa barang cetak maupun berbentuk alat elektronika. Kegiatan komunikasi
langsung dapat dilakukan melalui penyampaian pesan dalam bentuk kata-kata,
gerakan-gerakan yang berarti khusus, dan penggunaan isyarat-isyarat.
Misalnya, kita berbicara langsung kepada seseorang di hadapan kita.
b. KIE tidak langsung
Merupakan kegiatan komunikasi dengan menggunakan media, alat dan
mekanisme untuk melipatgandakan jumlah penerima pesan (sasaran) atau
untuk menghadapi hambatan-hambatan dalam melakukan kegiatan
komunikasi, seperti hambatan geografis yang dapat diatasi dengan
menggunakan siaran radio dan televisi, bahkan saat ini bisa menggunakan
media sosial/handphone.
Berdasar arah penyampaian pesan dan umpan balik, jenis-jenis KIE terdiri:
a. KIE satu arah
Pesan disampaikan oleh sumber kepada sasaran. Di sini sasaran tidak bisa
atau tidak ada kesempatan untuk memberi umpan balik atau bertanya.
b. KIE Timbal Balik (sering disebut komunikasi dua arah)
Pesan disampaikan oleh sumber kepada sasaran, kemudian sasaran setelah
menerima pesan tadi, memberikan umpan balik kepada sumber. Biasanya,
komunikasi kelompok dan komunikasi perorangan merupakan komunikasi
timbal balik
15
Berdasar jumlah sasaran, komunikasi meliputi :
a. Komunikasi intrapersonal
Adalah dialog atau percakapan dengan dirinya sendiri, berlangsung didalam
hati. Biasanya digunakan untuk keperluan mawas diri (introspeksi). Misalnya:
hari ini saya akan menolak ajakan Ani pergi ke Bandung.
b. Komunikasi interpersonal
Adalah percakapan atau dialog antara dua pihak, merupakan interaksi orang ke
orang, terjadi dalam dua arah, bisa verbal dan non verbal atau perpaduan
keduanya.
c. Komunikasi kelompok
Adalah penyampaian pesan / informasi melalui kelompok, baik yang sengaja
diselenggarakan maupun yang tidak sengaja. Misalnya: pertemuan toma,
ngobrol diwarung.
d. Komunikasi massa
Adalah penyampaian pesan / informasi kepada sejumlah sasaran yang tidak
saling mengenal, biasanya dalam jumlah banyak.
16
- Penggunaan leaflet, booklet, lembar balik
- Tulisan-tulisan di majalah atau koran
- Melakukan interaksi melalui media sosial
- Media lain
17
Pelaksanaan KIE berdasarkan jumlah sasaran dapat dilakukan melalui pendekatan
3 jenis jumlah sasaran, yaitu:
a. Individu/Perorangan
KIE secara individu/perorangan adalah penyampaian pesan dari seseorang
kepada orang lainnya atau lebih, dapat dilakukan melalui komunikasi secara
langsung maupun tidak langsung. Komunikasi langsung, misalnya kunjungan
rumah, komunikasi ditempat pelayanan kesehatan. Sedangkan komunikasi
tidak langsung dengan menggunakan media, misalnya komunikasi melalui
telepon, surat, email, dll.
Metode dan teknik yang dapat diterapkan dalam kegiatan KIE secara individu/
perorangan adalah komunikasi interpersonal yaitu interaksi dari individu ke
individu atau dari individu dengan kelompok kecil, bersifat dua arah, kemudian
pesan yang disampaikan dalam bentuk verbal dan non verbal. Kedua belah
pihak saling berbagi informasi dan perasaan. Adapun langkah-langkah
melakukan komunikasi interpersonal adalah “SAJI” (Salam, Ajak Bicara,
Jelaskan dan Ingatkan).
18
7) Meningkatkan kemampuan untuk mampu berpikiran positif dan optimis
b. Kelompok
Metoda dan teknik yang digunakan dalam melakukan KIE didalam kelompok
adalah ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, demontrasi, permainan/
bermain peran.
19
Ceramah tanya jawab (CTJ) adalah penyampaian pesan oleh seorang
pembicara di depan se-kelompok sasaran yang disertai tanya jawab. CTJ
dapat dilakukan untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah.
CTJ akan berhasil apabila pembicara menguasai materi, menguasai
audiens serta menguasai penggunaan alat bantu atau media.
20
4) Curah pendapat (brain storming)
Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Prinsipnya
sama dengan metode diskusi kelompok. Bedanya, pada permulaan
pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah dan kemudian tiap
peserta memberikan jawaban atau tanggapan (curah pendapat)
Tanggapan atau jawaban-jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam
flipchart atau papan tulis. Sebelum semua peserta mencurahkan
pendapatnya, tidak boleh dikomentari oleh siapa pun. Baru setelah semua
anggota mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari,
dan akhirnya terjadi diskusi.
21
pengamat atau anggota masyarakat. Mereka memperagakan konseling
dengan menggunakan kaidah “SATU TUJU” tentang pentingnya menjaga
kesehatan mata dan telinga.
Anggota kelompok yang tidak bermain peran, diberi tugas untuk melakukan
pengamatan. Setelah bermain peran selesai, pemain diminta
menyampaikan perasaannya saat melakukan kegiatan bermain peran.
Selanjutnya, pengamat diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil
pengamatannya. Pada akhir bermain peran disimpulkan bersama tentang
tenaga kesehatan dalam melakukan konseling tentang pentingnya menjaga
kesehatan mata dan telinga
c. Massa
Metode dan teknik KIE yang diterapkan dalam komunikasi massa, dapat
menggunakan ceramah, pidato, siaran radio, siaran di televisi, di surat khabar,
media cetak dan media sosial. Dengan demikian metode promosi kesehatan
yang diterapkan melalui kegiatan komunikasi massa dapat dilakukan melalui
komunikasi langsung maupun tidak langsung.
1) Ceramah umum
Pada acara-acara tertentu, misalnya pada peringatan Hari Penglihatan
Sedunia (WSD). Metode ini dillakukan jika ada kelompok orang yang perlu
mendapat penjelasan yang sama, sedangkan waktu terbatas. Ceramah
memerlukan ruangan yang bisa ditempati sekelompok orang, dengan
pembicara yang menguasai masalah yang akan diberikan. Ceramah
jangan terlalu lama, cukup 30 menit. 10 menit pertama untuk memberi
penjelasan yang singkat tetapi jelas, 20 menit berikutnya untuk tanya
jawab.
22
2) Pidato
Pidato tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun radio,
pada hakikatnya merupakan bentuk promosi kesehatan massa.
3) Siaran berprogram
Siaran berprogram adalah penyampaian informasi secara terprogram
melalui siaran radio dan televisi yang bertujuan mengubah sikap,
pengetahuan dan tindakan masyarakat. Metode ini dapat dipakai dengan
beberapa persyaratan, antara lain:
Sasaran heterogen dilihat dari segi umur, sosial ekonomi dan sebagainya.
Informasi bersifat umum atau terbuka.
Pesawat radio dan televisi sudah banyak dimiliki oleh dan tersebar
merata di masyarakat.
4) Pemutaran film dan slide
Informasi disampaikan kepada sasaran melalui media film dan slide.
Persyaratan penggunaan cara ini antara lain adalah:
Tersedia proyektor, listrik dan tenaga untuk mengoperasikan proyektor
tersebut.
Tersedia ruangan yang dapat menghalangi cahaya dari luar.
5) Pemasangan/penggunaan pamflet, leaflet dan booklet
Penyampaian informasi kepada sasaran dilakukan dengan menggunakan
pamflet, leaflet, booklet dan sebagainya sebagai media. Persyaratan umum
dalam penggunaan metode ini antara lain adalah:
Harus dirancang sedemikian rupa sehingga mudah ditangkap oleh
sasaran.
Tidak menimbulkan persepsi yang salah pada sasaran (masyarakat).
Harus menyolok agar menarik perhatian penerima informasi secara
spontan.
6) Tulisan-tulisan di majalah atau koran
Membuat tulisan di media cetak, seperti koran, majalah, atau bisa juga
membuat tulisan di majalah dinding sekolah.
7) Melakukan interaksi melalui media sosial : internet, facebook, email, twitter,
dll
8) Bentuk lain: billboard, spanduk, poster pencanangan, menyelipkan pesan
pada khotbah keagamaan, menyelipkan pesan pada kesenian tradisional,
memanfaatkan pengeras suara di tempat ibadah, membuat koran dinding
23
di sekolah, menempelkan pesan di tempat-tempat ramai, pemutaran film di
tempat terbuka juga termasuk promosi kesehatan massa.
d. Media KIE
Ketika penderita/klien meminta bantuan dari Anda untuk suatu masalah atau
kekhawatiran, saat itu mereka cenderung mau menerima informasi dan nasihat.
Gunakan kesempatan ini dengan memberikan mereka informasi yang ada
tertuang dalam leaflet “ Ayo lakukan penanggulangan gangguan penglihatan”,
buku saku “penanggulangan gangguan penglihatan dan
kebutaan oleh kader dan tenaga kesehatan”, serta dapat juga menggunakan
lembar balik “kenali PGPK dan PGPKT” sebagai bagian dari Panduan
penanganannya. Jika waktunya cukup, periksalah pemahaman dan berikan
informasi tambahan atau klarifikasi yang mungkin mereka perlukan.
B. POKOK BAHASAN 2
Konseling penderita gangguan penglihatan dan pendengaran
1. Pengertian
Konseling adalah proses pemberian bantuan dari seorang konselor kepada seorang
atau sekelompok orang (klien) agar dapat memahami masalahnya dan mengambil
keputusan dalam menyelesaikan masalah tersebut.Konseling merupakan salah satu
teknik untuk membantu orang sehingga ia mampu menyelesaikan masalah dan
membuat keputusan dengan memahami fakta-fakta dan emosi yang terlibat.
Orang yang memberikan konseling disebut konselor dan yang diberi konseling
disebut klien. Dalam konseling terjadi proses hubungan saling membantu dan
bekerjasama antara konselor dan klien remaja dalam situasi tatap muka dan
kedudukan yang setara sebagai upaya menolong klien remaja untuk menyelesaikan
masalah tertentu dalam kehidupannya, agar lebih mengerti dirinya dan lebih dapat
menyesuaikan diri.
24
Konseling dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Kelebihan konseling
kelompok adalah memberikan kesempatan klien untuk belajar dari pengalaman
orang lain. Konseling gangguan penglihatan dan pendengaran adalah konseling
yang diberikan oleh konselor kepada seorang pasien/klien yang membutuhkan
teman bicara untuk mengenali dan memecahkan masalahnya.
2. Tujuan
Adapun tujuan konseling yaitu:
a. Membantu klien agar mampu memahami masalah yang sedang dihadapi
b. Memberi informasi yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi dan
memberikan informasi tentang jangkauan kepada berbagai sumber
daya/fasilitas kesehatan
c. Mendorong klien menemukan berbagai alternatif penyelesaian masalah
d. Membantu klien untuk mengambil keputusan sendiri dan melaksanakan
keputusannya serta bertanggung jawab terhadap keputusannya.
e. Memberikan dukungan emosi, mengurangi kekhawatiran dan penderitaan.
25
b. Gunakan komunikasi terapeutik yaitu komunikasi yang menyembuhkan
sehingga klien dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya dan
terjadilah katarsis emosional.
Komponen komunikasi terapeutik
1) Hadir dalam percakapan
Wajah lembut, ramah, tersenyum, sikap tubuh rileks, terbuka, penuh
perhatian dan condong ke arah klien. Intonasi suara lembut dan
temponya disesuaikan dengan kebutuhan klien
2) Mendengar aktif
Duduk berhadapan dan membungkuk ke arah klien,membuat kontak
mata, rileks dan sikap terbuka,memberi perhatian sepenuhnya,tidak
memotong pembicaraan,menganggukkan kepala dan mengatakan “Ya,
saya mengerti” sehingga klien tahu bahwa anda mendengarkan.
3) Empati
Upaya dan kemampuan untuk mengerti, menghayati dan menempatkan
diri pada posisi orang lain tanpa memasukkan nilai pribadi kita kepada
orang tersebut
26
Bertujuan untuk menjelaskan kepada klien sebaya apa yang perlu dilakukan
setelah mengambil keputusan, termasuk konsekuensinya.
Return – Undang
Bertujuan untuk mengevaluasi proses konseling apakah sudah sesuai dengan
kebutuhan klien sebaya. Selain itu juga untuk mengakhiri proses konseling
(terminasi) dengan tetap membuka kesempatan bagi klien untuk tindak lanjut
atau kembali jika diperlukan.
a. Asas kerahasiaan
b. Asas keterbukaan
c. Asas kesukarelaan
d. Asas kerjasama
Syarat Konselor
a. Menerima klien apa adanya
b. Bersifat optimis
c. Mampu simpan rahasia
d. Sansitif menilai
e. Mampu beri informasi
f. Fleksibel
g. Dapat menghargai orang lain
h. Mampu jadi tempat bergantung
i. Terbuka dan Jujur
j. Bersikap tidak menilai
k. Percaya diri
l. Punya rasa humor
m. Pendengar yg baik
n. Terampil dalam membantu
o. Dapat berempati
27
MATERI INTI 2
PENANGGULANGAN GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN
I. DESKRIPSI SINGKAT
Salah satu materi yang harus diajarkan kepada tenaga kesehatan pada TOT
Penanggulangan Gangguan Indera ini adalah penanggulangan gangguan penglihatan
dan kebutaan. Seorang tenaga kesehatan di Puskesmas (FKTP) yang melaksanakan
pelayanan kesehatan Indera harus mempunyai kompetensi dalam melakukan
penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan
Modul ini akan menjelaskan tentang anatomi dan fisiologi mata, gejala dan tanda, deteksi
dini faktor risiko, anamnesa serta alur dan langkah tatalaksana gangguan penglihatan
dan kebutaan dengan baik dan benar.
28
c. Rujukan kasus
d. Kriteria rujukan kasus
Langkah 1 : Pengkondisian
Fasilitatator memperkenalkan diri, menyampaikan tujuan pembelajaran, mengapa
materi ini diperlukan pada pelatihan serta keterkaitan dengan materi sebelumnya .
Fasilitatator memberi kesempatan kepada peserta yang sudah punya pengetahuan
dalam pencegahan gangguan indera untuk menjelaskan apa yang sudah diketahui.
Peserta lain diminta untuk memberi tanggapan.
29
VI. MATERI
Kantus Medial
Konjungtiva
Limbus
Kornea
Iris
Kelopak Mata Bawah Pupil
Serat
Makula
Kornea
Iris
Vitreus
(badan kaca) Saraf
Pupil
Optik
Lensa
Limbus
{
30
ALIS MATA (SUPER CILIA)
Sederetan bulu-bulu yang terletak paling atas dari organ mata. Berfungsi untuk menahan
kotoran/keringat yang berasal dari atas juga berfungsi untuk kecantikan (kosmetik).
Terdiri dari kelopak mata atas (palpebra superior) dan kelopak mata bawah (palpebra
inferior). Bagian luar dari kelopak adalah kulit yang halus dan tipis yang mudah
digerakkan dari dasarnya.
Otot (m.orbicularis oculi) yang letaknya melingkar dan berfungsi untuk mengedipkan
mata.
Otot levator palpebra (hanya ada pada kelopak atas) dan berfungsi untuk
mengangkat kelopak mata atas sehingga mata dapat membuka.
Jaringan tulang rawan bersifat elastis (tarsus) yang terletak sepanjang kelopak mata
atas dan bawah. Tarsus sebelah atas lebih lebar dari tarsus sebelah bawah.
Di dalam kelopak juga terdapat beberapa macam kelenjar yaitu kelenjar Meibom
yang terletak dalam tarsus menghasilkan semacam lemak, membentuklapisan air
mata yang paling luar.
Kelenjar lain ialah klenjar Zeis dan Moll yang bermuara difolikel rambut bulu mata,
serta kelenjar Wollfring Krause.
Tepi kelopak atas disebut margo palpebra superior dan tepi kelopak bawah disebut margo
palpebra inferior. Kedua margo tersebut akan bertemu membuat sudut di sebelah lateral
disebut kantus lateral dan disebelah medial disebut kantus medial. Pada kulit dekat margo
palpebra ini tumbuh bulu mata (silia).
31
Membantu orang yang menderita kelainan refraksi tinggi dan astigmat melihat lebih
jelas dengan cara menyipit matanya.
KONJUNGTIVA
Konjungtiva merupakan membrane mukosa yang tipis dan transparan yang terdiri dari 3
(tiga) bagian yaitu: konjungtiva tarlis, konjungtiva forknis dan konjungtiva bulbi.
KORNEA
Merupakan bagian depan dari bola mata yang bentuknya menyerupai mangkok dan
transparan karena tak mengandung pembuluh darah. Kornea ini mendapat nutrisi
makanan dari daerah limbus yang mengandung pembuluh darah. Lapisan luar kornea
juga mendapat nutrisi oksigen dari atmosfir dan lapisan dalam mendapat nutrisi dari
caioran akuos humor di bilik mata depan.
32
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam yaitu epitel lapisan Bowman, stroma,
membrane descemet dan endotel. Tebal kornea adalah 1,0 mm pada bagian tepi dan 0,8
mm pada bagian tengah serta mempunyai garis tengah 12 mm.
Kornea mendapat persarafan sensoris dari NVi (tri-geminal). Pada epitel kornea banyak
dijumpai serabut saraf dengan ujung tanpa sarung saraf. Bila lapisan ini terpapar, akan
timbul sensasi nyeri yang berat ringannya tergantung dari jumlah dan lokasi serabut saraf
yang terkena.
Ada tiga hal yang menyebabkan kornea menjadi transparan yaitu avaskular, struktur yang
tersusun teratu, dan keadaan yang dehidrasi relative.
Kornea merupakan jendela tempat masuknya cahaya ke dalam mata dan berfungsi
sebagai media refraksi yang terdepan.
Berkas cahaya dari luar (yang arahnya masih rancu) yang masuk ke dalam mata akan
difokuskan oleh kornea. Sebagian besar fungsi refraksi (90 %) dipegang oleh kornea yang
mempunyai kekuatan refraksi sebesar kira-kira 43D. Kornea akan berakhir di limbus dan
akan melanjutkan diri sebagai sklera.
SKLERA
Sklera adalah lapisan terluar yang membungkus 4/5 bagian bola mata. Terdiri dari
jaringan ikat dan berfungsi sebagai pelindung mata. Sklera kea rah belakang akan
bersatu dengan pembungkus saraf N. Optik.
UVEA
Berada di bagian tengah bola mata dan terdiri dari bagian yaitu: iris, badan siliar dan
koroid. Hanya iris yang dapat diamati dari luar.
Iris merupakan jaringan uvea depan yang permukaannya rata dan mempunyai kripti-kripti.
Iris memberi warna (biru, coklat, abu-abu) mata seseorang karena terdapat sel-sel
pigmen. Iris orang albino tidak berwarna karena tidak mengandung pigmen.
Bagian tengah iris yang merupakan celah disebut pupil. Pada iris terdapat 2 macam otot
yaitu otot sfingter (sphincter pupilae) yang dipersarafi parasimpatis untuk mengecilkan
pupil (miosis) dan otot dilator (delator pupilae) yang dipersarafi simpatis untuk melebarkan
pupil (midriasis).
Pupil berfungsi untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk kedalam mata. Pupil akan
membesar bila seseorang sedang marah, ketakutan dan bila berada di tempat yang
gelap. Pupil akan mengecil bila berada di tempat terang untuk mengurangi cahaya yang
masuk agar tidak silau dan dapat melihat dengan jelas. Kearah belakang iris akan
33
menjadi badan siliar yang berbentuk segitiga. Badan siliar berfungsi memproduksi cairan
bola mata (akuos humor) dan menjadi tempat melekatnya tali penggantung lensa (zonula
zinii).
Di dalam badan siliar terdapat 3 macam otot yang mengatur relaksasi dan kontraksi tali
penggantung lensa, dapat menyesuaikan diri untuk melihat jauh dan dekat (fungsi
akomodasi lensa) kearah badan siliar akan menjadi koroid yang terletak diantara skelera
dan retina. Koroid banyak mengandung pembuluh darah yang berguna untuk memberi
nutrisi kepada sebagian lapisan retina.
LENSA
Terletak dibelakang iris dan pupil berbentuk cembung (bikonveks), tidak mengandung
darah (avaskuler), tidak berwarna dengan tebal 4 mm dan diameter 9 mm.
Lensa tetap berada pada tempatnya karena digantung oleh tali penggantung lensa
(Zonula zinii) yang merupakan serabut-serabut berasal dari badan siliar dan berinsersi
dilensa didaerah equator. Lensa mendapat nutrisi dari cairan bola mata sekitarnya
sebagian besar terdiri dari air dan sisanya terdiori dari protein.
Lensa terdiri dari kapsul anterior dan posterior yang membungkus lensa. Dibawah kapsul
terdapat kortek dan tengahnya terdapat nucleus. Serabut lensa diproduksi sepanjang
tahun, sehingga serabut yang lebih dulu terbentuk akan memadat didaerah sentral
membentuk nucleus. Makin tua seorang, lensa semakin tebal dan kekenyalan berkurang.
Lensa merupakan bagian mata yang mempunyai fungsi sebagai media refraksi. Untuk
dapat menjadi media refraksi yang baik lensa harus jernih. Pada usia muda lensa
mempunyai kekenyalan tertentu yaitu dapat mencembung (power refraksi meningkat)
atau memipih (power refraksi menurun) sehingga membuat bayangan benda yang dilihat
tepat jatuh di retina sehingga mata dapat melihat objek yang jauh maupun yang dekat
dengan jelas. Kemampuan ini yang kenal dengan daya akomodasi. Lensa
mempunyaikekuatan kira-kita 20 Dioptri.
Makin tua usia seseorang kekenyalan lensa menjadi berkurang, yang menyebabkan daya
akomodasi menurun sehingga mulai usia 40 tahun biasanya orang mulai sulit melihat
benda berada pada jarak baca. Keadaan ini yang disebut sebagai presbyopia. Bila lensa
menjadi keruh/putih disebut lensa katarak yang dapat terjadi akibat proses tua, akibat
trauma atau keadaan lain. Bila didapatkan katarak sejak lahir disebut katarak congenital.
Pada orang ini penglihatan akan mundur perlahan-lahan karena terhalang oleh
kekeruhan.
34
BADAN KACA
Terletak di belakang lensa jernih, avaskuler, berbentuk agar-agar. Makin tua seseorang
badan kaca makin encer. Badan kaca mengisi 2/3 bagian dari bola mata, merupakan
bagian terbesar dari berat bola mata, bila isi badan kaca keluar mata akan kolaps. Badan
kaca juga berfungsi sebagai media refraksi.
RETINA
Retina melapisi 2/3 bagian dalam posterior bola mata. Retina terdiri dari lapisan jaringan
saraf (sensoris retina) dan jaringan pigmen retina. Secara histologis retina terdiri dari 9
lapisan. Lapisan sensoris retina ini mudah terlepas dari lapisan pigmen retina dan
keadaan retina disebut ablation retina.
Tebal retina 0,1 mm di daerah tepid an 0,23 mm di bagian polus posterior. Bagian yang
paling tipis berada di fovea sentralis yaitu bagian sentral macula. Retina yang normal
adalah transparan. Pada pemeriksaan oftalmoskop akan tampak reflek fovea macula.
Refleks ini dapat terlihat pada retina yang pucat atau pada orang tua.
Sistem optik dari luar berakhir sampai di retina (lapisan sel kerucut dan batang).
Selanjutnya cahaya tersebut akan dioalh secara kimiawi dan dikirim ke otak untuk
dianalisa. Sel kerucut terutama berguna untuk penglihatan detail dan berwarna, dan
terutama terdapat di macula, bahkan di fovea hanya mengandung sel kerucut. Daerah
fovea inilah yang memberikan tajam penglihatan terbaik. Sel batang yang terutama
berada di luar macula berfungsi untuk penglihatan gelap atau untuk penglihatan benda
yang bergerak.
AKUOS HUMOR
Salah satu hal yang mempertahankan bentuk bola mata ialah adanya tekanan bola mata
yang lebih besar dari tekanan atmosfir yang diperankan oleh adanya cairan bola mata
(akuos humor) didalam mata. Nilai normalnya berkisar antara 10-21 mm hg dan nilai ini
dipertahankan karena danya keseimbangan antara produksi akuos. Cairan bola mata ini
diproduksi oleh badan siliar.
Akuos akan mengalir ke bilik mata belakang (ruang diantara iris lensa, tali penggantung
lensa dan badan siliar), melalui celah antara lensa dan iris menuju pupil dan ke bilik mata
depan (ruang di belakng kornea dan iris). Setelah melalui sudut bilik mata akan masuk ke
anyaman trabekula ke kanal Schlemke kanal koletor dan akhirnya masuk ke sistem vena.
Bila produksi akuos terhambat maka tekanan bola mata akan meningkat dan akan timbul
penyakit yang disebut glaukoma.
35
LAPISAN AIR MATA.
Air mata yang membasahi permukaan mata sebetulnya terdiri dari 3 lapisan yaitu (dari
luar ke dalam lapisan) lemak yang dihasilkan oleh kelenjar Meibom; air dihasilkan oleh
kelenjar lakrimal dan musin yang dihasilkan oleh kelenjar goblet.
Pada keadaan normal air membentuk lapisan tipis air mata setebal 7-10 um yang melapisi
permukaan konjungtiva dan kornea dan berfungsi:
Membuat lapisan kornea menjadi licin dan memungkinkan untuk berfungsi sebagai media
refraksi. Melindungi kerusakan epitel konjungtiva dan kornea dengan
membasahi/melembabkan permukaannya.
Mencegah pertumbuhan kuman pada konjungtiva dan kornea dengan adanya mekanisme
menyapu dan efek anti mikroba.
Drainage air mata dimungkinkan dengan adanya gerakan kedipan kelopak mata yang
mendorong air mata ke arah punctum untuk selanjutnya dialirkan ke kanal okuli
interior/superior ke arah sakus lakrimalis-duktus nasolakrimalis dan akhirnya bermuara ke
hidung. Kekurangan salah satu komponen yang membentuk lapisan air mata dapat
menyebabkan keadaan dry eyes (mata kering) kerusakan dari system drainage ini
menyebabkan epifora.
36
Gambar 2 Otot Penggerak Mata
B. GANGGUAN PENGLIHATAN
Seseorang dapat melihat dengan jelas bila: refraksi/ pembiasannya baik, media penglihatan
jernih dan fungsi retina sampai dengan otaknya baik.
Dibawah ini akan dibahas beberapa gangguan penglihatan, yaitu :
1. Kelainan Refraksi
2. Katarak
3. Glaukoma
4. Retinopati Diabetikum
I. Kelainan Refraksi
Kelainan refraksi merupakan kelainan mata yang banyak terjadi di masyarakat. Untuk
dapat melihat sesuatu benda dengan jelas, bayangan benda tersebut harus dapat
ditangkap oleh retina mata, dengan kata lain sinar sejajar yang datang dari jarak tak
terhingga yang masuk ke mata harus difokuskan tepat pada retina.
37
Pada emetropia (keadaan refraksi mata normal), semua
sinar sejajar yang masuk ke dalam bola mata tanpa
akomodasi (dalam keadaan istirahat) akan difokuskan tepat
pada retina.
1. Miopia
2. Hipermetropia
3. Astigmatisme
4. Presbiopia
Penjelasan lebih lanjut untuk masing-masing kelainan refraksi adalah sebagai berikut :
1. Miopia:
Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tak
terhingga masuk ke dalam bola mata tanpa akomodasi akan difokuskan di depan
retina, sehingga retina tidak mendapatkan bayangan yang jelas.
Faktor Risiko
Genetik
38
Faktor risiko perilaku, yaitu extensive near workatau penggunaan mata untuk
melihat jarak dekat secara terus-menerus, contohnya membaca, bekerja
dengan komputer/laptop.
Keadaan ini dapat diperbaiki dengan pemberian lensa Sferis – (negatif)
2. Hipermetropia:
Adalah keadaan kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang masuk ke mata
tanpa akomodasi (dalam keadaan istirahat) difokuskan dibelakang retina, sehingga
retina tidak mendapatkan bayangan yang jelas.
Keluhan penderita tanpa akomodasi penglihatan jauh buram, melihat dekat lebih
buram lagi. Pada saat melihat objek yang jauh pasien dapat melakukan akomodasi
untuk memperjelas penglihatan.
Faktor Risiko
Genetik (riwayat keluarga dengan hipermetropia)
39
3. Astigmatisme:
Adalah keadaan kelainan refraksi dimana sinar yang datang dari jarak tak terhingga
yang masuk kedalam bola mata tidak difokuskan pada satu titik focus tetapi lebih
difokuskan menjadi dua garis focus yang berbeda/tidak berhimpitan. Hal ini
disebabkan oleh kelengkungan kornea atau lensa yang tidak sama atau kepadatan
lensa yang tidak sama pada berbagai meridian.
Pasien biasanya datang dengan keluhan penglihatan kabur dan sedikit distorsi yang
kadang juga menimbulkan sakit kepala. Pasien memicingkan mata, atau head tilt
untuk dapat melihat lebih jelas.
a. Mata sering lelah
b. Sakit kepala
c. Nyeri di bagian sekitar mata, terutama di bagian alis
d. Sering memicingkan mata
e. Sering merubah posisi kepala (head tilt) untuk melihat lebih jelas
Faktor Risiko
1) Genetik
2) Usia
3) Jaringan parut di kornea akibat trauma atau penyakit kornea
4. Presbiopia:
Adalah suatu perubahan fisiologis yang terjadi pada rerata usia 40 tahun ke atas
dimana terjadi kekakuan lensa sehingga sinar yang datang dari objek dekat
difokuskan dibelakang retina.
Keadaan ini dapat dikoreksi dengan pemberian kacamata untuk jauh (bila perlu)
dengan tambahan lensa sferis (+) untuk membaca.
40
Tanda dan Gejala
Penglihatan kabur ketika melihat dekat.
Membaca dilakukan dengan menjauhkan kertas yang dibaca.
Faktor Risiko
Usia lanjut umumnya lebih dari 40 tahun, tetapi dapat juga pada umur yang lebih
muda dari 40 tahun. Deteksi dini dilakukan dengan kuesioner wawancara.
II. Katarak
Katarak bisa terjadi secara kongenital atau didapat. Pada umumnya katarak terjadi karena
proses degenerasi yang berhubungan dengan penuaan, atau bisa juga didapat akibat dari
trauma dan induksi oleh obat-obatan (steroid, klorpromazin, alupurinol, amiodaron)
ataupun komplikasi dari kondisi sistemikseperti diabetes mellitus atau penyakit mata
seperti glukoma dengan uveitis. Keadaan diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya
proses katarak.
Berdasarkan patogenesis /etiologinya katarak dibagi :
1. Katarak Senilis: katarak akibat proses degenerasi ketuaan, 90% dari kasus katarak.
2. Katarak traumatika: katarak akibat rudapakasa pada lensa
3. Katarak komplikasi: katarak akibat penyakit mata dan penyakit sistemik seperti
diabetes, penggunaan tetes mata mengandung steroid, gangguan metabolisme, dan
lain-lain.
4. Katarak kongenital: katarak sejak lahir
41
Bedasarkan kekeruhan lensa, katarak dapat dibagi menjadi:
Faktor risiko
1. Usia lanjut diatas 40 tahun
2. Riwayat keluarga
3. Dapat disebabkan oleh penyakit mata lain (misal : glaukoma, uveitis, trauma)
4. Kelainan sistemik (misal : Diabetes Mellitus)
5. Pemakaian tetes mata steroid secara rutin
6. Kebiasaan merokok
7. Paparan sinar Ultraviolet
42
III. Glaukoma
mata yang tinggi. Harus dibedakan dengan hipertensi okuler yaitu suatu keadaan
dimana tekanan intraokuler meninggi tanpa kerusakan pada optik disk (papil saraf optic)
dan kelainan lapang pandang.
Glaukoma dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain faktor biologis, medis, psikologis,
antropologis, geografis dan lain-lain.
Klasifikasi Glaukoma
a. Glaukoma primer
1) Glaukoma primer sudut terbuka (simple glaucoma, wide angle glaucoma, chronic
simple glaucoma) adalah glaukoma yang paling sering ditemukan,di ras
kaukasia.
2) Glaukoma primer sudut tertutup (narrow angle glaucoma, closed angle
glaucoma, acute congestive glaucoma). Bisa terdapat dalam bentuk akut, sub-
akut atau kronik, bentuk ini banyak terdapat di Asia.
Faktor Risiko
43
1) Bilik Mata Depan Yang Dangkal
2) Usia Diatas 40 Tahun
3) Riwayat Keluarga
4) Penyakit Degeneratif seperti : kelainan Kardiovaskular, Hipertensi, Diabetes
Melitus,Hipotensi
5) Vasospasme
6) Migrain
b. Glaukoma Kongenital
1) Glaukoma kongenital primer atau infantil (buftalmos)
2) Glaukoma yang menyertai kelainan-kelainan kongenital, termasuk tipe
sebelumnya sebagai glaukoma juvenil.
c. Glaukoma Sekunder/kronis :
Glaukoma sekunder terjadi akibat penyakit lain, dapat karena kelainan di mata
namun dapat pula diluar mata (sistemik). Pada glaukoma sekunder, dapat
ditemukan riwayat pemakaian obat steroid secara rutin atau riwayat trauma pada
mata, katarak, miop tinggi diabetes, dll.
d. Glaukoma Absolut:
Hasil akhir dari suatu glaukoma yang tak terkontrol berupa mengerasnya bola
mata, berkurangnya penglihatan sampai dengan nol.Glaukoma absolut dapat
disertai nyeri (glaucoma absolut dolorosa) atau tidak nyeri (non dolorosa). Rata-
rata glaukoma absolut terjadi 1–2 tahun setelah serangan pertama, apabila:
44
Retinopati diabetikum adalah penyebab kebutaan ke 5 terbesar secara global (Data
WHO, 2007). Di Indonesia, diperkirakan prevalensi retinopati diabetik sebesar 0.13%
(SKRT 1996). Retinopati diabetikum dapat ditemukan pada remaja, dewasa hingga usia
lanjut.
Terapi retinopati diabetikum saat ini adalah fotokoagulasi laser, vitrektomi dan obat Anti-
VEGF intravitreal. Fotokoagulasi laser bertujuan mempertahankan penglihatan dan
mencegah progresivitas penyakit. Bedah vitrektomi dilakukan bila didapatkan perdarahan
vitreus yang non-clearing atau terjadi ablasio retina traksional. Kontrol gula darah dan
pengendalian faktor sistemik lain (hipertensi, hiperlipidemia) penting untuk memperlambat
timbulnya atau progresif-nya retinopati diabetikum.
Faktor risiko
a. Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dengan baik
b. Hipertensi yang tidak terkontrol dengan baikHiperlipidemia
C. DETEKSI DINI
Deteksi dini ini bertujuan untuk menjaring terjadinya kasus gangguan penglihatan dan
kebutaan pada bayi dan balita. Deteksi dini pada anak usia balita atau pra sekolah
dilakukan dengan menggunakan instrumen Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK) Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Primer yang dikembangkan
Kementerian Kesehatan bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Deteksi dini juga dilakukan untuk melihat secara dini adanya penyimpangan tumbuh
kembang balita termasuk menindaklanjuti setiap keluhan orang tua terhadap masalah
45
tumbuh kembang anaknya. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan
pada anak usia balita dilakukan di semua tingkat pelayanan.
Deteksi dini sudah dapat dilakukan pada bayi dan batita berusia kurang dari 3 – 36 bulan
menggunakan instrumen untuk menilai kemampuan visual anak.
Deteksi dini gangguan penglihatan dan kebutaan pada anak usia prasekolah umur 36
bulan sampai 72 bulan dilakukan melalui Tes Daya Lihat (TDL).
46
1) Tujuan tes daya lihat
Adalah mendeteksi secara dini kelainan daya lihat agar segera dapat dilakukan
tindakan lanjutan sehingga kesempatan untuk memperoleh ketajaman daya lihat
menjadi lebih besar.
Dilakukan setiap 6 bulan. Tes ini dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, guru TK, tenaga
PAUD dan petugas terlatih lainnya. tenaga kesehatan mempunyai kewajiban
memvalidasi hasil pemeriksaan tenaga lainnya.
3) Alat/sarana
c. Poster “E” untuk digantung dan kartu “E” untuk dipegang anak
d. Alat penunjuk
a. Gunakan ruangan yang bersih dan tenang, dengan penyinaran yang baik
c. Letakkan sebuah kursi sejauh 3 meter dari poster menghadap ke poster “E”
e. Pemeriksa memberikan kartu “E” pada anak. Latih anak dalam mengarahkan kartu
“E” menghadap atas, bawah, kiri, dan kanan, sesuai yang ditunjuk pada poster “E”
oleh pemeriksa. Beri pujian setiap kali anak mau melakukannya. Lakukan hal ini
sampai anak dapat mengarahkan kartu “E” dengan benar.
47
g. Dengan alat penunjuk, tunjuk “E” pada poster, satu persatu, mulai baris pertama
sampai baris keempat atau baris “E” terkecil yang masih dapat dilihat.
h. Puji anak setiap kali dapat mencocokkan posisi kartu “E” yang dipegangnya dengan
huruf “E” di poster.
i. Ulangi pemeriksaan tersebut pada mata satunya dengan cara yang sama.
j. Tulis baris “E” terkecil yang masih dapat dilihat, pada kertas yang telah disediakan :
Interpretasi :
Anak prasekolah umumnya tidak mengalami kesulitan melihat sampai baris ketiga pada
poster “E”. Bila kedua mata anak tidak dapat melihat baris ketiga poster “E”, artinya tidak
dapat mencocokkan arah kartu “E” yang dipegangnya dengan arah “E” pada baris ketiga
yang dirujuk oleh pemeriksa, kemungkinan anak mengalami gangguan daya lihat.
Intervensi :
Bila kemungkinan anak mengalami gangguan daya lihat, minta anak datang lagi untuk
pemeriksaan ulang. Bila pada pemeriksa berikutnya, anak tidak dapat melihat sampai
baris yang sama, atau tidak dapat melihat baris yang sama dengan kedua matanya,
rujuk ke Rumah Sakit dengan menuliskan mata yang mengalami gangguan (kanan, kiri,
atau keduanya).
Deteksi dini gangguan penglihatan dan kebutaan pada anak usia sekolah dan remaja
dilakukan melalui kegiatan penjaringan kesehatan. Sasaran kegiatan penjaringan
kesehatan adalah seluruh peserta didik baru pada tahun ajaran baru kelas I, VII dan X di
sekolah/madrasah, baik negeri atau swasta termasuk Sekolah Luar Biasa (SLB). Deteksi
dini secara berkala dilakukan pada anak usia 6–12 tahun yang bertujuan mencegah
terjadinya kelainan refraksi sejak dini.
Deteksi dini pada anak usia sekolah dan remaja utamanya dilakukan untuk mendeteksi
kelainan refraksi pada anak. Pada masa tersebut, penglihatan yang optimal merupakan
kunci penting untuk menyerap informasi pada proses belajar. Seringkali anak tidak
menyadari gangguan penglihatan yang dialami, sehingga dengan melakukan deteksi dini di
sekolah akan mendekatkan anak pada layanan kesehatan. Pelaksanaan di luar sekolah
adalah di Puskesmas, yang mungkin dilakukan bila disepakati dengan sekolah untuk
peserta didik yang tidak hadir pada waktu pelaksanaan penjaringan
48
kesehatan/pemeriksaan kesehatan di sekolah. Semakin awal diketahui, akan semakin
cepat dilakukan penanganan dini, yaitu dengan penggunaan kacamata koreksi pada anak.
Deteksi dini pada anak usia sekolah dan remaja dilakasanakan dengan mengintegrasikan
dengan kegiatan penjaringan kesehatan pada peserta dididk. Pelaksanaan yang terbaik
adalah pada tahun ajaran baru yaitu antara bulan Juli sampai Desember, tetapi dalam
menghadapi keterbatasan tenaga kesehatan di puskesmas maka diberikan kesempatan
sepanjang satu tahun ajaran untuk menjangkau seluruh SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA.
Adalah petugas kesehatan dibantu oleh guru dan kader kesehatan sekolah (dokter
kecil/kader kesehatan remaja).
c) Tindak lanjut
Tindak lanjut dari kegiatan ini adalah: upaya Cerdik di Sekolah, siswa/siswi diberikan
KIE dan konseling tentang pentingnya berperilaku sehat mengikuti standar cara
membaca dan menonton dengan benar melihat aspek–aspek ergonomi,
pencahayaan dan jarak.
Mayoritas masyarakat usia produktif merupakan kelompok pekerja, sehingga strategi yang
dilakukan adalah deteksi dini melalui posbindu di tempat kerja dan Pos Usaha Kesehatan
Kerja atau UKK (untuk pekerja sektor informal). Deteksi dini dapat dilakukan secara berkala
satu bulan sekali. Petugas pemeriksa adalah kader terlatih yang didampingi tenaga
kesehatan.
49
Langkah–langkah pemeriksaan tajam penglihatan yang dapat dilakukan oleh kader
Posbindu adalah sebagai berikut :
Pemeriksaan tajam penglihatan sederhana dilakukan menggunakan kartu E yang telah
disederhanakan atau Tumbling E, tali pengukur 6 meter dengan penanda/multiple cincin di
kedua ujungnya dan penanda pada 1 meter & 3 meter, occluder atau penutup mata dengan
pinhole flexible.
3) Pemeriksaan dimulai dari mata kanan tanpa menggunakan pinhole, dengan mata kiri
tertutup. Upayakan mata responden tidak tertekan.
Catatan:
50
Ketika tes dilakukan upayakan mata responden tidak memicing saat huruf tidak terlihat.
Sarankan untuk mengedipkan mata sebentar dengan tujuan membasahi mata, karena
kemungkinan mata kering sehingga pandangan kabur.
4) Pemeriksaan dimulai dari jarak 6 meter. Responden diminta untuk menunjukkan arah
kaki E, dimulai dari huruf E yang paling besar terlebih dahulu. Tekniknya adalah
pemeriksa memutar-mutar optotype atau kartu E untuk mengubah arah kaki huruf E.
Rotasi ini harus dalam berbagai arah untuk menghindari responden menghafal
jawaban.
5) Tes dilakukan sebanyak 4 kali, apabila jawaban benar semua maka dilanjutkan pada
tes yang lebih sulit yaitu huruf yang lebih kecil. Apabila terdapat kesalahan saat
menjawab, ulangi terlebih dahulu sampai dengan 5 kali.
Kriteria tajam penglihatan dinilai dari 4 jawaban berturut-turut yang benar, atau
benar 4 dari 5 pemeriksaan.
6) Apabila responden tidak dapat menjawab benar minimal 4 kali dari 5 tes yang
diberikan, catat di kartu pemeriksaan untuk hasil pemeriksaan terakhir, misalkan pada
jarak 6 meter ditulis 6/60 (untuk huruf yang paling besar), 6/18 (untuk huruf ukuran
sedang), atau 6/12 (untuk huruf ukuran paling kecil).
7) Mata dengan tajam penglihatan 6/12 atau lebih baik, maka responden tidak perlu
diperiksa menggunakan pinhole. Setiap mata dengan tajam penglihatan kurang dari
6/12 harus diperiksa untuk ketajaman dengan menggunakan pinholesampai diperoleh
visus terbaik. Jika orang tersebut memakai kacamata, tempatkan pinhole di depan
kacamata. Lakukan tes dengan pinhole sesuai tahapan sebelumnya.
9) Apabila ditemukan hasil pemeriksaan 3/60, disarankan agar peserta posbindu dirujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan. Angka 3/60 menunjukkan bahwa peserta posbindu
mengalami gangguan penglihatan.
51
Gambar 6. Algoritma Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visual Acuity/VA)
Gangguan penglihatan dan kebutaan disebabkan oleh faktor degeneratif atau penuaan,
sehingga kelompok usia lanjut merupakan kelompok usia yang paling berisiko terhadap
terjadinya gangguan penglihatan dan kebutaan. Para ahli menyebutkan faktor risiko
katarak dan glaukoma adalah usia lebih dari 50 tahun, sehingga perlu dilakukan intervensi
khusus untuk mencegah terjadinya gangguan penglihatan dan kebutaan.
Upaya deteksi dini dilakukan melalui kegiatan Posbindu yang dilaksanakan oleh kader
terlatih dan didampingi petugas kesehatan. Tindak lanjut dari hasil deteksi dini adalah
segera melakukan rujukan peserta posbindu yang mengalami gangguan penglihatan
dengan hasil kurang dari 3/60.
Cara pemeriksaan :
52
1. Pemeriksa berdiri 6 meter dari responden di ruang terbuka. Sumber penerangan
sebisa mungkin sinar matahari.
2. Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan, mata kiri ditutup menggunakan penutup
mata atau dengan telapak tangan tanpa penekanan. Demikian juga sebaliknya pada
pemeriksaan mata kiri.
3. Pemeriksa mengacungkan jari, setinggi posisi mata responden untuk menghitung
jumlah jari pemeriksa.
4. Jika responden salah menghitung jari pemeriksa minimal ≥ 2 kali dari 5 kali
pemeriksaan, berarti responden mengalami gangguan penglihatan. Maka segera
rujuk ke FKTP terdekat.
53
Mata merah, disertai penurunan tajam penglihatan (visus)
Trauma/cedera mata
dan lain-lain
Keluhan-keluhan ini mungkin akan kita jumpai bersama keluhan lain seperti lakrimasi,
fotofobia dll atau mungkin bersama-sama/sekaligus kita jumpai keluhan-keluhan
tambahan yang lain, misalnya :
Bila anamnesis yang kita lakukan cukup baik dan teliti, kita sudah dapat menduga
penyakit pasien, sehingga pemeriksaan yang kita lakukan dapat lebih terarah
54
Alat dan Bahan
1. Penlight/ head lamp
2. Kaca pembesar/ Head binocular loop (3-5 Dioptri)
3. Cotton bud
Teknik pemeriksaan
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan.
3. Cuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan.
4. Minta pasien untuk duduk di kursi periksa.
a. Inspeksi kelopak mata
Pemeriksa menilai kelopak mata pasien, apakah ada kelainan pada kelopak
mata.
b. Inspeksi kelopak mata dengan eversi kelopak mata.
- Pemeriksa meminta pasien untuk melirik ke bawah.
- Pemeriksa mengeversi kelopak mata atas dengan bentuan cotton bud. Cotton
bud diletakkan dikelopak mata atas bagian luar (diatas tarsus superior) dan
pemeriksa mengeversi kelopak mata atas dengan jari.
- Nilai apakah terdapat kelainan pada kelopak mata atas bagian dalam.
c. Inspeksi bulu mata
Pemeriksa menilai ada tidaknya bulu mata dan arah tumbuhnya bulu mata.
d. Inspeksi konjungtiva, termasuk forniks
Pemeriksa menilai konjungtiva tarsalis dan bulbi. Nilai adakah kelaianan pada
konjungtiva.
e. Inspeksi sklera
Pemeriksa menilai sklera pasien. Nilai adakah kelainan pada sklera.
f. Inspeksi orifisium duktus lakrimalis (pungtum lakrimalis)
Pemeriksa menilai orifisium duktus lakrimalis. Nilai adakah sumbatan.
55
d. Xantelasma: penimbunan deposit berwarna kekuningan pada kelopak,
terutama nasal atas dan bawah.
e. Ekimosis: kulit kelopak mata yang berubah warna akibat ekstravasasi darah
setelah trauma.
f. Posisi kelopak mata melipat kearah keluar: ektropion (konjungtiva tarsal
berhubungan langsung dengan dunia luar).
g. Posisi kelopak mata melipat kearah ke dalam: entropion (bulu mata
menyentuh konjungtiva dan kornea).
h. Blefarospasme: kedipan kelopak mata yang keras dan hilang saat tidur.
Dapat terjadi pada erosi kornea, uveitis anterior dan glaukoma akut.
i. Kelopak mata tidak dapat diangkat sehingga celah kelopak mata menjadi
lebih kecil (ptosis).
j. Pseudoptosis: kelopak mata sukar terangkat akibat beban kelopak. Dapat
terjadi pada enoftalmus, ptisis bulbi, kalazion, tumor kelopak dan edema
palpebra.
k. Kelopak mata tidak dapat tertutup sempurna (lagoftalmus) akibat
terbentuknya jaringan parut atau sikatrik yang menarik kelopak, entropion,
paralisis orbicularis atau terdapatnya tumor retrobulbar.
l. Blefarofimosis: celah kelopak yang sempit dan kecil.
2. Inspeksi bulu mata
a. Trikhiasis: bulu mata tumbuh ke arah dalam sehingga dapat merusak kornea
akibat gesekan kornea dengan bulu mata. Dapat disebabkan oleh blefaritis
dan entropion.
b. Madarosis: rontoknya bulu mata.
3. Inspeksi konjungtiva, termasuk forniks
a. Sekret
b. Folikel: penimbunan cairan dan sel limfoid dibawah konjungtiva tarsal
superior.
c. Papil: timbunan sel radang subkonjungtiva yang berwarna merah dengan
pembuluh darah ditengahnya.
d. Giant papil: berbentuk poligonal dan tersusun berdekatan, permukaan datar,
terdapat pada konjungtivitis vernal, keratitis limbus superior dan iatrogenik
konjungtivitis.
e. Pseudomembran: membran yang bila diangkat tidak berdarah. Dapat
ditemukan pada pemfigoid okular dan sindroma Steven Johnson.
f. Sikatrik atau jaringan ikat.
56
g. Simblefaron: melekatnya konjungtiva tarsal, bulbi dan kornea. Dapat
ditemukan pada trauma kimia, sindroma Steven Johnson dan trauma
mekanik.
h. Injeksi konjungtiva: melebarnya arteri konjungtiva posterior.
i. Injeksi siliar: melebarnya pembuluh perikorneal atau arteri siliar anterior.
j. Injeksi episklera: melebarnya pembuluh darah episklera atau siliar anterior.
k. Perdarahan subkonjungtiva.
l. Flikten: peradangan disertai neovaskularisasi disekitarnya.
m. Pinguekula: bercak degenerasi konjungtiva di daerah celah kelopak yang
berbentuk segitiga di bagian nasal dan temporal kornea.
n. Pterigium: proses proliferasi dan vaskularisasi pada konjungtiva yang
berbentuk segitiga.
o. Pseudopterigium: masuknya pembuluh darah konjungtiva ke dalam kornea.
4. Inspeksi orifisium duktus lakrimalis, sumbatan duktus laksimalis
Alat:
Optotip snellen
Trial frame dan trial lens (gagang kaca mata uji coba)
Penlight
Penggaris untuk mengukur jarak pupil
Kartu baca
Cara:
Pasien duduk dengan nyaman pada jarak 6 meter dari optotip snellen.
Lakukan pemeriksaan jarak pupil dengan menggunakan penggaris dan penlight
57
Tajam penglihatan
<6/6
Pemeriksaan refraksi
58
2. Pemeriksan refraksi sederhana
a. Tentukan jarak antara pupil mata kanan dan kiri (PD):
Pegang penggaris di depan kedua mata, pada jarak 33 cm.
Sinar senter diarahkan ke tengah-tengah antara kedua mata pasien, perhatikan
reflex cahaya pada kedua kornea mata.
Ukur jarak antara kedua reflex tersebut dalam mm, maka didapat PD untuk jarak
dekat. Tambah 2 mm untuk PD jauh.
b. Ukur kekuatan lensa sferis
Dilakukan bila visus tidak normal (<6/6)
1) Pasang kacamata percobaan pada posisi yang tepat (=PD jauh)
2) Pasang penutup (occluder) di depan salah satu mata yang belum akan
diperiksa.
3) Kembali melihat Optotip Snellen.
4) Letakkan lensa S+ atau lensa S- tergantung bertambah terang atau tidak pada
mata yang diperiksa. Tambah kekuatan lensanya sampai didapat visus terbaik
(Trial and Error)
Bila miopia : dipilih untuk kacamata lensa S-terkecil yang memberi tajam
penglihatan terbaik
Bila Hypermetropia: lensa S+ terbesar
5) Bila visus kurang dari 6/10 lakukan tes pinhole, letakkan pinhole di depan mata
yang diperiksa.
a. Bila lebih terang : mungkin lensa Sferis (S) belum cukup atau ada astigmat.
Dapat diberi kacamata bila penderita puas atau periksa lebih lanjut.
b. Bila tetap / lebih buruk : ada kelainan organik pada sistem optik mata,
cari kelainan tersebut atau rujuk.
c. Pada penderita yang mengeluh baca dekat (Presbyopia)
Umumnya diatas umur 39 tahun. Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut.
1. Sesuaikan PD untuk dekat
2. Beri lensa S+ umumnya disesuaikan umur S+1 (40 tahun), S+1,5 (45
thn), S+3 (60thn).
3. Membaca kartu baca dekat pada jarak baca yang baik (+30cm,
Jaegger3).
d. Menulis resep kacamata, misalnya A umur 45 tahun Miopia
R/ OD : S – 2.25 D
OS : S – 3.25 D PD 64 / 62 mm
Addisi ODS S + 1 50 D
59
(paraf)
Apabila tajam penglihatan yang menurun belum dapat dikoreksi maksimal dengan lensa
koreksi, maka kita harus mencari tau penyebabnya dengan melakukan pemeriksaan segmen
anterior dan segmen posterior bola mata.Pemeriksaan segmen anterior dapat dilakukan
dengan lup dan senter. Yang dimaksud dengan segmen anterior adalah bagian yang
terdapat di depan membran hyaloid. sedangkan segmen posterior adalah yang terdapat di
belakangnya yang dapat diperiksa dengan oftalmoskop.
Tajam penglihatan < 6/18. Dengan tes pinhole, tajam penglihatan tidak dapat
menjadi lebih baik
Adanya kekeruhan lensa, terlihat warna kelabu atau putih di daerah pupil
(leukokoria). Pada balita leukokoria harus dipikirkan kemungkinan tumor ganas
retinoblastoma.
Pada pemeriksaan bayangan (shadow test) bisa terdapat shadowpositif, negatif
ataupun pseudo positif tergantung dari derajat kekeruhan lensa.
Pada pemeriksaan red reflex dengan oftalmoskop terlihat bercak-bercak hitam di
daerah pupil. Reflek fundus (warna merah) masih tampak pada katarak imatur.
Pada katarak matur reflek fundus tidak terlihat lagi.
Pada pemeriksaanfunduskopi dengan oftalmoskop, bervariasi. Pada katarak
imatur, maka retina masih dapat terlihat samar-samar, sedangkan pada katarak
yang telah matur bayangan retina sudah tidak terlihat.
Peralatan
1) Senter
2) Snellen Chart
3) Tonometri Schiotz
4) Oftalmoskop
60
Cara pemeriksaan
1. Pemeriksaan segmen anterior dengan lup-senter
Langkah-langkah:
Sinari pupil dari depan. Perhatikan warna pupil.
a. Pupil berwarna hitam
1) lensa jernih
2) aphakia
b. Pupil putih/abu-abu : keruh/katarak
61
Langkah-langkah:
Dilakukan pemeriksaan dengan oftalmoskop dengan jarak rata-rata 30 cm dari
mata pasien. Pemeriksaan dilakukan pada ruang gelap atau dengan
penerangan yang samar samar.
Penilaiannya :
Akan nampak refleks berwarna kemerahan yang merupakan refleksi dari retina.
Penanganan Katarak
Indikasi bedah pada penderita katarak adalah :
Indikasi penglihatan, yang sangat bervariasi pada setiap pasien. Tindakan bedah
dapat dilakukan bila penderita merasa mengalami gangguan pada aktivitas sehari-
hari, atau penderita dengan pekerjaan tertentu yang membutuhkan penglihatan
yang baik.
Indikasi lain adalah indikasi medis, seperti glaukoma fakolitik atau penderita yang
memerlukan monitoring kelainan fundus, seperti diabetik retinopati, dan
membutuhkan tindakan laser fotokoagulasi.
Tindakan bedah dilaksanakan oleh Dokter Spesialis Mata. Teknik operasi yang saat ini
sering dilakukan adalah ekstrasi katarak ekstrakapsular (ECCE/extra capsular cataract
extraction) dan fakoemulsifikasi disertai dengan pemasangan lensa tanam (IOL/intra
ocular lens).
Evaluasi
a. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen dengan koreksi terbaik serta
menggunakan pinhole.
b. Pemeriksaan dengan senter dan loupe untuk segmen anterior dimana tidak
ditemukan kekeruhan kornea dan tampak refleks pupil yang masih baik.
c. Tekanan intraokular (TIO) diukur dengan tonometer Schiotz
d. Jika TIO dalam batas normal (kurang dari 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan
tetes mata tropicamide 0.5%, setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan
dengan sentolop dan loupe untuk melihat adanya kekeruhan lensa.
e. Pemeriksaan funduskopi dengan oftalmoskop langsung untuk melihat segmen
posterior jika katarak masih tidak terlalu keruh.
f.
Kriteria rujukan
a) Katarak matur
62
b) Jika pasien telah mengalami gangguan penglihatan yang signifikan
c) Jika timbul komplikasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan pasca operasi oleh dokter umum adalah
kemungkinan komplikasi seperti :
Glaukoma,
Uveitis,
Dislokasi lensa intraokular,
Edema makula,
Ablasio retina, dan
Endoftalmitis.
Apabila dijumpai kompikasi tersebut harus segera dirujuk
Penanganan
Penanganan kasus glaukoma akut pada layanan tingkat pertama bertujuan
menurunkan tekanan intra okuler sesegera mungkin dan kemudian merujuk ke dokter
spesialis mata di rumah sakit.
1) Non-Medikamentosa
Pembatasan asupan cairan untuk menjaga agar tekanan intra okular tidak
semakin meningkat
2) Medikamentosa
a. Asetazolamid HCl 500 mg, dilanjutkan 4 x 250 mg/hari.
63
b. KCl 0.5 gr 3 x/hari.
c. Timolol 0.5%, 2 x 1 tetes/hari.
d. Tetes mata kombinasi kortikosteroid + antibiotik 4-6 x 1 tetes sehari
e. Terapi simptomatik
Evaluasi
a. Pemeriksaan visus menunjukkan penurunan tajam penglihatan
b. Pemeriksaan dengan senter dan loupe
c. Mata merah, bengkak, mata berair.
d. Kornea suram karena edema.
e. Bilik mata depan dangkal dan pupil lebar dapat pula terlihat penyakit mata lain
seperti uveitis, hifema, akibat trauma, luksasi lensa, katarak hipermatur, tumor
dan lain sebagainya. Glaukoma akut sering disalah diagnosis dengan radang.
f. Bola mata teraba dengan palpasi (tonometri digital) lebih keras dibandingkan
mata normal/sebelahnya dan tekanan intraokuler (TIO) sangat meningkat
dengan tonometer Schiotz.
b. Glaukoma Kronis
Peralatan
1) Snellen chart
2) Loupe dan senter
3) Tonometer Schiotz
4) Oftalmoskop
Pemeriksaan Oftalmologis
1) Visus normal atau menurun
2) Lapang pandang menyempit pada tes konfrontasi
3) Tekanan intra okular meningkat
4) Pada funduskopi, rasio cup / disc meningkat (rasio cup / disc normal: 0.3)
Evaluasi
64
1) Pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu Snellen dengan koreksi terbaik dan
pinhole. Umumnya tajam penglihatan masih baik. Pada stadium lanjut didapatkan
koreksi tajam penglihatan tidak penuh dengan pupil melebar dan berwarna hitam.
2) Pemeriksaan dengan senter dan loupe: gambaran bola mata tidak berbeda dengan
gambaran mata normal. Pupil dapat terlihat midriasis dan refleks cahaya yang
lambat.
3) Pemeriksaan funduskopi, melihat rasio CD (perbandingan antara lebar cekungan
papil terhadap lebar papil N.II) sebesar 0.3 atau lebih.
4) Pemeriksaan tekanan intraokular dengan tonometer Schiotz .
5) Pemeriksaan lapang pandang dengan tes konfrontasi : menyempit atau tidak
Penanganan
Penanganan kasus glaukoma kronik pada layanan tingkat pertama bertujuan
mengendalikan tekanan intra okuler dan merujuk ke dokter spesialis mata di rumah
sakit.
- Tekanan intra okular diturunkan dengan obat-obatan secara bertahap berupa:
Timolol 0,25% – 0,5% 2 x 1 tetes /hari (bila tidak ada kontra indikasi).
Pilokarpin 2% 4 x 1 tetes/ hari.
Asetazolamid 3 – 4 x 125 – 250 mg/ hari.
KCl 2 – 3 x 0,25 - 0,5 gr/ hari.
- Obat-obatan prinsipnya diberikan secara sendiri-sendiri, tetapi dapat
dikombinasikan tergantung dari sasaran TIO. Umumnya TIO diharapkan
lebih rendah dari 21 mm Hg.
- Oleh karena obat-obatan diberikan untuk jangka lama dan terus menerus.
sangat penting diperhatikan kepatuhan penderita dalam melaksanakan
pengobatannya. Penderita dirujuk ke dokter spesialis mata, pelayanan
tingkat sekunder atau tersier bila TIO tetap diatas 21 mmHg, penderita tidak
patuh, tidak tahan terhadap obat-obatan, dalam stadium lanjut glaukoma
dan/atau untuk menilai progresifitas penyakitnya.
Kriteria Rujukan
Pada glaukoma kronik, rujukan dilakukan segera setelah penegakan diagnosis.
65
3. Pemeriksaan dan Penanganan Retinopati Diabetikum
Peralatan
1). Snellen chart
2).Tonometer Schiozt
3). Oftalmoskop
4). Tropikamid 1% tetes mata untuk melebarkan pupil
Komplikasi
1) Perdarahan vitreus
2) Edema makula diabetik
3) Ablasio retina traksional
4) Glaukoma neovaskular
66
Penanganan
1) Setiap pasien yang terdiagnosis diabetes melitus perlu segera dilakukan
pemeriksaan mata, sekalipun belum ada keluhan mata.
2) Apabila tidak didapatkan tanda-tanda retinopati, pasien harus diperiksa ulang dalam
waktu 1 tahun (follow-up).
3) Apabila didapatkan tanda-tanda retinopati, pasien perlu dirujuk ke dokter spesialis
mata.
Evaluasi
Pemeriksaan dilakukan pada semua penderita diabetes pada saat pertama kali datang,
mencakup :
1) Anamnesis semua penderita diabetes mengenai keluhan penglihatan.
2) Pemeriksaan visus dengan Snelen chart.
3) Pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometer Schiozt.
4) Pemeriksaan refleks cahaya pada pupil baik langsung maupun tak langsung.
5) Pemeriksaan funduskopi dengan menggunakan oftalmoskop direk, apakah ada
perdarahan, eksudat atau kekeruhan vitreus.
Kriteria Rujukan
Setiap pasien diabetes yang ditemukan tanda-tanda retinopati diabetikum sebaiknya
dirujuk ke dokter mata.
67
Lampiran 1. Algoritma Pemeriksaan Tajam Penglihatan
68
Lampiran 2 Algoritma Pemeriksaan Tajam Penglihatan Menurun Perlahan
69
Lampiran 2 Algoritma Pemeriksaan Tajam Penglihatan Menurun Perlahan
70
MATERI INTI 3
I. DESKRIPSI SINGKAT
Salah satu materi yang harus diajarkan kepada tenaga kesehatan pada TOT
Penanggulangan Gangguan Indera ini adalah penanggulangan gangguan pendengaran
dan ketulian. Seorang tenaga kesehatan di Puskesmas (FKTP) yang melaksanakan
pelayanan kesehatan Indera harus mempunyai kompetensi dalam melakukan
penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian
Modul ini akan menjelaskan tentang anatomi dan fisiologi telinga, gejala dan tanda,
deteksi dini faktor risiko, anamnesa serta alur dan langkah tatalaksana gangguan
pendengaran dan ketulian dengan baik dan benar.
71
c. Rujukan kasus
d. Kriteria rujukan kasus
Langkah 1 : Pengkondisian
72
VI. MATERI
1. Anatomi Telinga
Telinga adalah organ indera yang bertanggung jawab untuk pendengaran. Setiap
bagian telinga memiliki peranan penting dalam menyediakan informasi bunyi ke
otak. Secara umum telinga terbagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga
dalam. Gangguan pendengaran disebabkan oleh gangguan salah satu atau beberapa
bagian dari telinga luar, tengah atau dalam.
2. Fisiologi Telinga
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya
ungkit tulang pendengaran (maleus, inkus, stapes) dan perkalian perbandingan luas
membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan
diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada
skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
meyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka
73
dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter
ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu
dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di
lobus temporalis.
2. GANGGUAN PENDENGARAN
I. Tuli Kongenital
Tuli kongenital adalah tuli yang terjadi sebelum persalinan atau pada saat persalinan
disebabkan oleh kelainan secara genetik dan nongenetik. Secara garis besar gambaran
kelainan tuli kongenital antara lain :
Penyebab
1. Kekurangan zat gizi
2. infeksi bakteri atau virus. Antara lain Toxoplasma, Rubella, Cytomegali virus, Herpes
Simplex dan Sifilis ( TORCHS )
3. Obat ototoksik dan teratogenik berpotensimenyebabkan gangguan pendengaran.
Faktor Risiko
Bayi baru lahir (0–28 hari) dengan risiko tinggi terjadinya gangguan pendengaran dan
ketulian seperti yang dikemukakan oleh American Joint Committee on Infant
HearingYear 2007 memiliki faktor risiko sebagai berikut :
74
1. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran sejak masa anak-anak
2. Riwayat infeksi TORCHS (Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus, Herpes, Sifilis)
pada kehamilan
3. Kelainan bentuk pada kepala dan wajah,termasuk kelainan pada daun telinga dan
liang telinga
4. Berat badan lahir rendah (<1500 gram)
5. Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar darah
6. Penggunaan obat ototoksik pada ibu hamil
7. Meningitis bakterialis
8. Asfiksia dengan nilai Apgar score 0 – 4 pada menit pertama atau 0 – 6 pada 5 menit
9. Penggunaan ventilasi mekanik selama 5 hari atau lebih
10. Terdapat kelainan lain yang merupakan sindrom tertentu yang diketahui melibatkan
gangguan pendengaran sensorineural atau konduktif.
11. Bayi dengan FR diatas idealnya dilakukan skrining objektif (OAE) sebelum usia 6
bulan.
Serumen adalah hasil produksi kelenjar sebasea dan kelenjar serumenosa bercampur
epitel skuamosa yang terdapat di kulit sepertiga luar liang telinga.
Faktor Risiko
1. Umur
2. Pekerjaan/aktivitas
3. Riwayat membersihkan telinga
4. Lingkungan
5. Genetik
6. Liang telinga sempit, dasar liang telinga lebih datar
Pengertian Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah infeksi telinga tengah, disertai
lubang (perforasi) gendang telinga dan keluarnya cairan ke liang telinga terus menerus
atau hilang timbul.
Infeksi telinga tengah dibagi menjadi fase akut (Otitis Media Akut = OMA) dan fase kronik
(Otitis Media Supuratif Kronis = OMSK). Jika OMA tidak diobati dengan tepat, maka akan
timbul cairan di telinga tengah yang akan mendorong gendang telinga sehingga pecah,
75
bila sekret yang keluar menetap atau berlangsung lebih dari 8 minggu disebut sebagai
OMSK.
Secara klinis OMSK dibagi 2, yaitu:
a. OMSK tipe aman
Yaitu OMSK dengan lubang gendang telinga terletak di posisi tengah (sentral).
b. OMSK tipe bahaya
Yaitu OMSK dengan ditandai lubang gendang telinga yang terletak di atik (tepi bagian
atas) atau marginal (pinggir), dan disertai adanya kolesteatoma, granulasi hingga
menyebabkan komplikasi (dari yang ringan sampai radang otak).
Penyebab OMSK
OMA (Otitis Media Akut) yang didahului oleh infeksi saluran nafas atas berulang seperti
pilek/ rinitis, faringitis yang mengakibatkan gangguan fungsi tuba Eustachius.
Faktor Risiko
a. Usia (bayi dan anak)
b. Gizi kurang
c. Lingkungan yang tidak higienis
d. Gangguan kekebalan tubuh
e. Alergi
Gangguan pendengaran akibat bising adalah kurang pendengaran atau tuli akibat
terpajan bising yang cukup keras dalam jangka lama, biasanya diakibatkan oleh bising
lingkungan kerja dan tempat rekreasi.
Penyebab
Bising dengan intensitas 85 desibel (dB) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan pada
reseptor pendengaran di organ Corti yang terletak di telinga dalam. Kerusakan awalnya
terjadi di frekuensi 3000 Hertz (Hz) sampai 6000 Hz dan terberat kerusakan di frekuensi
4000 Hz (terbentuk takik pada gambaran audiogram).
Faktor Risiko
Pajanan bising yang cukup keras (>85 dB), dalam jangka waktu cukup lama, dan
berulang-ulang, biasanya disebabkan oleh bising lingkungan kerja (bandara, pelabuhan
laut, pabrik, bengkel, ruang praktek SMK teknik mesin, jalan raya dan lain-lain),
76
lingkungan bermain, gaya hidup menggunakan gadget yang berlebihan, pajanan terhadap
volume musik keras (live show, suara musik di mobil angkutan umum, dan lain-lain).
V. Presbikusis
Presbikusis merupakan tuli sensorineural frekuensi tinggi terutama diatas 2000 Hz.
Umumnya terjadi pada usia lanjut, simetris pada kedua telinga.
Faktor Risiko
a. Artheroslerosis,
b. Penyakit sistemik (diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi)
c. Riwayat terpajan bising,
d. Obat ototoksik
e. Gaya hidup (alkohol, perokok)
3. DETEKSI DINI
Pelaksanaan deteksi dini dilakukan secara terintegrasi bersama program lainnya sebagai
strategi untuk menjangkau populasi berisiko berdasarkan kelompok umur pada siklus
kehidupan.
1. Deteksi dini gangguan pendengaran pada kelompok usia bayi dan balita
menggunakan Tes Daya Dengar (Modifikasi)
Merupakan pemeriksaan subyektif untuk deteksi dini gangguan pendengaran pada
bayi dan anak dengan menggunakan kuesioner berisikan pertanyaan-pertanyaan ada
tidaknya respons bayi atau anak terhadap stimulus bunyi. Pertanyaan berbeda untuk 8
kelompok usia. Untuk tiap kelompok usia,daftar pertanyaan terbagi menjadi 3
kelompok penilaian kemampuan;
1. Ekspresif,
2. Reseptif
3. Visual
Masing-masing terdiri dari 3 pertanyaan dengan jawaban “Ya” atau “Tidak”
77
Tabel . Daftar pertanyaan Tes Daya Dengar (modifikasi) dapat dilihat pada
1. Kemampuan Ekpresif:
Apakah bayi dapat mengatakan aaaaa, ooooo?
Apakah bayi menatap wajah dan tampak mendengarkan anda, lalu
berbiara saat anda diam? Apakah anda dapat seolah olah berbicara
dengan bayi anda?
2. Kemampuan Reseptif:
Apakah bayi kaget bila mendengar suara (mengejapkan mata, napas
lebih cepat)?
Apakah bayi kelihatan menoleh bila anda berbicara di sebelahnya?
3. Kemampuan Visual:
Apakah bayi anda dapat tersenyum?
Apakah bayi anda kenal dengan anda, seperti tersenyum lebih cepat
pda anda dibandingakan orang lain?
Total jawaban Tidak
Umur lebih dari 3 bulan sampai 6 bulan Ya Tidak
1. Kemampuan Ekspresif
Apakah bayi anda dapat tertawa keras?
Apakah bayi dapat bermain menggelembungkan mulut seperti meniup balon?
2. kemampuan Reseptif:
Apakah bayi memberi respons tertentu, seperti menjdi lebih riang bila anda
datang?
Pemeriksa duduk menghadap bayi yang diapangku orang tuanya, bunyikan
bel disamping tanpa terlihat bayi, apakah bayi itu menoleh ke samping?
3. Kemampuan Visual
Pemeriksa menatap maya bagi sekitar 45 cm, lalu gunakan mainan untuk
menarik pandangan bayi ke kiri, kanan, atas dan bawah, Apakah bayi dapat
mengikutinya?
Apakah bayi berkedip bila pemeriksa melakukan gerakan menusuk mata, lalu
berhenti sekitar 3 cm tanpa menyentuh mata?
78
2. Kemampuan Reseptif:
Pemeriksa duduk menghadap bayi yang dipangku orang tuanya, bunyikan bel
di samping bawah tanpa terlihat bayi, apakah bayi langsung menoleh ke
samping bawah?
Apakah bayi mengikuti perintah tanpa dibantu gerakan badan, seperti stop,
berikan mainanmu?
3. Kemampuan Visual;
Apakah bayi mengikutui perintah dengan dibantu gerakan badan, seperti stop,
berikan mainanmu?
Apakah bayi secara spontan memulai permainan dengan gerakan tubuh,
seperti pok ame-ame atau cilukba
2. Kemampuan Reseptif:
Pemeriksa duduk mengahdap bayi yang dipangku orang tuanya, bunyikan bel
di samping bawah tanpa terlihatbayi, apakah bayi langsung menoleh ke
samping bawah?
Apakah anak mengikuti perintah tanpa dibantu gerakan badan, seperti stop,
berikan mainanmu?
3. Kemampuan Visual:
Pakah anak secara spontan memaulai permainan dengan gerakan tubuh,
seperti pok kame-ame atau cilkuba?
Apakah anak anda menunjuk dengan jari telunjuk bila ingin sesuatu, bukan
dengan cara memegang dengan semua jari?
2. Kemampuan Reseptif;
Apakah anak dapat menunjukkan paling sedikit satu anggota badan, missal
mana hidungmu? Mana matamu? Tanpa diberi contoh?
Apakah anak dapat mengerjakan 2 macam perintah dalam satu kalimat,
seperti ambil sepatumu dan taruh disini, tanpa diberi contoh?
79
3. Kemampuan Visual;
Apakah anak secara spontan memulai permainan dengan gerakan tubuh,
seperti pok ame-ame atau cilukba?
Apakah anak anda menunjuk dengan jari telunjuk bila ingin sesuatu, bukan
dengan carra memegang dengan semua jari?
2. Kemampuan Reseptif;
Apakah anak dapat mengerjakan 2 macam perintah dalam satu kalimat,
sepperti ambil sepatu dan taruh disini, tanpa diberi contoh?
Apakah anak dpat menunjuk minimal 2 nama benda di depannya (cangkir,
bola, sendok)?
3. Kemampuan Visual;
Apakah anak secara spontan memulai permainan dengan gerakan tubuh,
seperti pok ame-ame atau cilukba?
Apakah anak anada menunjuk dengan jari telunjuk bila ingin sesuatu, bukan
dengan cara memegang dengan semua jari?
80
1. Kemampuan Ekspresif Ya Tidak
Apakah anak dapat menyebutkan nama benda dan kegunaannya? Cangkir
untuk minum, bola untuk dilempar, pernsil warna untuk menggambar,
sendok untuk makan?
Apakah lebih dari tiga perempat orang mengeri apa yang dibicarakan anak
anda?
81
Gamba r 3. Alur Skrining Bayi Baru Lahir
Faktor Faktor
Risiko (+) Risiko (+) 3 bulan
Otoskopi Timpanometri
OAE
Auto ABR
1-3 Bulan
Auto ABR atau click
35 dB
P R
P R
ABR Click&Tone B 500 Hz atau
ASSR
Timpanometri High Frequency
Tidak perlu
ABR Click+Cochlear
tindak lanjut Microphonic Neuropati Tuli
ABR Tone B 500 Auditorik Sensorineural
Hz/ASSR
Timpanometri (refleks
akustik) high frequency
Habilitasi
Pemantauan usia 6 bulan
· Speech development
· Audiologi
Tiap 3-6 bulan (sampai anak
bisa bicara) usia 3 th
2. Deteksi Dini Gangguan Pendengaran pada Anak Usia Sekolah dan Remaja
Tujuan kegiatan deteksi dini adalah untuk mendeteksi adanya gangguan fungsi
pendengaran dan gejala ketulian pada anak usia sekolah dan remaja, serta
menindaklanjuti hasil pemeriksaan (bila ditemukan ada kelainan). Deteksi dini pada
anak usia sekolah dan remaja dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah
terlatih melakukan screening gangguan pendengaran dan ketulian (dokter umum,
perawat). Kegiatan deteksi dini dibagi menjadi 2 yaitu dilakukan pada anak usia
sekolah dan remaja :
- di luar sekolah
- di dalam sekolah.
Kegiatan deteksi dini pada anak usia sekolah dan remaja di luar sekolah (contohnya
di Panti, Rutan, LKSA/Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, LPKA/Lembaga
Pembinaan Khusus Anak dan lainnya) dilakukan melalui kegiatan PKPR (Pelayanan
82
Kesehatan Peduli Remaja) di luar Puskesmas. Kegiatan deteksi dini pada anak usia
sekolah dan remaja di dalam sekolah dilakukan pada peserta didik SD/MI, SMP/MTs,
SMA/SMK/MA dan sederajat termasuk Sekolah Luar Biasa (SLB) melalui kegiatan
UKS, kegiatan penjaringan kesehatan dan kegiatan pemeriksaan berkala. Pada anak
usia sekolah yang mengalami disabilitas indera pendengaran (contohnya peserta
didik SLB-B), pemeriksaan kesehatan indera pendengaran tetap dapat dilakukan,
dengan tujuan yaitu : untuk menemukan kelainan baru atau kelanjutan komplikasi
gangguan telinga sebelumnya dan dapat sebagai pembuktian penegakan diagnosis
yang sudah ada.
Hasil pemeriksaan :
Bila tidak ada lateralisasi (bunyi lebih jelas disalah satusisi telinga), berarti
kedua telinga normal
Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang sakit, berarti telinga tersebut menderita
tuli konduktif
Bila lateralisasi ke telinga yang sehat, berarti telinga yang sakit menderita tuli
saraf
Bila waktu terbatas, pemeriksaan dengan garputala cukup dilakukan hanyapada
anak yang diduga mengalami gangguan pendengaran (informasi tersebut dapat
ditanyakan kepada Guru/Wali Kelas/Guru UKS). Rujukan ke Puskesmas /Fasilitas
kesehatan lainnya apabila didapatkan gangguan pendengaran untuk pemeriksaan
dan penatalaksaan lebih lanjut.
83
3. Pemeriksa menyebutkan 5 kata yang dikenal (contoh : mata, kaki, muka, susu,
kuku) pada jarak 6 meter dari responden dengan volume normal (tidak berteriak
dan tidak terlalu kecil). Posisi saling berhadapan, gunakan kertas atau benda lain
untuk menutup mulut pemeriksa agar responden tidak dapat membaca gerak bibir
pemeriksa.
4. Bila tidak semua kata terdengar, pemeriksa maju ke jarak 2 meter dan 1 meter.
Kriteria pemeriksaan apabila 4 dari 5 kata terdengar oleh responden, berarti
pendengaran masih normal.
Penilaian
Dapat mengulang kata yang disebutkan oleh pemeriksa pada jarak:
4-6 m : normal
2-<4 m : tuli ringan
1-<2 m : tuli sedang
<10 cm : tuli berat
Dari hasil pemeriksan menunjukkan indikasi gangguan pendengaran dirujuk ke
FKTP untuk pemeriksaan lebih lanjut.
84
Alat pemeriksaan
1. Otoskop
2. Lampu kepala
3. Garpu tala 512 Hz
Teknik Pemeriksaan
1. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan.
2. Mencuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan.
3. Lakukan inspeksi dan palpasi aurikula:
a. Pasien dipersilahkan duduk di kursi periksa.
b. Pemeriksa duduk di samping pasien dengan posisi mata pemeriksa setinggi
telinga pasien yang akan diperiksa.
c. Pemeriksa menggunakan lampu kepala. Pemeriksaan telinga dilakukan satu
per satu, dimulai dari telinga kanan.
d. Arahkan lampu kepala ke arah telinga yang akan diperiksa.
e. Lakukan pemeriksaan dimulai dari preaurikula, aurikula dan retroaurikula.
f. Pada preaurikula lakukan inspeksi adanya kelainan kongenital, tanda-tanda
inflamasi atau kelainan patologis lain.
g. Lalu lakukan palpasi untuk menilai adakah nyeri tekan tragus atau benjolan di
depan tragus yang berhubungan dengan kelainan kongenital.
h. Aurikula yang normal diliputi oleh kulit yang halus, tanpa adanya kemerahan
atau bengkak.
i. Bila didapatkan kelainan seperti diatas, pemeriksa mempalpasi daerah
kemerahan tersebut dengan punggung jari tangan untuk menilai apakah area
tersebut lebih hangat dibandingkan dengan kulit sekitarnya.
j. Bila terdapat bengkak, maka pemeriksa menggunakan jempol dan telunjuknya
untuk menilai konsistensi dan batas benjolan. Saat melakukan pemeriksaan
ini, amati wajah pasien untuk menilai adanya nyeri.
k. Bila didapatkan anting atau pearcing di aurikula atau MAE, palpasi juga area
tersebut.
l. Pemeriksa kemudian menginspeksi MAE. Normalnya bersih atau mungkin
didapatkan sedikit serumen berwarna kuning kecoklatan di tepi MAE. Nilai
pula adakah cairan atau pus yang keluar dari MAE.
m. Pemeriksa kemudian menekan tragus dan tanyakan kepada pasien apakah
terdapat nyeri.
n. Pegang puncak aurikula pasien dengan jempol dan jari telunjuk dan tarik ke
arah postero superior agar pars kartilago MAE dan pars oseus MAE berada
dalam satu garis lurus.
o. Nilai MAE. Normalnya terdapat sedikit rambut dan kadang serumen kuning
kecoklatan. Perhatikan bila ditemukan pembengkakan, kemerahan, atau
terdapat lapisan selain serumen pada MAE.
p. Tidak seperti pada pasien dewasa, pada anak, daun telinga ditarik ke arah
anteroinferior untuk melihat MAE karena adanya perbedaan anatomi.
85
TELI
Gambar 4. cara menarik aurikula
4. NG(retroaurikula):
Inspeksi dan palpasi prosesus mastoideus
a. Pertama-tama pemeriksa menentukan letak prosesus mastoideus dengan
meretraksikan aurikula ke anterior A KI
(retroaurikula).
b. Saat inspeksi, nilai warna kulit yang diatas retroaurikula. Perhatikan adanya
tanda-tanda inflamasi pada area tersebut.
c. Palpasi retroaurikula. Nilai adanya tanda-tanda inflamasi. Bila ada, periksa
apakah benjolan tersebut mobile atau melekat pada dasarnya serta adanya
fluktuasi atau tidak.
5. Pemeriksaan MAE dan membran timpani dengan otoskop:
a. Posisi pasien dan pemeriksa seperti pada prosedur sebelumnya.
b. Ambil otoskop dan pasang spekulum telinga dengan ukuran yang sesuai
dengan telinga pasien. Pastikan lampu otoskop menyala.
c. Saat memeriksa telinga kanan, pemeriksa memegang aurikula pasien dengan
tangan kiri dan menariknya ke arah posterosuperior, sedangkan tangan kanan
pemeriksa memegang otoskop. Pegang otoskop seperti memegang pinsil.
d. Agar posisi tangan pemeriksa yang memegang otoskop stabil, tempelkan
kelingking di pipi pasien.
e. Saat ujung spekulum berada di depan MAE, pemeriksa melihat melalui lensa.
Jarak mata pemeriksa dan lensa harus dekat. Dengan hati-hati masukkan
spekulum ke dalam MAE sehingga pasien merasa nyaman.
f. Nilai permukaan kulit pada MAE, nilai adakah tanda-tanda inflamasi. Mungkin
liang telinga dapat tertutup oleh serumen yang menumpuk atau telah
mengeras. Apabila terlihat adanya pus, identifikasi apakah pus tersebut
berasal dari dinding MAE atau dari telinga tengah.
g. Pada MAE bagian medial pemeriksa dapat melihat membran timpani. Daerah
membran timpani yang dapat terlihat melalui otoskop sekitar seperempat
bagian dari seluruh permukaan membran timpani, oleh karena itu pemeriksa
harus menggerakkan otoskop secara hati-hati ke arah jam 3, jam 6, jam 9 dan
jam 12 untuk dapat mengeksplorasi seluruh permukaan membran timpani.
h. Saat memeriksa membran timpani, pertama-tama pemeriksa menginspeksi
refleks cahaya (pantulan cahaya). Karena membran timpani merupakan suatu
struktur berbentuk kerucut, maka saat disorot cahaya dari sudut yang miring,
pantulannya berupa bentuk segitiga. Apabila membran timpani retraksi ke
arah medial, maka pantulan cahaya semakin menyempit. Apabila permukaan
membran timpani semakin datar (bulging), pantulan cahayanya semakin lebar
atau menghilang.
i. Lebar dari pantulan cahaya dapat memberikan informasi mengenai posisi
membran timpani. Hal ini penting untuk mengetahui proses yang sedang
86
terjadi di dalam telinga tengah. Apabila tekanan di dalam telinga tengah
menurun karena disfungsi tuba eustachius, maka membran timpani akan
tertarik ke dalam sehingga lebih mengerucut. Apabila terdapat banyak cairan
atau pus di dalam telinga tengah, maka membran timpani akan terdorong
keluar sehingga lebih datar.
j. Warna membran timpani normalnya abu-abu seperti mutiara. Bila terjadi
iritasi, karena inflamasi, membran timpani dapat berwarna kemerahan.
Sedangkan pada inflamasi berat, membran timpani dapat berwarna merah
terang.
k. Apabila terdapat akumulasi cairan di dalam kavum timpani, maka membran
timpani dapat berwarna kuning kecoklatan, tampak air fluid level atau
gelembung udara sesuai dengan jenis cairan di belakangnya (glue ear atau
otitis media efusi).
l. Membran timpani juga dapat ruptur akibat peningkatan tekanan yang hebat
dari telinga tengah (barotrauma) atau akibat trauma dari luar (saat
membersihkan telinga) atau akibat otitis media akut atau kronik. Hal ini
disebut perforasi. Saat terjadi penyembuhan dapat terbentuk jaringan ikat.
Baik perforasi maupun jaringan ikat ini dapat mempengaruhi getaran gendang
telinga sehingga menyebabkan gangguan pendengaran.
Teknik pemeriksaan
1. Siapkan alat.
2. Jelaskan kepada pasien jenis dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan.
3. Cuci tangan sebelum melakukan prosedur pemeriksaan
4. Minta pasien duduk di kursi periksa.
Tes Suara:
a. Pemeriksaan dilakukan pada salah satu telinga secara bergantian dimulai dari
telinga kanan. Pasien diminta menutup telinga kirinya dengan tangan.
b. Gesekkan jari-jari pemeriksa di depan telinga pasien yang tidak ditutup dengan
cepat dan lembut. Tanyakan apakah pasien mendengar suara tangan pemeriksa.
Bandingkan kanan dan kiri.
c. Kemudian pemeriksa mengambil posisi di sisi pasien dengan jarak 1 meter dari
telinga pasien.
d. Pemeriksa mengucapkan kata-kata di depan telinga pasien yang tidak ditutup,
ketinggian mulut pemeriksa sejajar dengan telinga pasien. Pastikan pasien tidak
melihat gerakan bibir pemeriksa. Pilih kata yang terdiri dari dua suku kata yang
dikenal pasien, seperti "bola" atau "meja" dan dapat diulang sampai 3 atau 4 kali.
87
e. Jika perlu, tingkatkan intensitas suara pemeriksa dari suara bisik, suara biasa, suara
keras (penilaian semi kuantitatif).
f. Minta pasien mengulang kata yang disebutkan pemeriksa. Nilai apakah jawaban
pasien benar.
g. Lakukan prosedur yang sama untuk telinga yang lain.
Pemeriksaan Rinne:
Pemeriksaan Webber:
88
4. Pada pasien dengan tuli konduktif, maka pasien mendengar lebih keras pada
telinga yang mengalami kelainan (lateralisasi ke telinga yang sakit).
Pemeriksaan Swabach:
I. Tulikongenital
Diagnosis
a) Anamnesis :
- Pada bayi/anak sulit diketahui mengingat ketulian tidak terlihat. Biasanya keluhan
orang tua adalah bayi/anaktidak memberi respons terhadap bunyi
- Terlambat bicara (delayed speech)
b) Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum
- Pemeriksaan THT
c) Pemeriksaan Penunjang
89
Pemeriksaan OAE :
Merupakan pemeriksaan eletrofisiologik untuk menilai fungsi sel rambut luar yang
berada di koklea. Pemeriksaan initidak invasif,mudah,praktis,tidak membutuhkan
waktu lama, efisien dan hasilnya secara otomatis menggunakan kriteria pass / refer.
Tidak harus dilakukan di ruang kedap suara tetapiharus cukup tenang,demikian juga
dengan bayi yang diperiksa tidak harus menggunakan sedatifasal cukup tenang. Hal
ini untuk mengurangi efek noise yang dapat mempengaruhi hasilpemeriksaan,
demikian juga dengan persyaratan lain yaitu liang telinga yang bersih dan
keadaankavum timpani harus baik. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah ukuran
probeyang digunakan harussesuai dengan liang telinga dan mengarah ke gendang
telinga.
Pemeriksaan AABR :
Merupakan pemeriksaan BERA otomatis sehingga tidak diperlukan analisis gelombang
evokedpotential karena hasil pencatatan mudah dibaca, berdasarkan kriteria pass
(lulus) atau refer (tidaklulus ). Pemeriksaan ini sama dengan BERA konvensional yaitu
menggunakan elektrodapermukaan dengan pemberian stimulus click, mudah
dilakukan, praktis, tidak invasif dan hanyadapat menggunakan intensitas 30 – 40 dB.
Apabila terdapat kelainan maka diperlukan pemeriksaan lebih lanjut yang disesuaikan
dengan alurHTA (Health Technology Assesment) skrining pendengaran bayi
Penanganan
Habilitasi
Usia kritis seorang anak untuk proses belajar mendengar dan berbicara adalah sekitar
2-3 tahun. Seorang anak yang diketahui menderita ketulian maka upaya habilitasi
pendengaran (memberikan kemampuan mendengar pada seseorang yang
sebelumnya belum pernah memiliki) dilakukan secara dini.
Pada anak dengan tuli sensorineuraldan konduktif, habilitasi dilakukan dengan
pemberian alat bantu dengar (hearing aid) yang sesuai.
Penilaian tingkat kecerdasan oleh psikolog anak yang akan menentukan Sekolah Luar
Biasa (SLB) mana yang dipilih. SLB – B merupakan tempat pendidikan khusus untuk
anak tunarungu sedangkan SLB – C apabila disertai dengan retardasi mental.
Pendidikan khusus ini sebaiknya dimulai sejak anak berusia 2 tahun pada SLB yang
memiliki Taman Latihan dan Observasi (TLO). Proses habilitasi ini membutuhkan
kerjasama antara orang tua / keluarga penderita, guru, Psikolog anak, Ahli terapi
wicara, Audiologist serta dokter spesialis THT.
90
Apabila dengan alat bantu dengar sedikit atau tidak ada manfaatnya karena tuli
sensorineuralsangar berat atau tuli total, maka implan koklea merupakan pilihan.
Implan koklea merupakan suatu perangkat elektronik yang memungkinkan seorang
anak mendengar sehingga dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi seorang
penderita tuli saraf berat. Untuk menjadikan seseorang menjadi kandidat implan koklea
maka harus memenuhi beberapa persyaratan dan menjalani pemeriksaan audiologik
yang lengkap dan pemeriksaan radiologik (CT Scan dan MRI) untuk menilai anatomi
koklea.
Kriteria Rujukan
Bila dicurigai ada kelainan pendengaran maka segera dirujuk FKRTL yang memiliki
fasilitas OAE dan BERA.
Diagnosis
Pemeriksaaan menggunakan lampu senter atau lampu kepala atau otoskop, akan terlihat
serumen di liang telinga. Untuk dewasa daun telinga harus ditarik ke atas belakang
supaya liang telinganya menjadi lebih lurus. Untuk anak, daun telinga ditarik kebelakang.
Penanganan
Teknik atau cara mengeluarkan serumen tergantung pada konsistensinya;
- Serumen cair/ lunak, bila jumlahnya sedikit dapat dibersihkan dengan pelilit kapas
(aplikator kapas) atau cotton bud. (gambar 1)
- Serumen cair/ lunak dengan jumlah banyak, dapat dihisap dengan pompa suction
(gambar 2) atau dikeluarkan dengan cara irigasi liang telinga.
- Serumen yang liat/ keras namun tidak melekat pada kulit liang telinga dikeluarkan
dengan pengait serumen( cerumen hook) (gambar 3 dan 4) . Bila tidak berhasil dapat
dicoba melakukan irigasi liang telinga.
91
- Serumen yang keras (serumen prop) dan melekat ke liang telinga harus diberi tetes
telinga dulu yaitu dengan karbogliserin 10% atau fenol gliserin dengan dosis 3 x 3
tetes selama 5 hari; selanjutnya dilakukan penghisapan dengan pompa suction atau
irigasi liang telinga
Gambar a Gambar b
Gambar c Gambar d
Gambar 6.Cara mengeluarkan serumen
Kriteria Rujukan
Kasus serumen dengan komplikasi (misalnya otitis eksterna dan lain-lain).
Diagnosis
a. Anamnesis :
Gejala yang paling sering dijumpai adalah keluar cairan yang berbau dari liang telinga
b. Pemeriksaan otoskopiakan menunjukkan adanya cairan di liang telinga, gendang
telinga yang perforasi, letak perforasi, dan ada tidaknya jaringan granulasi atau polip.
c. Pemeriksaan audiologi
Pemeriksaan audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara sehingga dapat mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan jenis ketulian.Umumnya pada OMSK terjadi tuli konduktif.
92
d. Pemeriksaan radiologi
Pada foto rontgen mastoid adanya infeksi kronis di telinga tengah ditandai dengan
berkurangnya pneumatisasi/aerasi sel-sel mastoid.Perselubungan yang berbatas tegas
menunjukkan adanya kolesteatoma di daerah mastoid.
Penanganan
- Prinsip terapi OMSK tipe aman adalah konservatif yaitu diberikan medikamentosa per
oral dan topikal. Bila sekret keluar terus diberikan obat tetes telinga antibiotik setelah
di cuci telinga dengan larutan H2O2 3% (tidak lebih dari 1-2 minggu karena obat
bersifat ototoksik).
- Bila sekret telah kering namun perforasi tetap ada, maka harus dirujuk untuk
miringoplasti atau timpanoplasti. Sumber infeksi harus diobati lebih dulu, kalau perlu
dengan pembedahan. Pasien OMSK dianjurkan tidak berenang dan menghindari
masuknya air ke dalam telinga saat mandi.
- Pinsip terapi OMSK tipe bahaya adalah pembedahanyaitu mastoidektomi dengan
atau tanpa timpanoplasti.
Kriteria Rujukan:
Kasus OMSK dapat ditangani di FKTP dengan catatan kasus OMSK tersebut merupakan
OMSK tipe aman. Jika tidak sembuh, ada tanda-tanda OMSK tipe bahaya atau fasilitas di
FKTP tidak tersedia maka dirujuk ke FKRTL.
Diagnosis
a) Anamnesis :
Dari anamnesis didapati riwayat pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan
bising dalam jangka waktu yang cukup lama. Gejalanya adalah telinga berdenging,
disertai kesulitan menangkap pembicaraan dengan kekerasan biasa.
b) Pemeriksaan otoskopik
Tidak ditemukan kelainan
c) Pemeriksaan tes penala
Didapatkan hasil tes Rinne positip, Weber lateralisasi ke telinga yang
pendengarannya lebih baik dan schwabach memendek.
d) Pemeriksaan audiometri nada murni
Adanya tuli sensorineural pada frekuensi antara 3000Hz-6000Hz dan terdapat takik
pada frekuensi 4000 Hz.
93
Penanganan
a) Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari
lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung
telinga yaitu berupa sumbat telinga (ear plugs), tutup telinga (ear muffs) dan pelindung
kepala (helmet).
b) Dapat diberikan obat-obat neurotonik seperti neurobion pada gejala awal penurunan
pendengaran.
c) Mengikuti program konservasi pendengaran
Kriteria Rujukan :
Rujuk ke tempat yang ada fasilitas pemeriksaan pendengaran dengan audiometric.
V. Presbikusis
Diagnosis
a) Anamnesis :
1. Pendengaran berangsur-angsur kurang terjadi pada kedua telinga
2. Suara biasa tidak dapat terdengar tapi bila suara diperkeras (berteriak) telinga
terasa sakit
3. Sulit memahami percakapan terutama di lingkungan bising
4. Dapat mendengar tapi tidak paham (diskriminasi ucapan terganggu)
5. Sulit mendengar bunyi nada tinggi “s”, “th” , “ f ”
6. Lebih mudah mendengar suara pria dibandingkan wanita
7. Berdenging (tinitus)
b) Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan otoskopi : tampak membran timpani suram
- Tes penala sesuai dengan sensorineural
c) Pemeriksaan Penunjang
Audiometri Nada Murni
Penanganan
- Pengobatan terhadap penyakit sistemik yang akan memperberat gejala-gejala
presbikusis maupun usaha mengurangi progresifitas penurunan pendengaran.
- Sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan pemasangan
alat bantu dengar (hearing aid). Pemasangan alat bantu dengar hasilnya akan lebih
memuaskan bila pemanfaatannya dikombinasikan dengan latihan membaca bibir
(lips reading) dan latihan mendengar (auditory training).
Kriteria Rujukan
Pasien prebikusis dibawa ke tempat yang mempunyai fasilitas pemeriksaan
pendengaran dan alat bantu dengar ke FKRTL.
94
MATERI INTI 4
PENCATATAN DAN PELAPORAN
I.DESKRIPSI SINGKAT
Pencatatan dan Pelaporan suatu program yang merupakan bagian Sistim Informasi
Kesehatan (SIK), yang merupakan bagian fungsionil dari Sistim Kesehatan yang
komprehensif, yang memberikan pelayanan kesehatan secara terpadu, meliputi
pelayanan promotif, preventif, kuratif, pelayanan rehabilitatif. SIK memberikan dukungan
informasi kepada proses pengambilan keputusan di semua tingkat administrasi pelayanan
kesehatan
Pencatatan dan pelaporan suatu program merupakan salah satu alat bantu dalam
pelaksanaan monitoring dan evaluasi
95
IV. BAHAN BELAJAR DAN REFERENSI
Langkah 1: Pengkondisian
96
VI. URAIAN MATERI
A. PENDAHULUAN
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting
dalam manajemen kesehatan. Pencatatan dan pelaporan yang rapi akan
menghasilkan data yang dapat digunakan sebagai bahan advokasi, komunikasi dan
sosialisasi suatu program. Upaya-upaya advokasi akan lebih efektif dan berhasil bila
disertai dukungan fakta dalam bentuk data atau informasi yang akurat
Pencatatan dan pelaporan terdiri dari 3 komponen, yaitu komponen informasi melalui
kegiatan pencatatan, komponen pelaporan dan komponen analisis dan evaluasi.
Analisis dan Evaluasi adalah suatu kegiatan untuk menganalisis setiap kegiatan yang
menjawab pertanyaan 5 W - 1 H
Pencatatan dilakukan dalam buku register kegiatan harian dari setiap unit yang
melakukan kegiatan. Hal-hal yang dicatat dalam register adalah: Nama pasien,
Umur, Alamat, Keluhan, Diagnosis, Terapi atau tindakan yang dilakukan dan
keterangan lainnya yang berhubungan dengan pasien. Rekapan hasil pencatatan
ini kemudian dipindahkan ke dalam formulir pelaporan kesehatan Indera
Penglihatan Puskesmas
97
2. Pelaporan penanggulangan gangguanPenglihatan
Kelainan Refraksi
Katarak
Glaukoma
Retinopati Diabetikum
98
Posbindu/Posyandu usia lanjut, bidan desa, Polindes, Poskesdes, Puskesmas
Keliling, UKS dan lain-lain.
Tuli kongenital
OMSK
Sumbatan Serumen
Tuli akibat paparan bising/Gangguan Akibat Bising
Presbikusis
99
Alur pelaporan Program Kesehatan Indera
Pusat
Dinkes Propinsi
Dinkes Kab/Kota
Puskesmas
100
MATERI INTI 5
TEKNIK MELATIH
I. DESKRIPSI SINGKAT
Materi ini membahas tentang pembelajaran orang dewasa, penciptaan iklim
pembelajaran, satuan acuan pembelajaran, metode pembelajaran, media dan alat
bantu pembelajaran, teknik presentasi interaktif, evaluasi hasil pembelajaran, dan
micro facilitating.
101
IV. BAHAN BELAJAR
1. Andreas Harefa: 2003. Pengantar Presentasi Efektif, Gramedia, Jakarta.
2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Semarang, 1989.
3. Hamzah B. Uno, dkk (2004), Model Pembelajaran, Nurul Jannah, Gorontalo
4. Lunadi AG: 1982. Pendidikan Orang Dewasa, PT Gramedia, Jakarta.
5. Mansour Fakih dkk (2001), Pendidikan Popular Membangun kesadaran Kritis, Read
Book, Yogyakarta
6. Pusdiklat Kesehatan Depkes RI, Pedoman Pengukuran Hasil Pelatihan, Jakarta,
1994.
7. Pusdiklat SDM Kesehatan, 2011, Kurikulum dan Modul Pelatihan Tenaga Pelatih
Program Kesehatan (TPPK).
8. S. Reksodikusumo: 2001, Penciptaan Iklim Pembelajaran, Pusdiklat Kesehatan.
9. Wahyu Suprapti, Dra, M.M., Sudariman, Drs., Ragam Metoda Belajar, Bahan Ajar
Diklat Kepelatihan Berjenjang Tingkat Pertama, Lembaga Administrasi Negara,
Jakarta, 2002
102
Fasilitator menjelaskan tentang prinsip-prinsip POD, menggunakan bahan tayangan,
melalui ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta
berinteraksi dalam proses pembelajaran.
Fasilitator menjelaskan tentang ruang lingkup, pendekatan, dan tujuan POD,
menggunakan bahan tayangan, melalui ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta
untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
Fasilitator menjelaskan tentang strategi POD menggunakan bahan tayang, melalui
ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.
Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan materi
dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi/ umpan balik. Dilanjutkan
dengan memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh peserta.
103
Fasilitator menjelaskan tentang cara penyusunan SAP kemudian meminta/
membimbing peserta menggunakan bahan tayangan melalui ceramah, Tanya jawab
untuk mempraktekkan cara pembuatan SAP dan mengajak peserta untuk
berpartisipasi serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan materi ini
dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi/umpan balik. Dilanjutkan
dengan memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh peserta.
104
Fasilitator menjelaskan tentang kriteria pemilihan media dan alat banttu pembelajaran
yang efektif melalui ceramah, tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi
serta berinteraksi dalam proses pembelajaran.
Fasilitator menjelaskan tentang jenis-jenis media dan alat bantu pembelajaran yang
efektif beserta karakteristiknya menggunakan bahan tayangan, melalui ceramah,
tanya jawab dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi dalam
mempraktekkan pemilihan media dan alat bantu pembelajaran.
Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan materi
dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi/umpan balik. Dilanjutkan
dengan memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh peserta.
105
Fasilitator merangkum atau melakukan pembulatan tentang pembahasan materi ini
dengan mengajak seluruh peserta untuk melakukan refleksi/umpan balik, serta
memberikan apresiasi atas keterlibatan aktif seluruh peserta.
106
Belajar pada hakekatnya merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar unuk
menghasilkan suatu perubahan, menyangkut pengetahuan, keterampilan dan sikap
maupun nilai-nilai. Belajar untuk mengetahui (learning to know) dan melakukan
(learning to do) diharapkan dapat menciptakan manusia-manusia yang produktif
dan kreatif, sementara belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be myself)
diharapkan dapat menciptakan manusia-manusia yang percaya diri, dan belajar
untuk hidup bersama (learning to life together) diharapkan dapat menciptakan
manusia-manusia yang mempunyai daya saing, daya penyesuaian, dan daya
kerjasama.
Paradigma pendidikan saat ini lebih menekankan pada bagaimana mendorong
peran aktifnya peserta didik dalam proses belajar, dan disini juga adanya
kebebasan dari peserta didik dalam mengemukakan pendapat/ ide.
Perubahan paradigma ini pula yang melandasi perubahan strategi dalam proses
pelatihan, dimana selama ini dalam proses pelatihan lebih banyak proses
pengajaran yaitu si pelatih memberikan pengetahuan/ keterampilannya secara
searah kepada peserta, seperti yang dikatakan oleh Freire sebagai metode “gaya
bank”, dengan ciri sebagai berikut:
Guru mengajar, murid belajar
Guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa
Guru berpikir, murid dipikirkan
Guru bicara, murid mendengarkan
Guru mengatur, murid diatur
Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menuruti
Guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai tindakan
gurunya
Guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang
profesionalismenya, dan mempertentangkannya dengan kebebasan murid-murid
Guru adalah subyek proses belajar, murid obyeknya.
Sekarang diharapkan ada proses aktif peserta dalam menggali pengetahuan dan
keterampilannya sendiri dari bahan ajar ataupun referensi lain yang disediakan,
sementara pelatih lebih berperan sebagai narasumber atau fasilitator. Inilah yang
dimaksud dengan pendekatan POD.
107
2. Pedagogi dan Andragogi
Malcolm Knowles (1970) menguraikan perbedaan antara anak-anak dan orang
dewasa sebagai kerangka model pendekatan pendidikan. Perbedaan antara kedua
pendekatan ini bukan hanya sebatas obyek pesertanya, tetapi juga dalam hal seni
bagaimana mendidik.
Pendidikan bagi anak yang dikenal dengan Pedagogi berasal dari bahasa Yunani,
paid (anak-anak) an agogos (memimpin), dengan demikian Pedagogi berarti
memimpin anak-anak atau suatu ilmu dan seni mengajar anak-anak. Dalam
pedagogi, murid atau peserta didik sepenuhnya menjadi obyek, dalam hal ini: guru
menggurui, murid digurui, guru memilih apa yang dipelajari, murid tunduk pada
pilihan tersebut, guru mengevaluasi, murid dievaluasi, dsb.
Andragogi atau pendidikan orang dewasa/POD berasal dari bahasa Yunani, andra
(orang dewasa) dan agogos (memimpin). Pre-definisi andragogi adalah suatu ilmu
atau seni untuk membantu orang dewasa belajar. Perserta didik diperlakukan
sebagai orang dewasa yang diasumsikan memiliki kemampuan aktif untuk
merencanakan arah, memilih bahan dan materi yang bermanfaat, memikirkan cara
terbaik untuk belajar, menganalisis dan menyimpulkan serta mampu mengambil
manfaat pendidikan. Fungsi guru adalah sebagai fasilitator dan bukan menggurui.
Secara lengkap mengenai bagaimana perbedaan antara Pedagogi dan Andragogi
dapat kita lihat pada tabel berikut:
Tabel 57. Perbedaan Pedagogi dan Andragogi
No. Fakta Pembeda Pedagogi Andragogi
1. Tingkat kemandirian Dependen pada orang Independen
lain
2. Peran pengalaman hidup Tidak banyak perperan Sangat penting sebagai
dalam proses belajar acuan dan sumber belajar
3. Kesiapan belajar Tergantung pada guru Tergantung pada
dan kurikulum kebutuhan riil
4. Orientasi belajar Pada materi belajar Pada skill yang harus
(masa depan) dikuasai (masa kini)
5. Pemanfaatan hasil belajar Kelak mungkin berguna/ Harus segera dapat
tidak dimanfaatkan dalam
bekerja
6. Motivasi belajar Ditimbulkan faktor luar Timbul dari diri sendiri
7. Iklim belajar Kaku dan formal Santai tetapi saling
menghormati
8. Proses perencanaan Dilakukan oleh guru Dilakukan unit diklat
program belajar bersama user
9. Perumusan tujuan belajar Selalu dilakukan oleh Dilakukan fasilitator
guru bersama peserta
108
10. Analisis kebutuhan belajar Dilakukan oleh guru Dilakukan oleh peserta
11. Sifat materi belajar Teoritis disusun secara Teoritis praktis disusun
linier secara fleksibel
12. Evaluasi belajar Dilakukan oleh guru Dilakukan oleh fasilitator
dan peserta
3. Prinsip-Prinsip POD
Definisi orang dewasa dalam andragogi adalah menyangkut definisi dewasa secara
sosial dan psikologi. Secara sosial seseorang menjadi dewasa jika orang tersebut
telah mulai melaksanakan peran-peran orang dewasa seperti: peran kerja, peran
pasangan (suami-istri), peran orang tua, peran sebagai warga negara dan lain-lain.
Sementara secara psikologi, seseorang menjadi dewasa jika orang tersebut telah
memiliki konsep diri yang bertanggung jawab terhadap kehidupannya, yaitu konsep:
mengatur untuk dirinya sendiri, seperti mengambil keputusan sendiri.
Menurut Lindeman, konsep POD merupakan pembelajaran yang berpola non-
otoriter, lebih bersifat informal yang pada umumnya lebih bertujuan untuk
menemukan pengertian, pengalaman dan atau pencarian pemikiran guna
merumuskan perilaku yang standar. Dengan demikian teknik POD adalah
bagaimana membuat pembelajaran menjadi selaras dengan kehidupan nyata.
Beberapa kunci sukses untuk mengajar orang dewasa menurut Lindeman, yaitu:
Aktivitas POD hendaknya relevan dengan kebutuhan dan kepentingan peserta
belajar, sehingga dapat memberikan kepuasan.
Orientasi orang dewasa dalam belajar adalah terpusat pada kehidupannya,
sehingga pengaturan pembelajaran hendaknya relevan dengan situasi
kehidupannya.
Pengalaman merupakan sumber belajar terpenting bagi proses pembelajaran
orang dewasa, dengan demikian metode pembelajarannya adalah “analisis
pengalaman”.
Orang dewasa memiliki kebutuhan mendalam untuk menjadi individu yang
mampu mengatur dirinya sendiri, derngan demikian peranan pengjar lebih
sebagai fasilitator.
Adanya perbedaan kepribadian diantara masing-masing individu peserta belajar,
antara lain dikarenkan perbedaan usia, latar belakang pekerjaan, latar belakang
pendidikan, status sosial dan lain-lain, maka hendaknya POD dapat menerima
keputusan-keputusan yang mengandung perbedaan tersebut.
109
Knowles mendapatkan beberapa asumsi model POD yang berbeda dengan
pedagogi, yaitu dilihat dari beberapa hal sebagai berikut:
a. Kebutuhan untuk mengetahui
Orang dewasa perlu mengetahui mengapa mereka harus mempelajari sesuatu,
sehingga tugas utama fasilitator adalah membantu peserta belajar menjadi
sadar akan perlunya mengetahui bahwa pembelajaran yang akan dijalaninya
berguna untuk meningkatkn kinerjanya.
b. Konsep diri peserta belajar (pembelajar)
Secara umum orang dewasa memiliki konsep diri bahwa dirinya mempunyai
tanggung jawab atas keputusan yang dibuat sendiri atas kehidupannya, dengan
ciri:
Mereka mengembangkan kebutuhan psikologi yang mendalam untuk
diperhatikan orang lain.
Mereka akan diperlakukan oleh orang lain sebagai individu yang mampu
bersikap mengatur diri sendiri.
Mereka akan menolak dan menentang situasi dimana mereka dan orang lain
yang memaksakan kehendaknya.
Konsep diri orang dewasa tersebut kadang-kadang tidak selamanya konsisten
seperti tersebut di atas, dengan demikian menjadi tugas fasilitatorlah untuk
mengembalikan dan mengembangkan kembali konsep diri pembelajar sebagai
orang dewasa yang sesungguhnya.
c. Peranan pengalaman peserta belajar
Orang dewasa memasuki kegiatan pembelajaran membawa pengalaman-
pengalaman yang berbeda setiap individunya, hal ini memberikan implikasi
bahwa mereka adalah heterogen. Untuk itu penekanan dalam proses POD
adalah strategi pembelajaran individu yang lebih mengutamakan teknik
menggali pengalaman peserta, antara lain dengan cara diskusi kasus dan
simulasi.
d. Kesiapan belajar
Penentuan waktu belajar (kapan dan berapa lama) hendaknya disesuaikan
dengan tahap perkembangan orang dewasa, dan yang lebih penting adalah
perlu ada rangsangan terjadinya kesiapan belajar melalui pengenalan-
pengenalan terhadap model POD.
e. Orientasi belajar
Orientasi belajar untuk orang dewasa adalah terpusat pada masalah kehidupan/
tugas yang dihadapi. Orang dewasa akan menjadi termotivasi menggunakan
energinya untuk mempelajari sesuatu asalkan mereka merasa bahwa yang
110
dipelajarinya dapat menolong dirinya dalam melaksanakan tugas dan dalam
menghadapi masalah yang mereka temui/ hadapi. Dengan demikian mereka
akan mempelajari pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai baru, pada
konteks situasi kehidupan yang sebenarnya.
f. Motivasi
Motivasi orang dewasa untuk belajar, disamping tanggap terhadap beberapa
dorongan eksternal, namun dorongan yang lebih kuat adalah dari internalnya
(keinginan untuk meningkatkan kepuasan kerja, kebanggan diri, mutu hidup,
dll). Semua orang dewasa normal akan termotivasi untuk tetap tumbuh dan
berkembang.
5. Strategi POD
111
Menurut Atwi Suparman secara garis besar strategi pembelajaran mengandung
komponen-komponen:
a. Urutan kegiatan pembelajaran, yaitu urutan kegiatan pengajar dalam
menyampaikan materi pembelajaran.
Secara garis besar uraian kegiatan POD setiap materi pembelajaran
mencakup tiga komponen, yaitu:
Pendahulan, berisi informasi-informasi yang bertujuan untuk menyiapkan
mental atau memotivasi peserta sebelum membahas substansi.
Penyajian informasi, yaitu pemberian informasi atau pengalaman baru yang
merupakan inti dari pembelajaran, secara garis besar terdiri dari tiga
langkah yaitu: Uraian (pemberian konsep baru, masalah, dll); Contoh
(informasi pengalaman pengajar atau peserta atau lainnya); dan Latihan/
unjuk kerja untuk menimbulkan partisipasi peserta.
Penutup, yaitu pengakhiran dalam pembelajaran dengan cara memberikan
umpan balik dan pengambilan kesimpulan atau tindak lanjut.
b. Metode pembelajaran, yaitu cara pengajar mengorganisasikan materi
pembelajaran.
Secara garis besar metode-metode pembelajaran yang digunakan pada POD
adalah sebagai berikut: Ceramah tanya jawab, Demonstrasi/praktikum, Diskusi
kasus, Simulasi, Permainan, Seminar, dll.
c. Media pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan pembelajaran yang
digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Dalam memilih media sebaiknya media pembelajaran yang mempunyai fungsi
sebagai berikut:
Dapat memperbesar benda yang sangat kecil dan atau tidak nampak oleh
mata (misalnya kuman, dll).
Dapat menyajikan benda atau peristiwa yang terletak jauh di luar jangkauan
ke hadapan peserta.
Menyajikan peristiwa yang kompleks, rumit berlangsung cepat, menjadi
lebih sederhana dan sistematis.
Menyajikan peristiwa atau benda yang berbahaya melalui film atau foto
sehingga dapat dipelajari oleh peserta.
Meningkatkan daya tarik materi pelajaran dan perhatian peserta belajar.
Meningkatkan sistematika pengajaran (menggunakan transparan, grafik,
kaset video, infocus, dll).
112
d. Waktu pembelajaran, yaitu waktu yang digunakan pengajar dan peserta
belajar dalam menyelesaikan proses pembelajaran.
Waktu pembelajaran orang dewasa yang tidak lama merupakan salah satu ciri
POD. Dengan demikian alokasi waktu untuk masing-masing mata pelajaran
didasarkan pada tujuan pembelajaran tiap-tiap materi. Manfaatnya adalah bagi
para pengajar akan memudahkan untuk menyusun urutan kegiatan ataupun
dalam memilih media pembelajaran.
113
panitia), sarana (misalnya ada media pembelajaran dan fasilitas fisik lainnya),
dan organisasi (misalnya: perubahan jadwal, pergantian fasilitator, dsb).
114
2) Pelatih/ fasilitator dalam menyampaikan informasi dengan baik dan tegas,
serta melibatkan pembelajar dalam setiap kegiatan pembelajaran di kelas
sedini mungkin. Untuk itu dibutuhkan keterampilan fasilitator seperti di
bawah ini:
- Memberikan tanggapan yang memadai
- Membagi perhatian terhadap seluruh pembelajar secara adil
- Menarik perhatian kelompok/ kelas agar terpusat pada pokok bahasan
- Memberi petunjuk yang jelas dan tegas
- Menghindari kesalahan sekecil apapun dalam mengatur kelancaran dan
kecepatan proses pembelajaran
- Menanggapi secara serius terhadap keluhan pembelajar dan gangguan
lain yang berpengaruh pada proses belajar/ kegiatan kelas dengan
melakukan tindakan korektif
- Mengembalikan kondisi belajar yang baik dengan tindakan remedial,
kuratif bahkan represif bila terjadi gangguan yang berlangsung lama atau
ditemukan hal-hal yang secara normatif dianggap menyimpang.
3) Memacu motivasi pembelajar
Motif timbul karena adanya kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan dasar,
kebutuhan akan rasa aman, dan kebutuhan sosial. Ada beberapa cara
memberikan motivasi kepada seseorang antara lain melalui pemberian
imbalah, paksaan/ perintah, perhitungan untung-rugi, atau penghargaan.
Dalam proses pembelajaran, motivasi pembelajar dapat ditumbuhkan melalui
pemenuhan kebutuhan untuk dihormati dan dihargai, kebutuhan untuk diakui
kelompok, sehingga merasa nyaman ketika ikut berpartisipasi.
Demikian juga jika kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi, maka akan
meningkatkan motivasi keterlibatan pembelajar dalam setiap proses
pembelajaran. Rasa aman dapat diperoleh dengan cara memberikan
perlindungan dari ancaman fisik, sosial maupun ancaman terhadap harga diri.
Lakukan motivasi dengan cara yang wajar dan alamiah, tanpa menggunakan
sumber daya yang berlebihan (no extra drive) kecuali jika keadaan memaksa.
115
Demikian juga sebaliknya jika ada pembelajar yang tersinggung karena
umpan balik negatif biasanya akan menyebar dan menjadi masalah kelas
yang sulit dinetralisir. Pemberian umpan balik positif hendaknya dilakukan
secara wajar dan proporsional karena umpan balik positif yang berlebihan
(diobral) justru menjadi negatif karena pembelajar akan menganggap hal yang
lumrah bahkan terkadang menjadi kotra produktif.
Pembelajar merupakan bahan masukan (raw input) yang akan “diolah” agar
menguasai kompetensi seperti yang diharapkan dalam tujuan pelatihan.
Disamping sebagai bahan masukan yang akan diproses, pembelajar juga
sebagai manusia dewasa mempunyai karakteristik tertentu yang harus
dipertimbangkan oleh pihak yang akan “mengolahnya”.
116
termasuk fasilitator. Mereka setara dengan fasilitator dengan asumsi
bahwa mereka datang bukan “tanpa isi”.
b) Orang dewasa memiliki nilai, keyakinan dan pendapat yang terkadang
sulit untuk diubah hanya dalam waktu singkat, tetapi memerlukan waktu
dan mungkin perubahannya dirasakan setelah kembali ke tempat
semula.
c) Orang dewasa mempunyai gaya dan kecepatan belajar tersendiri dan
dapat berubah jika mereka merasakan ada keuntungannya. Untuk itu
pergunakan beberapa strategi dan metode pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristiknya secara rata-rata.
d) Orang dewasa mengaitkan pengetahuan dan informasi yang baru
dengan pengalaman dan informsi terdahulu yang telah berhasil
dikuasainya.
e) Orang dewasa mempunyai ketahanan fisik yang kian menurun, maka
diperlukan interval waktu istirahat meskipun hanya untuk peregangan
selama dua menit melalui gerakan-gerakan sebagai “energizer”.
f) Orang dewasa mempunyai kebanggaan, untuk itu beri dukungan secara
orang per orang karena hilangnya rasa percaya diri dan munculnya ego
yang berlebihan, menjadi risiko pencetus munculnya suasana yang tidak
kondusif di dalam lingkungan kelas yang tidak aman dan kurang
mendukung.
g) Pembelajar tidak akan berani bertanya atau berpartisipasi dalam
pembelajaran jika mereka selalu khawatir diremehkan atau tidak
dihargai. Biarkan mereka menyatakan kebingungan, ketidaktahuan,
ketakutan, dan pendapat berbeda. Akui dan hargai mereka apa adanya
(keberterimaan tanpa syarat).
h) Orang dewasa mempunyai kebutuhan sangat besar untuk mengarahkan
dirinya sendiri, oleh sebab itu libatkan pembelajar dalam proses
pencarian makna (serlf discovery) yang saling menguntungkan kelas.
Hindarkan kegiatan yang hanya merupakan penyampaian pengetahuan
(orasi) atau mengharapkan hasil pemaparan pelatih/ fasilitator mendapat
persetujuan secara bulat.
i) Orang dewasa cenderung belajar dengan berorientasi kepada masalah
yang terkadang hanya bersifat “kasuistik”, maka yang terbaik tekankan
pada mereka bahwa belajar dapat diaplikasikan dalam berbagai format
praktis, baik secara divergen ataupun convergen.
117
j) Orang dewasa pada umumnya ingin segera menerapkan informasi atau
keterampilan baru pada masalah atau situasi terkini, untuk itu perkaya
metode pembelajaran dengan berbagai metoda yang dapat melibat-
aktifkan pembelajar.
118
Semakin tinggi tingkat kecerdasan, kognitif dan bakat cenderung semakin
cepat menangkap/ mencerna materi pembelajaran. Semakin tinggi minat
dan motivasi semakin efektif dalam mengikuti proses pembelajaran.
Faktor lain yang perlu diketahui oleh pelatih/ fasilittor sebagai bagian dari
penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif diantaranya:
Pengalaman individu
Latar belakang pengalaman kerja maupun kompetensi pembelajar perlu
untuk diketahui agar pelatih/ fsilitator dapat memanfaatkannya sebagai
bahan pembanding atau contoh nyata di lapangan.
Penguasan bahasa
Pelatih/ fasilitator perlu mengetahui tingkat penguasaan bahasa para
pembelajar. Hal ini untuk menyesuaikan gaya komunikasi dan istilah-
istilah yang digunakannya dalam proses pembelajaran.
Sosial budaya
Latar belakang sosial budaya pembelajar perlu diketahui karena untuk
menghindari ucapan-ucapan yang dapat mengarah ke hal-hal yang
berbau “sara” yang dapat menyinggung perasaan pembelajar.
119
Lingkungan pembelajaran meliputi berbagai aspek seperti tata letak tempat
duduk, penataan cahaya, penataan suara, dan pengaturan suhu udara yang
masing-masing dapat digambarkan sebagai berikut:
a) Tata letak tempat duduk
Pengaturan tempat duduk dalam kelas mempengaruhi efektivitas proses
pembelajaran. Pengaturan lay out tempat duduk sangat dipengaruhi
oleh metode pembelajaran yang akan digunakan.
Metode pembelajaran yang mengharuskan adanya interaksi antar
pembelajar, lay out tempat duduk perlu diatur agar seluruh pembelajar
saling bertatap muka. Sedangkan metoda pembelajaran yang
mengharuskan adanya gerakan mobilitas pengajar, lay out tempat
duduk perlu diatur agar pembelajar dapat bergerak bebas.
b) Penataan cahaya
Penataan cahaya yang kurang tepat akan dapat melelahkan mata
pembelajar dan menyulitkan pembelajar untuk berkonsentrasi mengikuti
proses pembelajaran.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menata pencahayaan adalah
intensitas dan penyebaran cahaya, untuk itu ruang belajar yang ideal
adalah ruangan yang dilengkapi dengan fasilitas yang dapat diatur
intensitas penyebaran cahaya.
c) Penataan suara
Penataan suara yang tepat adalah tidak terlalu keras, tidak bergaung
tetapi menyebar ke seluruh ruangan secara merata. Untuk ini diperlukan
sound system dengan loudspeaker dengan ukuran kecil tetapi dalam
jumlah banyak menghdap ke segala arah. Volume dan nada/ tone suara
diatur supaya tidak terlalu bass atau treble karena dapat menimbulkan
distorsi konsonan pada penangkapan indera pendengaran.
d) Pengaturan suhu udara
Suhu udara yang ideal dalam ruangan sekitar 24-27 derajat celcius. Jika
suhu udara di kelas kurang dari suhu ideal penggunaan AC perlu
dipertimbangkan agar tercapai suatu ruangan yang ideal.
2. Perkembangan Kelompok
Pengelompokan orang dapat terjadi karena disengaja ataupun karena tanpa
sengaja. Pengelompokan yang disengaja biasanya menggunakan kriteria
tertentu yang sudah dirancang sebelumnya, tetapi pengelompokan yang
120
tidak disengaja biasanya berkaitan dengan adanya kesamaan tujuan
tertentu yang dirasakan oleh anggotanya.
Dalam kegiatan diklat sering terjadi keduanya. Kelompok formal biasanya
dilakukan pengelompokannya oleh pelatih/ fasilitator dengan menggunakan
kriteria/ variabel tertentu sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.
Sedangkan kelompok non formal biasanya terjadi karena adanya kesamaan
tertentu, misalnya merasa satu suku, merasa pernah bersama-sama dalam
satu diklat terdahulu, merasa ada kesamaan hobi dan kesamaan lainnya.
Semua jenis kelompok hampir dipastikan mengalami tahapan
perkembangan yang sama menuju kelompok yang dinamis, hal ini
dikarenakan adanya sifat manusia yang selalu ingin berkembang melalui
berbagai kesempatan. Dalam kaitan ini tugas pelatih/ fasilitator adalah
memfasilitasi terbentuknya kelompok menjadi tim efektif yang berguna untuk
turut berperan menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif.
a. Kelompok (Tim) Efektif
Pengelompokan individu (formal maupun non formal) akan menjadi
efektif jika didalam tim terjadi hal-hal sebagai berikut:
1) Adanya kesamaan maksud/ tujuan dan harapan
2) Adanya kesadaran bahwa mereka adalah satu tim yang senasib-
seperjuangan dan mau saling bekerjasama
3) Adanya kesadaran bahwa setiap anggota mempunyai derajat yang
sama, saling terbuka dan saling mempercayainya
4) Adanya kesaman nilai/ norma hasil kesepakatan bersama
Banyak metoda yang dapat digunakan oleh pelatih/ fasilitator untuk
memfasilitasi agar kelompok menjadi tim yang efektif, diantaranya
melalui kegiatan Out Bound atau Building Learning Commitment.
Kelompok efektif yang telah terbentuk biasanya tidak statis, secara
periodik muncul gejolak-gejolak yang berasal dari adanya beberapa
anggota yang tidak puas dengan keadaan/ situasi yang ada.
Hal seperti ini wajar adanya, karena kelompok yang dinamis selalu
menuntut adanya perubahan-perubahan menuju yang lebih baik. Hal
inilah yang dinamakan sebagai perkembangan kelompok yang oleh para
ahli diidentifikasi dalam satu siklus tahapan perkembangan yang terdiri
dari empat tahapan.
121
Kelompok yang dinamis selalu terjadi siklus perkembangan dengan
empat tahapan sebagai berikut:
1) Tahap Forming
Tahap ini setiap anggota kelompok berhubungan secara formal,
masing-masing masih saling observasi, dan melempar ide/ pendapat
ke forum kelompok. Ide/ pendapat terus bermunculan. Pada tahap
ini peranan pelatih/ fasilitator memberikan rangsangan agar seluruh
anggota kelompok berperan serta dan memunculkan ide/ pendapat
yang bervariasi.
2) Tahap Storming
Pada tahap ini mulai terjadi debat yang makin lama suasananya
makin “memanas” karena ide/ pendapat yang dilemparkan mendapat
tanggapan yang saling mempertahankan ide/ pendapatnya masing-
masing.
Peran pelatih/ fasilitator pada tahapan ini memberikan rangsangan
pada individu yang kurang terlibat agar ikut aktif terlibat menanggapi
atau mempertahankannya. Pada tahap ini pula pelatih/ fasilitator
hendaknya secara samar (tidak terbuka) mempertahankan keutuhan
kelompok.
Sesaat berikutnya biasanya mulai terjadi “koagulasi” dari beberapa
ide/ pendapat yang menyatu sehingga terbentuk beberapa sub
kelompok dengan ide/ pendapat sudah mulai mengerucut.
Peran pelatih/ fasilitator pada tahapan ini secara samar
mempertajam “kerucut” ide/ pendapat agar diterima oleh semua
anggota tanpa melakukan voting.
3) Tahap Norming
Tahap selanjutnya suasana tegang sudah mulai reda karena
kelompok sudah setuju dengan klarifikasi yang dibuat dan adanya
kesamaan persepsi. Masing-masing anggota kelompok mulai
menyadari dan muncul rasa mau menerima ide/ pendapat orang lain
demi kepentingan kelompok. Tahapan inilah sebenarnya telah
terbentuk “norma” baru yang disepakati kelompok.
Peranan pelatih/ fasilitator pada tahap ini membulatkan ide/
pendapat yang telah disepakati kelompok menjadi ide/ pendapat
kelompok.
4) Tahap Performing
122
Pada tahap ini kelompok menjadi kompak, diliputi suasana kerja
yang harmonis sesuai dengan norma baru yang telah disepakati
bersama untuk menyelesaikan tugas sebaik-baiknya.
Peranan pelatih/ fasilitator pada tahapan ini memacu kelompok
agar masing-masing individu berperan serta dalam setiap proses
kerja kelompok dengan tetap pada jalur norma yang telah
disepakati bersama.
123
3. Kondisi dan Situasi Belajar yang Berpusat pada Pembelajar
Salah satu komponen penting dalam upaya penciptaan iklim pembelajaran yang
kondusif adalah rancangan pembelajaran (learner centered). Disain pembelajaran
seperti ini menempatkan pembelajar pada posisi utama yang harus dilayani atau
difasilitasi dan diarahkan untuk memenuhi harapan/ keinginan dan kebutuhan
belajar para pembelajar, bukan untuk mengajarkan apa yang diketahui pelatih/
fasilitator ataupun keahlian apa yang diberikan penyaji untuk memecahkan suatu
masalah.
Untuk dapat memenuhi disain pembelajaran seperti di atas, seorang pelatih/
fasilitator harus mampu menciptakan kondisi-kondisi tertentu dan situasi belajar
yang berpusat pada pembelajar.
Salah satu bentuk conditioning yang perlu dilakukan oleh seorang pelatih/
fasilitator adalah penyiapan bahan pembelajaran (learning material) yang
124
disesuaikan dengan karakteristik pembelajar.Bahan ajar yang sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik pembelajar akan dapat memotivasi untuk
memberikan respon dalam bentuk keterlibatan aktif pada proses pembelajaran.
Menurut teori “Asosiasi” perilaku pembelajar akan berubah mengikutinya jika
bahan pembelajaran berhubungan erat dengan tugas dan kondisi mereka.
Oleh karena itu bahan pembelajaran dan contoh yang ditampilkan sebanyak
mungkin identik atau menyerupai tugas kesehariannya. Jika kondisi seperti
tersebut di atas dapat diwujudkan, niscaya iklim pembelajaran yang kondusif
dengan mudah dapat tercapai.
125
f. Reflecting, merefleksikan kembali tentang apa-apa yang telah didapat pada
proses pembelajaran terdahulu dan bagaimana mempelajarinya.
4. Jurnal Pembelajaran
Pembuatan jurnal pembelajaran merupakan salah satu unsur penunjang dalam
penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif, karena melalui jurnal pembelajar,
pembelajar secara individual dapat mengekspresikan/ merefleksikan perasaan dan
tanggapannya terhadap materi, proses dan pengalaman belajar yang telah didapat
hari demi hari.
Demikian juga bagi pelatih/ fasilitator, jurnal pembelajaran berguna sebagai cermin
umpan balik tentang respon pembelajar baik secara individual maupun rata-rata
kelas terhadap materi, proses dan pengalaman belajar yang telah dialami
pembelajar dari hari ke hari.
a. Pengertian
Jurnal pembelajaran merupakan sebuah refleksi berupa ungkapan yang tulus
dari setiap pembelajar terhadap materi, proses pembelajaran, dan pengalaman
belajar yang muncul setelah sehari berproses. Isi jurnal dapat berupa hal-hal
sebagai berikut:
1) Apa saja yang telah dipelajari sepanjang hari
2) Bagaimana proses pembelajaran yang telah terjadi
3) Bagaimana perasaan yang muncul setelah mendapat pengalaman
pembelajaran dalam kurun waktu sehari
4) Apa manfaat yang telah dirasakan oleh pembelajar terhadap pembahasan
materi, proses pembelajaran dan pengalaman belajar yang telah dialami.
126
Perlu ditekankan bahwa jurnal bukan “resume” dari sebuah materi yang telah
dipelajari, tetapi merupakan ungkapan diri/ refleksi setiap individu secara tulus
terhadap pengalaman/ dampak pembelajaran materi (substansi) maupun
proses yang terjadi.
c. Manfaat Jurnal Pembelajaran
Jurnal bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam kegiatan
pembelajaran, paling tidak bagi pembelajar dan fasilitator.
127
dan alat bantu yang sesuai guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditentukan.
Ada beberapa pengertian tentang SAP tersebut, antara lain:
1) SAP merupakan suatu uraian rinci tentang langkah-langkah proses transfer
suatu mata ajaran atau materi latihan untuk bidang kemampuan tertentu,
yang akan dipaparkan atau dilatihkan kepada peserta, dalam kegiatan
pembelajaran.
2) SAP merupakan rencana pelaksanaan proses pembelajaran mata diklat
yang dibuat oleh pelatih. Dengan tersedianya SAP, pelatih akan
memperoleh arah dalam memaparkan materi diklatnya.
3) SAP adalah proses merancang kegiatan pembelajaran dengan langkah-
langkah yang tertata, tepat dan logis guna mencapai tujuan pembelajaran.
b. Manfaat SAP
Manfaat penyusunan SAP dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan
oleh setiap fasilitator antara lain:
1) Menjadi instrument pengendalian dan pembinaan terhadap fasilitator dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran.
2) Fasilitator dan peserta dapat mengetahui proses pembelajaran yang akan
berlangsung dan metoda-metoda untuk mencapai tujuan materi tersebut.
c. Tujuan SAP
Sebagai pedoman dan arah bagi fasilitator dalam melaksanakan proses
kegiatan pembelajaran.
128
9) Lembar tugas : petunjuk penugasan
10) Kegiatan pembelajaran : pembukaan, inti, penutup
11) Rujukan : buku yang digunakan sebagai referensi/
kepustakaan
12) Evaluasi : nilai evaluasi
Komponen-komponen yang lain seperti Pokok/ Sub Pokok bahasan, waktu dan
tempat bukan tidak penting akan tetapi cara penulisannya lebih bervariasi
tergantung tujuan dan kebutuhan peserta.
1) Tujuan Pembelajaran
a) Tujuan Pembelajaran Umum
Menggambarkan kompetensi atau kemampuan/ kecakapan umum/
keterampilan tertentu yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta
setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran satu mata diklat/ materi.
Rumusan TPU yang baik harus memenuhi kriteria antara lain, sebagai
berikut:
Merupakan kompetensi umum dari suatu kemampuan tertentu (TPU
merupakan gabungan dari beberapa kompetensi khusus).
Terdiri dari kata kerja operasional (=hasilnya dapat diukur dan diamati)
yang diikuti kata benda (obyek= keterangan dari perilaku yang akan
dicapai), sehingga rumusan TPU menjadi rasional.
129
Rumusan TPK memerlukan kriteria, bahwa kompetensi yang harus
dicapai harus berorientasi pada peserta dan dapat diukur. Mengingat
yang menjadi subyek aktif proses diklat adalah peserta.
Rumusan TPK harus mengandung komponen A, B, C, dan D, yang
berarti: ^Audience (peserta) harus dapat mengerjakan atau
berpenampilan seperti yang dinyatakan dalam TPK, ^Behaviour
(perilaku) peserta setelah kegiatan pembelajaran, ^Condition
(persyaratan) yang harus dipenuhi pada saat peserta menampilkan
perilaku setelah selesai kegiatan pembelajaran. ^Degree (tingkat
keberhasilan) peserta setalah selesai kegiatan pembelajaran.
Contoh TPK:
Peserta (Audience) dapat melaksanakan asuhan keperawatan
eklampsia (Behaviour) pada pasien eklampsia (Condition) sesuai
dengan standar pelayanan (Degree).
2) Metode pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan dalam suatu pelatihan sangat
tergantung dari tujuan kompetensi yang ingin dicapai. Walaupun hampir sama
tujuannya, tetapi dengan audience yang berbeda mungkin metode yang dipilih
tidak persis sama.
Dalam setiap kegiatan pelatihan mungkin akan bervariasi metodanya, selain
materi dan peserta juga sangat tergantung pada waktu, alat yang tersedia,
lokasi pembelajaran, fasilitator, dan sebagainya.
130
Pemilihan alat bantu pembelajaran, didasarkan atau sesuai tujuan dan
metoda pembelajaran yang akan dilaksanakan. Alat bantu pembelajaran
yang akan digunakan dalam proses pembelajaran HARUS ditulis secara
jelas dan rinci, agar tidak menimbulkan kesulitan pada saat kegiatan
tengah berlangsung.
4) Kegiatan pembelajaran
Penyusunan kegiatan pembelajaran harus berfokus kepada peserta yang
diposisikan sebagai subyek, diikuti dengan bentuk kegiatan yang harus
dilakukannya (behaviuor).
Setiap langkah kegiatan pembelajaran harus ditulis secara berurutan
(sequencing) mulai dari awal s/d akhir, juga disesuaikan dengan Pokok dan
Sub Pokok Bahasan yang tertera dalam GBPP.
3. Penyusunan SAP
Praktek Menyusun SAP
Masing-masing peserta menyusun SAP. Bahan penyusunan SAP diambil dari
Materi Inti yang akan dipresentasikan pada saat Micro Facilitating.
Apa yang tersirat dalam benak Anda membaca kata bijak di atas? Setujukah
Anda bila kata-kata bijak di atas memberikan pemahaman kepada kita
bagaimana metode yang baik dalam proses pembelajaran? Lalu apa
sebenarnya yang dimaksud dengan metode?
131
Metode adalah cara/ teknik untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan
Drs. Sulchan Yasyin dalam buku Kamus Umum Bahasa Indonesia yang
dimaksud dengan metode adalah: “Cara yang tersusun dan teratur untuk
mencapai tujuan khususnya dalam hal ilmu pengetahuan”. Sedangkan yang
dimaksud dengan belajar antara lain dikutipkan sebagai berikut:
1) Belajar adalah suatu perubahan-perubahan perbuatan sebagai akibat dari
mengalami (Walker, EL)
2) Belajar adalah mengubah perbuatan yaitu keterampilan dan pengetahuan
dimana hasil belajar ini dapat benar atau salah (Sorensen, H)
3) Belajar adalah kemampuan untuk menggantikan perilaku-perilaku yang
buruk menjadi baik melalui proses belajar (Leagans, JP)
4) Belajar adalah sebuah proses perbaikan-perbaikan pengetahuan dan
keterampilan dengan cara mengalami sendiri (Burtona dan H. William)
5) Belajar adalah proses aktif yang menghasilkan perubahan perilaku baik
pengetahuan, keterampilan dan perasan (Cyril O. Houle).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan belajar akan efektif apabila
melalui suatu proses. Sebab pada dasarnya inti dari proses belajar adalah
perubahan pada diri individu dalam aspek-aspek pengetahuan, sikap, perilaku
serta keterampilan dan kebisaan sebagai produk dan interaksinya dengan
lingkungan sebagai sumber belajar. Dengan perkataan lain proses belajar akan
terjadi karena ada interaksi antara individu dengan lingkungan belajar baik
disengaja maupun tidak.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kolb (1986) yang mengatakan bahwa belajar
adalah proses membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman.
Oleh karena itu agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan
efektif apabila dalam proses pembelajaran melibatkan peran aktif peserta diklat
dalam proses pembelajaran. Sedangkan pelatih hanya berperan sebagai
fasilitator, nara sumber atau manajer kelas yang bertindak secara demokratis.
Berkaitan dengan hal tersebut maka peranan pelatih/ fasilitator dalam pemilihan
metode pembelajaran sangat diperlukan agar terjadi proses pembelajaran yang
kondusif dan melibatkan peran serta peserta diklat secara efektif.
132
selanjutnya akan dibahas jenis/ ragam metode pembelajaran secara rinci dan
sistematis.
133
Misalnya dengan ragam metode curah pendapat, peserta dapat
menggunakan ide dan pengalamannya tanpa merasa ditertawakan oleh
peserta diklat yang lain. Dengan diskusi kelompok, pesert diklat akan
menggunakan pengalaman-pengalaman dirinya secara efektif. Pengalaman
tersebut merupakan sumber belajar.
4) Terjadi kemitraan antara pelatih dan peserta
Azas utama pendekatan Quantum Teraching adalah:
“Bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia
mereka” (Bobbi De Porter, Mark Reardon, Dhan Sarah Singer Nourie,
Quantum Teaching, Kaifa, 2001).
Azas ini menekankan pentingnya menjalin kemitraan diantara pelatih
dengan peserta diklat. Salah satu media dalam rangka menjalin kemitraan
tersebut adalah dengan menggunakan metode tertentu yang efektif dan
efisien.
Sebagai contoh dalam ragam metode simulasi ada sebagian peserta diklat
yang diberi peran sebagai simulator, sebagai pengamat dan sebagai
narasumber. Peran-peran tersebut akan lebih menjalin kemitraan antara
pelatih dengan peserta diklat karena tidak ada jurang pemisah antara
peserta diklat dengan pelatih.
5) Mempermudah dalam menyerap informasi
Proses belajar sebagai aktivitas berpikir berjalan lancar apabila diperoleh
pemahaman dari materi yang dipelajari, sebaliknya aktivitas otak untuk
berpikir akan pusing atau letih manakala tidak memperoleh sesuatu yang
dipelajari.
Untuk itu diperlukan suatu usaha agar peserta dapat dengan mudah
menyerap informasi yang telah disajikan oleh pelatih maupun oleh sesama
peserta diklat sebagai sumber belajar. Hal ini akan tercapai dengan
pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan informasi yang akan
disampaikan. Apakah informasi tersebut masih baru, berupa peraturan,
informasi yang sederhana atau yang ruwet.
6) Menimbulkan perasaan “fun” bagi peserta diklat yang akan berdampak
terhadap motivasi mengikuti diklat meningkat.
Setiap hari otak manusia dibanjiri dengan bermacam informasi yang
mengharuskan otak untuk meresponnya. Otak akan merespon dengan baik
apabila struktur bagian bawah terpelihara dengan baik (Gordon Dryden dan
134
DR Jeannete Vos, The Learning Revolution, Kaifa, 2001). Untuk itu maka
perlu diciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Hal ini akan mempermudah peserta dalam menyerap informasi karena
lapisan otak bagian bawah dapat berfungsi dengan baik. Hal ini akan
tercapai apabila didukung oleh penggunaan ragam metode.
Latihan
Latihan dipandu oleh pelatih/fasilitator dengan mengacu pada hal-
hal sebagai berikut:
Rangkuman
Metode adalah cara/ teknik untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Sedangkan menurut Drs. Sulchan Yasyin, dalam bukunya Kamus Umum
Bahasa Indonesia, metode adalah: “Cara yang tersusun dan teratur untuk
mencapai tujuan, khususnya dalam hal ilmu pengetahuan”. Sedangkan
belajar adalah suatu perubahan-perubahan perbuatan sebagai akibat dari
mengalami (Walkes EL).
135
Proses belajar adalah usaha aktif seseorang yang dilakukan secara sadar
atau tidak untuk mengubah perbuatannya, perilakunya atau kemampuannya
baik pengetahuan, keterampilan maupun perasaan dimana hasilnya bisa
benar ataupun salah (Soedianto Padmowihardjo, Psikologi Belajar
Mengajar).
Dengan demikian yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah
cara/ teknik yang dipergunakan oleh pelatih/ fasilitator dalam proses
pembelajaran agar tercapai tujuan instruksional yang diharapkan
(A.Muthanis, Metodologi pengajaran, Nasco, IKIP Jakarta, 1999).
Kesimpulan
Manfaat metode pembelajaran dalam proses pembelajaran adalah:
Membantu pelatih dalam proses pembelajaran dalam tujuan mencapai tujuan
pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus;
Menghilangkan dinding pemisah antara pelatih dan peserta;
Menggali dan memanfaatkan potensi peserta diklat;
Terjadi kemitraan antara pelatih dan peserta;
Mempermudah peserta dalam menyerap informasi;
Menimbulkan perasaan “fun” bagi peserta diklat yang akan berdampak
kepada motivasi mengikuti diklat meningkat.
137
dalam setiap penggunaan metode yang lain perlu dikombinasikan dengan
metode ceramah, meskipun hanya ceramah singkat.
Metode kuliah atau akrab disebut dengan metode ceramah adalah metode
pelatihan yang memberikan informasi pada sejumlah pendengar pada suatu
kesempatan. Metode ini lebih menitikberatkan pada kemampuan individual
untuk mengolah informasi yang diberikan.
1) Kegunaan
Untuk menyajikan pengetahuan, pengalaman dan pandangan.
Untuk pendengar terbatas atau sebaliknya.
Supaya pendengar berpartisipasi, kuliah perlu diikuti dengan tanya
jawab.
2) Keuntungan
Mencakup banyak pendengar.
Bila disiapkan dapat mendorong diskusi dalam kelompok.
Tidak banyak memerlukan peralatan.
Membicarakan yang baik dapat membangkitkan perhatian orang
banyak.
Penyaji bisa tepat waktu.
3) Kelemahan
Tidak mendorong seseorang untuk mengingat semua materi.
Penilaian terbatas pada kemampuan pendengar.
Partisipasi pendengar terbatas.
Tidak ada keseimbangan berpikir antara pembicara dan pendengar
(baca: peserta diklat), misalnya perbedaan waktu mengakibatkan
pendengar melamun.
4) Dalam menggunakan metode kuliah diupayakan:
Pendekatan yang positif (manfaatkan informasi yang diberikan).
Memusatkan perhatian pada topik yang dibicarakan.
Membiasakan diri mendengarkan secara efektif.
Jangan memberi tanggapan pada kata-kata pembicara yang emosional.
Jangan mengevaluasi sebelum mengerti pada hal-hal yang disajikan.
5) Tahapan pelaksanaan dan peranan pelatih/ fasilitator
Tahap persiapan:
Pelatih mempersiapkan Rencana Pembelajaran (RP) atau Satuan Acara
Pembelajaran (SAP), transparency (selayang pandang) sesuai dengan
138
materi yang diberikan atau dengan menggunakan alat bantu yang lain
seperti flip chart, tabel, gambar, peta dan lain sebagainya.
Tahap pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut:
- Cek semua media yang diperlukan.
- Jelaskan materi yang akan dibahas dan kaitannya dengan tugas dan
fungsi bagi peserta serta manfaatnya bagi peserta diklat.
- Jelaskan tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.
- Jelaskan pokok bahasan dan sub pokok bahasan.
- Adakan pre test untuk mengetahui kemampuan awal peserta (kegiatan
ini dapat dilaksanakan dengan tanya jawab.
- Mulailah dengan ceramah per-pokok bahasan dan sub pokok
bahasan.
- Adakan tanya jawab untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta
diklat.
- Akhiri sesi dengan mengkaitkan pada materi berikutnya dan apa
relevansinya dengan pokok sajian yang baru saja di bahas.
b. Metode demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara mengajar dimana seorang pelatih aatau tim
pelatih menujukkan, memperlihatkan suatu proses (Roestiah N.K, Dra.,
Strategi Belajar Mengajar). Misalnya dalam proses pembelajaran “Ragam
Metode Pembelajaran”, pelatih memperagakan teknik mengajar yang efektif.
Dalam hal ini seluruh peserta diklat dapat melihat, mendengar, dan
mengamati, mungkin nanti juga mempraktekkan.
Metode demonstrasi menekankan pada penjelasan dan hasil kerja yang
ditunjukkan oleh pelatih sebagai contoh konkrit sehingga masalah mudah
dipahami atau dihayati.
1) Kegunaan
Pelatihan peningkatan keterampilan, dipakai sebagai sarana yang efektif
pada olah karya mengenai hak azasi manusia. Metode ini untuk mata
ajaran yang sifatnya akademis banyak menunjang.
139
Penggunaan metode ini bertujuan agar peserta mampu memahami
tentang keterampilan tertentu dalam hal mengatur atau menyusun
sesuatu.
2) Keuntungan dan Kelemahan
Keuntungan metode ini adalah:
Lebih menimbulkan minat.
Menjelaskan prinsip-prinsip dan prosedur yang masih kabur dan belum
dipahami.
Cara yang terbaik untuk mengajarkan keterampilan tertentu.
Adapun kelemahan metode ini adalah:
Membutuhkan waktu persiapan.
Peralatan mungkin mahal.
Sering dilakukan oleh kelompok kecil atau terbatas.
3) Tahapan pelaksanaan
Tahap perencanaan:
- Menentukan sasaran (objective).
- Membuat Satuan Acara Pembelajaran (SAP).
- Memilih bentuk demonstrasi.
- Memilih dan mengumpulkan peralatan yang tepat.
- Mencoba peralatan yang akan dipakai.
- Apakah tersedia waktu yang cukup untuk menerapkan pendekatan
ini?
Pelaksanaan:
- Usahakan semua peserta dapat melihat.
- Setiap tahap perlu dijelaskan.
- Memberi kesempatan bertanya, diskusi dan praktik.
- Adakan evaluasi apakah demonstrasi yang dilakukan berhasil atau
tidak, bila memungkinkan demonstrasi dapat diulang lagi.
4) Peranan pelatih/ fasilitator.
Perencanaan proses pembelajaran yang dituangkan dalam SAP dalam
hal ini harus dapat merencanakan apakah waktu yang dialokasikan
sesuai dengan kebutuhan? Apakah penggunaan metode ini sudah tepat
dengan kondisi peserta diklat?
Merencanakan sarana dan prasarana yang diperlukan serta sistem
evaluasi yang akan dilaksanakan. Dalam proses pembelajaran, pelatih
sebagai pemandu, pembimbing dan memotivasi peserta diklat agar mau
140
berperan serta dalam proses pembelajaran. Disamping itu apabila tidak
ada narasumber, pelatih berperan sebagai narasumber.
141
Latar belakang serta cara pembahasannya. Kepada peserta diberi
kesempatan untuk bertanya kalau ada yang belum jelas, sebelum
kegiatan berikutnya dimulai.
Setiap peserta diminta untuk memilih pasangannya (duet) dengan siapa
ingin membahas masalah tersebut, atau bisa juga tiga orang (trio).
Mereka bebas memilih pasangannya, seringkali untuk praktisnya,
pasangannya adalah teman di sebelah menyebelah.
Dengan suara yang biasa kalau mereka berbicara, tanpa harus berbisik-
bisik. Secara serentak semua kelompok duet atau trio, berdiskusi
membahas masalah. Ada baiknya satu dua orang dari peserta diminta
menjadi pengamat dan mendengarkan suara yang ditimbulkan oleh
kelompok diskusi secara keseluruhan. Pada saat ini ada baiknya bila
pelatih merekam dengan tape recorder dan memperdengarkan kembali
suara mereka pada saat pembahasan.
Pembahasan hasil kelompok kecil. Hasil pembahasan dalam kelompok
duet atau trio dikemukakan secara lisan atau tulisan di flip chart/papan
tulis dan kemudian dibahas satu per satu.
Pada akhirnya kegiatan peserta yang ditugasi melakukan pengamatan
diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil pengamatannya terutama
mengenai proses kegiatan buzz group. Pelatih memberikan komentarnya
sambil memperdengarkan kembali hasil rekamannya.
d. Metode Diskusi
Diskusi berasal dari bahasa Latin discutio atau discussum yakni “kurang lebih
sama dengan bertukar pikiran” atau membahas sesuatu masalah dengan
mengemukakan dasar alasannya untuk mencari jalan keluar sebaik-baiknya.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa diskusi merupakan ajang bertukar
pikiran diantara sejumlah orang, membahas masalah tertentu yang
dilaksanakan dengan teratur, dan bertujuan untuk memecahkan masalah
secara bersama (A. Mangunhardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya).
Metode ini dipakai dalam latihan yang melibatkan partisipasi aktif, tukar
pengalaman dan pendapat peserta diklat. Untuk kegiatan ini anggota kelompok
yang ideal adalah 7 sampai 9 orang.
1) Metode ini digunakan untuk:
Menggali pengalaman, ide-ide selama dalam pelatihan.
Anggota kelompok saling tukar pikiran.
Belajar dengan caranya sendiri berpartisipasi dalam grup.
142
Pengembangan diri melalui kerjasama yang terkoordinasi.
2) Adapun keuntungan metode ini adalah:
Anggota kelompok berpartisipasi aktif.
Mengembangkan tanggung jawab perorangan atau individu.
Mengukur konsep, ide, dapat diakui kebenarannya dan dapat diterapkan.
Mengembangkan percaya diri dalam menyajikan pendapat, ide dan
konsep.
Ide berkembang, terbuka dan terarah.
Memperoleh banyak informasi.
Aplikasi hasil diskusi mantap karena ide yang dikemukakan adalah yang
alami.
3) Adapun kelemahannya adalah:
Memakan waktu terlalu banyak.
Dapat menimbulkan frustrasi karena anggota kelompok ingin segera
melihat hasil nyata.
Perlu persiapan matang sebelum diskusi.
Perlu waktu untuk anggota kelompok pemalu, dan anggota kelompok
yang otokratif untuk belajar bersikap demokratis.
Berikut ini disajikan peran yang dimainkan oleh anggota kelompok diskusi,
baik sebagai pemimpin maupun anggota diskusi sebagai berikut:
1) Pemimpin diskusi:
Persiapan memimpin diskusi:
Menentukan sasaran diskusi (objective).
Menjelaskan topik dengan singkat dan jelas.
Mempertimbangkan kebutuhan kelompok.
Mempersiapkan garis besar daripada diskusi.
Menyiapkan segala sesuatunya yang berkaitan dengan proses diskusi.
Cara memimpin diskusi:
Memulai diskusi (tepat waktu).
Memberikan pengarahan.
Memimpin diskusi.
Membuat ringkasan.
Persyaratan yang harus dimiliki oleh pemimpin diskusi antaa lain:
Memahami topik yang dibahas.
Mengatur waktu secara fleksibel.
143
Mengembangkan pertanyaan penting sehingga mendorong anggota
kelompok untuk bertukar pikiran.
Menjelaskan sasaran diskusi.
Menyiapkan ringkasan, pokok pikiran dalam garis besar yang dibagikan
sebelum atau saat diskusi.
Menunjukkan narasumber.
2) Anggota Kelompok:
Memberikan sumbangan pemikiran secara efektif.
Bersifat konstruktif dalam diskusi.
Hadir pada waktunya dan memanfaatkan waktu.
Memperhatikan ide-ide, sumbangan pemikiran anggota lainnya.
Meminta penjelasan, mencegah kesalahpahaman.
144
Metode ini mengundang semua peserta berperan aktif untuk berpartisipasi
secara optimal. Kapan metode ini digunakan?
1) Metode ini digunakan untuk:
Membangkitkan pikiran kreatif
Merangsang partisipasi aktif
Pada waktu mencari kemungkinan pemecahan masalah
Membangkitkan pendapat baru
Menciptakan suasana yang menyenangkan kelompok.
2) Adapun keuntungan metode ini adalah:
Timbul pendapat baru yang merangsang semua anggota untuk
mengambil bagian
Menghasilkan reaksi berantai dan pendapat
Tidak menyita waktu
Dapat dipakai dalam kelompok besar maupun kecil
Tidak perlu pimpinan yang terlalu hebat
Hanya sedikit pengalaman yang diperlukan.
3) Sedangkan kelemahan metode ini adalah:
Mudah terlepas dari kontrol
Dilanjutkan dengan evaluasi jika diharapkan efektif
Mungkin sulit membuat anggota tahu bahwa segala pendapat dapat
diterima
Anggota cenderung untuk mengadakan evaluasi segera setelah satu
pendapat diajukan.
4) Langkah-langkah pelaksanaan metode ini:
Pemberian informasi dan motivasi
Identifikasi
Klasifikasi
Verifikasi
Konklusi/kesepakatan.
145
Sementara ahli lain mengatakan bahwa studi kasus digunakan dalam latihan
yang bertujuan pengembangan pengetahuan dan sikap, sebagai landasan
diskusi, analisis dan pengembangan persoalan. Disamping itu studi kasus
dalam proses pembelajaran adalah untuk menyajikan penjelasan berbagai
prinsip dan aplikasi prinsip tersebut ke dalam situasi tertentu, sehingga pada
gilirannya peserta diklat akan mampu memecahkan masalah dalam situasi
yang sama secara lebih baik.
146
Nama-nama orang yang terlibat disamarkan atau dirahasiakan.
Pelatih memberi tugas kepada peserta sebagai berikut
Menyarankan pemecahan terbaik berdasarkan fakta yang diberikan
Mengajukan usul pemecahan disertai alasannya dan didiskusikan dengan
peserta lain tentang mengapa dan bagaimana sampai pada keputusan
tersebut.
Berbagi pengalaman diantara peserta untuk sampai pada kesepakatan
tentang pemecahan terbaik
Setelah diskusi kasus selesai, maka fasilitator mengarahkan pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut:
Apa yang sedang terjadi
Apa benar ada masalah
Apa yang menjadi masalah
Apa penyebab masalah
Membahas sebab-sebab terjadinya masalah
Bahan utama yang menjadi pembicaraan
Mengapa bahan-bahan penting
Tujuan yang ingin dicapai
Apa yang harus dikerjakan
Jalur tindakan apa
Realisasi pemecahan
Akibat yang mungkin terjadi dari pemecahan tersebut.
147
peran adalah simulasi atau tiruan dari perilaku orang yang diperankan
(Hidayat, Z.A dan Muhidin T.S, 1980).
Di dalam dunia pendidikan dan pelatihan, bermain peran (role play) digunakan
sebagai salah satu metode pembelajaran di hampir semua jenjang pendidikan
dan pelatihan. Role play merupakan metode pelatihan untuk menetapkan
seseorang pada situasi tertentu, seolah-olah menggambarkan situasi
sebenarnya melalui penokohan meleburkan dirinya, mengekspresikan sikap-
sikap, tindakan-tindakan yang mereka percaya pada situasi itu. Dengan
metode ini peserta yang ditunjuk akan dengan sukarela memainkan peran
tersebut, pemain akan memperoleh prestasi pemandangan baru, dan
mengalami prasangka-prasangka.
1) Keuntungan metode bermain peran:
Mendorong keterlibatan yang mendalam
Membangkitkan pengertian, prasangka dan persepsi
Memusatkan perhatian pada aspek tertentu yang dikehendaki.
2) Kelemahan metode bermain peran:
Keengganan melakukan peran atau tidak menghayati
Kurang realistis
Dianggap dialog biasa
Kurang memperhatikan peran sendiri dan lebih condong memperhatikan
peran orang lain.
3) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bermain peran adalah sebagai
berikut:
Identifikasi masalah yang diperankan harus jelas
Peserta harus mampu memahami perannya dan memahami skenario
yang telah diberikan
Harus disadari adanya kebebasan mengemukakan perasaan secara
wajar
Dijelaskan kelebihan metode role play dibandingkan metode lain guna
menelaah masalah yang dihadapi.
4) Berbicara tentang metode ini, maka dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu:
Telah tersusun (structured role playing)
Secara spontan (spontaneous role playing)
5) Disamping itu dibedakan antara single role play dengan multi role play.
Metode ini memungkinkan untuk:
148
Belajar dengan berbuat
Belajar dengan peniruan
Belajar melalui pengamatan dan umpan balik
Belajar melalui penganalisaan
6) Teknik menerapkan metode bermain peran:
Berikut ini disajikan beberapa langkah-langkah dalam pelaksanaan
penerapan metode bermain peran, sebagai berikut:
Persiapan:
Dalam tahap ini hal-hal yang harus dipersiapkan oleh pelatih adalah memilih
situasi/ topik, mempersiapkan peralatan yang diperlukan sesuai dengan
situasi yang akan diperankan, menyiapkan lembar observasi, menentukan
pemeran-pemeran, serta memberikan arahan skenario bagi para pemain.
Pelaksanaan:
Dalam tahap pelaksanaan bermain peran, pelatih berfungsi sebagai
pengamat dan memberikan catatan-catatan sebagai bahan proses
pembelajaran.
Setelah kegiatan main peran selesai, maka pelatih memproses kegiatan
dengan menggunakan pendekatan “AKOSA”. Antara lain dengan
mengajukan pertanyaan:
- Apa yang sudah dialami?
- Bagaimana perasaannya?
- Apa yang sedang terjadi?
- Bagaimana perasaan pemain?
- Mengapa demikian?
- Apa yang telah diamati oleh para pengamat?
- Manfaat apa yang diperoleh dari kegiatan bermain peran tersebut?
7) Penutup
Dalam kegiatan ini dapat diisi dengan evaluasi yang berkaitan dengan proses
bermain peran yang mengacu pada hasil observasi pengamat. Disamping itu
juga merefleksikan pengalaman/ penghayatan terhadap peran yang sedang
dimainkan.
8) Review
Dalam kegiatan ini diisi dengan penjelasan contoh-contoh berkaitan dengan
aplikasinya dalam kehidupan nyata berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari.
Disamping itu pelatih menggali manfaat dari main peran tersebut dikaitkan
dengan kehidupan sehari-hari. Di dalam kegiatan ini juga perlu dikaitkan
dengan teori-teori yang telah dipersiapkan oleh pelatih.
149
h. Metode Simulasi
Kata “simulasi” berasal dari bahasa Inggris “simulation” yang berarti “pekerjaan
tiruan atau meniru”.
Sebagai contoh simulasi tentang mengemudikan taksi, simulasi tentang
penggunaan IUD dan lain sebagainya.
Dalam kegiatan proses pembelajaran, kata “simulasi” merupakan suatu metode
pembelajaran.
Kegiatan simulasi diartikan sebagai kegiatan pembelajaran yang memberikan
kesempatan kepada peserta untuk menirukan suatu kegiatan atau pekerjaan yang
dituntut dalam kehidupan sehari-hari atau yang berkaitan dengan tugas-tugas
yang menjadi tanggung jawabnya. Misalnya simulasi penanggulangan bahaya
banjir, simulasi sebagai dokter, simulasi sebagai seorang pemimpin, dan lain
sebagainya.
Metode simulasi merupakan modifikasi dari metode main peran. Pada metode ini
peserta diminta untuk memainkan peran tertentu dan diminta untuk
memerankannya. Namun untuk itu mereka diberi petunjuk secara garis besar saja.
Sedangkan dalam peragaan para peserta diberi kebebasan luas untuk
mengembangkan kreativitas dan imajinasi mereka, agar latihan lebih realistis.
Metode ini menampilkan simbol-simbol atau peralatan-peralatan yang
menggantikan proses, kejadian atau benda yang sebenarnya. Metode ini juga
digunakan apabila kondisi aslinya tidak dapat dihadirkan. Metode ini sangat cocok
untuk hal-hal yang sifatnya keterampilan. Bedanya dengan main peran adalah
terletak pada pemakaian metode ini.
Oleh karenanya metode ini cocok untuk semua tahapan pembelajaran, pelatihan
magang klasikal, memberikan kejadian-kejadian yang analogis, memungkinkan
praktek dengan risiko kecil. Topik-topik yang disajikan dalam metode ini
diantaranya adalah topik yang berkaitan dengan keterampilan intelektual,
psikomotorik dan sosial yang relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.
1) Kegunaan:
Metode ini digunakan apabila:
Situasi yang sebenarnya tidak dapat dihadirkan karena seuatu alasan
tertentu seperti alasan administrasi serta alasan lain
Tujuan pembelajaran lebih menitikberatkan pada aspek keterampilan
Memberikan pengalaman kepada peserta diklat agar mengalami dalam
proses pembelajaran, sehingga akan lebih mengefektifkan dalam proses
pembelajaran
150
Apabila ingin membangkitkan motivasi peserta diklat.
2) Keuntungan:
Menurut Dra. Roesiyah N.K dalam bukunya Strategi Mengajar (dengan editing
redaksi) adalah sebagai berikut:
Menyenangkan peserta diklat
Menggalakkan pelatih untuk mengembangkan kreativitas peserta
Eksperimen dilakukan tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya
Menimbulkan interaksi antar-peserta yang memungkinkan timbulnya keutuhan
dan gotong royong serta kekeluargaan
Menimbulkan respon positif dari peserta yang lamban atau kurang cakap
Menumbuhkan cara berpikir kritis, memungkinkan pelatih bekerja dengan
tingkat adaptivitas yang berbeda-beda
Memperbanyak kesiapan serta penugasan keterampilan dalam proses
kognitif atau pengenalan peserta
Peserta memperoleh pengetahuan yang bersifat pribadi, individual sehingga
dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa peserta
Dapat membangkitkan kegairahan belajar peserta, teknik ini mampu
memberikan kesempatan kepada peserta untuk berkembang maju sesuai
dengan kemampuan masing-masing
Mampu mengarahkan cara peserta belajar, sehingga lebih memiliki motivasi
sendiri
Membantu peserta untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada
diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.
3) Kelemahan:
Beberapa kelemahan yang ditampilkan dalam bahasan ini adalah:
Peserta harus siap mental. Dalam arti peserta harus berani berkeinginan
untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
Pelatih dan peserta yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran
tradisional mungkin akan kecewa apabila diganti dengan teknik penemuan
Teknik ini lebih mementingkan proses pengertian dan kurang memperhatikan
perkembangan atau pembentukan sikap dan keterampilan peserta
Tidak memberikan kesempatan untuk berpikir kreatif.
Setiap kelompok menunjuk seorang pencatat yang akan membuat laporan
tentang kemajuan dan hasil kerja kelompok
Pelatih berkeliling selama kerja kelompok berlangsung, bila perlu memberi
saran dan pertanyaan
151
Pelatih membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima hasil.
4) Tahapan pelaksanaan:
Adapun langkah penyajiannya tergambar dalam diagram berikut ini.
Peserta bersimulasi
Pelatih mengamati
Setelah simulasi selesai perlu diadakan review umum yang dipandu oleh
fasilitator. Review dapat dimulai dengan meminta peserta menyatakan
kesannya tentang penguasaan yang baru saja dilatihkan, kemudian
dilanjutkan dengan diskusi yang dapat dimulai dengan laporan para
pengamat.
Pada akhir diskusi, fasilitator memberikan umpan balik dan tindak lanjut
sesuai dengan kesimpulan hasil simulasi.
152
Kelompok dua membahas metode demonstrasi.
Kelompok tiga mempersiapkan metode lebih berguna.
Kelompok empat membahas metode curah pendapat.
Kelompok lima membahas metode seminar.
Kelompok enam membahas metode simulasi.
Kelompok tujuh metode bermain peran.
Kelompok delapan metode diskusi.
4. Pelatih mengamati kelompok peserta diklat pada waktu berdiskusi dan
mempersiapkan masing-masing metode yang akan dipersiapkan.
5. Apabila ada kelompok yang kurang dapat mengaplikasikan metode
yang dimaksud, pelatih memberikan bimbingan.
6. Setelah peserta diklat mempraktikkan metode yang telah ditetapkan
maka pelatih memberikan masukan bagi masing-masing kelompok.
7. Akhiri sesi ini dengan menekankan perlunya pemanfaatan metode
secara baik dan benar.
153
Mengacu pada pendapat di atas, maka agar terjadi percepatan dalam belajar,
maka pemilihan metode pembelajaran merupakan faktor yang dominan dalam
rangka mensukseskan hasil pembelajaran yang efektif. Lalu faktor-faktor apakah
yang harus diperhatikan dalam pemilihan metode pembelajaran?
b. Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Memilih Metode
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam memilih metode pembelajaran
adalah sebagai berikut:
1) Pengajar/pelatih
Pengetahuan, pengalaman manajerial pelatih serta kepribadian pelatih
merupakan faktor-faktor yang penting karenanya perlu pertama-tama
dikemukakan. Secara tegas perlu diutarakan bahwa pelatih harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang akan diajarkan serta
pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan metode yang akan
dipergunakan dalam proses pembelajaran.
Disamping itu pelatih harus memiliki kepribadian yang dapat diterima oleh
peserta pelatihan sehingga jalur-jalur komunikasi yang efektif dapat diciptakan
dengan cepat dan mudah. Kalau kondisi itu terpenuhi, maka suatu metode
yang dipilih dengan tepat dan digunakan dengan baik akan mempermudah
dan mendorong peserta belajar.
Pelatih harus mempunyai tanggung jawab pribadi untuk memilih metode
terbaik untuk tugas pengajarannya. Oleh karena itu ia harus mampu untuk
secara rasional menilai kemampuannya dan berusaha menggunakan metode-
metode yang akhirnya dapat meningkatkan dan bukannya mengurangi hasil
yang diharapkan.
Misalnya, role playing merupakan suatu latihan yang memerlukan
pengetahuan tentang psikologi, pengalaman yang memadai dengan berbagai
jenis permasalahan manusia dalam manajemen serta kemampuan untuk
memberikan reaksi secara cepat dalam diskusi.
Oleh karena itu seorang pelatih yang tidak memiliki kualitas ini, tetapi
mempunyai pemikiran dan pengalaman analisis dalam pemecahan-
pemecahan masalah organisasi, akan cenderung untuk menggunakan
metode studi kasus.
Dalam latihan untuk para pelatih diperlukan adanya dorongan terhadap para
pelatih agar lebih banyak menggunakan berbagai metode.
2) Peserta pelatihan
Dalam pengertian ini metode pengajaran harus terkait dengan:
154
Tingkat intelektual dan latar belakang pendidikan peserta.
Umur dan pengalaman kerja.
Lingkungan sosial dan budayanya.
Sebagai contoh dalam program-program latihan yang diperuntukkan bagi
peserta supervisor, manajer tingkat menengah atau pengusaha kecil yang
hanya mempunyai pendidikan dasar dan telah cukup lama meninggalkan
bangku sekolah, maka metode ceramah harus diganti dengan pembicaraan
pembahasan secara ringkas dengan disertai penggunaan alat bantu visual
sebanyak mungkin. Studi kasus yang disederhanakan hendaknya digunakan
dan bukannya yang panjang-panjang dan kompleks, buku-buku latihan yang
khusus susunannya hendaknya digunakan sebagai pegangan dan bukannya
buku pegangan umumnya.
Dalam kaitan dengan pengalaman praktis peserta, perlu dibedakan diantara
peserta yang masih muda, yang mempunyai sedikit atau tanpa pengalaman
manajemen, yang pernah mempelajari manajemen di universitas atau sekolah
lainnya, dengan peserta yang telah berpengalaman praktis, baik karena telah
pernah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen maupun tugas-tugas khusus
di berbagai bidang fungsional.
Bagi kelompok pertama, banyak bahan latihan yang masih baru dan
karenanya akan sulit untuk mengkaitkan proses pengajaran dan pengalaman
sebelumnya. Namun demikian, peserta ini pada umumnya bersikap terbuka,
lebih mudah menerima gagasan-gagasan baru daripada kelompok peserta
kedua.
Dalam melatih peserta yang telah berpengalaman, hanya pengetahuan
tambahan saja yang perlu disampaikan. Hal ini tidak hanya dapat
dilaksanakan tetapi juga sangat penting untuk menghubungkan pengajaran
dengan pengalaman peserta. Dalam kelompok seperti ini mungkin saja terjadi
bahwa peserta yang telah berpengalaman menunjukkan sikap lebih tahu.
Kalau hal ini terjadi, masalah utama yang dihadapi pelatih adalah bagaimana
merubah sikap ini dan menyadarkan mereka bahwa mereka belajar agar
mampu melaksanakan tugas dengan lebih baik. Dalam kasus seperti ini
pelatih tidak cukup kalau hanya menjelaskan tentang metode-metode dan
teknik-teknik manajemen yang baru.
Pemberian tugas-tugas praktis, pembahasan studi kasus atau latihan simulasi
lebih besar kemungkinannya untuk menyadarkan peserta bahwa mereka
memiliki kelemahan dalam pengetahuan dan keterampilan bahwa latihan
mungkin merupakan salah satu jawaban untuk mengatasi kelemahan ini.
155
Para manajer berpengalaman mempunyai kemampuan untuk saling belajar
secara langsung, sejauh dapat diciptakan suasana yang tepat dan metode-
metode yang digunakan menunjang proses belajar semacam ini. Kelompok
diskusi, rapat kerja, sindikat, tugas konsultasi dan proyek praktis yang
dilaksanakan oleh sekelompok manajer merupakan upaya yang tepat guna
pencapaian tujuan ini. Kerumitan suatu masalah dapat diperberat oleh faktor-
faktor sosial dan budaya di dalam lingkungan.
Dalam hubungan ini perlu diingat bahwa kebanyakan dari metode pengajaran
yang partisipatif ini dikembangkan di Amerika Serikat, suatu negara yang
mempunyai karakteristik sosial budaya yang khas. Adanya motivasi
pencapaian yang tinggi, kurangnya penghargaan terhadap otoritas formal,
pemberian prioritas terhadap tindakan sebelum pemikiran matang, serta
masih banyak faktor budaya lainnya di Amerika serikat mungkin tidak terdapat
di negara dimana metode pengajaran ini akan diterapkan.
3) Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran dalam program-program diklat ditentukan oleh adanya
perubahan dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan, yang selanjutnya
menyebabkan perbaikan dalam pelaksanaan tugas-tugas manajerial.
Berbagai situasi latihan harus mempertimbangkan berbagai jenis dan
tingkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Suatu analisa pendahuluan terhadap kebutuhan dapat membantu penentuan
tujuan-tujuan yang seharusnya dimiliki oleh suatu program tertentu.
Selanjutnya metode-metode dapat dipilih dalam kaitan dengan kemampuan
untuk menyampaikan pengetahuan, mempengaruhi sikap dan pengembangan
keterampilan yang praktis.
Analisis lain yang dapat digunakan untuk menentukan jenis-jenis metode
mana yang paling besar pengaruhnya untuk mempengaruhi sikap-sikap
manajer atau untuk menyampaikan suatu pengetahuan tertentu. Tingkatan
tujuan pembelajaran juga menjadi prioritas utama dalam menentukan metode
pembelajaran. Misalnya tujuan pembelajaran khusus “mampu
mendemonstrasikan sesuatu obyek”, maka metode yang digunakan harus
praktik atau demonstrasi.
4) Bidang pelatihan
Berbagai bidang pelajaran (keuangan, kepegawaian, penelitian, kegiatan
manajemen umum, dan sebagainya) memiliki ciri-ciri tersendiri. Misalnya
156
teknik-teknik penelitian operasional didasarkan pada penggunaan matematika
dan statistik secara ekstensif. Bidang ini biasanya mengajarkan melalui suatu
kombinasi ceramah (menggunakan alat bantu audio visual) serta latihan
dimana teknik ini dipraktikkan. Latihan ini dapat ditunjang oleh tugas-tugas
bacaan.
Dalam kasus tertentu ceramah dapat diganti atau dilengkapi dengan buku-
buku yang telah diprogramkan. Namun yang penting dari segi tinjauan
manajemen bukannya untuk memahami teknik saja tetapi memahami apabila,
dan bagaimana teknik ini dapat digunakan, kemampuan ini dapat
dikembangkan melalui proyek-proyek praktis, latihan simulasi, bussiness
games, studi kasus, dan sebagainya.
Dalam program-program yang ditekankan pada aspek-aspek tingkah laku dari
manajemen, komunikasi, kepemimpinan dan motivasi, metode-metode
pengajaran dapat dipilih dan dikombinasikan dengan cara-cara yang dapat
memberikan kesempatan bagi peserta diklat untuk menganalisa tingkah laku
manusia, dan pada saat yang sama dapat mempengaruhi secara langsung
sikap dan tingkah laku peserta itu sendiri.
Program-program ini menggunakan studi kasus yang bersangkutan dengan
aspek manusia dan perusahaan, bisnis game yang memberikan tekanan
pada komunikasi dan relasi antar-peserta, role playing, latihan sensitifitas dan
berbagai bentuk lain, diskusi kelompok, penugasan dan latihan.
Dalam hubungan ini hal yang perlu diperhatikan adalah dimungkinkan untuk
memilih beberapa metode, kalau kita ingin menghadapi suatu bidang atau
masalah tertentu. Karena itu analisa suatu balance sheet dapat diajarkan
melalui metode kasus, kombinasi metode studi kasus dengan role playing.
Ceramah sebagai latihan di dalam kelas atau melalui membaca suatu buku
pegangan atau buku yang diprogramkan mengenai bidang ini, hal ini
dimungkinkan karena metode-metode utama bersifat cukup lugas untuk
digunakan mengajar sejumlah bidang yang berbeda-beda. Ceramah, diskusi
dan studi kasus digunakan hampir di semua bidang pelatihan.
Penggunaan metode-metode partisipatif secara tepat akan banyak
membantu. Misalnya, suatu seminar para manajer senior dapat dimulai
dengan studi kasus yang rumit, yang menunjukkan suatu permasalahan
bisnis dari berbagai segi dan menumbuhkan minat peserta dalam suatu
bidang.
157
Metode dan teknik tertentu yang dipadukan secara tepat dapat membantu
mereka untuk mengambil tindakan yang tepat dalam suatu situasi yang rumit.
Dalam tahap kedua seminar ini dapat diadakan penelaahan yang mendalam
terhadap bidang, metode dan teknik tertentu. Tahap ini dapat digunakan
untuk memadukan pengetahuan dan keterampilan keahlian dalam
manajemen umum melalui kasus yang rumit lagi, bisnis game atau latihan
sejenis atau kalau mungkin melalui tugas dalam suatu proyek praktis yang
memerlukan pendekatan inter disipliner.
Faktor materi diklat juga sangat menentukan. Apakah sifatnya pengetahuan,
keterampilan atau sikap dan perilaku. Disamping itu perlu dibedakan pula
pengetahuan yang seharusnya diketahui, sebaiknya diketahui secara baik
untuk diketahui.
158
sebelumnya sehingga dapat diadakan perubahan-perubahan pada metode
yang akan digunakan.
TUJUAN
FAKTOR MANUSIA
Pengetahuan
Pelatih
Keterampilan
Peserta Diklat
Sikap dan Perilaku
Lingkungan
Sumber: LAN RI, Learning Function and Training Techniques, IBDR/ UN Project.
c. Prinsip-prinsip Pembelajaran
Faktor lain yang juga perlu diperhatikan dalam pemilihan metode pembelajaran
adalah prinsip-prinsip pembelajaran.
Beberapa prinsip tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Tingkat Motivasi
159
Motivasi peserta diklat akan meningkat apabila materi yang disajikan menarik,
lebih menekankan pada penerapan dan menunjukkan nilai guna yang
bermanfaat dalam kehidupannya. Hal ini dapat dicapai antara lain dengan
menggunakan metode pembelajaran yang tepat, menarik perhatian peserta
diklat. Guna membangkitkan motivasi peserta diklat perlu pula
memperhatikan prinsip-prinsip Quantum Learning (Bobbi De Potter, Mark
Reardon dan Sarah Singer-Nourie, Quantum Teaching, 2000) sebagai
berikut:
Segalanya berbicara
Segalanya bertujuan
Pengalaman sebelum memberi nama
Akui setiap usaha
Jika layak dipelajari maka layak pula untuk dirayakan
3) Pendekatan Perorangan
Pembelajaran akan efektif apabila memperhatikan karakteristik peserta diklat,
oleh karena itu pendekatan perorangan perlu juga diperhatikan. Setiap
peserta diklat memiliki gaya belajar sendiri-sendiri. Gaya belajar adalah
kombinasi bagaimana cara menyerap informasi, mengatur informasi dan
mengolah informasi (Bobbi De Potter, Mark Reardon dan Sarah Singer-
Nourie, Quantum Teaching, 2000).
Dengan memahami gaya belajar peserta diklat akan lebih meningkatkan
motivasi peserta diklat. Bagaimana penyerap informasi tersebut ada yang
menggunakan auditorial, visual dan kinestetik. Oleh karena itu rencana latihan
secara keseluruhan dan metode pengajaran yang digunakan harus
160
memberikan kesempatan, tidak hanya bekerja dalam kelompok tim, tetapi
juga kesempatan untuk secara perorangan membaca, berpikir, berlatih dan
menerapkan pengetahuan.
Keseluruhannya ini dapat dilaksanakan melalui:
Pemberian tugas wajib secara perorangan (membaca, latihan, proyek,
dsb.)
Penggunaan alat bantu pengajaran guna meningkatkan kemampuan
belajar perorangan, misalnya tape magnetic, video tape, mesin
pengajaran (teaching machines), terminal komputer yang dapat digunakan
oleh perorangan
Pembagian daripada tugas-tugas dan proyek-proyek kelompok mejadi
tugas perorangan
Tugas tambahan secara sukarela oleh peserta yang kemampuannya lebih
besar.
5) Umpan balik
Umpan balik sangat diperlukan dan harus dapat diperoleh dalam proses
belajar, oleh karena itu dalam memberikan umpan balik harus mengacu pada
syarat-syarat memberikan umpan balik yang efisien. Umpan balik tersebut
meliputi:
Umpan balik mengenai kemampuan dan tingkah laku seseorang
(sebagaimana yang diamati oleh peserta yang lain, oleh pelatih/fasilitator
dan oleh peserta sendiri)
Umpan balik mengenai apa yang sebenarnya sudah dipelajari, dan
mengenai kemampuan peserta untuk menerapkannya secara efektif.
6) Pengalihan (transfer)
Prinsip ini menuntut bahwa diklat membantu seseorang untuk mengalihkan
(mentransfer) apa yang telah dipelajarinya kedalam situasi yang sebenarnya.
Beberapa metode pengajaran, seperti ceramah, studi kesusateraan atau
diskusi tidak banyak memperhatikan permasalahan pengalihan ini. Di pihak
161
lain dalam banyak metode partisipatif unsur pengalihan ini kuat sekali karena
alasan ini, metode-metode simulasi dan proyek-proyek penerapan yang
praktis dianggap oleh banyak pelatih/ fasilitator sebagai metode yang paling
efektif.
162
Sedangkan pada saat yang bersamaan bagi pembelajar, media berperan sebagai
wahana untuk memahami/ mengeksplorasi pengetahuan, sikap atau keterampilan
agar dapat menangkap isi/ ide/ pesan yang sedang dibahas.
Media dengan isi pesan/ ide yang didisain untuk menggambarkan tahapan
pemecahan masalah agar dapat menyentuh domain kognitif berbeda dengan
media yang berisi pesan/ ide untuk menggambarkan tahapan/ urutan
keterampilan/ gerakan tertentu yang menyentuh domain psikomotor.
Oleh karena itu peranan media sangat besar dalam mencapai tujuan
pembelajaran, karena media yang baik dan sesuai dengan kaidah-kaidah
pemilihan dan penggunaannya dapat memberikan efek pembelajaran yang
optimal dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
b. Pengertian dan Peranan Alat Bantu Pembelajaran
Alat bantu pembelajaran adalah seperangkat benda/ peralatan yang digunakan
sebagai “pembantu” seorang pelatih/ fasilitator dengan tujuan agar dapat
mempermudah dan mempercepat proses penyampaian pesan/ materi
pembelajarannya kepada pembelajar.
Pada alat bantu pembelajaran, pesan yang disampaikan tidak sepenuhnya
termuat di dalamnya, dia hanya berperan sebagai alat bantu yang menyalurkan
media yang berisi pesan, oleh karena itu alat bantu tidak mampu menimbulkan
efek interaktif tanpa ditunjang oleh pelatih/ fasilitator.
Dengan demikian untuk dapat berfungsi dengan baik dan menghasilkan efek
pembelajaran yang optimal, alat bantu pembelajaran sangat tergantung pada
kecakapan pelatih/ fasilitator dalam mengoperasikannya.
Fungsi Pokok Alat Bantu Pembelajaran adalah:
1) Sebagai alat untuk merangsang indera yang dikehendaki oleh fasilitator sesuai
dengan tingkatan domain yang ingin dicapai dalam tujuan pembelajaran.
2) Mengurangi efek distorsi persepsi, pemahaman, dan komunikasi yang sedang
ditangkap oleh pembelajar.
3) Menghasilkan daya lekat yang relatif lebih lama pada memori pembelajar.
163
4) Meningkatkan minat/ gairah pembelajar dalam mengikuti proses pembelajaran
terutama sesi dengan durasi waktu yang lama.
Ketepatan pemilihan dan penggunaan alat bantu pembelajaran ini akan
menghasilkan program pembelajaran yang efektif dan efisien karena disamping
dapat merangsang indera penglihatan juga indera yang lainpun ikut dirangsangnya
pula dan akan berefek kumulatif.
Berdasarkan pada penjelasan di atas, maka keduanya mempunyai perbedaan
sebagai berikut:
Sarana/ wahana yang digunakan pelatih/ Alat yang digunakan pelatih/ fasilitator
fasilitator untuk mengemas ide/ pesan yang dalam membantu mem-perjelas/
akan disampaikan/ dibahas dalam proses mempermudah pesan/ materi yang
pembelajaran untuk mencapai tujuan disampaikan
pembelajaran
Media yang dipilih dan digunakan sangat Keberadaan pesan/ ide/ materi yang
tergantung pada isi pesan/ ide dan tujuan disampaikan tidak sepenuhnya
pembelajaran, karena pesan sepenuhnya terkandung dalam alat yang digunakan
termuat dalam media
164
2) Karakteristik kemampuan pembelajar
Latar belakang pendidikan, sosial, budaya dan jenjang jabatan/ pekerjaan
sangat mempengaruhi dalam mendisain media pembelajaran yang akan
digunakan. Sebagai contoh jika pembelajar berlatar belakang pendidikan
strata satu atau pejabat eselon, maka disain media yang akan digunakan
berbeda jika pembelajar berpendidikan SLTA.
3) Sumber daya penunjang yang tersedia
Dalam pemilihan media juga perlu mempertimbangkan aspek ketersediaan
sumber daya yang disediakan oleh penyelenggara diklat. Sumber daya
yang perlu diperhitungkan itu diantaranya biaya yang dibutuhkan untuk
mengadakan media, waktu yang tersedia untuk memainkan media,
ketersediaan ruang untuk memainkan media dan sarana lain yang
dibutuhkan dalam rangka memainkan media itu.
165
bantu yang diperlukan haruslah alat bantu yang memungkinkan pembelajar
dapat “melakukan” (partisipasi aktif).
Secara umum kriteria dalam pemilihan media dan alat bantu pembelajaran
harus memenuhi prinsip efektif dan efisien karena jika “berlebihan” atau
“kekurangan” akan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan.
Sebagai misal jika yang diminta oleh TPU/TPK adalah “pembelajar dapat
mengetahui lima besar jenis kekerasan di Kota X” (domain kognitif), alat bantu
yang diperlukan cukup dengan white board atau flip chart, tidak perlu fasilitator
menyiapkan video atau foto yang memuat gambar board yang ada di
Puskesmas X yang memuat tulisan tentang “sepuluh besar penyakit itu”.
Sebaliknya jika yang diminta oleh TPU/TPK adalah “pembelajar dapat membuat
papan informasi yang memuat sepuluh besar jenis penyakit di puskesmas”
(domain psikomotor), maka alat bantu yang harus disiapkan oleh fasilitator
adalah membuat/ meminjam papan informasi tersebut (benda asli) atau jika
tidak memungkinkan fasilitator dapat menggunakan video atau foto sebelum
aktivitas pembelajaran dimulai.
166
1) Media cetak
Media yang ditulis dan diproduksi sebagai bahan bacaan. Contoh: buku teks,
majalah, buklet modul, hand-out, dsb.
2) Media grafis
Media yang mengkombinasikan ide, informasi, dan pesar ataupun data dalam
pernyatan naratif dan gambar. Contoh: sketsa, grafik, bagan, diagram, kartun,
foto, dsb.
3) Media berbantuan komputer
Media yang dibuat dengan mempergunakan komputer atau dioperasikan
dengan komputer.
Contoh: Computer-Assisted Instruction (CAI) yaitu suatu media pembelajaran
yang dirancang untuk menghasilkan bentuk lingkungan interaksi belajar
khusus dengan tujuan memberikan fasilitas belajar dengan perangkat lunak
atau bentuk-bentuk aplikasi komputer.
4) Media audio
Media audio berkaitan dengan pendengaran, seperti misalnya: program
siaran radio, rekaman kaset, dan sebagainya.
5) Media visual
Media yang menampilkan pesan rekaman dalam gambar, baik yang bergerak
maupun tidak, baik yang bersuara maupun tidak.
6) Media audiovisual
Media yang dapat menampilkan gambar dan suara pada waktu bersamaan,
seperti: tayangan film, tayangan televisi, tayangan video dan lain sebagainya.
167
Penggunaan alat bantu ini dimaksudkan agar pembelajar dapat memahami
topik bahasan secara mandiri (menurut persepsinya sendiri) sebelum
pembahasan oleh fasilitator dimulai di kelas.
Proses pembelajaran akan lebih efektif dan efisien jika menggunakan
metode diskusi terpimpin yang dipandu oleh fasilitator.
Fasilitator dengan tegas mempertajam pada hal-hal yang paling banyak
mendapat perdebatan diantara pembelajar dengan merujuk pada teori dan
pengalaman yang pernah ada selama ini.
2) White board/papan tulis
Karakteristik penggunaannya:
Point-point bahan ajar dipersiapkan dahulu pada potongan-potongan
kertas kecil sebagai panduan fasilitator agar alur penyampaiannya
beraturan.
Sewaktu menulis di papan dengan posisi membelakangi pembelajar
sedapat mungkin fasilitator jangan sambil berbicara karena dapat
menghasilkan distorsi pendengaran pembelajar
Mengatur tulisan di papan sedemikian rupa sehingga dapat memperjelas
alur materi pembelajaran dan tulisan yang sudah tidak terpakai hendaknya
segera dihapus karena dapat mengganggu pendalaman pembelajar
Besar tulisan disesuaikan dengan jarak pembelajar yang terjauh tempat
duduknya.
3) Flip chart
Karakteristik dan cara penggunaannya:
Bahan ajar ditulis di flip chart dahulu dan disusun sesuai dengan urutan
penyajian serta diberikan nomor halaman pada setiap lembarnya
Jika perlu lembaran yang sudah disajikan dapat dilepaskan dari standart-
nya dan ditempelkan pada dinding untuk memperjelas urutan penyajian
Hidarkan kesan padat tulisan dan besar tulisan disesuaikan dengan
pembelajar yang terjauh tempat duduknya.
4) Model
Karakteristik dan cara penggunaannya:
Berupa benda asli atau benda tiruan yang digunakan sebagai media
pembelajaran
Jika benda tiruan, warna dan bentuknya harus sesuai dengan benda
aslinya dengan ukuran sama atau diperkecil/ diperbesar dengan skala
yang proporsional
168
Penempatan model hendaknya dapat dilihat oleh seluruh pembelajar
dengan jelas, jika ukuran benda tersebut relatif kecil hendaknya lebih dari
satu, sehingga pembelajar tidak mengalami kesulitan dalam menangkap
pesan yang disampaikan
Peragaan harus dilakukan dengan langkah yang runtut dan dengan durasi
waktu yang cukup
Beri kesempatan kepada seluruh pembelajar untuk mengamati,
merasakan, meraba dan mencoba mengoperasikannya.
169
Alat bantu ini menggunakan lampu proyeksi dengan daya watt yang tinggi
sehingga jika terlalu lama dinyalakan akan dapat merusak kertas bahan
ajar yang diproyeksikan (terbakar)
3) Slide projector
Karakteristik dan cara penggunaannya:
Bahan ajar difoto dan dicetak pada film positif (slide) dengan bantuan
proyektor yang ditampilkan melalui layar proyektor
Alat ini biasanya digunakan untuk menampilkan bahan ajar yang bersifat
“dokumentatif”
Untuk menghasilkan gambar tayangan yang baik/ jelas, alat ini
membutuhkan ruangan yang relatif gelap.
170
Penugasan Pemilihan Media dan Alat Bantu Pembelajaran:
- Peserta dibagi dalam kelompok
- Masing-masing kelompok mempresentasikan bagaimana menggunakan media dan
alat bantu pembelajaran secara maksimal kedalam suatu diskusi/ pengajaran
- Bahan Presentasi bebas memilih materi, dengan penajaman pada media dan alat
bantu yang digunakan.
Kata-kata bijak: “Pembelajar kita belajar dari apa yang kita sampaikan,
sementara itu kita perlu belajar dari apa yang mereka tanyakan” (Andreas
Harefa). Melalui kata-kata bijak ini pesan yang ingin disampaikan adalah
pelatih/fasilitator perlu mencermati setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh
pembelajar, karena di belakang pertanyaan itu sebenarnya seorang pelatih/
fasilitator dapat mengetahui respon pembelajar terhadap proses pembelajaran
yang sedang difasilitasinya.
171
Presentasi interaktif: penyaji pembelajar
3) Dominasi
Dalam presentasi interaktif, terdapat risiko pembelajar tertentu mendominasi
pertanyaan dan penyampaian tanggapan. Keadaan demikian harus dicermati
dan dicegah, agar kelas tidak terjerumus kea rah dominasi sehingga
mematikan dinamika kelas.
172
Jika terjadi keadaan demikian, maka yang harus dilakukan pelatih/ fasilitator
adalah melemparkannya kepada pembelajar lain atau dengan halus/ anekdot
mengembalikan pertanyaan/ tanggapan kepada yang bersangkutan tanpa
melibatkan pembelajar lain.
173
2) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan pokok bahasan
Dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang terkait dengan pokok
bahasan, pelatih/ fasilitator dapat mengetahui apakah pembelajar pernah
memperoleh pengetahuan yang terkait dengan isi pokok bahasan dan
mengajak pembelajar mau berkontribusi dalam proses pembahasan.
Setelah usut punya usut ternyata kemasukan virus dari laptop itu yang
membuat rusak tayangan saya, dan terpaksa saya harus menggunakan
174
alat bantu whiteboard dan OHP yang tersedia. Dengan pengalaman itu
apa yang dapat dipetik hikmahnya?.........”, dst.
d) Berbagi pengalaman
Pada kesempatan ini prinsipnya hamper sama dengan menghubungkan
pokok bahasan dengan pengalaman kerja pembelajar pada poin c, hanya
saja pada saat pembahasan pemecahan masalah diminta beberapa orang
pembelajar yang mempunyai pengalaman serupa untuk dijadikan
pembanding (komparatif). Dengan demikian kelas akan tertaris untuk
berpartisipasi dan sekaligus mendapatkan banyak variasi jawaban untuk
pemecahan masalah.
175
Jika empat langkah diatas dalam mengawali sebuah presentasi (penyajian)
sudah dilakukan tetapi suasana kelas belum juga “bangun”, maka ada
baiknya jika hal-hal di bawah ini dilakukan untuk merebut atensi pembelajar:
Mengajukan pertanyaan “retorikal” (tidak perlu jawaban) yang berkaitan
dengan topik yang akan dibahas.
Contoh: “Dalam proses pembelajaran yang difasilitasi seorang pelatih yang
hebat apakah masih memerlukan media dan alat bantu pembelajaran”?
Memberikan definisi yang tidak “ghalib” (tidak biasa) terhadap salah satu
ungkapan yang terkandung dalam topik bahasan.
Contoh: Akronim dari kata DIALOGUE adalah DIA-LO-GUE dalam bahasa
Jakarta: DIA artinya “orang ketiga” sedangkan LO artinya “kamu” dan GUE
artinya “aku”. Jadi jika diartikan sebenarnya adalah : DIA boleh bicara, LO
(kamu) boleh bicara dan GUE (aku) juga boleh bicara. Pengertiannya
hampir mirip dengan arti kata “dialogue” yang sesungguhnya.
Mengutip pendapat orang bijak yang dapat menegaskan topic bahasan.
Contoh: “Audiensi kita belajar dari apa yang kita sampaikan, sementara
kita perlu belajar dari apa yang mereka tanyakan” (Andreas Harefa).
Memberikan pertanyaan misterius dengan tujuan agar pembelajar
penasaran dan mengikutinya untuk menemukan jawabannya.
Contoh: “Dimana letak perbedaan yang hakiki antara media pembelajaran
dan alat bantu pembelajaran”?
Kemukakan hal-hal yang mendukung ide yang terkandung dalam pokok
bahasan dengan cara:
- Latar belakang historis analogi ilmiah
- Kesaksian dan komentar para pakar
- Pengalaman, insiden, dan peristiwa sejarah yang menakjubkan atau
dramatis/ tragis
- Contoh-contoh konkrit di sekitar kita
- Gunakan fakta dan data statistik
- Demonstrasikan/ peragaan langsung di depan pembelajar
176
Jangan memberikan hormat yang berlebihan kepada “orang penting” yang
ada diantara pembelajar karena hal ini secara tidak sengaja menempatkan
Anda sebagai seorang pelatih/ fasilitator berada pada posisi di bawah,
sehingga transaksi komunikasi pembelajaran yang terbentuk secara
vertikal.
Jangan katakan betapa sulitnya Anda menyusun materi/ bahan
pembelajaran ini karena dapat menurunkan kualitas bahan ajar yang telah
Anda susun.
3. Merangkum Sesi Pembelajaran
Rangkuman digunakan untuk menguatkan isi penyajian dan menyediakan ruang
bagi pembelajar untuk meninjau ulang butir-butir inti penyajian. Pada umumnya
rangkuman dibuat pada setiap akhir presentasi. Apabila pokok bahasannya
kompleks atau terputus oleh waktu istirahat, rangkuman perlu dibuat secara
periodik per pokok bahasan untuk meyakinkan bahwa pembelajar telah dapat
menangkap materi yang disajikan dengan benar.
Syarat rangkuman:
a. Singkat
Rangkuman tidak terlalu banyak sehingga memudahkan setiap pembelajar
mengingatnya.
b. Menggambarkan kesatuan butir-butir inti.
Rangkuman hendaknya dibuat secara kronologis berupa butir-butir inti sesuai
dengan sekuens pembahasan.
c. Melibatkan pembelajar.
Rangkuman sebaiknya dilakukan oleh pembelajar secara curah pendapat
yang dipandu oleh pelatih/ fasilitator dengan maksud disamping untuk
memperekat daya ingat juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat
penyerapannya.
177
b. Bertanya kepada pembelajar
Jika tidak ada pertanyaan yang diajukan oleh pembelajar, maka pelatih/
fasilitator melemparkan pertanyaan kepada pembelajar dimulai dengan butir-
butir yang mudah dan secara gradasi menuju butir-butir utama/ inti
pembelajaran. Jika kelas mulai sulit menjawab, maka pelatih/ fasilitator dapat
memandu menemukan jawabannya.
178
- Menyatakan dukungannya secara terselubung, artinya pembelajar setuju
dengan pernyataan penyaji karena menurut pemahaman dan pengalamannya
memang begitu adanya.
- Memberikan apresiasi terhadap pernyataan penyaji, pembelajar ingin
memberikan penghargaan terhadap pernyataan penyaji yang memang tepat
adanya.
b. Jenis Pertanyaan
Salah satu tujuan pengajuan pertanyaan antara lain untuk mendapatkan
jawaban berupa pendapat/ gagasan yang bermanfaat, konstruktif dan analitik.
Untuk itu pelatih/ fasilitator perlu mempunyai kemampuan dalam
mengembangkan berbagai jenis pertanyaan yang diajukan agar dapat
mencapai tujuannya. Jenis dan tujuan dari pertanyaan itu dapat digambarkan
sebagai berikut:
1) Pertanyaan Tertutup (Closed Question)
179
Merupakan pertanyaan yang membatasi jawaban. Tujuannya
mendapatkan jawaban sederhana, singkat dan terbatas untuk
mengungkapkan fakta. Pertanyaan tertutup ini umumnya diikuti oleh
pertanyaan lain untuk memperdalam dan menjajagi sesuatu secara lebih
jauh lagi.
Contoh:
Dapatkan Anda menyebutkan 5 “core values” tenaga kesehatan yang
telah diresmikan Menkes pada akhir-akhir ini?
180
Mengapa dalam pemilihan alat bantu pembelajaran harus juga
memperhatikan metoda yang akan digunakan?
Di samping berbagai jenis pertanyaan seperti diatas masih ada lagi jenis
pertanyaan dengan kategori lain yang perlu diketahui oleh pelatih/ fasilitator:
1) Pertanyaan Ingatan:
Sejak kapan Anda menjadi tenaga pelatih pada diklat teknis program
kesehatan di unit kerja Anda? Adakah kesulitan yang Anda alami?
2) Pertanyaan Pengamatan:
Dalam teori perkembangan kelompok, apa yang terjadi pada saat
kelompok memasuki tahapan “storming”? Apakah Anda melihat ada
sesuatu yang menarik disana?
3) Pertanyaan Analitis:
Mengapa pada setiap proses pembelajaran selalu diperlukan penciptaan
iklim pembelajaran yang kondusif?
181
4) Pertanyaan Perbandingan:
Diantara metoda simulasi dan role playing, metoda pembelajaran mana
yang dapat menyentuh domain psikomotor lebih banyak
5) Pertanyaan Proyektif:
Apa yang akan terjadi apabila tenaga pelatih teknis program
dilembagakan menjadi jabatan fungsional?
Apapun juga jenis pertanyaan yang akan dipakai sebaiknya pergunakan kata
tanya: APA, SIAPA, DIMANA, KAPAN, BAGAIMANA, dan MENGAPA dengan
panduan:
1) Untuk mengungkap fakta pergunakan: Apa, Siapa, Kapan, dan Dimana.
2) Untuk mengungkap ide, pendapat atau gagasan yang berhubungan
dengan proses, kerangka piker dan fakta lain pergunakan: Mengapa dan
bagaimana.
c. Teknik Bertanya
Teknik bertanya merupakan kemampuan yang penting agar kegiatan tanya –
jawab menjadi momentum produktif, karena jika keliru dalam cara
memberikan/ melempar pertanyaan, maka yang terjadi justru sebaliknya.
Dalam hal teknik bertanya pelatih/ fasilitator perlu mempunyai kemampuan
dalam hal sebagai berikut:
1) Pertanyaan untuk Umum (over head questions)
Pertanyaan ini ditujukan untuk kelas, dengan harapan ada beberapa
volunteer yang bersedia menjawab. Tujuan pertanyaan ini jika pelatih/
fasilitator menginginkan klatifikasi, penjajakan, pendapat kelas tentang
suatu topic yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibahas.
182
Pertanyaan ditujukan pada seseorang dengan tujuan:
a) Pelatih/ fasilitator memerlukan dukungan atas butir-butir bahasan yang
dirasakan sulit untuk menjelaskannya, untuk itu perlu bantuan
pembelajar yang selama ini telah dikenal dan dianggap mampu
menjawabnya atau isi pertanyaannya berhubungan erat dengan
bidang tugasnya sehari-hari.
b) Menegor secara halus kepada anggota kelas yang sedang asyik
mengobrol/ kurang perhatian, ataupun yang sedang mengantuk,
dengan harapan yang bersangkutan sadar akan kekeliruannya.
Teknik yang digunakan dalam memberikan pertanyaan untuk point 1)
dan 2) di atas dapat dilakukan sebagai berikut:
Untuk point 1): Lontarkan pertanyaannya sesaat, lalu sebut nama
pembelajar yang diinginkan untuk menjawabnya atau tunjuk
pembelajar yang memang memberi isyarat dapat menjawabnya.
Untuk point 2): Sebutkan namanya sesaat, kemudian lontarkan
pertanyaannya.
b) Jawaban tidak benar atau sebagian benar, maka lakukan hal berikut:
Jangan dikritik tapi bimbinglah untuk menemukan jawabannya, tetapi
jika tidak juga berhasil maka lemparkan pertanyaannya kepada yang
lain untuk membantu menjawabnya.
183
Jika hal ini gagal juga, maka kelas dipandu dengan cara curah pendapat
untuk menemukan jawabannya, setelah terjawab perlu diklarifikasi
(disempurnakan) oleh pelatih/ fasilitator agar dapat diadopsi secara
umum.
c) Pembelajar yang diberi pertanyaan tidak mau menjawab (diam), maka
lakukan hal sebagai berikut:
Turunkan tingkat kesulitan atau sederhanakan kalimat
pertanyaannya, tetapi jika tidak mau menjawab juga, maka ulangi
pertanyaannya lalu lemparkan ke pembelajar lain untuk
menjawabnya.
Setelah terjawab (benar atau salah) coba sekali lagi kembalikan
kepada pembelajar yang tak mau menjawab tadi untuk
menanggapinya “jawaban itu benar atau salah”. Kemungkinan yang
terjadi:
- Jika dia menyatakan jawaban itu “salah”, maka yang benar seperti
apa? Setelah menjawab cek silang dengan penjawab pertama
dan pancing untuk diskusi agar dapat menghilangkan “sifat
diamnya” itu.
- Jika dia menyatakan jawaban itu “benar” (padahal jawaban
temannya tadi salah), maka hal ini dapat dilemparkan lagi ke
pembelajar yang lain “apakah benar jawaban itu benar”. Setelah
terjawab cek silang dengan pembelajar yang tidak mau menjawab
tadi dan pancing untuk diskusi agar dapat menghilangkan “sifat
diamnya itu”. Dalam kasus ini jawaban benar atau salah tidak lagi
menjadi penting, yang penting “si pendiam” ini harus bersedia ikut
aktif berproses.
- Jika tidak mau menjawab juga, maka berikan anekdot yang
menyegarkan sebagai “punishment”.
184
Hal seperti di atas terkadang masih diperberat lagi jika harus menghadapi
pembelajar sebagai individu-individu yang “matang”, sedangkan iklim
pembelajaran yang kondusif gagal tercipta karena kegagalan tahapan
proses sebelumnya.
Oleh karena itu di bawah ini beberapa strategi yang masih perlu
dikembangkan untuk menghadapi situasi sulit dalam proses
pembelajaran, yaitu:
a) Ketika pertanyaan yang diajukan tidak tepat momennya. Jika hal ini
terjadi maka dengan halus pelatih/ fasilitator dapat mengatakan bahwa
saat ini sedang tidak membahas hal itu, nanti mungkin dapat dicarikan
waktunya tersendiri agar kita dapat bebas membahasnya.
185
Untuk hal ini pelatih/ fasilitator melontarkan kembali pertanyaan itu
kepada forum kelas atau dijawab dengan anekdot dan katakan nanti
akan dijawab di forum lain.
Hal ini karena setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Sehingga mereka dapat mempunyai pemahaman yang
berbeda-beda terhadap kata-kata, tanda-tanda dan gerak-gerik atau ekspresi
wajah pelatih/ fasilitator.
186
teknik yang hanya umum digunakan oleh suatu profesi atau bidang studi
tertentu.
Sebaiknya tidak menggunakan istilah asing bila sudah ada istilah bahasa
Indonesia. Kesalahpahaman dapat terjadi karena hal tersebut.
Tidak ada ukuran secara pasti harus seperti apa penampilan dan gaya
yang paling tepat, tetapi yang terbaik penampilan dan gaya seorang
pelatih/ fasilitator adalah yang dapat menyesuaikan diri dengan keadaan/
karakteristik pembelajar yang biasanya dapat diketahui dari jenis
pelatihan, tingkat pendidikan dan tingkat eselon para pembelajar.
Dari kesemuanya itu yang paling penting bagi pelatih/ fasilitator mampu
bersikap setara, bersahabat dan hangat. Jika penampilan dan gaya
pelatih/ fasilitator terlalu mewah akan membuat pembelajar tidak berdaya
karena terdapat jarak dan mereka merasa takut atau sebaliknya jika
tampilan dan gaya pelatih/ fasilitator yang kurang meyakinkan (terlalu
sederhana) membuat pembelajar merendahkan (under estimate).
187
Seorang pelatih/ fasilitator yang sedang memfasilitasi proses
pembelajaran hendaknya dapat menjadi pendengar yang efektif. Untuk itu
perlu berlatih agar proses komunikasi menjadi produktif.
188
tinggi (sulit dimengerti), atau 3) pembelajar merasa lelah perlu
energizer.
b) Suasana kelas terjadi keheningan. Suasana kelas yang hening tidak
selamanya positif, untuk itu pastikan apakah mereka kelihatan serius
mengikuti atau apatis. Suasana hening dapat juga diakibatkan karena
pembelajar “takut” sehingga tegang dan keadaan ini membuat
pembelajar merasa tersiksa. Jika yang terjadi adalah apatis biasanya
disebabkan proses pembelajaran yang tidak menarik, media/ alat
bantu yang digunakan tidak menarik/ terlalu sederhana.
c) Pembelajar lebih banyak menatap pada pelatih/ fasilitator ketika
berbicara. Hal ini kemungkinan besar pembelajar tertairk dengan
menunjukkan atensinya dalam mengikuti pembahasan materi.
189
Penugasan Simulasi Teknik Presentasi Interaktif
- Peserta dibagi dalam kelompok
- Masing-masing kelompok melakukan Simulasi Teknik Presentasi Interaktif dengan
memilih dari materi inti yang ada
190
dengan anggapan selisih kenaikan nilai yang didapat adalah sebagai
hasil pembelajaran pada diklat yang diselenggarakan.
b) Perakitan soal disusun secara komprehensif yang mewakili materi yang
telah dipelajari (dangkal tapi luas).
b. Formative Test
1) Tujuan test
Mengetahui tingkat perkembangan dan daya serap yang dapat dilihat
melalui butir-butir soal yang dapat dijawab dengan benar.
2) Proses
a) Dilakukan di tengah-tengah pada diklat yang lebih dari 3 minggu
b) Perakitan soal memenuhi seluruh TPK pada materi inti yang dengan
tingkat kesulitan bervariasi (30% mudah, 50% sedang, 20% sulit)
c) Memeriksa nilai rata-rata, tertinggi, terendah, modus dan lakukan
“difficulty index” untuk mengetahui tingkat kesulitan soal
d) Jika hasil tes negative, perlu meninjau ulang beberapa aspek yang
dianggap dapat mempengaruhi proses pembelajaran, antara lain:
metoda, alat bantu, fasilitator, lingkungan pembelajaran, dll.
e) Lakukan “remedial” khususnya pada materi/ TPK terlemah.
c. Summative Test
1) Untuk pelatihan yang mendapatkan STTPL
a) Tujuan tes
Menentukan kelulusan bagi setiap individu peserta diklat yang ber-
STTPL (surat tanda tamat pendidikan dan latihan).
b) Proses
Dilakukan pada akhir sebuah diklat
Perakitan soal memenuhi seluruh TPK/U pada materi dasar (15%), inti
(70%) dan penunjang (15%) yang disusun dengan tingkat kesulitan
bervariasi (20% mudah, 50% sedang, dan 30% sulit/ analisis)
Penentuan Penentuan Batas Kelulusan menggunakan PAP/ CRT
(Criterion Referenced Test): menetapkan nilai batas kelulusan.
Butir-butir soal harus mempunyai daya saring/ daya pembeda: jika
lulus melewati saringan ujian ini berarti yang bersangkutan memang
memenuhi kualifikasi seperti yang diharapkan oleh tujuan pelatihan
dan berhak mendapatkan STTPL.
191
a) Tujuan tes
Menentukan posisi peringkat setiap individu pada agregat sebaran nilai
hasil ujian (biasanya untuk diklat yang bersertifikat).
b) Proses
Dilakukan pada akhir sebuah diklat
Perakitan soal memenuhi seluruh TPK/U pada materi dasar (15%), inti
(70%) dan penunjang (15%) yang disusun dengan tingkat kesulitan
bervariasi (20% mudah, 50% sedang, dan 30% sulit/ analisis)
Penentuan Batas Posisi Peringkat menggunakan PAN/ NRT (Norm
Referenced Test) dengan cara mencari nilai Mean, Median, Modus,
dan Standar Deviasi.
Butir-butir soal harus dapat menggambarkan: perbedaan antara
pembelajar yang telah menguasai materi dan yang belum menguasai
materi yang tergambar dalam sebuah skala gradasi.
Menetapkan Formulasi
tujuan test Butir soal
Analisis Menyusun
Kurikulum Kisi - kisi
192
Analisis
Tujuan (TPK)
Syarat Penilaian:
Validitas menilai apa yang seharusnya dinilai
Reliabilitas kapanpun, dimanapun dan oleh siapapun penilaian itu digunakan
akan mendapatkan hasil yang relatif sama.
Tentukan
PB/ SPB Indikator
TPK TIDAK YA
BUTIR
SOAL
Tentukan Jenjang Tergambar Tingkah Laku
Taksonomi dalam yang Langsung dapat Diukur
Domain Kognitif
193
- Perakitan soal harus mengacu pada kisi-kisi soal yang telah disusun
sebelumnya.
- Soal harus valid, mengukur TPK yang telah dibelajarkan
- Soal ditulis dengan bahasa yang lugas, tegas dan sederhana (tidak
menimbulkan pengertian ganda/ salah tafsir.
- Soal jenis uraian/ esai harus dilengkapi dengan “key word”.
- Jika mungkin hindari pernyataan soal yang antagonis, jika terpaksa
tulis dalam huruf besar.
- Berikan petunjuk cara mengerjakan
- Hindari kesalahan ketik, kalau memang ada cepat adakan ralat.
BUTIR
SOAL
Tentukan Jenjang Tentukan Tingkah Laku
Taksonomi dalam Menunjukkan Domain Afektif
Domain Afektif
a) Kisi-Kisi Penyusunan Butir Soal Domain Afektif
Nama diklat : ……………………………………………………….
Mata diklat : ……………………………………………………….
Beban Pelatihan : ………………………………………………………..
Jumlah Soal : ……………..
Waktu Penyelesaian :
………………………………………………………..
TPU PB/ SPB TPK TL Afektif Indikator Butir
pernyataan
194
b) Metoda dan Alat Ukur Domain Afektif
Mengukur “apa yang dirasakan”, bukan apa yang diketahui
Jenjang Domain Afektif (Taksonomi Bloom) adalah mulai dari Receiving,
Responding, Valuing, Organization s.d. Character.
Metoda pengukuran: Observasi langsung/ partisipatif, wawancara,
angket
Alat ukur: Check list, lembar isian, lembar panduan, studi kasus.
Contoh bentuk Instrumen Pengukuran Domain Afektif:
No Pernyataan SS S TS STS TT
195
BUTIR
SOAL
Tentukan Jenjang Tergambar Tingkah Laku
Taksonomi dalam yang Spesifik
Domain
Psikomotor
196
2 Mencuci tangan Alat: Air bersih mengalir, sabun, lap B S
bersih
Waktu maks: 1 menit
TL: Mencuci tangan sampai pangkal
pergelangan, memakai sabun dan dilap
dengan lap bersih dan kering.
3 Dst.
Ba + Hasil:
197
Ba Bb Hasil:
2. Pembukaan
a. Pengucapan salam perjumpaan dan perkenalan: singkat, wajar, proporsional,
tetapi berkesan.
b. Apersepsi: Menyajikan judul materi (tulisan atau gambar/ grafis affirmasi) dan
meminta pembelajar untuk mempersepsikan/ menebak kira-kira apa yang akan
“kita bahas” bersama, kemudian dilakukan klarifikasi oleh kelas.
198
3. Proses Kegiatan Pembelajaran
a. Presentasi Interaktif
1) Menghantar sesi pembelajaran
Menangkap minat keseluruhan kelompok pembelajar dan membuat
pembelajar menyadari harapan pelatih/ fasilitator dengan cara:
Mereview tujuan sesi dengan menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti sesuai dengan situasi kondisi pekerjaan pembelajar di unit
kerjanya.
Menghubungkan pokok bahasan dengan: materi sebelumnya, pengalaman
nyata penyaji, pengalaman kerja peserta, berbagi pengalaman antar-
peserta.
Jika menginginkan agar suasana lebih “hidup” dapat dilakukan (salah satu):
Mengajukan pertanyaan yang bersifat retorikal.
Membuat definisi/ pengertian/ sinonim yang tidak ghalib.
Mengutip pendapat orang bijak.
Memberikan pertanyaan “misterius”
Mengemukakan ide yang mendukung pokok bahasan dengan: analogi
ilmiah/ fakta ststistik, kesaksian pakar, pengalaman tragis/ dramatis.
199
Untuk pertanyaan yang sasarannya tidak mau menjawab.
4) Cara menanggapi pertanyaan: seluruh pertanyaan dari pembelajar ditawarkan
ke forum dan dibimbing untuk menemukan jawabannya.
200
Latihan ter tertulis (semacam post test). Hasil test dibahas ulang di forum
kelas.
Tanya jawab saling-silang antar-kelompok sesuai dengan jumlah pokok
bahasan/ sub-pokok bahasan. Kelompok A membuat pertanyaan untuk
dijawab oleh Kelompok B dan atau sebaliknya.
b. Penyimpulan pokok bahasan, kesesuaian dengan TPU/ TPK dan pemberian
pesan tindak lanjut. Menanyakan kembali slide/ transparansi yang memuat TPU/
TPK dan peserta diminta untuk menilai tingkat ketercapaiannya. Pesan tindak
lanjut (jika ada).
c. Pengucapan terima kasih dan salam perpisahan.
Ucapan terima kasih karena telah sama-sama berhasil mencapai TPU/ TPK
dengan sukses.
Ucapan maaf kalau ada yang kurang berkenan.
Salam perpisahan, berpamitan.
VII. REFERENSI
1. Adult Education, Adult Education Association of The USA, 810 Eighteenth, N.W.,
Washington, D.C. 2006.
2. Andreas Harefa: 2003. Pengantar Presentasi Efektif, Gramedia, Jakarta.
3. A. Suryadi, M.A. PHD, Drs. Enam Puluh Lima Belajar Mengajar Dalam Kelompok,
Mandar Manju, Bandung 1989.
4. Bullard, Rebecca et al, The Occational Trainer’s Handbook: Educational
Technology Publication, New Jersey, 1992
5. Colin Rose dan Malcom J Nicholl: 1997. Accelerated Learning for the 21st century,
Delacorte Press, New York.
6. Deborah Harington-Mackin: 1994. The Building Tool Kit.
7. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Semarang, 1989.
8. DePorter Bobbi dan Mike Hernachi: 1992. Quantum Learning, Dell Publishing,
New York.
9. Hamzah B. Uno, dkk (2004), Model Pembelajaran, Nurul Jannah, Gorontalo
10. JPG Sianipar & Jenny Jory Salmon: 2002. Manajemen Kelas, LAN RI
11. Lunadi AG: 1982. Pendidikan Orang Dewasa, PT Gramedia, Jakarta.
12. Mansour Fakih dkk (2001), Pendidikan Popular Membangun kesadaran Kritis,
Read Book, Yogyakarta
13. Pusdiklat Kesehatan Depkes RI, Pedoman Pengukuran Hasil Pelatihan, Jakarta,
1994
201
14. Pedoman Program Evaluasi Diklat Kesehatan, Jakarta, 2000.
15. Pusdiklat SDM Kesehatan, 2011, Kurikulum dan Modul Pelatihan Tenaga Pelatih
Program Kesehatan (TPPK).
16. Roem Topatimasang dkk (1986), Belajar dari Pengalaman: Panduan Latihan
Pemandu POD untuk Pengembangan Masyarakat, P3M, Jakarta.
17. Suke Silvenus, Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik, Grasindo (PT Gramedia
Widia Sarana Indonesia), Jakarta, 1991
202
MATERI PENUNJANG - 1
MEMBANGUN KOMITMEN PEMBELAJARAN
(BUILDING LEARNING COMMITMENT)
I. DESKRIPSI SINGKAT
Dalam suatu pelatihan terutama pelatihan dalam kelas (in class training), bertemu
sekelompok orang yang belum saling mengenal sebelumnya,berasal dari tempat yang
berbeda,dengan latar belakang sosial budaya, pendidikan/pengetahuan,pengalaman,
serta sikap dan perilaku yang berbeda pula. Apabila hal ini tidak diantisipasi sejak awal
pelatihan kemungkinan akan mengganggu kesiapan peserta dalam memasuki proses
pelatihan yang bisa berakibat pada kelancaran proses pembalajaran selanjutnya.
Pada awal memasuki suatu pelatihan, sering para peserta menunjukkan suasana
kebekuan (freezing), karena belum tentu pelatihan yang diikuti. Mungkin saja
kehadirannya dipelatihan karena terpaksa, menuruti perintah atasan atau tidak ada lagi
calon lainnya, dan ini sering terjadi pada pelatihan bagi pegawai institusi pemerintah.
Mungkin juga terjadi, pada saat pertama hadir sudah memiliki angapan merasa sudah
tahu semua yang akan dipelajari atau membayangkan kejenuhan yang akan dihadapi.
Untuk mengantisipasi semua itu, perlu dilakukan suatu proses pencairan (unfreezing).
Membangun komitmen Belajar (BLC/Building Learning Commitment) adalah salah satu
metode atau proses untuk mencairkan kebekuan tersebut. BLC juga mengajak peserta
mampu mengemukakan harapan harapan mereka dalam pelatihan ini, serta
merumuskan nilai dan norma yang kemudian disepakati bersama untuk dipatuhi selama
proses pembelajaran.Jadi inti dari BLC juga adalah terbangunnya komitmen dari semua
peserta untuk berperan serta dalam mencapai harapan dan tujuan pelatihan, serta
mentaati norma yang dibangun berdasarkan perbauran nilai nilai yang dianut dan
disepakati. Proses BLC adalah proses melalui tahapan dari mulai saling mengenal antar
pribadi,mengidentifikasi dan merumuskan harapan dari pelatihan ini, sampai
terbentuknya norma kelas yang disepakati bersama serta kontrol kolektifnya.
Pada proses BLC setiap peserta harus berpartisipasi aktif dan dinamis. Keberhasilan
atau ketidakberhasilan proses BLC akan berpengaruh pada proses pembelajaran
selanjutnya.
203
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
Langkah 1: Perkenalan
Memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan pembelajaran.
Mengajak peserta untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
Memandu peserta untuk proses perkenalan dengan metode :
o Dalam 5 menit pertama setiap peserta diminta berkenalan dengan peserta lain
sebanyak-banyaknya
204
o Meminta peserta yang berkenalan dengan jumlah peserta terbanyak, dan dengan
jumlah peserta paling sedikit untuk memperkenalkan teman-temannya
o Meminta peserta yang belum disebut namanya untuk memperkenalkan diri,
sehingga seluruh peserta saling berkenalan
Langkah 2: Pencairan
Fasilitator menyiapkan kursi sejumlah peserta dan disusun melingkar.
Fasilitator meminta semua peserta duduk di kursi dan satu diantaranya duduk di
tengah lingkaran.
Peserta yang duduk di tengah lingkaran diminta memberi aba-aba,agar peserta yang
disebut identitasnya pindah duduk,misalnya dengan menyeru: ”Semua peserta
berbaju merah pindah” Pada keadaan tersebut akan terjadi pertukaran tempat duduk
dan saling berebut. Hal tersebut menggambarkan suasana “storming”, atau seperti
“badai” yang merupakan tahap awal dari suatu pembentukan kelompok.
Ulangi lagi, setiap peserta yang duduk di tengah lingkaran untuk menyerukan
identitas yang berbeda, misalnya pesrta yang berkaca mata atau yang berbaju batik
dan lain-lain.Lakukan permainan tersebut selama 10 menit.
Fasilitator memandu peserta untuk merefleksikan perasaannya dalam permainan
tersebut serta pengalaman belajar apa yang diperolehnya.
Fasilitator membuat rangkuman bersama-sama peserta,agar terjadi proses yang
dinamis.
205
sedemikian rupa agar semua berperan aktif dan memberikan komitmennya untuk
metaati norma kelas tersebut.
Fasilitator memandu brainstorming tentang sanksi apa yang harus diberlakukan bagi
orang yang tidak mematuhi atau melanggar norma yang telah disepakati. Tuliskan
hasil brainstorming di papan flipchart agar bisa dibaca oleh semua peserta.Peserta
difasilitasi sedemikian rupa sehingga aktif dalam melakukan brainstorming.
Fasilitator memandu membahas hasil brainstorming, sehingga dapat dirumuskan
sanksi yang disepakati kelas.
Fasilitator meminta salah seorang peserta untuk menuliskan dengan jelas rumusan
sanksi yang telah disepakati tersebut pada kertas flipchart serta menempelnya di
dinding agar bisa dibaca dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Komitmen
206
Komitmen belajar/pembelajaran,adalah keterpanggilan seseorang/kelompok/kelas
(peserta pelatihan) untuk berupaya dengan penuh kesungguhan mengaktualisasikan apa
yang menjadi tujuan pelatihan/pembelajaran.Keadaan ini sangat menguntungkan dalam
mencapai keberhasilan individu/kelompok/kelas,karena dalam diri setiap orang yang
memiliki komitmen tersebut akan terjadi niat baik dan tulus untuk memberikan yang
terbaik kepada individu lain,kelompok dan kelas secara keseluruhan.
Harapan
Dalam menetukan harapan harus realistis dan rasional sehingga kemungkinan untuk
mencapainya besar.Harapan jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu rendah.
Norma
Merupakan nilai yang diyakini oleh suatu kelompok atau masyarakat,kemudian menjadi
kebiasaan serta dipatuhi sebagai patokan dalam perilaku kehidupan sehari hari
kelompok/masyarakat tersebut.Norma adalah gagasan, kepercayaan tentang
kegiatan,instruksi,perilaku yang seharusnya dipatuhi oleh suatu kelompok.
Kontrol Kolektif
207
Lembar Kerja
Penugasan 1.
Menentukan Harapan Pembelajaran dan kekhawatiran untuk mencapai harapan
tersebut.
Tahap 1: Menentukan harapan kelompok.
Peserta dibagi dalam kelompok kecil a 5-8 orang.
Mula mula peserta bekerja secara individu.
Secara sendiri sendiri setiap peserta mengidentifikasi apa yang menjadi
harapannya terhadap pelatihan ini.Tuliskan pada kertas catatan masing masing
3 harapan yang menjadi prioritas. Tuliskan juga kekhawatiran untuk mencapai
harapan
Kemudian diskusikan harapan masing masing peserta dalam kelompok
dipandu oleh ketua kelompok.
Dengan metode brainstorming setiap peserta menyampaikan pendapatnya
tentang usulan harapan kelompok berdasarkan hasil renungan dan analisis
dari harapan harapan semua anggota kelompok.
Kelompok diharapkan dapat menentukan harapan kelompok dan kekhawatiran
sebagai hasil kesepakatan bersama.Setiap kelompok menentukan 3 harapan
yang menjadi prioritas kelompok.
Tuliskan harapan kelompok dan kekhawatiran pada kertas flipchart.
208
Tahap 3,Menentukan norma kelas
209
Lembar Penugasan 2. Menentukan Kontrol Kolektif
1 1.
2. 2.
3. 3.
210
MATERI PENUNJANG 2
ANTI KORUPSI
I. Deskripsi Singkat
Sampai saat ini korupsi merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi bangsa
Indonesia dan berdampak tidak saja merugikan keuangan negara tetapi juga merupakan
pelanggaran hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, menggerogoti kesejahteraan dan
demokrasi, merusak aturan hukum, dan menghambat pembangunan.Korupsi harus
dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu
memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya pemberantasan
korupsi–yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu (1) penindakan, dan (2) pencegahan–
tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa
melibatkan peran serta masyarakat.
Materi ini membahas tentang konsep korupsi, konsep anti korupsi, dampak tindak
pidana korupsi, niat, semangat dan komitmen melakukan pemberantasan anti korupsi,
serta gratifikasi. Materi disampaikan dengan metode dan curah pendapat dan ceramah
tanya jawab.
211
II. Tujuan Pembelajaran
Pada modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan berikut:
Pokok bahasan 1.Pengertian Korupsi dan Konsep Anti Korupsi
Pokok bahasan 2.Dampak dari perilaku dan tindak pidana korupsI.
Pokok bahasan 3.Cara membangun semangat dan komitment melakukan
pemberantasan korupsi.
Pokok bahasan 4. Cara melakukan perubahan dan langkah perbaikan.
Dalam proses pembelajaran modul ini, peserta dapat menggunakan bahan belajar
berikut:
Permainan/games
Instrumen
Alat Permainan
Departemen Kesehatan RI, 2010, Membangun Komitmen Belajar, Pusdiklat
LAN 2010, Dinamika Kelompok
Pusdiklat Depkes RI, 2010,Team Building.
Bahan Presentasi
212
V. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini sebanyak 2 jam pelajaran (T=2, P=0,
PL=0) @45 menit untuk memudahkan proses pembelajaran, dilakukan langkah-langkah
kegiatan pembelajaran sebagai berikut.
Di dalam ruang kelas, kursi disusun melingkar sejumlah peserta
Langkah 1.
Pengkondisian peserta
Langkah kegiatan:
3. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat dan menyampaikan tujuan
pembelajaran
4. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan
disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 2.
Penyampaian dan pembahasan
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan sub
pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. Fasilitator menyampaikan materi
dengan metode ceramah tanya jawab, kemudian curah pendapat.
Langkah 3.
Rangkuman dan Kesimpulan
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap
materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan.
3. Fasilitator membuat kesimpulan.
213
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/ korruptie” (Belanda).
Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Ada banyak pengertian tentang korupsi, di antaranya adalah berdasarkan Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), didefinisikan “penyelewengan atau penggelapan
uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk keperluan pribadi”.
Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa (Muhammad Ali:
1998):
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/ sogok, memakai kekuasaan
untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok, dan sebagainya; dan
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.
Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak,
berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat
amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur
pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut
faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam
kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
214
Berikut ini adalah uraian secara rinci untuk tiap nilai anti korupsi
a. Kejujuran
Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak
berbohong, dan tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting
bagi kehidupan pegawai, tanpa sifat jujur pegawai tidak akan dipercaya dalam
kehidupan sosialnya (Sugono: 2008).
Nilai kejujuran dalam kehidupan dunia kerja yang diwarnai dengan budaya kerja
sangat-lah diperlukan. Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang yang berlaku
dimana-mana termasuk dalam kehidupan di dunia kerja. Jika pegawai terbukti
melakukan tindakan yang tidak jujur, baik pada lingkup kerja maupun sosial,
maka selamanya orang lain akan selalu merasa ragu untuk mempercayai
pegawai tersebut.
b. Kepedulian
Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan dan
menghiraukan (Sugono: 2008). Nilai kepedulian sangat penting bagi seorang
pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di masyarakat. Sebagai calon
pemimpin masa depan, seorang pegawai perlu memiliki rasa kepedulian
terhadap lingkungannya, baik lingkungan di dalam dunia kerja maupun
lingkungan di luar dunia kerja.
215
kalangan pegawai sebagai subjek kerja sangat penting. Seorang pegawai
dituntut untuk peduli terhadap proses belajar mengajar di dunia kerja, terhadap
pengelolalaan sumber daya di dunia kerja secara efektif dan efisien, serta
terhadap berbagai hal yang berkembang di dalam dunia kerja. pegawai juga
dituntut untuk peduli terhadap lingkungan di luar dunia kerja. Beberapa upaya
yang bisa dilakukan sebagai wujud kepedulian di antaranya adalah dengan
menciptakan
Sikap tidak berbuat curang atau tidak jujur. Selain itu jika seorang pegawai
pernah melakukan kecurangan ataupun kebohongan, akan sulit untuk dapat
memperoleh kembali kepercayaan dari pegawai lainnya. Sebaliknya jika
terbukti bahwa pegawai tersebut tidak pernah melakukan tindakan kecurangan
maupun kebohongan maka pegawai tersebut tidak akan mengalami kesulitan
yang disebabkan tindakan tercela tersebut.
c. Kemandirian
Kondisi mandiri bagi pegawai dapat diartikan sebagai proses mendewasakan
diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas
dan tanggung jawabnya. Hal ini penting untuk masa depannya dimana pegawai
tersebut harus mengatur kehidupannya dan orang-orang yang berada di bawah
tanggung jawabnya sebab tidak mungkin orang yang tidak dapat mandiri
(mengatur dirinya sendiri) akan mampu mengatur hidup orang lain. Dengan
karakter kemandirian tersebut pegawai dituntut untuk mengerjakan semua
tanggung jawab dengan usahanya sendiri dan bukan orang lain (Supardi:
2004).
d. Kedisiplinan
Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada
peraturan (Sugono: 2008). Dalam mengatur kehidupan dunia kerja baik kerja
maupun sosial pegawai perlu hidup disiplin. Hidup disiplin tidak berarti harus
hidup seperti pola militer di barak militier namun hidup disiplin bagi pegawai
adalah dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada untuk dipergunakan
dengan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas baik dalam lingkup kerja
maupun sosial dunia kerja.
Manfaat dari hidup yang disiplin adalah pegawai dapat mencapai tujuan
hidupnya dengan waktu yang lebih efisien. Disiplin juga membuat orang lain
percaya dalam mengelola suatu kepercayaan. Nilai kedisiplinan dapat
216
diwujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik,
kepatuhan pada seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku di dunia kerja,
mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, dan fokus pada pekerjaan.
e. Tanggung Jawab
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono: 2008).
Pegawai adalah sebuah status yang ada pada diri seseorang yang telah lulus
dari penkerjaan terakhirnya yang melanjutkan pekerjaan dalam sebuah
lembaga yang bernama organisasi. Pegawai yang memiliki rasa tanggung
jawab akan memiliki kecenderungan menyelesaikan tugas lebih baik dibanding
pegawai yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. Pegawai yang memiliki rasa
tanggung jawab akan mengerjakan tugas dengan sepenuh hati karena berpikir
bahwa jika suatu tugas tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat merusak
citra namanya di depan orang lain. Pegawai yang dapat diberikan tanggung
jawab yang kecil dan berhasil melaksanakannya dengan baik berhak untuk
mendapatkan tanggung jawab yang lebih besar lagi sebagai hasil dari
kepercayaan orang lain terhadap pegawai tersebut. Pegawai yang memiliki
rasa tanggung jawab yang tinggi mudah untuk dipercaya orang lain dalam
masyarakat misalkan dalam memimpin suatu kepanitiaan yang diadakan di
dunia kerja.
Tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan yang
salah, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab tersebut
berupa perwujudan kesadaran akan kewajiban menerina dan menyelesaikan
semua masalah yang telah di lakukan. Tanggung jawab juga merupakan suatu
pengabdian dan pengorbanan.
f. Kerja keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Kata ”kemauan” menimbulkan
asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan jelas, daya kerja,
pendirian, pengendalian diri, keberanian, ketabahan, keteguhan, tenaga,
kekuatan, kelaki-lakian dan pantang mundur. Adalah penting sekali bahwa
kemauan pegawai harus berkembang ke taraf yang lebih tinggi karena harus
menguasai diri sepenuhnya lebih dulu untuk bisa menguasai orang lain. Setiap
kali seseorang penuh dengan harapan dan percaya, maka akan menjadi lebih
217
kuat dalam melaksanakan pekerjaannya. Jika interaksi antara individu pegawai
dapat dicapai bersama dengan usaha kerja keras maka hasil yang akan dicapai
akan semakin optimum.
Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang sesuai
dengan target. Akan tetapi bekerja keras akan menjadi tidak berguna jika tanpa
adanya pengetahuan. Di dalam dunia kerja, para pegawai diperlengkapi
dengan berbagai ilmu pengetahuan.
g. Sederhana
Gaya hidup pegawai merupakan hal yang penting dalam interaksi dengan
masyarakat di sekitarnya. Gaya hidup sederhana sebaiknya perlu
dikembangkan sejak pegawai me-ngenyam masa penkerjaannya. Dengan gaya
hidup sederhana, setiap pegawai dibiasakan untuk tidak hidup boros, hidup
sesuai dengan kemampuannya dan dapat memenuhi semua kebutuhannya.
Kerap kali kebutuhan diidentikkan dengan keinginan semata, padahal tidak
selalu kebutuhan sesuai dengan keinginan dan sebaliknya.
Dengan menerapkan prinsip hidup sederhana, pegawai dibina untuk
memprioritaskan kebutuhan di atas keinginannya. Prinsip hidup sederhana ini
merupakan parameter penting dalam menjalin hubungan antara sesama
pegawai karena prinsip ini akan mengatasi permasalahan kesenjangan sosial,
iri, dengki, tamak, egois, dan yang sikap-sikap negatif lainnya lainnya. Prinsip
hidup sederhana juga menghindari seseorang dari keinginan yang berlebihan.
h. Keberanian
Jika kita temui di dalam dunia kerja, ada banyak pegawai yang sedang
mengalami kesulitan dan kekecewaan. Meskipun demikian, untuk
menumbuhkan sikap keberanian demi mempertahankan pendirian dan
keyakinan pegawai, terutama sekali pegawai harus mempertimbangkan
berbagai masalah dengan sebaik-baiknya.
Nilai keberanian dapat dikembangkan oleh pegawai dalam kehidupan di dunia
kerja dan di luar dunia kerja. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani
mengatakan dan membela kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani
bertanggung jawab, dan lain sebagainya
Prinsip akuntabilitas dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam kehidupan
sehari-hari sebagai pegawai Misalnya program-program kegiatan arus dibuat
dengan mengindahkan aturan yang berlaku di dunia kerja dan dijalankan sesuai
dengan aturan.
218
i. Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak
memihak. Bagi pegawai karakter adil ini perlu sekali dibina agar pegawai dapat
belajar mempertimbangkan dan mengambil keputusan secara adil dan benar.
a. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua
lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam
bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya
(individu dengan individu) maupun pada level lembaga (Bappenas: 2002).
Lembaga-lembaga tersebut berperan dalam sektor bisnis, masyarakat, publik,
maupun interaksi antara ketiga sektor.
Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk
mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan cara memberikan
kewajiban untuk dapat memberikan jawaban (answerability) kepada sejumlah
otoritas eksternal (Dubnik: 2005). Selain itu akuntabilitas publik dalam arti yang
paling fundamental merujuk kepada kemampuan menjawab kepada seseorang
terkait dengan kinerja yang diharapkan (Pierre: 2007). Seseorang yang diberikan
jawaban ini haruslah seseorang yang memiliki legitimasi untuk melakukan
pengawasan dan mengharapkan kinerja (Prasojo: 2005).
219
Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam mekanismenya, antara lain
adalah akuntabilitas program, akuntabilitas proses, akuntabilitas keuangan,
akuntabilitas outcome, akuntabilitas hukum, dan akuntabilitas politik (Puslitbang,
2001). Dalam pelaksanaannya, akuntabilitas harus dapat diukur dan
dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban
atas semua kegiatan yang dilakukan. Evaluasi atas kinerja administrasi, proses
pelaksanaan, dampak dan manfaat yang diperoleh masyarakat baik secara
langsung maupun manfaat jangka panjang dari sebuah kegiatan.
b. Transparansi
Adalah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah transparansi. Prinsip
transparansi ini penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi
dan mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga
segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Prasojo: 2007).
Selain itu transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses
dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling sederhana,
transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung
tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini
merupakan modal awal yang sangat berharga bagi para pegawai untuk dapat
melanjutkan tugas dan tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang
(Kurniawan: 2010).
Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu:
1) proses penganggaran,
Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan,
implementasi, laporan pertanggung-jawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap
kinerja anggaran.
2) proses penyusunan kegiatan,
Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait dengan proses
pembahasan tentang sumber-sumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan
alokasi anggaran (anggaran belanja).
3) proses pembahasan,
Proses pembahasan membahas tentang pembuatan rancangan peraturan yang
berkaitan dengan strategi penggalangan (pemungutan) dana, mekanisme
pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender, pengerjaan teknis, pelaporan
finansial dan pertanggungjawaban secara teknis.
4) proses pengawasan,
220
Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek pembangunan
berkaitan dengan kepentingan publik dan yang lebih khusus lagi adalah proyek-
proyek yang diusulkan oleh masyarakat sendiri. Proses lainnya yang penting
adalah proses evaluasi.
5) proses evaluasi.
Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek dijalankan secara
terbuka dan bukan hanya pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga
secara teknis dan fisik dari setiap out put kerja-kerja pembangunan.
Hal-hal tersebut merupakan panduan bagi pegawai untuk dapat melaksanakan
kegiatannya agar lebih baik.
Setelah pembahasan prinsip ini, pegawai sebagai individu dan juga bagian dari
masyarakat/ organisasi/ institusi diharapkan dapat mengimplementasikan prinsip
transparansi di dalam kehidupan keseharian pegawai.
c. Kewajaran
Prinsip anti korupsi lainnya adalah prinsip kewajaran. Prinsip fairness atau
kewajaran ini ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran)
dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya.
Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri dari lima hal penting yaitu komprehensif dan
disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran, dan informatif.
Komprehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek,
berkesinam-bungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak
melampaui batas (off budget), sedangkan fleksibilitas artinya adalah adanya
kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas. Terprediksi berarti
adanya ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas value for money untuk
menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi
merupakan cerminan dari adanya prinsip fairness.
Prinsip kewajaran dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam kehidupan di dunia
kerja. Misalnya, dalam penyusunan anggaran program kegiatan kepegawaian harus
dilakukan secara wajar. Demikian pula dalam menyusun Laporan pertanggung-
jawaban, harus disusun dengan penuh tanggung-jawab.
d. Kebijakan
Prinsip anti korupsi yang keempat adalah prinsip kebijakan. Pembahasan mengenai
prinsip ini ditujukan agar pegawai dapat mengetahui dan memahami kebijakan anti
korupsi. Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi
penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kebijakan anti
korupsi ini tidak selalu identik dengan undang-undang anti-korupsi, namun bisa
221
berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang
desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat
memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan
penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara.
Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana
kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan efektif apabila di dalamnya
terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi dan kualitas dari isi
kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya.
Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor
penegak kebijakan yaitu keKemenkesan, kejaksaan, pengadilan, pengacara, dan
lembaga pemasyarakatan.
Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap,
persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang anti
korupsi. Lebih jauh lagi, kultur kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
e. Kontrol Kebijakan
Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan. Kontrol kebijakan merupakan
upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua
bentuk korupsi. Pada prinsip ini, akan dibahas mengenai lembaga-lembaga
pengawasan di Indonesia, self-evaluating organization, reformasi sistem
pengawasan di Indonesia, problematika pengawasan di Indonesia.
Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol kebijakan
berupa partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta
dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol kebijakan berupa oposisi.
C. CIRI-CIRI KORUPSI
Seperti apa ciri-ciri korupsi?
Ada 6 ciri korupsi adalah sebagai berikut:
1. dilakukan oleh lebih dari satu orang;
2. merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih;
3. berhubungan dengan kekuasaan/ kewenangan tertentu;
4. berlindung di balik pembenaran hukum;
5. melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum
6. mengkhianati kepercayaan
222
Screen Shoot 2. Tanda-tanda Korupsi
223
No Bentuk Korupsi Perbuatan Korupsi
Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi;
Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada.
2 Suap Menyuap
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara
dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya;
Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara karena atau
berhubungan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya;
Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya atau oleh pemberi hadiah/janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut;
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan disimpan karena
jabatannya, atau uang/ surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau
membantu dalam melakukan perbuatan tersebut;
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja
memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan adminstrasi;
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja
menggelapkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau
daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang
berwenang, yang dikuasai karena jaba-tannya;
224
Tabel 2. Bentuk / Jenis Korupsi (Lanjutan)
4 Pemerasan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta
atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada
dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bu-kan merupakan utang;
5 Perbuatan Curang
Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam
keadaan perang;
Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau menyerahkan bahan bangunan,
sengaja membiarkan perbuatan curang;
Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan
sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan yang pada saat
dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
7 Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara dianggap pemberian suap,
apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya.
E. TINGKATAN KORUPSI
Ada 3 (tiga) tingkatan korupsi seperti uraian di bawah ini
225
1. Materi Benefit
Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material baik bagi
dirinya sendiri maupun orang kain. Korupsi pada level ini merupakan tingkat
paling membahayakan karena melibatkan kekuasaan dan keuntungan material.
Ini merupakan bentuk korupsi yang paling banyak terjadi di Indonesia
2. Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power)
Abuse of power merupakan korupsi tingkat menengah
Merupakan segala bentuk penyimpangan yang dilakukan melalui struktur
kekuasaan, baik pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga struktural
lainnya termasuk lembaga pendidikan tanpa mendapatkan keuntungan materi.
3. Pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust)
Pengkhianatan merupakan korupsi paling sederhana
Orang yang berkhianat atau mengkhianati kepercayaan atau amanat yang
diterimanya adalah koruptor.
Amanat dapat berupa apapun, baik materi maupun non materi
Anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau memanfaatkan
jabatan untuk kepentingan pribadi merupakan bentuk korupsi
Agar dapat dilakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi maka perlu diketahui faktor
penyebab korupsi. Secara umum ada dua penyebab korupsi yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.
226
Berikut adalah faktor-faktor penyebab korupsi:
1. Penegakan hukum tidak konsisten: penegakan hukum hanya sebagai make-up
politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan.
2. Penyalahgunaan kekuasaan/ wewenang, takut dianggap bodoh kalau tidak
menggunakan kesempatan.
3. Langkanya lingkungan yang antikorup: sistem dan pedoman antikorupsi hanya
dilakukan sebatas formalitas.
4. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang diperoleh
harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong
penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi
masyarakat.
5. Kemiskinan, keserakahan: masyarakat kurang mampu melakukan korupsi
karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan
korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan keuntungan.
6. Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah.
7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi: saat
tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya
diringankan hukumannya.
8. Budaya permisif/ serba membolehkan; tidak mau tahu: menganggap biasa bila
ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya
sendiri terlindungi
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia mengidentifikasi
beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu: aspek individu pelaku korupsi, aspek organisasi,
aspek masyarakat tempat individu, dan korupsi yang disebabkan oleh sistem yang buruk
Korupsi yang disebabkan oleh individu, yaitu sifat tamak, moral kurang kuat
menghadapi godaan, penghasilan kurang mencukupi untuk kebutuhan yang
wajar, kebutuhan yang mendesak, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau
bekerja keras, serta ajaran-ajaran agama kurang diterapkan secara benar.
227
rendahnya sikap solidaritas sosial, karena terdapat pemandangan yang kontradiktif
antara gaya hidup mewah di satu sisi dan kondisi kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan pokok bagi masyarakat miskin pada sisi lainnya.
b. Aspek Organisasi
Pada aspek organisasi, korupsi terjadi karena kurang adanya keteladanan dari
pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas di
pemerintah kurang memadai, kelemahan sistem pengendalian manajemen, serta
manajemen yang lebih mengutamakan hirarki kekuasaan dan jabatan cenderung
akan menutupi korupsi yang terjadi di dalam organisasi.
Hal tersebut ditandai dengan adanya resistensi atau penolakan secara kelembagaan
terhadap setiap upaya pemberantasan korupsi. Manajemen yang demikian, menutup
rapat bagi siapa pun untuk membuka praktik korkupsi kepada publik.
Secara sistematis lambat laun perilaku sosial yang koruptif akan berkembang
menjadi budaya korupsi sehingga masyarakat terbiasa hidup dalam kondisi
ketidaknyamanan dan kurang berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi.
228
Lemahnya tata-kelola birokrasi di Indonesia dan maraknya tindak korupsi baik
ilegal maupun yang ”dilegalkan” dengan aturan-aturan yang dibuat oleh
penyelenggara negara, merupakan tantangan besar yang masih harus dihadapi
negara ini. Kualitas tata kelola yang buruk ini tidak saja telah menurunkan kualitas
kehidkupan bangsa dan bernegara, tetapi juga telah banyak memakan korban jiwa
dan bahkan ancaman akan terjadinya lost generation bagi Indonesia.
Dalam kaitannya dengan korupsi oleh lembaga birokrasi pemerintah, beberapa
faktor yang perlu mendapatkan perhatian adalah menyangkut manajemen Sumber
Daya Manusia (SDM) dan penggajian pegawai yang ditandai dengan kurangnya
penghasilan, sistem penilaian prestasi kerja yang tidak dievaluasi, serta tidak
terkaitnya antara prestasi kerja dengan penghasilan.
Korupsi yang disebabkan oleh sistem yang koruptif inilah yang pada akhirnya akan
menghambat tercapainya clean and good governance. Jika kita ingin mencapai
pada tujuan clean and good governance, maka perlu dilakukan reformasi birokrasi
yang terkait dengan pembenahan sistem birokrasi tersebut.
Kehidupan telah diciptakan dengan penuh harmoni, semua berjalan dengan orbitnya, ketika
sesuatu mengalami penyimpangan maka terjadi kerusakan dimuka bumi. Penanganan
korupsi perlu diselesaikan secara komprehensif, karena korupsi adalah masalah kehidupan.
Dampak dan bahayanya bisa ber pengaruh secara jangka panjang. Perbuatan korupsi
memberikan dampak antara lain:
1. Negara korup harus membayar biaya hutang yang lebih besar.
2. Harga infrastuktur lebih tinggi
3. Tingkat korupsi yang tinggi meningkkan ketimpangan pendapatan dan kemiskinan
4. Korupsi menurunkan investasi
5. Persepsi korupsi memiliki dampak yang kuat dan negatif terhadap arus investasi asing.
6. Negara-negara yang dianggap memiliki tingkat korupsi yang relatif rendah selalu menarik
investasi lebih banyak dari negara rentan korupsi.
7. Niat, Semangat dan Komitmen Anti Korupsi+
229
Kesadaran Anti Korupsi Anda yang telah mencapai puncak tertinggi akan menyentuh
spiritual accountability Anda, apalagi ketika menyadari bahwa dampak korupsi itu tidak
sekedar kerugian keuangan negara, namun ada kaitannya dengan kerusakan kehidupan.
Sebagai bagian dari warga negara Indonesia dengan keyakinan akan Ketuhanan Yang
Maha Esa, maka kehidupan akan disadari sebagai 3 episode utama, sebelum kehidupan
dunia, kehidupan dunia sendiri dan kehidupan paska dunia. Penyimpangan secara sosial
terjadi ketika manusia menyimpang atau lupa pada perjanjian mereka dengan Tuhannya,
pada saat di alam roh (Primordial Covenant).
A. Pengertian Spiritual
Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta,
tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu.
Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek:
1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidak pastian dalam
kehidupan,
2. Menemukan arti dan tujuan hidup,
3. Menyadari kemempuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri,
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi.
5. Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayaai atau mempunyai
komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua
pengertian. Pertama kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga
keagamaan seperti Islam, Kristen, Budha, dll. Kedua, kepercayaan didefinisikan sebagai
sesuatu yang berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang yang
mempunyai wewenang atau kuasa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang
keyakinan (belief) dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope).
230
Adapun unsur-unsur spiritualitas meliputi kesehatan spiritual, kebutuhan spiritual, dan
kesadaran spiritual. Dimensi spiritual merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu
kesatuan antara unsur psikologikal, atau fisik, sosiologikal dan spiritual.
NIAT, SEMANGAT,
KOMITMEN ANTI KORUPSI
Visi &
Spiritual Niat Usaha Hasil
Misi
Accountability Baik
Baik
Terbaik Terbaik
Spiritual Accountability yang baik akan menghasilkan niat baik, yang akan menghasilkan
visi dan misi yang baik, selanjutnya akan diterjemahkan dalam usaha yang terbaik untuk
mendapatkan hasil terbaik.
Hubungan konsekuensi tersebut idealnya dapat menjamin bahwa pemilik spiritual
accountability yang baik akan mendorong public accountability yang baik pula, dan
tentunya tidak akan tergerak dan mempunyai niat sedikitpun untuk membuat kerusakan
termasuk didalamnya adalah melakukan korupsi, sebaliknya justru akan mempunyai niat
yang sangat kuat untuk menghindari korupsi.
B. Pengertian Niat
Kata Niat dalam bahasa Arab berarti mengingini sesuatu dan bertekad hati untuk
mendapatkannya.
Dengan kata lain niat berarti kehendak atau yakinnya hati untuk melakukan sesuatu dan
kuatnya kehendak untuk melakukannya tanpa keraguan.
231
Niat anti korupsi semakin kuat bagi mereka yang ingat pada Tuhannya, ia tidak ingin
urusan dunia merusak perjanjian dengan Tuhannya dan akan menjadi beban bagi
kehidupan setelah dunia.
Saat ini juga, niat anda untuk anti korupsi dan berusaha membangun integritas diri,
keluarga, organisasi masyarakat dan bangsa semakin menguat dan berubah menjadi
energi yang selalu menyemangatidan membuat komitmen untuk bergerak memberantas
korupsi.
Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun,
di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti
itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya.
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan pengertian korupsi, faktor-faktor penyebab korupsi,
nilai-nilai yang perlu dikembangkan untuk mencegah seseorang melakukan korupsi atau
perbuatan-perbuatan koruptif dan prinsip-prinsip upaya pemberantasan korupsi.
Ada yang mengatakan bahwa upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah
menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi.
Dengan demikian, bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban
yang paling tepat untuk memberantas korupsi.Merupakan sebuah realita bahwa kita sudah
memiliki berbagai perangkat hukum untuk memberantas korupsi yaitu peraturan perundang-
undangan. Kita memiliki lembaga serta aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan
peraturan tersebut baik keKemenkesan, kejaksaan, dan pengadilan. Kita bahkan memiliki
sebuah lembaga independen yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
kesemuanya dibentuk salah satunya untuk memberantas korupsi.
Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa bekal penkerjaan (termasuk Pekerjaan Agama)
memegang peranan yang sangat penting untuk mencegah korupsi. Benarkah demikian?
Yang cukup mengejutkan, negara-negara yang tingkat korupsinya cenderung tinggi, justru
adalah negara-negara yang masyarakatnya dapat dikatakan cukup taat beragama.
232
Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan lembaga
pemerintahan serta lembaga-lembaga negara harus direformasi.
Pada bagian atau bab ini, akan dipaparkan berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan
korupsi yang dapat dan telah dipraktikkan di berbagai negara. Ada beberapa bahan menarik
yang dapat didiskusikan dan digali bersama untuk melihat upaya yang dapat kita lakukan
untuk memberantas korupsi.
Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk memberantas
korupsi yang dikembangkan oleh United Nations yang dinamakan the Global Program
Against Corruption dan dibuat dalam bentuk United Nations Anti-Corruption Toolkit
(UNODC: 2004).
233
Bagaimana dengan Indonesia?
Kita sudah memiliki Lembaga yang secara khusus dibentuk untuk memberantas
korupsi. Lembaga tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperbaiki kinerja lembaga peradilan.
Apa saja yang sudah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
mencegah dan memberantas korupsi? Adakah yang masih harus diperbaiki dari kinerja
KPK yang merupakan lembaga independen anti-korupsi yang ada di Indonesia?
Ada beberapa negara yang tidak memiliki lembaga khusus yang memiliki kewenangan
seperti KPK Namun tingkat korupsi di negara-negara tersebut sangat rendah.
Mengapa?
Salah satu jawabannya adalah lembaga peradilannya telah berfungsi dengan baik dan
aparat penegak hukumnya bekerja dengan penuh integritas.
Ini berarti pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak hukum harus ditingkatkan.
Yang menjadi masalah adalah bila mereka tidak mau (unwilling) atau tidak memiliki
keinginan yang kuat (strong political will) untuk memberantas korupsi, atau justru
terlibat dalam berbagai perkara korupsi.
Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara untuk
mencegah korupsi.
Semakin banyak meja yang harus dilewati untuk mengurus suatu hal, semakin banyak
pula kemungkinan untuk terjadinya korupsi. Salah satu cara untuk menghindari praktik
suap menyuap dalam rangka pelayanan publik adalah dengan mengumumkan secara
resmi biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk mengurus suatu hal seperti
234
mengurus paspor, mengurus SIM, mengurus ijin usaha atau Ijin Mendirikan Bangunan
(IMB), dsb.
Salah satu hal yang juga cukup krusial untuk mengurangi risiko korupsi adalah dengan
memperbaiki dan memantau kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum Otonomi Daerah
diberlakukan, umumnya semua kebijakan diambil oleh Pemerintah Pusat. Dengan
demikian korupsi besar-besaran umumnya terjadi di Ibukota negara atau di Jakarta.
Dengan otonomi yang diberikan kepada Pemerintah Daerah, kantong korupsi tidak
terpusat hanya di ibukota negara saja tetapi berkembang di berbagai daerah. Untuk itu
kinerja dari aparat pemerintahan di daerah juga perlu diperbaiki dan dipantau atau
diawasi terbukti melakukan korupsi.
Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah memberi hak pada masyarakat untuk
mendapatkan akses terhadap informasi (access to information). Sebuah sistem harus
dibangun di mana kepada masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta segala
informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi hajat
hidup orang banyak. Hak ini dapat meningkatkan keinginan pemerintah untuk
membuat kebijakan dan menjalankannya secara transparan.
Isu mengenai public awareness atau kesadaran serta kepedulian publik terhadap
bahaya korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat adalah salah satu bagian.
Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat publik
untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum
maupun sesudah menjabat.
235
Dengan demikian masyarakat dapat memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah
kekayaan yang dimiliki khususnya apabila ada peningkatan jumlah kekayaan setelah
selesai menjabat.
Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di pemerintahan pusat, daerah
maupun militer, salah satu cara untuk memperkecil potensi korupsi adalah dengan
melakukan lelang atau penawaran secara terbuka. Masyarakat harus diberi otoritas
atau akses untuk dapat memantau dan memonitor hasil dari pelelangan atau
penawaran tersebut.
Untuk itu harus dikembangkan sistem yang dapat memberi kemudahan bagi
masyarakat untuk ikut memantau ataupun memonitor hal ini yang sangat penting dari
upaya memberantas korupsi.
Salah satu cara untuk meningkatkan public awareness adalah dengan melakukan
kampanye tentang bahaya korupsi. Sosialisasi serta diseminasi di ruang publik mengenai
apa itu korupsi, dampak korupsi dan bagaimana memerangi korupsi harus diintensifkan.
Kampanye tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan media massa (baik cetak
maupun tertulis), melakukan seminar dan diskusi.
Spanduk dan poster yang berisi ajakan untuk menolak segala bentuk korupsi „harus‟
dipasang di kantor-kantor pemerintahan sebagai media kampanye tentang bahaya
korupsi bahkan memasukkan materi budaya anti korupsi menjadi bagian dari
pembelajaran pada pelatihan bagi aparatur sipil negara.
Salah satu cara untuk ikut memberdayakan masyarakat dalam mencegah dan
memberantas korupsi adalah dengan menyediakan sarana bagi masyarakat untuk
melaporkan kasus korupsi.
Di beberapa negara, pasal mengenai „fitnah‟ dan “pencemaran nama baik” tidak
dapat diberlakukan untuk mereka yang melaporkan kasus korupsi dengan pemikiran
bahwa bahaya korupsi dianggap lebih besar dari pada kepentingan individu.
Pers yang bebas adalah salah satu pilar dari demokrasi. Semakin banyak informasi
yang diterima oleh masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya korupsi. Media
236
memiliki fungsi yang efektif untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat
publik.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingat lokal atau internasional
juga memiliki peranan penting untuk mencegah dan memberantas korupsi. Mereka
adalah bagian dari masyarakat sipil (civil society) yang keberadaannya tidak dapat
diremehkan begitu saja. Sejak era reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti-
Korupsi banyak bermunculan. Sama seperti pers yang bebas, LSM memiliki fungsi
untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik.
Mengacu pada berbagai aspek yang dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi
sebagaimana telah dipaparkan dalam bab sebelumnya, dapat dikatakan bahwa
penyebab korupsi terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datangnya dari diri pribadi atau
individu, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan atau sistem. Upaya
pencegahan korupsi pada dasarnya dapat dilakukan dengan menghilangkan, atau
setidaknya mengurangi, kedua faktor penyebab korupsi tersebut.
Faktor internal sangat ditentukan oleh kuat tidaknya nilai-nilai anti korupsi tertanam
dalam diri setiap individu. Nilai-nilai anti korupsi tersebut antara lain meliputi
kejujuran, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana,
keberanian, dan keadilan.
Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk dapat
mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi. Untuk mencegah terjadinya
faktor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti korupsi, setiap individu perlu
memahami dengan mendalam prinsip-prinsip anti korupsi yaitu akuntabilitas,
transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan dalam suatu organisasi/
institusi/ masyarakat. Oleh karena itu hubungan antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai
anti korupsi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
237
Dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk menghubungkan strategi atau
upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari berbagai pihak yang
terlibat serta lingkungan di mana mereka bekerja atau beroperasi. Tidak ada jawaban,
konsep atau program tunggal untuk setiap negara atau organisasi.
Upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan memberikan
pidana atau menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian
bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang
paling tepat untuk memberantas korupsi. Benarkah demikian?
Untuk memberantas korupsi tidak dapat hanya mengandalkan hukum (pidana) saja
dalam memberantas korupsi.
238
2. Perbaikan sistem
Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku, untuk mengantisipasi
perkembangan korupsi dan menutup celah hukum atau pasal-pasal karet yang
sering digunakan koruptor melepaskan diri dari jerat hukum.
Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simpel dan efisien.
Menciptakan lingkungan kerja yang anti korupsi. Reformasi birokrasi.
Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan pribadi,
memberikan aturan yang jelas tentang penggunaan fasilitas negara untuk
kepentingan umum dan penggunaannya untuk kepentingan pribadi.
Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan pemberian sanksi
secara tegas.
Penerapan prinsip-prinsip Good Governance.
Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, memperkecil terjadinya human error.
3. Perbaikan manusianya
KPK terus berusaha melakukan pencegahan korupsi sejak dini. Berdasarkan studi
yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ada peran penting keluarga dalam
menanamkan nilai anti korupsi.
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ada peran penting
keluarga dalam proses pencegahan korupsi. Keluarga batih menjadi pihak pertama
yang bisa menanamkan nilai anti korupsi saat anak dalam proses pertumbuhan.
"Keluarga batih itu adalah pihak pertama yang bisa menanamkan nilai anti korupsi ke
anak. Seiring anak tumbuh, nilai anti korupsi itu semakin mantap.
KPK menekankan pencegahan korupsi sejak dini. Sebabnya, ketika seseorang sudah
beranjak dewasa dan memiliki pemahaman sendiri, penanaman nilai anti korupsi
akan susah ditanamkan. Ketika orang sudah dewasa, apalagi dia adalah orang yang
pandai dan cerdas, sangat susah menanamkan nilai anti korupsi karena mereka
sudah punya pemahaman sendiri.
Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman. Mengoptimalkan peran
agama dalam memberantas korupsi. Artinya pemuka agama berusaha
mempererat ikatan emosional antara agama dengan umatnya dan menyatakan
dengan tegas bahwa korupsi adalah perbuatan tercela, mengajak masyarakat
untuk menjauhkan diri dari segala bentuk korupsi, mendewasakan iman dan
menumbuhkan keberanian masyarakat untuk melawan korupsi.
239
Memperbaiki moral sebagai suatu bangsa. Pengalihan loyalitas (kesetiaan) dari
keluarga/klan/suku kepada bangsa. Menolak korupsi karena secara moral salah
(Klitgaard, 2001). Morele herbewapening, yaitu mempersenjatai/ memberdayakan
kembali moral bangsa (Frans Seda, 2003).
Meningkatkan kesadaran hukum, dengan sosialisasi dan penkerjaan anti korupsi.
Mengentaskan kemiskinan. Meningkatkan kesejahteraan.
Memilih pemimpin yang bersih, jujur dan anti korupsi, pemimpin yang memiliki
kepedulian dan cepat tanggap, pemimpin yang bisa menjadi teladan.
Sementara itu untuk tindakan represif penegakan hukum dan hukuman yang berat
perlu dilaksanakan dan apabila terkait dengan implementasinya maka aspek individu
penegak hukum menjadi dominan, dalam perspektif ini pendidikan juga akan
berperan penting di dalamnya.
Dalam menjalani aktivitas sehari-hari dilingkup perusahaan mungkin kita melihat ada
beberapa “oknum” pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi namun kita binggung
bagaimana cara melaporkan kasus tersebut.
Pengertian laporan/pengaduan dapat kita temukan didalam Pasal 1 angka 24 dan 25 UU No.
8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
240
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban
berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang
atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.(Pasal 1 angka 24 KUHAP)
A. Laporan
Selanjutnya, di mana kita melapor? Dalam hal jika Anda ingin melaporkan suatu tindak
pidana korupsi yang terjadi di lingkungan kementerian Kesehatan, saat ini kementerian
Kesehatan melalui Inspektorat jenderal sudah mempunyai mekanisme pengaduan
tindak pidana korupsi.
Mekanisme pelaporan:
1. Tim Dumasdu pada unit Eselon 1 setiap bulan menyampaikan laporan penanganan
pengaduan masyarakat dalam bentuk surat kepada Sekretariat Tim Dumasdu.
Laporan tersebut minimal memuat informasi tentang nomor dan tanggal pengaduan,
isi ringkas pengaduan, posisi penanganan dan hasilnya penanganan.
2. Sekretariat Tim Dumasdu menyusun laporan triwulanan dan semesteran untuk
disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi dan pihak-pihak terkait lainnya.
241
Penyelesaian hasil penanganan dumas agar ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, berupa:
1. Tindakan administratif;
2. Tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi;
3. Tindakan perbuatan pidana;
4. Tindakan pidana;
5. Perbaikan manajemen.
C. Pengaduan
Pengaduan yang dapat bersumber dari berbagai pihak dengan berbagai jenis
pengaduan, perlu diproses ke dalam suatu sistem yang memungkinkan adanya
penanganan dan solusi terbaik dan dapat memuaskan keinginan publik terhadap
akuntabilitas pemerintahan.Ruang lingkup materi dalam pengaduan adalah adanya
kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk dalam delik aduan, dimana
tindakan seorang pengadu yang mengadukan permasalahan pidana delik aduan harus
segera ditindaklanjuti dengan sebuah tindakan hukum berupa serangkaian tindakan
penyidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Artinya dalam proses
penerimaan pengaduan dari masyarakat, seorang pejabat yang berwenang dalam hal ini
internal di Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat Jenderal, harus bisa
menentukan apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan oleh seorang pengadu
merupakan sebuah tindak pidana delik aduan ataukah bukan.
242
dan pelayanan masyarakat. Masyarakat terdiri atas orang perorangan, organisasi
masyarakat, partai politik, institusi, kementerian/lembaga pemerintah, dan pemerintah
daerah.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/ Per/ VIII/ 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Inspektorat Jenderal
mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian
Kesehatan, sehingga dalam rangka melaksanakan fungsi tersebut perlu suatu pedoman
penanganan pengaduan masyarakat yang juga merupakan bentuk pengawasan. Selain
itu untuk penanganan pengaduan masyarakat secara terkoordinasi di lingkungan
Kementerian Kesehatan telah dibentuk Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 134/
Menkes/ SK/ III/ 2012 tentang Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di
Lingkungan Kementerian Kesehatan (Tim Dumasdu) yang anggotanya para Kepala
bagian Hukormas yang ada pada masing-masing Unit Eselon I di Kementerian
Kesehatan.
243
Penanganan lebih lanjut berupa tanggapan secara langsung melalui klarifikasi atau
memberi jawaban, dan penyaluran/ penerusan kepada unit terkait yang berwenang
menangani.
F. Pencatatan Pengaduan
Pada dasarnya pengaduan disampaikan secara tertulis. Walaupun peraturan yang ada
menyebutkan bahwa pengaduan dapat dilakukan secara lisan, tetapi untuk lebih
meningkatkan efektifitas tindak lanjut atas suatu perkara, maka pengaduan yang
diterima masyarakat hanya berupa pengaduan tertulis.
244
REFERANSI: Dasar Hukum Tentang Korupsi
Beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan korupsi adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1);
2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/ MPR/ 1998
tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
4. UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
5. UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3874); sebagaimana telah diubah dengan UU no. 20 Th. 2001;
245
MATERI PENUNJANG 3
I. DESKRIPSI SINGKAT
Secara makro bahwa proses pembelajaran dikelas adalah langkah awal dalam
memperoleh kompetensi pengetahuan, sikap, perilaku dan psikomotor terkait dengan
substansi diklat, kemudian langkah berikutnya upaya menerapkan kompetensi tersebut
di tempat peserta latih bekerja. Seluruh kompetensi tidak akan bermanfaat bila tidak
diimplementasikan di tempat kerja.
Rencana tindak lanjut berupa rumusan rencana kegiatan terkait pelatihan harus
dirancang diakhir pembelajaran, sehingga peserta latih masih menyadari ada tugas
yang harus dikerjakan dengan kualitas yang lebih baik setelah bertugas kembali.
Dalam rencana tindak lanjut pelatihan TOT penanggulangan gangguan indera bagi
tenaga kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), diharapkan peserta
mampu melakukan penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan serta
gangguan pendengaran serta mampu menjadi pelatih dalam pelatihan penanggulangan
gangguan indera bagi tenaga kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP).
246
b. Ruang lingkup.
2. Langkah-langkah penyusunan RTL
a. RTL Fasilitator
b. RTL Petugas Puskesmas
Pelaporan Pelaksanaan RTL Triwulanan
247
2. Fasiltator memberikan kesempatan kepada peserta utuk menanyakan atau
menklarifikasikan hal-hal yang perlu ditanyakan.
3. Fasilitator memberikan jawaban atau tanggapan yang sesuai.
Langkah Kegiatan :
1. Fasiltator menyampaikan materi tentang rencana tindak lanjut (RTL)yang akan
disusun.
2. Fasiltator memberikan kesempatan kepada peserta utuk menanyakan atau
menklarifikasikan hal-hal yang perlu ditanyakan.
3. Fasilitator memberikan jawaban atau tanggapan yang sesuai.
248
Tujuan
Tujuan akhir dari Rencana Tindak Lanjut adalah peningkatan kinerja khususnya
peningkatan kualitas tenaga kesehatan dalam melakukan tugas pokok dan
fungsinya. Peningkatan kinerja dapat dicapai dengan penerapan kompetensi
sebagai suatu standar proses. Selanjutnya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
berdasarkan standar proses yang meningkatkan mutu cakupan pelayanan
kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat. Selaras dengan tujuan akhir
tersebut, secara spesifik tujuan dari Rencana Tindak Lanjut adalah sebagai berikut:
a. Teridentifikasinya rencana kegiatan tentang penerapan kompetensi pelatihan
yang diperoleh dari pelatihan di instansi asal peserta latih
b. Terdiseminasikannyamateri pelatihan yang diperoleh di instansi asal peserta
latih.
b. Measurable
Measurable artinya rencana kegiatan dapat diukur dan mempunyai satuan
ukuran seperti satuan jumlah, satuan waktu serta memiliki indikator proses
seperti trend yang menurun/meningkat yang dinyatakan dalam bentuk %, rate
dan ratio.
249
Misalnya pelaksanaan deteksi dini gangguan refraksi 100% di SD, SMP dan
SMA pada bulan Desember 2017.
c. Achievable
Kegiatan memiliki ciri achievable, jika kegiatan tersebut dilaksanakan, maka
tujuan kegiatan akan dapat dicapai.
Misalnya sosialisasi tentang program penanggualangan gangguan indera di
internal puskesmassehingga peran mantan peserta latih dapat dicapai sekalipun
yang bersangkutan mutasi atau berhalangan.
d. Relevan
Relevan artinya rencana kegiatan berhubungan langsung dengan kompetensi
pelatihan serta tugas pokok dan fungsi mantan peserta latih di instansinya.
Sosialisasi kegiatan penanggualangan gangguan indera ditempat kerja adalah
kompetensi diklat mantan peserta latih yang diharapkan diterapkan ditempat
kerjanya dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi.
e. Timely
Timely artinya setiap rencana kegiatan yang dicantumkan dalam Rencana
Tindak Lanjut tepat waktuya dilakukan dan dapat dilaksanakan dalam kurun
waktu tertentu.
b. Ruang lingkup
Ruang lingkup Rencana Tindak Lanjut (RTL) sebaiknya minimal mencakup:
a. Menetapkan kegiatan apa saja yang akan dilakukan
b. Menetapkan tujuan setiap kegiatan yang ingin dicapai
c. Menetapkan sasaran dari setiap kegiatan
d. Menetapkan metode yang akan digunakan pada setiap kegiatan
e. Menetapkan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan
f. Menetapkan siapa pelaksana atau penangung jawab dari setiap kegiatan
g. Menetapkan besar biaya dan sumbernya.
250
4. Pokok Bahasan 2 Langkah-langkah penyusunan RTLkegiatan penanggulangan
gangguan indera sesuai Format RTL
Dalam Rencana Tindak Lanjut TOT penanggulangan gangguan indera bagi tenaga
kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, peserta latih harus membuat
rencana tindak lanjut yang merupakan kegiatan lanjutan dari pelatihan sebagai fasilitator
dan juga sebagai pelaksana pelayanan di instansi.
a. RTL Fasilitator
Format :
Nama Peserta : Email :
Institusi : No. Hp :
No Jelas
Waktu Jelas
251
No Nama Tahapan kegiatan yang Hambatan dalam Lampirkan hasil
Kegiatan sudah dilaksanakan pelaksanaan kegiatan kegiatan (foto,
(Termasuk waktu, sasaran dokumen, dll)
dan anggaran bila ada)
VII. REFERENSI
- Lembaga Administrasi Negara, Bahan Diklat Bagi Pengelola Diklat Rencana Tindak
Lanjut, Jakarta 2009
- BPPSDMK - Modul Pelatihan Pengangkatan Pertama Jabatan Fungsional Penyuluh
Kesehatan Masyarakat (PKM) Terampil 2013
252