Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH IMUNOSEROLOGI

UJI IMUNOFLUORESENSI LANGSUNG

DOSEN PENGAJAR: Wahdah Norsiah, S.Pd., M.Si

DISUSUN OLEH :

Mentari Salsabila P07134218140

Muhammad Ridha P07134218145

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANJARMASIN

PROGRAM SARJANA TERAPAN PRODI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
Imunoserologi dengan judul “Uji Imunofluoresensi Langsung”. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak-pihak yang berkontribusi
dengan membagi pemikiran tentang materi yang kami angkat.

Kami berharap dengan membaca makalah ini, dapat memberi manfaat


untuk berbagai kalangan. Adapun makalah ini jauh dari kata kesempurnaan,
sehingga kami mengharapkan kritik dan saran penyempurnaan, agar penyusunan
makalah untuk kedepannya jauh lebih baik lagi dan kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca.

Banjarbaru, April 2020

Penyusun

Bagian Awal Muhammad Ridha

2
DAFTAR ISI

JUDUL………………………………………………………………...…………..1

KATA PENGANTAR…………………………………………………...………..2

DAFTAR ISI……………………………………………………………...……….3

BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang….……………………………………………………….....….4

1.2 Rumusan Masalah..…………………………………………………………....5

1.3 Tujuan…………….……………………..…………………………………….5

BAB II: PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Uji Imunofluoresensi……………………………………....…….6

2.2 Prinsip Dasar Uji Imunofluoresensi....................................................…...….7

2.3 Jenis-Jenis Uji Imunofluoresensi……………………………………….…...7

2.4 Uji Imunofluoresensi Langsung.....................................................................8

BAB III: PENUTUP

Kesimpulan……………………………………………………...………….…...13

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..…....14

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Timbulnya suatu penyakit infeksi dipengaruhi oleh interaksi antara
daya tahan tubuh dan faktor virulensi mikroorganisme. Infeksi dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit. Pathogen ini bisa
didapat dari lingkungan atau makhluk hidup lain (eksogen) maupun dari
flora normal (endogen. Spesimen diseleksi berdasarkan tanda dan gejala
sesuai perjalanan penyakitnya sebelum penatalaksanaan dengan bahan
antimikroba (Washington, 2010).
Diagnosis penyakit ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan
penunjang, mulai dari sejarah kesehatan, radiografik, dan data laboratories.
Identifikasi mikroorganisme penyebab dapat ditentukan sebelum
pemberian antimikroba yang dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu
dengan pemeriksaan mikroskopis, penggunaan substrat karbohidrat,
aktivitas enzimatik, serodiagnosis dan probe genetik. Prosedur dengan
teknik imunohistokimia, yaitu dengan pewarnaan imunofluoresensi dan
imunoperoksidase saat ini mulai banyak digunakan untuk mendeteksi agen
mikroba spesifik (Baratawidjaya, 2000).
Teknik immunohistokimia (IHK) adalah suatu metode yang
bertujuan untuk mengidentifikasi sel-sel spesifik berdasarkan komponen
antigenik atau produk selulernya dengan reaksi kompleks antigen-antibodi.
Dengan kata lain, imnohistokimia digunakan sebagai dasar penegakkan
diagnosis dan identifikasi tipe sel berdasarkan detail sitomorfologi,
terutama sering digunakan pada kasus- kasus tumor dan keganasan. Dalam
teknik ini dapat dibedakan teknik imunofluoresensi dan imunoenzim
(Baratawidjaya, 2000).

4
Pada makalah ini akan membahas mengenai salah satu teknik
imunohistokimia yaitu uji imunofluoresensi. Uji ini merupakan salah satu
yang saat ini banyak digunakan untuk mendeteksi antigen spesifik
penyakit infeksi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu uji imunofluoresensi?
2. Bagaimana prinsip uji imunofluoresensi?
3. Apa saja jenis-jenis uji imunofluoresensi?
4. Bagaimana prosedur kerja uji imunofluoresensi (secara langsung)?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari uji imunofluoresensi.
2. Untuk mengetahui prinsip uji imunofluoresensi.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis uji imunofluoresensi.
4. Untuk mengetahui prosedur kerja uji imunofluoresensi (secara langsung).

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Uji Imunofluoresensi


Fluoresensi ialah pemancaran gelombang sinar tertentu jika suatu
bahan disinari dengan gelombang sinar yang berbeda. Gelombang sinar yang
dipancarkan ini mempunyai panjang gelombang lebih panjang daripada yang
diterima. Bahan yang dapat memancarkan sinar fluoresensi disebut bahan
fluorochrom. Bahan fluorochrom yang sering dipakai adalah:
- Fluorescein, merupakan bahan yang paling sering dipakai. Bahan ini
paling baik dalam bentuk ikatan dengan protein, yang disebut:
Fluorescein-Isothiocyanat (FITC) yang memancarkan sinar kehijauan
pada panjang gelombang 517 nm.
- Rhodamin, bahan ini paling baik dalam bentuk ikatan yang disebut
tetramethyl-rhodamin-isothiocyanat (TRITC) yang memancarkan
fluoresensi merah-jambu pada panjang gelombang 580 nm.

Adapun uji imunofluoresensi sendiri merupakan teknik


diagnostik di mana pewarna fluorescent ditambahkan ke jaringan yang
mengandung antigen. Hasilnya menyebabkan wilayah yang ditargetkan
bersinar dengan sinar ultraviolet bila dilihat dengan mikroskop fluorescent.
Teknik ini digunakan untuk mendeteksi antibodi dari berbagai kelas
immunoglobulin dalam serum, cairan ludah, cairan otak dengan cara
mereaksikan antibodi dan antigen spesifik dan anti-antibodi yang dilabel
denagan FITC, sehingga terpancar sinar warna hijau atau merah jika dilabeli
dengan Rodhamin. Tetapi dalam perkembangan sekarang imunofluoresen
banyak digunakan dalam penelitian untuk mendeteksi antigen antigen atau
antibodi dalam mukosa usus, mukosa mulut, dan dalam jaringan, urine,
cairan mata.

6
2.2 Prinsip Dasar Uji Imunofluoresensi
Prinsip uji ini adalah bahwa bahan fluorochrom yang dikenai sinar
ultraviolet akan memancarkan fluoresensi dengan warna yang tergantung
pada bahan fluorochrom yang dipakai. Kemudian jika zat warna
fluorochrom ini berikatan dengan berikatan dengan antibodi tertentu
setelah ditambahkan pada jaringan atau disuntikkan ke tubuh binatang
percobaan, maka konjugat (ikatan antibodi – zat fluorochrom) ini dapat
dijadikan “pelacak” yang peka dengan spesifisitas imunologik yang
tidak berubah.
Konjugat tersebut kemudian ditambahkan pada sel-sel atau
jaringan dan akan berikatan dengan antigen, sehingga membentuk suatu
kompleks imun (antigen-antibodi) yang stabil. Protein-protein yang tidak
mempunyai sifat antibodi akan terbuang waktu pencucian, sehingga hasil
tersebut dapat dilihat jelas melalui mikroskop fluoresensi.

2.3 Jenis-Jenis Uji Imunofluoresensi

Uji imunofluoresensi dapat dibedakan menjadi uji


imunofluoresensi langsung (direct immunofluorescence) dan uji
imunofluoresensi tidak langsung (indirect immunofluorescence). Direct
immunofluorescence menggunakan antibodi yang terkonjugasi dengan
fluorochrome (fluorochrome-conjugated antibody) sedangkan indirect
immunofluorescence menggunakan antibodi sekunder (antibodi yang
bersifat anti dari antibodi primer). Antibodi sekunder yang digunakan
adalah antibodi yang terkonjugasi dengan fluorochrome (fluorochrome-
conjugated secondary antibody) ataupun antibodi yang terbiotinilasi
(biotin-conjugated secondary antibody).
Cara langsung (direct immunofluorescence) digunakan untuk
menemukan antigen, immunoglobulin atau komplemen, yang melekat pada
sel jaringan penderita. Sedangkan cara tidak langsung (indirect
immunofluorescence) lebih banyak digunakan untuk menemukan antibodi.

7
2.4 Uji Imunofluoresensi Langsung
Teknik pewarnaan imunofluoresensi langsung paling banyak
digunakan karena lebih cepat dan sederhana. Pewarnaan yang tampak
merupakan hasil reaksi dari fluorokrom-antibodi berlabel dengan antigen
dalam suatu substrat. Keadaan ini dicapai melalui pemaparan substrat
(dalam bentuk sel atau potongan jaringan) ke fluorochrom-labelled
antibody ke preparat pada tempat antigen berada. Antibodi yang tidak
terikat dicuci dengan buffer netral dan tempat ikatan antibodi diidentifikasi
dengan mikroskop fluoresensi (Roitt, 1996). Berikut akan dijelaskan
pelacakan antibodi menggunakan cara langsung ini.

 Prinsip
Suatu konjugat (antibodi spesifik yang telah ditandai dengan zat
fluorochrom) ditambahkan pada antigen pada sediaan jaringan (substrat)
yang berada di atas gelas obyek. Kemudian dilakukan pencucian untuk
menghilangkan antibodi lain yang tidak spesifik. Konjugat tersebut akan
berikatan dengan antigen yang sesuai.
Bagian Mentari Salsabila
 Prosedur Kerja
 Prosedur Umum
1. Fiksasi sampel pada slide
2. Tambahkan antibodi berlabel fluorescence.
3. Diamkan agar antibodi dan antigen dalam sampel dapat terikat.
4. Cuci slide untuk menghilangkan antibodi yang tidak terikat.
5. Amati slide di bawah mikroskop fluoresens. Jika sampel
mengandung antigen yang diidentifikasi, maka akan memancarkan
sinar.
 Prosedur Spesifik

1. Sel pada deck cover glass yang diinfeksi dengan virus difiksasi
dengan aceton-20oC selama 15 menit.

8
2. Cuci dengan PBS dan keringkan pada temperatur ruangan sampai
kering.

3. Masukan deck cover glass pada PBS yang mengandung 1% FCS


dan biarkan 15 menit.

4. Siapkan serum sampel dan encerkan dengan PBS sesuai


keperluan.

5. Teteskan 20µl serum sampel di atas objek gelas.

6. Taruh deck cover glass di atas sampel dengan bagian sel di bawah
dan letakkan dalam kotak dan kertas yang telah dibasahi dengan
air.

7. Inkubasi pada inkubator dengan temperatur 37oC selama 45 menit.

8. Cuci dengan PBS 1% FCS selama 15 Menit.

9. Siapkan Konjugat fragmen Imunoglobulin dengan pengenceran


1:100 µl.

10.Teteskan Konjugat 20µl di atas objek gelas dan letakkan deck


cover glass di atasnya.

11.Inkubasi pada inkubator dengan temperatur 37oC selama 15 menit

12.Cuci dengan PBS 1% FCS selama 15 menit dan selanjutnya


angkat deck cover glass dan sentuhkan deck cover glass pada
kertas tissue agar airnya berkurang, sehingga kering tapi basa.

13.Teteskan Glycerin 50% 20µl di atas objek gelas dan selanjutnya


deck cover glass diletakkan diatasnya dan langsung dilihat
hasilnya dengan mikroskop fluorescent pada perbesaran 40x.

9
 Kelebihan dan kekurangan

Kelebihan Kekurangan
bersifat sensitif dan spesifik Adanya kemungkinan reaksi silang
(diperlukan antibodi monoklonal)
Dapat digunakan pada mikroba yang Pengujian kontrol harus dilakukan
tidak mudah dibiakkan dengan hati-hati agar tidak ada hasil
postif atau negatif palsu
dapat memberi label pada sel tunggal
dapat melihat sel di lingkungan secara
alami
dapat menggunakan berbagai jenis
antibodi berlabel neon, dengan
pewarna yang berbeda-beda,
dapat melihat beberapa jenis sel dalam
satu sampel.

 Perbedaan metode immunoflourosensi langsung dengan tidak langsung

Langsung Tidak Langsung


Waktu Protokol untuk biasanya lebih Harus menggunakan antibodi
pendek karena hanya sekunder terkonjugasi untuk
membutuhkan satu langkah mendeteksi hasil antibodi
pelabelan. primer dalam langkah-langkah
tambahan.
Biaya Antibodi primer terkonjugasi Antibodi sekunder relatif murah
biasanya lebih mahal daripada dibandingkan dengan antibodi
antibodinya yang tak primer. Untuk penghematan,
terkonjugasi dapat dilakukan dengan

10
menggunakan antibodi sekunder
terkonjugasi yang sama untuk
mendeteksi antibodi primer
yang berbeda.
Kompleksitas Langkah-langkah yang Kompleksitas dalam metode
dilakukan cukup sedikit tidak langsung dapat terjadi
yang dikarenakan harus memilih
antibodi sekunder yang sesuai.
Hal Ini sangat relevan dalam
percobaan multipleks di mana
pada beberapa antibodi
sekunder, masing-masing
menargetkan spesies yang
berbeda dan terkonjugasi ke
pewarna yang berbeda sangat
diperlukan.
Fleksibilitas Antibodi primer pra-konjugasi Penggunaan antibodi sekunder
yang tersedia secara komersial terkonjugasi yang berbeda
dapat membatasi fleksibilitas menambah fleksibilitas yang
pengerjaan. lebih besar.
Sensitifitas Sinyal yang diperoleh dalam Beberapa antibodi sekunder
metode langsung mungkin akan berikatan dengan antibodi
tampak lemah jika primer yang menghasilkan
dibandingkan dengan metode sinyal yang diperkuat.
tidak langsung karena
amplifikasi sinyal yang
disediakan oleh penggunaan
antibodi sekunder tidak
terjadi.
Spesies yang Reaktivitas silang spesies Antibodi sekunder dapat
menyebabkan diminimalkan dengan metode bereaksi silang dengan spesies

11
reaksi silang langsung karena fluorofor selain target. Penggunaan
sudah terkonjugasi dengan antibodi sekunder yang
antibodi primer. diadsorpsi dapat mencegah
reaktivitas silang.
Latar Ikatan non-spesifik dikurangi Sampel dengan imunoglobulin
Belakang melalui penggunaan antibodi endogen dapat menunjukkan
primer terkonjugasi. latar belakang yang tinggi
dengan metode tidak langsung.

Gambar: Perbedaan uji imunofluoresi langsung dengan tidak langsung

Skema Pencahayaan Fluoresensi

Skema
Prosedur

12
Contoh Hasil

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Uji imunofluoresensi merupakan teknik diagnostik di mana pewarna


fluorescent ditambahkan ke jaringan yang mengandung antigen. Hasilnya
menyebabkan wilayah yang ditargetkan bersinar dengan sinar ultraviolet bila
dilihat dengan mikroskop fluorescent. Teknik ini digunakan untuk mendeteksi
antibodi dari berbagai kelas immunoglobulin dalam serum, cairan ludah, cairan
otak dengan cara mereaksikan antibodi dan antigen spesifik dan anti-antibodi
yang dilabel denagan Fluorescein-Isothiocyanat (FITC), sehingga terpancar sinar
warna hijau atau merah jika dilabeli dengan Rodhamin.

Uji imunofluoresensi dapat dibedakan menjadi uji imunofluoresensi


langsung (direct immunofluorescence) dan uji imunofluoresensi tidak langsung
(indirect immunofluorescence).

Direct immunofluorescence menggunakan antibodi yang terkonjugasi


dengan fluorochrome (fluorochrome-conjugated antibody). Cara ini digunakan
untuk menemukan antigen, immunoglobulin atau komplemen, yang melekat pada
sel jaringan penderita.

13
DAFTAR PUSTAKA

Gill, James M., ANNA M. Quisel, PETER V. Rocca, and DENE T.


Walters. "Diagnosis of systemic lupus erythematosus." American
family physician 68, no. 11 (2003): 2179-2186.

Roitt I, Brostoff J, Male D. Immunology 5 thed: immunological Technique.


1996: 386-8

Washington JA. 2010. Principles of Diagnosis. General concepts.


http://www.md.huji. Ac.il/microbiology/book/ch010.htm

Yani C, Rahayu, Elza I.A. Tehnik Imunohistokimia sebagai Pendeteksi


Antigen Spesifik Penyakit Infeksi. Indonesian Journal of
Dentistry. 2004: 11(2): 76-82.

Zola. H., 1998. Detection of Cytokine Receptors by Flow Cytometry.


Current Protocols in Immunology.
http://www.currentprotocols.com/protocol/im0621

https://www.abcam.com/secondary-antibodies/direct-vs-indirect-
immunofluorescence

https://courses.cit.cornell.edu/biomi290/microscopycases/methods/
fabs.htm

14
15

Anda mungkin juga menyukai