PROPOSAL PENELITIAN
DIUSULKAN OLEH :
MUHAMMAD RIDHA
P07134218145
2020
2
DAFTAR IS
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN……………..………………………………………….3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................6
C. Batasan Masalah...........................................................................................6
D. Tujuan Penelitian..........................................................................................6
E. Manfaat.........................................................................................................6
F. Keaslian Penelitian…………………….…………………………………...7
E. Kerangka Teori...........................................................................................17
BAB III KERANGKA KONSEP........................................................................18
A. Kerangka Konsep........................................................................................18
B. Hipotesis......................................................................................................18
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN..........................................................19
A. Jenis dan Rancangan Penelitian..................................................................19
B. Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................19
C. Instrumen dan Bahan Penelitian.................................................................19
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional.............................................20
E. Prosedur Kerja……………………………………………………………..21
F. Rancangan Analisis Data..............................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan masyarakat Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan tidak
bisa terlepas dari keberadaan sungai. Sebagian besar masyarakatnya
menggunakan air Sungai Tabalong sebagai sumber air bersih terutama untuk
dipergunakan menjadi air minum (Yuniarti dan Biyatmoko, 2019). Namun,
seiring meningkatnya jumlah penduduk dengan berbagai aktivitas yang
dilakukan mempengaruhi jumlah dan kualitas air bersih di Kabupaten
Tabalong. Persoalan yang muncul adalah proses penggunaan dan pembuangan
air dari aktivitas keseharian masyarakat, kemudian menjadi air limbah dan
langsung dibuang ke lingkungan sungai tanpa dilakukan pengolahan terlebih
dahulu. Hal tersebut dapat mengakibatkan tercemarnya Sungai Tabalong.
Berdasarkan penelitian kajian daya tampung beban pencemaran air Sungai
Tabalong yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas
Lambung Mangkurat Banjarbaru atas permintaan Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Tabalong pada Mei 2019 (periode hujan) di empat titik (bagian hulu
hingga hilir) pengambilan sampel diperoleh kadar BOD masing-masing sebesar
2,79 mg/L; 7,67 mg/L; 8,01 mg/L; dan 18,38 mg/L. Sementara itu, kadar COD
masing-masing sebesar 6,66 mg/L; 18,13 mg/L; 20,69 mg/L; dan 49,16 mg/L.
Pengukuran kembali dilakukan pada Juli 2019 (periode kemarau) di empat titik
pengambilan sampel yang sama dimana diperoleh kadar BOD masing-masing
sebesar 2,49 mg/L; 6,85 mg/L; 7,42 mg/L; dan 17,50 mg/L. Sementara itu,
kadar COD masing-masing sebesar 6,22 mg/L; 16,79 mg/L; 18,47 mg/L; dan
43,50 mg/L (Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tabalong, 2019). Menurut
Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No. 5 Tahun 2007 tentang Peruntukan
dan Baku Mutu Air Sungai, ambang batas untuk kadar BOD adalah 2 mg/L dan
10 mg/L untuk kadar COD. Dari hasil penelitian di atas berarti kadar BOD dan
kadar COD sungai tersebut berada di atas ambang baku mutu air sungai..
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kualitas air Sungai Tabalong
mengalami penurunan.
Penurunan kualitas air sungai ini ditandai dengan perubahan warna air
menjadi keruh dan coklat serta bau (Pohan dkk., 2016). Padahal sebagian
masyarakat di pinggiran sungai masih memanfaatkan air Sungai Tabalong
untuk kebutuhan sehari-hari. Dari berbagai faktor yang menyebabkan
pencemaran Sungai Tabalong banyak berasal dari perilaku manusia. Salah satu
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang
diambil dalam penelitian ini adalah:
1. Adakah pengaruh karbon aktif dari tempurung biji karet (Hevea
brasilliensis) terhadap penurunan kadar BOD dan COD pada air Sungai
Tabalong?
2. Bagaimana kadar BOD dan COD pada air Sungai Tabalong sebelum dan
setelah perlakuan?
C. Batasan Masalah
Penelitian ini dilakukan hanya terbatas pada pengukuran kadar BOD dan COD
pada sampel air Sungai Tabalong yang dipengaruhi oleh karbon aktif dari
tempurung biji karet (Hevea brasiliensis) sebagai adsorben.
D. Tujuan Penelitan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh karbon aktif dari tempurung biji karet (Hevea
brasiliensis) terhadap penurunan kadar BOD dan COD pada air Sungai
Tabalong.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kadar BOD dan COD pada air Sungai Tabalong
sebelum diberikan perlakuan dengan metode adsorpsi menggunakan
karbon aktif dari tempurung biji karet (Hevea brasiliensis).
b. Untuk mengetahui kadar BOD dan COD pada air Sungai Tabalong
sesudah diberikan perlakuan dengan metode adsorpsi menggunakan
karbon aktif dari tempurung biji karet (Hevea brasiliensis).
c. Mengetahui keefektifan metode adsorpsi menggunakan karbon aktif dari
tempurung biji karet (Hevea brasiliensis) dalam menurunkan kadar BOD
dan COD pada limbah cair tepung aren.
E. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Dapat memberikan informasi dalam bidang Kimia Air, Makanan, dan
Minuman bagi para mahasiswa dan peneliti, serta memberikan informasi
bagi masyarakat dalam pemanfaatan tempurung biji karet (Hevea
brasiliensis).
2. Praktis
Sebagai masukan atau penambah pengetahuan untuk masyarakat bagaimana
cara pengolahan air sungai dengan metode adsorpsi menggunakan karbon
7
F. Keaslian Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
A. Air
Air merupakan ikatan kimia yang terdiri dari 2 atom hidrogen dan 1 atom
oksigen (H2O), dapat berbentuk gas cair maupun padat. Air sering dianggap
murni hanya terdiri dari H2O, tetapi pada kenyataannya di alam tidak pernah
dijumpai air yang sedemikian murni, meskipun air hujan (Sudarmadji, 2007).
Menurut Slamet (2004) komposisi air di dalam tubuh manusia, berkisar
antara 50-70% dari seluruh berat badan. Sedangkan tingkat konsumsi air bersih
berbeda antara pedesaan dan perkotaan. Menurut Manual Teknis Upaya
Penyehatan Air, Ditjen P2PLP Depkes RI (1996.5), kebutuhan air bersih
masyarakat perkotaan berkisar 150 lt/org/hr, dan untuk masyarakat pedesaan
80 lt/org/hr. Air tersebut digunakan untuk keperluan sehari-hari dan keperluan
pendukung lainnya termasuk yang mendukung kebutuhan-kebutuhan sekunder.
Sementara yang dimaksud air pada uraian ini, merupakan semua air yang
terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian
ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.
1) Air Bersih
Air bersih adalah air sehat yang dipergunakan untuk kegiatan manusia
dan harus bebas dari kuman-kuman penyebab penyakit, bebas dari bahan-
bahan kimia yang dapat mencemari air bersih tersebut. Air merupakan zat
yang mutlak bagi setiap mahluk hidup dan kebersihan air adalah syarat
utama bagi terjaminnya kesehatan (Dwidjoseputro, 1981).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 41
6/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat pengawasan kualitas air, air
bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat diminum apabila
telah dimasak.
2) Air Minum
Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-
Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih, air minum adalah air yang
kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan langsung dapat diminum.
Menurut Permendagri No. 23 tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan
Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada Perusahaan Daerah Air
Minum, Departemen dalam Negeri Republik Indonesia, air minum adalah
9
air yang melalui proses pengolahan atau tanpa pengolahan yang memenuhi
syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Air yang dibutuhkan oleh tubuh manusia harus bersih, baik dari
sumbernya maupun dari air itu sendiri. Air yang tidak bersih akan
menyebabkan penurunan kualitas hidup organisme yang mengkonsumsinya
karena di dalam air yang kurang bersih banyak mikroba ataupun zat-zat
kimia terlarut yang membahayakan tubuh (Soukotta dkk., 2019).
3) Sumber Air Bersih
Dalam pemenuhan kebutuhan air bersih manusia biasanya
memanfaatkan sumber-sumber air yang berada di sekitar permukiman baik
itu air alam, maupun setelah mengalami proses pengolahan terlebih dahulu.
Menurut Sugiharto (1983) tempat sumber air dibedakan menjadi tiga yaitu :
1) Air hujan, air angkasa, dalam wujud lainnya dapat berupa salju;
2) Air permukaan, air yang berada di permukaan bumi dapat berupa
air sungai, air danau, air laut;
3) Air tanah, terbentuk dari sebagian dari air hujan yang jatuh ke
permukaan dan sebagian meresap ke dalam tanah melalui pori-
pori/celah-celah dan akar tanaman serta bertahan pada lapisan tanah
membentuk lapisan yang mengandung air tanah (aquifer), air tanah yang
disebut air tanah dalam atau artesis, artinya air tanah yang letaknya pada
dua lapisan tanah yang kedap air, ada yang sifatnya tertekan dan yang
tidak tertekan. Air tanah dangkal artinya terletak pada aquifer yang dekat
dengan permukaan tanah dan fluktuasi volumennya sangat dipengaruhi
oleh adannya curah hujan
B. Air Sungai
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (DAS), sungai adalah alur atau wadah air alami dan/ atau
buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu
sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Daerah
Aliran Sungai tersebut merupakan satu kesatuan ekosistem yang tersusun atas
sumber daya alam dan manusia sebagai pemanfaatnya (Asdak, 2010). Daerah
aliran sungai dipandang sebagai sumber daya alam dengan ragam pemilikan
(private, common, state property) dan berfungsi sebagai penghasil barang dan
jasa bagi masyarakat sehingga menyebabkan interdependensi antar pihak,
individu, dan kelompok (Wulandari, 2007).
Mawardi (2010) menyatakan bahwa indikator kerusakan DAS dapat
ditandai oleh perubahan perilaku hidrologi, seperti tingginya frekuensi kejadian
banjir (puncak aliran) dan meningkatnya proses erosi dan sedimentasi serta
10
Apabila nilai BOD dan COD suatu perairan masih normal atau
memenuhi baku mutu, belum dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
pencemaran, bila parameter kunci lainnya tidak diketahui. Karena bila
parameter lainnya telah meningkat dan melebihi baku mutu, maka berarti
ada indikasi pencemaran di perairan. Hal ini dapat terjadi karena bila
terdapat bahan-bahan toksik (beracun) di perairan, logam berat misalnya
(Mays, 1996; APHA, 1989 dalam Atima, 2015), nilai BOD bisa jadi rendah
atau masih memenuhi baku mutu, pada hal dalam air atau perairan tersebut
terkandung bahan beracun atau air telah tercemar. Sebaliknya, bila nilai
BOD dan COD telah cukup tinggi dan melebihi baku mutu, maka sudah
dapat diduga ada indikasi pencemaran bahan organik.
3. Pencemaran Air Sungai
Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan hidup menyatakan bahwa pencemaran lingkungan
hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat-material,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan. Dalam Peraturan Pemerintah RI No 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yang dimaksud
dengan pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makluk
hidup, zat-material, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.
Pencemaran air diindikasikan dengan turunnya kualitas air sampai ke
tingkat tertentu (baku mutu air) yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi
sesuai dengan peruntukannya. Baku mutu air yang ditetapkan dan berfungsi
sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air, juga
merupakan arahan tentang tingkat kualitas air yang akan dicapai atau
dipertahankan (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia, 2017).
a. Pencemaran Domestik
Pencemaran domestik merupakan pencemaran yang berasal dari
limbah rumah tangga yang secara kualitatif terbagi menjadi limbah padat
maupun limbah cair. Limbah cair domestik merupakan buangan manusia
(tinja) yang merupakan air limbah yang dihasilkan dari kamar mandi,
pencucian pakaian dan alat-alat dapur, serta kegiatan rumah tangga
lainnya. Buangan limbah domestik (rumah tangga) yang terakumulasi
terus-menerus berpotensi berpotensi sebagai pencemar lingkungan
sungai. Semakin padat penduduk yang berada pada suatu area
14
Adsorpsi merupakan salah satu proses pengolahan limbah dan air bersih
yang sederhana dan dapat menggunakan adsorben bahan alam yang tidak
terpakai. Proses adsorpsi terjadi karena adanya gaya Van Der Waals, sehingga
pori karbon aktif akan menarik partikel pencemar sehingga terperangkap
(Widayatno et al., 2017). Karbon aktif merupakan karbon yang diaktivasi
untuk membuka pori-pori sehingga berfungsi sebagai adsorben. Aktivator yang
digunakan biasanya gas CO2, uap air atau zat kimia (Polii, 2017). Aktivasi
karbon dengan pemanasan berfungsi untuk memperluas permukaan,
menghilangkan kotoran yang mudah menguap, tar dan kidrokarbon pengotor
(Masthura dan Putra, 2018). Karbon yang diaktivasi asam phospat dapat
menurunkan Chemical Oksygen Demand (COD) limbah industri krisotil
sebesar 63% (Yuliastuti dan Cahyono, 2018). Indah dan Hendrawani (2015)
menyatakan bahwa karbon aktif yang digunakan dalam pengolahan air bersih
dan air limbah sebagai adsorben mempunyai banyak kelebihan yaitu efektif,
preparasinya mudah dan pembiayaan yang relatif.
Biomassa lignonesulosa dinilai sebagai material utama dalam
pembentukan karbon aktif karena memiliki komposisi lignin dan karbon yang
tinggi serta mudah dan dapat diperbaharui (González-García 2018). Beberapa
penelitian sebelumnya banyak menggunakan beberapa jenis biomassa
lignoselulosa sebagai bahan baku karbon aktif untuk berbagai aplikasi dengan
variasi aktivator. Beberapa diantaranya adalah limbah Nigella sativa untuk
adsorpsi comassie brilliant blue dye (Abdel-Gani et al. 2019), limbah kulit apel
untuk adsorpsi metil merah (Khan et al. 2018), dan limbah kopi untuk adsorpsi
metal jingga(Rattanapan et al. 2017). Bahan baku lain yang juga digunakan
yaitu kenaf (Hibiscus cannabinus, L) dengan aktivator H3PO4 (Shamsuddin et
al. 2016), dan kulit apel dengan aktivator H 2SO4 mengadsorpsi Cr lebih dari
95% (Doke & Khan 2017).
Keberhasilan proses adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
karakteristik adsorben, meliputi luas permukaan, ukuran partikel (Sirajuddin
and Harjanto, 2018), waktu kontak, pH, suhu, konsentrasi adsorbat (Arisna et
al., 2016). Waktu kontak yang diperlukan proses adsobsi untuk mencapai
equilibrium tidak sama, waktu kontak akan dicapai apabila tidak terjadi
perubahan konsentrasi adsorbat pada solute (Sirajuddin and Harjanto, 2018).
D. Tanaman Karet
1. Gambaran Umum
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) berasal dari negara Brazil.
Tanaman ini merupakan sumber utama karet alam dan menghasilkan lateks
yang bernilai ekonomis tinggi. Sebagai penghasil lateks, tanaman karet
dapat dikatakan satu-satunya tanaman yang dikebunkan secara besar-
besaran (Budiman, 2012). Tanaman karet pertama kali dikenalkan di
16
Indonesia tahun 1864 pada masa penjajahan Belanda, yaitu di Kebun Raya
Bogor sebagai tanaman koleksi. Selanjutnya dilakukan pengembangan karet
ke beberapa daerah sebagai tanaman perkebunan komersil.
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam famili
Euphorbiaceae, disebut dengan nama lain para, rambung, getah, gota, kejai
ataupun hapea. Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
penting sebagai sumber devisa non-migas bagi Indonesia, sehingga
memiliki prospek yang cerah. Upaya peningkatan produktivitas tanaman
tersebut terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidaya dan
pasca panen (Damanik dkk. 2010).
2. Klasifikasi
Tanaman karet dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malphigiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis
3. Morfologi
a. Akar
Akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini mampu
menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar. Akar tunggang
dapat menunjang tanah pada kedalaman 1 – 2 m, sedangkan akar
lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m. Akar yang paling aktif menyerap
air dan unsur hara adalah bulur akar yang berada pada kedalaman 0 – 60
cm dan jarak 2,5 m dari pangkal pohon (Setiawan dan Andoko, 2005)
b. Batang
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang
cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 – 25 m, pohon tegak,
kuat, dan dapat mencapai umur 100 tahun. Biasanya tumbuh lurus
memiliki percabangan yang tinggi di atas.. Batang tanaman ini
mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Tim Penulis PS,
2008).
c. Daun
Daun tanaman karet berwarna hijau yang ditopang oleh daun utama dan
tangkai anak daunnya antara 3 – 10 cm. Pada setiap helai terdapat tiga
17
helai anak daun. Daun tanaman karet akan menjadi kuning atau merah
pada saat musim kemarau (Setiawan dan Andoko, 2005).
d. Bunga
Bunga tanaman karet terdiri dari bunga jantan dan betina yang terdapat
dalam malai payung tambahan yang jarang. Pangkal tenda bunga
berbentuk lonceng. Pada ujungnya terdapat lima taju yang sempit.
Panjang tenda bunga 4 – 8 mm. Bunga betina merambut. Ukurannya
lebih besar sedikit dari yang jantan dan mengandung bakal buah yang
beruang 3. Kepala putik yang akan dibuahi dalam posisi duduk juga
berjumlah 3 buah. Bunga jantan mempunyai 10 benang sari yang
tersusun menjadi suatu tiang. Kepala sari terbagi dalam 2 karangan,
tersusun satu lebih tinggi dari yang lain. Paling ujung adalah suatu bakal
buah yang tidak tumbuh sempurna (Tim Penulis PS, 2008).
E. Kerangka Teori
1. pH
Penetapan
2. Total fosfat
kadar BOD dan
3. Nitrat-Nitrit
COD sebelum
4. Kadmium
perlakuan
5. Tembaga
6. Seng
18
Keterangan :
Diteliti Tidak diteliti
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Karbon aktif
tempurung
biji karet
Variasi massa
Karbon aktif Waktu kontak
Penurunan kadar
BOD dan COD
Penetapan kadar
BOD dan COD
sebelum dan
sesudah
perlakuan
19
B. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah adanya pengaruh karbon aktif dari
tempurung biji karet (Hevea brasilliensis) terhadap penurunan kadar BOD dan
COD pada air Sungai Tabalong.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
2. Definisi Operasional
21
E. Prosedur Kerja
1. Pengambilan dan Persiapan Sampel
22
b
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (%) = 𝑥 100%
a
dengan:
a = bobot awal sampel (gram)
b = bobot akhir sampel (gram)
3) Penentuan Daya Serap Terhadap Iodium (SNI No. 06-3730-1995)
Karbon aktif ditimbang sebanyak 0,5 gram ke dalam botol coklat yang
tertutup, kemudian dimasukkan 50 mL larutan iodium 0,1 N dan
dihomogenkan selama 15 menit dengan rotary shaker. Setelah
dihomogenkan, larutan didiamkan selama 15 menit kemudian filtrat
disaring. Selanjutnya filtrat dititrasi dengan Natrium Tiosulfat 0,1 N
hingga warna kuning hampir hilang, kemudian ditambahkan indikator
amilum dan dititrasi kembali hingga titik akhir titrasi terjadi yang
ditandai dengan warna biru tepat hilang.
4) Uji Efektifitas Karbon Aktif Untuk Menurunkan BOD&COD
a. Penentuan Massa Optimum Karbon Aktif
Karbon aktif ditimbang dengan variasi massa 1,25; 1,5; 1,75 dan 2
gram kemudian dicampur dalam 100 mL sampel air sungai, diaduk
dan didiamkan selama 60 menit.
b. Penentuan Waktu Kontak Optimum
Karbon aktif ditimbang sebanyak massa optimum kemudian
dicampurkan dalam 100 mL sampel air sungai kemudian diaduk
dengan variasi waktu kontak 30, 60, 90 dan 120 menit.
( B 1−B 2 )
( A 1− A 2)( )Vc
BOD5 = VB
P
Keterangan:
tempurung biji karet terhadap kadar BOD dan COD sebagai variabel
terikatnya . Analisis ini dilakukan dengan uji asusmi klasik/syarat yang
harus dipenuhi, yaitu
1) Uji normalitas, dimana asumsi yang harus terpenuhi adalah metode
regresi berdistribusi normal.
2) Uji linearitas, dimana hubungan yang terbentuk antara variabel bebas
dengan variabel terikat secara parsial adalah linear.
3) Uji multikolinearitas, dimana model regresi yang baik adalah tidak
terjadi gejala multikolinearitas.
4) Uji heteroskedastisitas, dalam model regresi tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas.
5) Uji autokorelasi, persyaratan yang harus terpenuhi adalah tidak terjadi
autokorelasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Ghani NT, El-Chaghaby GA, Rawash ESA, Lima EC. Magnetic activated
carbon nanocomposite from Nigella sativa L. waste(MNSA) for the removal
of Coomassie brilliant blue dye from aqueous solution: Statistical design of
experiments for optimization of the adsorption conditions. Journal of
Advanced Research 17: 55–63.
Alaerts G., & S.S Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional.
Surabaya. Indonesia.
Arisna, R., Zaharah, T. A. and Rudiyansyah (2016) ‘Adsorpsi Besi dan Bahan
Organik pada Air Gambut oleh Karbon Aktif Kulit Durian’, Jurnal Kimia
Khatulistiwa, 5(3), pp. 31–39.
Asdak, Chay. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Atima, Wa. 2015. BOD DAN COD SEBAGAI PARAMETER PENCEMARAN
AIR DAN BAKU MUTU AIR LIMBAH. Jurnal Biology Science &
Education.
Bangun TA, Zaharah TA, Shofiyani A. 2016. Pembuatan arang aktif dari
cangkang buah karet untuk adsorpsi ion besi (Ii) dalam larutan. Jurnal Kimia
Khatulistiwa, 5(3): 18-24.
Budiman Haryanto, S.P. 2012, Budi Daya Karet Unggul, Yogyakarta: Pustaka
Baru Press
Chafid, Mohammad. 2019. OUTLOOK KARET. Jakarta: Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian
27
Damanik, S, dkk. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Karet. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. Bogor.
Dedy Anwar Saleh Pohan, Budiyono, Syafrudin. 2016. Analisis Kualitas Air
Sungai Guna Menentukan Peruntukan Ditinjau Dari Aspek Lingkungan.
Jurnal Ilmu Lingkungan, 14(2): 63-71.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2018. STATISTIK PERKEBUNAN
INDONESIA – KARET. Jakarta: Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan
Kementerian Pertanian.
Doke KM, Khan EM. 2017. Equilibrium, kinetic and diffusion mechanism of
Cr(VI) adsorption onto activated carbon derived from wood apple shell.
Arabian Journal of Chemistry10: 252–260.
Dwidjoseputro. 1981. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Eka Riskhi M, Saibun Sitorus. 2017. PEMANFAATAN AMPAS TAHU
SEBAGAI ARANG AKTIF DALAM MENURUNKAN KADAR COD,
NITRIT DAN NITRAT PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU. Jurusan
Kimia, FMIPA, Universitas Mulawarman.
González-García P. 2018. Activated carbon from lignocellulosics precursors: A
review of the synthesis methods, characterization techniques and applications.
Renewable and Sustainable Energy Reviews 82: 1393–1414.
Gunawan, Ari. 2018. PEMANFAATAN ADSORBEN ZEOLIT, KARBON
AKTIF DAN SILIKA UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH
LABORATORIUM KIMIA DI SMK SMTI BANDAR LAMPUNG.
Magister Ilmu Lingkungan Universitas Lampung.
Halder, J.N. and Islam, M.N. (2015) Water Pollution and Its Impact on the Human
Health. Journal of Environment and Human, 2, 36-46.
Indah, D. R. dan Hendrawani, H. 2015. Upaya menurunkan kadar ion logam besi
pada air sumur dengan memanfaatkan arang ampas tebu. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Kimia “Hydrogen”, 5(2) : 68-74.
Irham, Muhammad dkk. 2017. Analisis BOD dan COD di perairan estuaria
Krueng Cut, Banda Aceh. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan
Volume 6, (3):199-204.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. 2017.
PETUNJUK TEKNIS RESTORASI KUALITAS AIR SUNGAI.
Khan EA , Shahjahan , Khan TA. 2018. Adsorption of methyl red on activated
carbon derived from custard apple (Annona squamosa) fruit shell:
Equilibrium isotherm and kinetic studies. Journal of Molecular Liquids
249:1195–1211
Masthura, M. and Putra, Z. (2018) ‘Karakterisasi Mikrostruktur Karbon Aktif
Tempurung Kelapa dan Kayu Bakau’, Elkawnie, 1(4), pp. 45–54.
28