Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN KUALITAS AIR

(BIOLOGI DAN KIMIA) PADA AIR PDAM


DI MASJID KAMPUS UNHAS
KOTA MAKASSAR

KELOMPOK 1
ILMU GIZI

ITA SAJEK PRAYEKTI K021171001


RIZKA NOPRIANTI K021171005
NUR EKA SUKMA K021171009
DIKA JULIASTUTI K021171013
ASMAUL HUSNA K021171017
FITRIA RIZKY DWI PUTRI K021171302
INDRA AINI K021171306
A. NURUL MAULIDA TENRIRAWE K021171310
YUTTA WECHSELIN K021171314
REISVHEGA IRIANI KABA K021171503
ISKANDAR K021171508
RISKA MAYA SARI K021171509
YUSTIKA RAMADHANI K021171514
NASTAIN LATARISSA K011171704
MUH SALEH K011171716

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air adalah zat yang paling penting dalam kehidupan manusia setelah
udara, dimana di dalam tubuh kita terdapat sekitar tiga per empat air, dan
setiap manusia tidak dapat hidup tanpa minum, artinya air hal yang sangat
vital dalam kehidupan. Dari segi ilmu kesehatan masyarakat penyediaan air
bersih perlu dipenuhi dalam masyarakat karena jika penyediaan air bersih
tidak memadai dalam masyarakat maka hal tersebut akan menjadi pemicu
mudahnya timbul berbagai penyakit. Ketersediaan dalam jumlah yang cukup
terutama untuk keperluan minum dan masak merupakan tujuan dari program
Penyediaan Air Bersih (PAB) yang terus menerus diupayakan pemerintah.
Oleh sebab itu, indikator penting untuk mengukur derajat kesehatan salah
satunya adalah ketersediaan sumber air minum rumah tangga (Jumiati dkk,
2015).
Ketersediaan air baku yang terbatas menjadi masalah yang dihadapi
oleh pelayanan air bersih di Indonesia, misalnya di daerah pedesaan
pelayanan air bersih belum merata dan belum bisa dimanfaatkan dengan
maksimal. Terdapat pula beberapa wilayah yang digunakan sebagi sumber air
bersih oleh PDAM tercemari oleh limbah domestik dan limbah industri yang
menyebabkan masalah dalam pengelolaan air bersih semakin besar. Air
bersih yang digunakan untuk keperluan masyarakat sehari-hari harus
memperhatikan kualitas yang memenuhi persyaratan kesehatan air bersih
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dimaksud
yaitu kualitas air yang telah memenuhi persyaratan secara fisika, biologi, dan
kimia, yang ketika dikonsumsi tidak menyebabkan efek samping bagi
kesehatan. Pada umumya air yang diperoleh oleh masyarakat wilayah kota
dan sekitarnya dapat bersumber dari sumur bor, PDAM, dan sumur timba
(Rengiwur dkk, 2016).
Air tanah dangkal merupakan sumber air yang pada umumnya
digunakan oleh masyarakat Indonesia. Air dangkal ini sangat rentan terhadap
kontaminasi air yang tercemar yang biasanya berasal dari aktifitas
masyarakarat. Oleh karena itu, air tanah dangkal ini belum pasti untuk dapat
dikatakan sebagai air bersih yang memenuhi persyaratan kualitas air bersih,
baik dari segi fisik, kimia, dan biologi. Parameter bakteriologi yang
digunakan dalam indikator polusi adalah koliform fekal, misalnya
Escherichia coli dan koliform non fekal, seperti Enterobacteraerogenes. Air
yang telah tercemar oleh kotoran hewan maupun manusia biasanya telah
mengandung mikroorganis mepatogense seperti Escherichia coli sehingga air
tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci
makanan atau memasak dan apalagi untuk diminum, hal tersebut dikarenakan
dapat menyebabkan penyakit terutama gangguan pada saluran pencernaan
misalnya diare dan gastroenteritis (Lipinwati dkk, 2016).
Berdasarkan Permenkes RI No. 416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat
dan Pengawasan Kualitas Air Bersih menyebutkan bahwa kandungan bakteri
total koliform dalam air bersih yaitu 50/100 ml untuk air sumur dan 10/100ml
untuk air perpipaan (Permenkes, 1990). Kemudian Berdasarkan Permenkes
No. 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum menyebutkan
bahwa kandungan bakteri Escherecia coli dalam air minum adalah 0/100 ml
(Permenkes, 2010). Oleh karena itu, air bersih dan air minum tidak boleh
melebihi persyaratan yang telah ditentukan. Jika dalam air minum dan air
bersih sudah tercemar oleh bakteri Escherecia coli maupun total coliform
yang melebihi persyaratan maka akan menyebabkan penyakit diare (Akili,
dkk. 2019)
Air dimanfaatkan oleh manusia untuk kebutuhan sehari-hari seperti
MCK (mandi, cuci, kakus) serta untuk di konsumsi. Air yang baik
dikonsumsi adalah air yang bersih. Air dikatakan bersih apabila tidak
berwarna, berbau dan berasa. Air bersih bisa didapat dari sumber mata air
seperti sungai, danau, air pengunungan dan air sumur. Selain PDAM,
masyarakat juga banyak memanfaatkan air sumur untuk kebutuhan sehari-
hari. PDAM merupakan perusahaan daerah sebagai sarana penyedia air bersih
yang diawasi dan dimonitor oleh aparat-aparat eksekutif maupun legislatif
daerah (Gusril, 2016).
Persyaratan kimia pada air ditentukan oleh konsentrasi bahan-bahan
kimia seperti Hg, Cu, Pb, Zn, Cr, Fe, As, Cd dan Fe. Besi merupakan salah
satu logam berat yang banyak mencemari air. Air yang tercemar oleh logam
besi perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.
Pengolahan air untuk menurunkan kadar besi dalam air dapat dilakukan
secara fisika dan kimia. Secara fisika, air dapat diolah dengan proses aerasi,
sedimentasi, filtrasi, dan adsorpsi. Proses adsorpsi pada logam besi dalam air,
secara alami dapat dilakukan dengan menggunakan tempurung kelapa, biji
kelor, arang, sekam padi, maupun kulit pisang. Kemudian secara kimia air
dapat diolah menggunakan koagulan seperti tawas dan PAC (Poly Alumunium
Chloride) (Jumiati dkk, 2015).
Pencemaran air tanah pada umumnya terjadi karena tingkah laku
manusia dalam kegiatan sehari-hari seperti oleh zat-zat detergen saat
mencuci, asam belerang dan zat-zat kimia yang berasal dari sisa pembuangan
pabrik-pabrik kimia atau industri. Pencemaran air juga dapat disebabkan oleh
pestisida, herbisida, dan pupuk tanaman yang merupakan unsur-unsur polutan
sehingga mutu air berkurang. Dalam jangka waktu pendek, zat-zat tersebut
dapat menimbulkan gangguan pada sistem pernapasan yang menyebabkan
tubuh lemas, batuk, sesak napas, bronchopneumonia, edema paru, cyanosis,
dan methemoglobinemia. Zat kimia yang bersifat racun sangat berbahaya
terutama terhadap paru yang biasanya diawali dengan gangguan pada
pernapasan, dampaknya dari penyimpangannya ialah dapat meningkatkan
reaktifitas pada pembuluh tenggorokan dan sensitifitas pada penderita asma
(Sunarsih dkk, 2018).
Pengadaan air bersih di Indonesia khususnya untuk skala besar masih
terpusat di daerah perkotaan yang dikelola oleh Perusahaan Air Minum
(PAM). Secara nasional jumlah penyediaan air minum masih jauh dari
mencukupi kebutuhan masyarakat dimana penduduk yang terlayani baru
mencapai 19%, pada daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih
dari PAM yaitu umumnya mereka menggunakan air hujan, air tanah (sumur),
air sungai, mata air, dan sumber air lainnya (Herlambang, 2017). Pengelolaan
air oleh pemerintah akan berimplikasi pula pada peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) guna membiayai belanja rutin dan membiayai sektor
pembangunan daerah sehingga pemerintah dalam hal ini membentuk
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Adanya peran sosial PDAM dalam
mengelola air juga sebagai pelaku ekonomi di daerah guna menyediakan air
yang baik dan profesional melalui peningkatan kualitas pelayanan (Marwal
dkk., 2018).
Pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat saat ini sangat
bervariasi, terdapat masyarakat yang mengambil air minum dari sumber air
sungai, air tanah baik dengan menggunakan sumur dangkal ataupun dalam
dan juga dari air perpipaan yang diproduksi oleh Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM). Di kota besar, dalam hal pemenuhan kebutuhan air minum
masyarakat banyak yang mengkonsumsi Air Minum Dalam Kemasan
(AMDK), karena praktis dan dianggap lebih higienis namun semakin mahal,
sehingga muncul alternatif lain yaitu air minum yang diproduksi oleh Depot
Air Minum Isi Ulang (DAMIU). Jumlah orang yang menggunakan sumber air
minum diperluas atau ditingkatkan dari 2,4 miliar pada tahun 1970 menjadi
6,2 miliar 2012 (cakupan 64% menjadi 89%), sedangkan jumlah
menggunakan sanitasi dasar meningkat 1,3 - 4,4 milyar (36% sampai 64%).
Begitupun harapan hidup saat lahir memiliki peningkatan dari 56,5 - 68,7
tahun, hal tersebut terjadi karena sebagian perbaikan dalam air dan sanitasi
(Ronny dkk., 2016).
Dari data WHO (World Health Organization) menunjukkan bahwa
angka penyakit yang berkaitan dengan pencemaran air menyebabkan
kematian sekitar 10 juta penduduk setiap tahun. Diare adalah penyakit yang
paling sering terjadi akibat pencemaran air. Menurut Riskesdas tahun 2013,
Angka kejadian diare di Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebesar 3,5% dan
untuk di Sulawesi Selatan yaitu 5,2% (Jumiati dkk., 2015).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015, terjadi 18 kali
KLB diare yang tersebar di 11 provinsi, 18 kabupaten/kota, dengan jumlah
penderita 1.213 orang dan kematian 30 orang (CFR 2,47%). Angka kesakitan
nasional hasil Survei Morbiditas Diare tahun 2015 yaitu sebesar 214/1.000
penduduk. Maka diperkirakan jumlah penderita diare di fasilitas kesehatan
sebanyak 5.097.247 orang, sedangkan jumlah penderita diare yang dilaporkan
ditangani di fasilitas kesehatan sebanyak 4.017.861 orang atau 74,33%
(dengan target 100%). Sedangkan tahun 2016, perkiraan diare di fasilitas
kesehatan meningkat sebanyak 6.897.463 orang dan diare yang ditangani di
fasilitas kesehatan sebanyak 2.544.084 orang atau 36,9% (Melvani dkk.,
2019).
Penelitian terkait yang di lakukan oleh Gusril (2016) yaitu tentang
studi kualitas air minum PDAM di kota Duri Riau. Penelitian ini tergolong
penelitian eksperimen dan dilanjutkan dengan uji labor. Unit analisisnya
adalah air PDAM yang ada di Kota Duri. Pengambilan sampel penelitian
dengan teknik random sampling, sedangkan teknik pengambilan sampel
diambil secara komposit (Composite Sample). kemudian sampel diambil dan
dimasukkan ke dalam botol minum kemasan, dan dibawa kelaboratorium
untuk dianalisis. Data dianalisis dengan analisis laboratorium dan hasilnya
akan dibandingkan dengan standar kualitas air minum yang baik menurut
Permenkes No. 492/menkes/per/IV/2010.

B. Tujuan Praktikum
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari praktikum ini ialah untuk mengetahui
pengukuran kualitas air pada sumber air PDAM.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kualitas bakteriologis pada air PDAM.
2. Untuk mengetahui kualitas kimia (Fe) pada air PDAM.
3. Untuk mengetahui kualitas kadar pH (power hidrogen) pada air
PDAM.
C. Prinsip Percobaan
Adapun prinsip percobaan praktikum ini ialah :
1. Lingkungan tempat kerja disterilkan dengan menggunakan alcohol.
2. Praktikan dilarang berbicara keras atau minimal mengurangi bicara
selama proses dilakukan.
3. Menggunakan sarung tangan dan masker saat pemeriksaan sampel.
4. Alat dan bahan disterilkan dahulu untuk menghindari kontaminasi.
5. Sempel diminimalkan dengan udara luar.
6. Cawan petri dan pipet ukur difiksasi sebelum dan sesudah dimasukkan
sampel untuk menjaga cawan petri dan pipet tetap steril.
7. Alat yang digunakan harus dekat dengan pembakar bunsen.
8. Pelaksaan kerja tidak boleh jauh dari pembakar bunsen.
9. Hindari sumber-sumber yang berpotensi menyebabkan kontaminasi.
10. Rentang waktu pada saat pengambilan sampel hingga percobaan tidak
lebih dari 1 x 24 jam.
11. Rentang waktu pada saat pengambilan sampel sampai identifikasi bakteri
tidak lebih dari 1 x 24 jam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Air PDAM


Perusahaan daerah air minum (PDAM) merupakan salah satu badan
usaha milik daerah (BUMD) yang memiliki tugas untuk menyediakan suplai
air air bersih kepada masyarakat. (Adiguna, 2016). Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) sebagai salah satu lembaga publik dalam pelayaan
penyediaan air bersih (minum) dituntut meningkatkan kualitas pelayanannya
melalui peningkatan kinerja operasional para pegawai, karena kinerja
pegawai yang tinggi akan mencerminkan kinerja organisasi secara
keseluruhan. Berdasarkan data dari Badan Pendukung Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat tahun 2013, dari 350 PDAM seluruh Indonesia hanya
sekitar 176 PDAM (50%) yang merupakan kategori sehat, 104 PDAM (30%)
merupakan kategori tidak sehat dan sisanya 70 PDAM (20%) merupakan
PDAM yang berkategori sakit. Hal ini disebabkan diantaranya oleh karena
kinerja PDAM sebagai penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum
(SPAM) dinilai masih belum optimal. (Lagu, dkk., 2016).
Sumber air PDAM sampai saat ini biasanya berasal dari sumber air
tanah. Jika sumber PDAM menggunakan air laut maka dibutuhkan lagi alat
yang baru untuk mengolah air tersebut sebelum didistribusikan. Selain itu
pula, pemanfaatan air PDAM sampai saat ini berupa pada rumah tangga,
indsutri dll jadi akan adanya ressiko untuk memperbesar intrusi air laut jika
tetap menggunakan air laut sebagai sumber dari PDAM (Persada & Alfian,
2018).
Air PDAM rata-rata mampu mendistribusikan air yang tidak memiliki
bau, tidak memiliki ras, jernih, dan tidak berwarna. 50% masyarakat biasanya
kurang mengeluhkan gangguang kualitas air pada bagian kekeruhan dan bau.
Namun, biasanya masyarakat pengguna PDAM biasanya mengeluhkan
tentang rasa pada air PDAM karena sumber air yang diolah dan jumlah
kandungan Chlor (Lagu, dkk., 2016).
Kebutuhan air bersih pada masyarakat terus mengalami peningkatan
seiring dengan pertumbuhan penduduk, perkembangan sosial, ekonomi,
budaya dan teknologi. Berdasarkan data teknis dari Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM), kebutuhan air bersih di perkotaan khususnya yang dilayani
oleh PDAM, tingkat pelayanannya baru mencapai 60% sehingga belum
mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dengan banyaknya kebutuhan air
bersih di indonesia, haruslah sejalan dengan kualitas air yang diberikan oleh
perusahaan penyedia air bersih. Karena kebutuhan air bersih yang semakin
meningkat tersebut, maka diperlukan adanya suatu upaya untuk memelihara,
mengatur serta memanfaatkan dan mengembangkan sarana-sarana
penyediaan air bersih oleh perusahaan agar pelanggan merasa puas terhadap
kualitas air yang diberikan (Ummi & Setiawan, 2015).
Aspek yang mempengaruhi kinerja PDAM yang juga menjadi standar
penilaian BPPSPAM antara lain (Lagu, dkk., 2016) :
1. Aspek keuangan (operating ratio, ratio hutang jangka panjang, ratio
pendapatan terhadap hutang jangka panjang dan kas terhadap pendapatan).
2. Aspek manajemen (konsumsi air m3/pelanggan/ bln, struktur pelanggan
dan ratio pegawai per 1.000 pelanggan).
3. Aspek teknis (kebocoran air, efisiensi produksi, jam operasi produksi dan
idle capacity). Menurut penelitian Lagu (2016) tentang gambaran
penyediaan air bersih PDAM Kota Makassar Tahun 2015, dari segi
penyediaan air bersih, PDAM masih belum mampu untuk memenuhi
kebutuhan scara keseluruhan kebutuhan pelanggan pengguna air bersih
PDAM kota Makassar. Ditinjau dari segi kualitas air bersih, PDAM kota
Makassar secara umum memiliki kualitas yang baik dan telah memenuhi
syarat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 baik dari segi
kualitas fisik ataupun kimiawi.
B. Tinjauan Umum tentang Bakteri pada Air
Air merupakan materi yang sangat penting dalam kehidupan, baik
tanaman, hewan maupun manusia. Kehidupan manusia tentu tidak terlepas
dari kebutuhanakan air bersih terutama air minum. Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) merupakan salah satu unit usaha milik daerah, yang
bergerak dalam distribusi air bersih bagi masyarakat umum. Tersedianya air
bersih dan sehat merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi seluruh
masyarakat. Untuk itu maka sangat penting untuk diperhatikan kualitasnya
dalam hal ini dari segi bakteri Escherichia coli (Hamidah, 2016).
Bakteri coliform merupakan suatu bakteri yang tergolong
Enterobacteriaceae yang mempunyai 14 genus. Bakteri coliform dalam air
dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu fecal coliform, coliform total, dan
E.coli. Bakteri coliform menjadi suatu sumber kontaminasi dari lingkungan
dan tidak mungkin berasal dari pencemaran tinja, sedangkan E.coli dan fecal
coliform sebagai indikasi kuat diakibatkan kontaminasi tinja dari manusia dan
hewan (Restina, 2017).
Kehadiran bakteri coliform pada air bersih berhubungan dengan faktor
asal air tersebut berada, antara satu tempat tidak sama dengan tempat yang
lain, secara jelas bahwa faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi. Air
bersih yang berasal dari PDAM yang sering terjadi kebocoran,
mengakibatkan air PDAM menjadi keruh dan kotor serta adanya sumber
infeksi patogen seperti bakteri coliform. Demikian pula pada waktu musim
hujan air PDAM sering menjadi keruh dan kotor karena tercampur dengan air
hujan, serta sumber air yang keruh dan kotor dapat mengakibatkan sistem
klorinasi menjadi tidak sempurna (Anes dkk, 2017).
Bakteri Coliform lazim digunakan sebagai indikator adanya polusi
kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air, karena densitasnya
berbanding lurus dengan tingkat pencemaran air, artinya makin sedikit
kandungan Coliform, artinya kualitas air semakin baik (Alang, 2015). Bakteri
coliform yang berada di dalam makanan atau minuman menunjukkan adanya
mikroba yang bersifat enteropatogenik dan toksigenik yang berbahaya bagi
kesehatan. Salah satu bakteri coliform yang mempunyai banyak spesies
adalah Escherichia Coli. E.coli menjadi sesuatu yang dapat memberikan
petunjuk sanitasi keberadaan E.coli (Restina, 2017).
Air PDAM harus terhindar dari bakteri Coliform dengan standar 10
dalam 100 ml sampel pada air perpipaan dan 50 dalam 100 ml air sampel
bukan dari air perpipaan. Penyebab tercemarnya pasokan air PDAM bisa
terjadi karena berbagai hal seperti kebocoran pipa saluran air yang
menyebabkan masuknya air yang tidak steril ke dalam saluran air, meluapnya
air hujan sehingga masuk ke dalam sumber air dan keadaan pipa saluran air
yang sudah cukup lama sehingga kotoran yang menempel pada pipa dapat
mempengaruhi kualitas air yang mengandung bakteri (Sari dkk, 2018).
Adanya bakteri Coliform di dalam air minum mengidentifikasikan air
minum tersebut telah terkontaminasi dengan bakteri tersebut. Bakteri
Escherichia coli termasuk bakteri yang dapat menyebabkan keluhan diare.
Penyakit ini adalah salah satu dari banyak penyakit lain yang dapat
disebabkan oleh buruknya kualitas air minum secara mikrobiologis. Air
minum yang telah terkontaminasi oleh bakteri Escherichia coli dapat
membahayakan manusia karena Escherichia coli merupakan bakteri patogen
bagi manusia yang dapat menyebabkan penyakit saluran cerna. Pada usus
besar ditemukan Escherichia coli yang dapat bersifat patogen jika melebihi
jumlah normal. Diare atau muntaber dapat menyebabkan wabah pada anak-
anak. Strain tertentu juga dapat menyebabkan gastroenteritis. Jenis Coliform
lain seperti Salmonella typhi juga dapat menyebabkan penyakit yaitu demam
typoid. Bakteri ini masuk melalui mulut dan menyebar ke saluran pencernaan
yang akan menimbulkan gejala seperti demam, lemah, sakit kepala, sakit
perut, penurunan nafsu makan dan lain-lain (Zikra dkk, 2018).
Salah satu upaya untuk menetralisir atau menanggulangi pengaruh
pencemaran E. coli dan Coliform pada sumber air baku PDAM adalah
menambahkan kapur atau kaporit. Kaporit atau kalsium hipoklorit dengan
rumus Ca(ClO)2 merupakan desinfektan yang paling umum digunakan untuk
membunuh bakteri yang menkontaminasi air. Hal ini berarti bahwa
pemberian kaporit ke dalam air baku pengolahan PDAM telah mampu
membunuh Coliform yang ada di dalam air PAM tersebut dan telah
memenuhi standar teknis dan air PDAM siap didistribusikan kepada
masyarakat. Air PAM yang merupakan air bersih seharusnya memiliki
kualitas yang memenuhi syarat kesehatan yaitu tidak mengandung
Escherichia coli dan fecal non Coliform (Alang, 2015).

C. Tinjauan Umum tentang Kandungan Fe pada Air


Besi adalah salah satu mineral penting yang dibutuhkan manusia.
Dalam makanan, besi berupa ion-ion yaitu ion Fe2+ dan Fe3+. Unsur besi di
dalam tubuh memiliki fungsi untuk memenuhi kebutuhan akan unsur tersebut
dalam mengatur metabolisme tubuh dan pembentukan sel darah merah, tetapi
dalam jumlah yang besar maka akan membahayakan kesehatan, seperti
kerusakan hati, diabetes, dan penyumbatan pembuluh jantung. Selain itu
dampak buruk bagi lingkungan adalah timbulnya warna coklat pada air (Putri,
dkk., 2013).
Logam Fe adalah logam essensial yang keberadaannya dibutuhkan
dalam jumlah tertentu oleh organism, saat keberadaannya berlebih dapat
menimbulkan efek racun. Tingginya kandungan logam Fe akan berdampak
terhadap kesehatan manusia diantaranya adalah dapat menyebabkan
keracunan (muntah), kerusakan pada usus, penuaan dini hingga kematian
mendadak, radang sendi, cacat lahir, gusi berdarah, kanker, sirosis ginjal,
sembelit, diabetes, diare, pusing, mudah lelah, hepatitis, hipertensi, insomnia
(Endang & Hadi, 2015).
Kualitas air ditentukan dari berbagai parameter yaitu, DO (dissolve
oxygen), BOD (Biological oxygen demand), COD (chemical oxygen demand),
kekeruhan, pH, TDS (Total Dissolved Solid), dan TSS (Total Suspended
Solid). Nilai parameter kualitas air ini dapat menjadi acuan serta dapat
menentukan kandungan dalam air. Limbah hasil industri yang dibuang ke
sungai mempengaruhi kualitas air. Dalam proses industri limbah hasil industri
yang dibuang kesungai mempengaruhi kualitas air dikarenakan dalam limbah
tersebut berbagai jenis limbah industri salah satunya yaitu besi (Fe), besi
berasal dari korosi pipa-pipa air, industri baja, pupuk, pestisida, keramik, dan
baterai. Air yang didalamnya terdapat kandungan besi cenderung
mengakibatkan rasa mual apabila dikonsumsi selain itu dalam dosis yang
besar dapat merusak organ-organ dalam pada tubuh manusia (Putri, dkk.,
2013).
Besi terdapat secara alami di dalam air dalam bentuk terlarut sebagai
senyawa ferro atau besi-II (Fe2+); ferri atau besi-III (Fe3+); tersuspensi sebagai
butir koloid (diameter < 1 mm) atau lebih besar, seperti Fe(OH) 3; dan
tergabung dengan zat organik atau zat padat yang anorganik seperti tanah liat
dan partikel halus terdispersi. Senyawa besi-II dalam air yang sering dijumpai
di alam adalah FeO, FeSO4, FeSO4, 7H2O, FeCO3, Fe(OH)2, dan FeCl2.
Sedangkan senyawa besi-III yang sering dijumpai adalah FePO4, Fe2O3,
FeCl3, Fe(OH)3. Masalah utama yang ditimbulkan akibat adanya kandungan
besi yang tinggi pada air adalah mengenai estetika air. Kandungan besi dalam
air akan memberikan warna karat pada air, menimbulkan noda berwarna
coklat kemerahan pada pipa ledeng, porselin, piring maupun pakaian serta
memberikan rasa logam sehingga tidak enak jika dikonsumsi. Penurunan
kandungan Besi dalam air tanah dapat diturunkan sampai dengan 80% dengan
menggunakan resin penukar ion (Rahmawati, 2015).
Besi adalah salah satu mineral penting yang dibutuhkan manusia.
Dalam makanan, besi berupa ion-ion yaitu ion Fe2+ dan Fe3+. Unsur besi di
dalam tubuh memiliki fungsi untuk memenuhi kebutuhan akan unsur tersebut
dalam mengatur metabolisme tubuh dan pembentukan sel darah merah, tetapi
dalam jumlah yang besar maka akan membahayakan kesehatan, seperti
kerusakan hati, diabetes, dan penyumbatan pembuluh jantung. Selain itu
dampak buruk bagi lingkungan adalah timbulnya warna coklat pada air (Putri,
dkk., 2013).
Kandungan logam berat di perairan secara alamiah berada dalam
jumlah yang relatif sedikit. Tetapi dengan adanya aktifitas masyarakat
disekitar. Perairan sungai mempunyai kapasitas terima yang terbatas terhadap
bahan pencemar. Adanya peningkatan serta kontinuitas buangan air limbah
industri yang mengandung senyawa logam berat beracun, cepat atau lambat
akan merusak ekosistem di sungai. Hal ini disebabkan karena logam berat
sukar mengalami pelapukan, baik secara fisika, kimia, maupun biologis
(Palar,1994 dalam Kiamah, 2018).

D. Tinjauan Umum tentang pH pada Air


Derajat kesamaan pH suatu larutan dapat diubah sesuai dengan
kebutuhan. Salah satu caranya dengan menambahkan senyawa basa atau
asam. Dengan perhitungan kimia , jumlah senyawa basa atau asam yang harus
ditambahkan dapat diperkirakan. Air limbah pada memiliki pH yang rendah
atau bersifat asam. Pada kondisi seperti ini, bahan-bahan kimia penggumpal
tidak akan berfungsi maksimal dalam menggumpalkan bahan pencemar.
Biasanya, sebelum ditambahkan bahan kimia penggumpal, pH air limbah
dianalisis terlebih dahulu dengan kertas indikator universal. Jika pH nya
dibawah 6, harus ditambahkan basa, seperti kapur atau natrium karbonat.
Dalam kondisi netral atau sedikit basa, bahan kimia penggumpal akan
membentuk gumpalan-gumpalan yang semakin lama semakin besar hingga
akhirnya mengendap . Dengan terjadinya pengendapan, air limbah akan lebih
jernih dan harga BOD dan COD akan turun (Sutresna, 2007).
Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada besar kecilnya pH
air atau besarnya konsentrasi ion Hidrogen di dalam air. Air yang mempunyai
pH kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai
pH lebih besar dari normal akan bersifat basa. Toksisitas suatu senyawa kimia
mempengaruhi pH, toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada pH
rendah (Purbalisa, 2013).
Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral, yaitu antara pH 6
sampai 8, sedangkan pH air yang terpolusi, misalnya air buangan, berbeda-
beda tergantung dari jenis buangannya. Sebagai contoh, air buangan pabrik
pengalengan mempunyai pH 6.2 - 7.6, air buangan pabrik susu dan produk-
produk susu biasanya mempunyai pH 5.3 - 7.8, air buangan pabrik bier
mepunyai pH 5.5 – 7.4, sedangkan air buangan pabrik pulp dan kertas
biasanya mempunyai pH 7.6 – 9.5. Pada industri-industri makanan,
peningkatan keasaman air buangan umumnya disebabkan oleh kandungan
asam-asam organik. Adanya komponen besi sulfur (FeS2) dalam jumlah
tinggi di dalam air juga akan meningkatkan keasamannya karena FeS2 dengan
udara dan air akan membentuk H2SO4 dan besi (Fe) yang larut. (Fardiaz,
1992).
pH (power of Hydrogen) sebenarnya sebuah ukuran tingkat asam
(acidity) atau basa (alkalinity) dari air tersebut. pH adalah logaritma negatif
dari ion hidrogen dalam larutan. Satu liter air mengandung 1/10 7 ion H+. Arti
praktisnya bahwa pH air netral adalah 7. Makin banyak ion H+ maka makin
asam larutan itu (Tambayong, 2000).
Pastinya, sejauh pH pada air yang kita minum masih tetap berkisar di
angka 7 (pH air normal) maka tingkat bahaya pada air tersebut tetap bisa
dinetralisir oleh tubuh. pH yang disarankan oleh Departemen Kesehatan
berkisar antara 6,5-8,5. Minum air dibawah pH 6,5 bersifat terlalu asam dan
tak baik bagi kesehatan seperti gangguan pencernaan, mudah lelah, dan sakit
pada sendi. Demikian pula air yang memiliki pH diatas 8,5 tidak disarankan
karena terlalu alkali. Selain rasanya cenderung pahit, air ini juga tidak baik
bagi kesehatan (Murtie, 2015).
Air akan terpengaruh terhadap kesadahan kadar besi dalam air, apabila
pH air rendah akan berakibat terjadinya proses korosif sehingga
menyebabkan larutnya besi dan logam lainnya dalam air, kemudian pH atau
derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaaman atau basa
yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. (pH) normal memiliki nilai 7
sementara bila nilai pH lebih dari 7 menunjukkan zat tersebut memiliki sifat
basa sedangkan nilai pH kurang dari 7 menunjukkan keasaman. Sedangkan,
pH 0 menunjukkan derajat keasaman yang tinggi, dan pH 14 menunjukkan
derajat kebasaan tertinggi. Umumnya indikator sederhana yang digunakan
adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi
dan biru bila keasamannya rendah (Prasetyo dkk, 2018).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


1. Pemeriksaan Bakteriologis
a. Alat
1) Autoclave 1 unit
2) Botol sampel 1 buah
3) Bulb 1 buah
4) Cawan petri 1 buah
5) Inkubator 1 unit
6) Korek api secukupnya
7) Pembakar bunsen 1 buah
8) Pipet ukur 1 buah
b. Bahan
1) Alkohol secukupnya
2) Aquades secukupnya
3) Kertas label secukupnya
4) Larutan EMBA secukupnya
5) Sampel air 1 ml
6) Tisu kering 1 buah
2. Pemeriksaan Fe
a. Alat
1) Bulb 1 buah
2) Cuvet 1 buah
3) Pipet ukur 1 buah
4) Rak tabung 1 buah
5) Spektrofotometer HS-3300 1 unit
6) Stopwatch handphone 1 buah
b. Bahan
1) Aquades secukupnya
2) Kertas label secukupnya
3) Powder pillow HS-Fe 1 bungkus
4) Sampel air 5 ml
5) Tisu kering secukupnya
3. Pemeriksaan pH
a. Alat
1) Bulb 1 buah
2) Botol tes 1 buah
3) Kertas 30admium3030 pH 1 buah
4) Pipet ukur 1 buah
b. Bahan
1) pH indicator solution 5 tetes
2) Sampel air 5 ml
3) Tisu kering secukupnya

B. Waktu dan Tempat


1. Pengambilan Sampel
a. Kimia
1) Waktu : 10.50 – 11.00 WITA
2) Tempat : Air PDAM di Masjid Kampus Universitas
Hasanuddin Kota Makassar
b. Biologi
1) Waktu : 11.00 – 11.30 WITA
3) Tempat : Air PDAM di Masjid Kampus Universitas
Hasanuddin Kota Makassar
2. Pemeriksaan Sampel
a. Kimia
1) Waktu : 12. 00-12.50 WITA
2) Tempat : Laboratorium Kimia Biofisik FKM Unhas
b. Biologi
1) Waktu : 11.30-12.00 WITA
2) Tempat : Laboratorium Kimia Biofisik FKM Unhas

C. Prosedur Kerja
1. Tahap Pengambilan Sampel
Adapun prosedur kerja dari percobaan ini adalah:
a. Pengambilan Sampel Bakteriologis
1) Disiapkan botol sampel.
2) Dipastikan praktikan yang akan mengambil air sampel menggunakan
masker dan handscoon untuk mengurangi kontaminasi.
3) Dicuci botol sampel terlebih dahulu menggunakan sampel air
sebanyak 3 kali sebelum air sampel dimasukkan.
4) Diisi botol sampel dengan sampel air sebanyak ¾ .
b. Pengambilan Sampel Kimia
1) Disiapkan botol sampel.
2) Dipastikan praktikan yang akan mengambil air sampel menggunakan
masker dan handscoon untuk mengurangi kontaminasi.
3) Dicuci botol sampel terlebih dahulu menggunakan sampel air
sebanyak 3 kali sebelum air sampel dimasukkan.
4) Isi botol sampel dengan sampel air hingga penuh dan tidak terdapat
ruang udara.
2. Tahap Pemeriksaan Bakteriologis Air
Adapun prosedur kerja dari percobaan ini adalah:
a. Disterilkan tangan dan meja kerja menggunakan alkohol.
b. Dinyalakan pembakar bunsen agar tidak terjadi kontaminasi saat
pemeriksaan berlangsung.
c. Difiksasi pipet steril dan cawan petri setiap hendak memindahkan
sampel.
d. Dipipet air sampel sebanyak 1 ml kedalam cawan petri yang sudah
disterilkan.
e. Dituangkan EMBA kedalam cawan petri yang telah dimasukkan 1 ml
air sampel hingga menutupi permukaan cawan petri.
f. Dihomogenkan cawan petri dengan membentuk angka 8 sebanyak 12
kali.
g. Didiamkan selama ±10 menit sampai EMBA memadat.
h. Dimasukkan cawan petri kedalam inkubator dengan posisi terbalik.
i. Diinkubasi selama 1  24 jam pada suhu 37°C dan diberi lebel pada sisi
atas cawan petri.
j. Dikeluarkan cawan petri dari inkubator setelah 1  24 jam.
k. Diamati (jika terdapat bintik-bintik pada sisi bawah cawan petri, sampel
dinyatakan positif terdapat baketri E. Coli).
3. Tahap Pemeriksaan Kadar Fe Air
Adapun prosedur kerja dari percobaan ini adalah:
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Diberi label pada cuvet dengan nama kelompok masing-masing.
c. Pipet 5 mL air sampel ke dalam cuvet yang telah diberi label.
d. Ditambahkan 1 bungkus powder pillow HS-Fe (T) kedalam cuvet
sampel lalu ditutup dan dihomogenkan dengan cara dibolak-balik
selama 10 detik.
e. Didiamkan cuvet selama 5 menit.
f. Dipastikan alat Spectrophometer HS-3300 terhubung dengan sumber
arus.
g. Ditekan tombol “power” pada alat.
h. Dipilih menu “water anlyzer”.
i. Dicari metode 4100 HS-Fe(T).
j. Diseka cuvet kontrol menggunakan tisu.
k. Dimasukkan cuvet kontrol kedalam cell holder lalu tekan “zero base”.
l. Dikeluarkan cuvet kontrol lalu masukkan cuvet sampel yang
sebelumnya diseka tisu kedalam cell holder.
m. Ditekan “read” hingga muncul hasil pada layar.
n. Dibaca dan dicatat hasil pengamatan pada layar.
4. Tahap Pemeriksaan PH Air
Adapun prosedur kerja dari percobaan ini adalah:
a. Dibilas botol tes dengan aquades, lalu dimasukkan sampel kedalam
botol tes ingga 5 ml.
b. Ditambahkan 5 tetes Larutan Indikator dan homogenkan.
c. Ditempatkan botol tes pada bagian tengah Skala Indikator dan
bandingkan warna larutan dengan warna pada strip Indikator.
d. Dilakukan pembacaan nilai pH.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, hasil pemeriksaan
bakteriologis, kadar Fe, dan pH, pada masjid kampus Universitas Hasanuddin
Kota Makassar diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.1 Hasil Pemrikasaan Bakteriologis, Fe, dan pH pada Sampel Air
PDAM Masjid Kampus Universitas Hasanuddin
Makassar
No. Parameter Hasil Pemeriksaan
1. Bakteriologi Negatif E-Coli
2. Fe 0,22 mg/l
3. Ph 7
Sumber: Data Primer, 2019

B. Pembahasan
Adapun hasil pemeriksaan kualitas air (biologi dan kimia) adalah sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan Bakteriologi
Sampel air PDAM pada pemeriksaan ini diperoleh dari mesjid
kampus Universitas Hasanuddin. Pertama-tama disediakan botol sampel
selanjutnya dibersihkan bibir botol sampel dengan menggunakan alkohol
70%. Alkohol tersebut digunakan untuk menghilangkan bakteri yag berada
pada mulut botol sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan botol sampel yang diisi dengan air PDAM dari mesjid
kampus, dengan menyisakan ¼ bagian kosong dari botol tersebut agar
dapat menjadi tempat perkembang biakan bakteri pada air yang akan di uji
serta mulut botol sampel tidak boleh menyentuh ujung keran. Setelah itu,
dibersihkan kembali mulut botol sampel dan langsung ditutup rapat dan
dibawa untuk dilakukan pemeriksaan. Tangan dan meja kerja disterilkan
dengan alkohol terlebih dahulu agar tidak ada bakteri lain pada meja kerja.
Kemudian dinyalakan pembakar bunsen agar tidak terjadi kontaminasi saat
pemeriksaan berlangsung. Lalu difiksasi pipet steril dan cawan petri setiap
hendak memindahkan sampel agar tetap dalam keadaan steril karena
manfaat dilakukannya fiksasi agar dapat membunuh bakteri dengan cepat
pada peratan yang akan digunakan. Setelah itu, dipipet air sampel
sebanyak 1 ml kedalam cawan petri yang sudah disterilkan. Kemudian
dituangkan EMBA kedalam cawan petri yang telah dimasukkan 1 ml air
sampel hingga menutupi permukaan cawan petri, manfaat dari
penambahan EMBA pada sampel yaitu agar dapat menumbuhkan bakteri
gram negatif serta memberikan warna pembeda pada bakteri yang ada
pada sampel yang akan diamati. Setelah itu dihomogenkan dengan
membentuk angka 8 sebanyak 12 kali agar sampel dan EMBA dapat
tercampur atau menyatu dengan baik. Didiamkan selama 10 menit hingga
EMBA memadat. Setelah itu dimasukkan kedalam inkubator dengan
posisi terbalik agar menghindari penguapan sehingga dapat membantu
pertumbuhan mikrooranisme dengan baik, dan yang terakhir diinkubasi
selama 1 x 24 jam agar bakteri pada sampel berada pada fase logaritmik
dimana fase ini bakteri aktif melakukan pembelahan. Berdasarkan hasil
pengamatan setelah sampel diinkubasi selama 1 x 24 jam, dapat diketahui
bahwa sampel air PDAM tersebut negatif mengandung bakteri E. Coli,
karena tidak terdapat bintik berwana hijau metalik pada cawan petri.
Walaupun tidak mengandung E. Coli, pada cawan petri ditemukan bintik-
bintik berwarna lain sehingga dapat dikatakan bahwa air PDAM yang
digunakan sebagai sampel terkontaminasi oleh bakteri jenis lain.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonsia
Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentan Syarat-syarat dan Pengawasan
Kualitas Air, mengatakan dalam persyaratan kualitas air minum
mengandung koloform tinja sebanyak 0 dalam setiap 100 ml, begitupun
pada tital kiliform yaitu 0 pada 100 ml. Selain berdasarkan peraturan yang
diatas, kualitas air juga diatur dalam Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonsia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum, mengatakan hal yang hampir sama
dalam Permenkes nomor 416, namun letak perbedaannya yaitu pada
bakteri E.Coli dengan kadar maksimum 0 pada setiap 100 ml (Permenkes
416., 1990 & Permenkes 492., 2010).
Bakteri E.coli menghasilkan racun yang dapat merusak ginjal,dapat
melemahkan usus pada anak anak atau penyakit sistem pencernaan yang
ditandai dengan mual dan diare. Bakteri ini dapat menyebabkan dampak
yang sangat parah bagi anak anak atau orang tua. Ini dikarnakan oleh
sistem kekebalan tubuh mereka yang lemah. Sehingga mereka tidak
memiliki flora usus yang sehat dan antibodi untuk melawan (Arnita, dkk.,
2017).
2. Pemeriksaan Fe pada air PDAM
Pemerikasaan sampel dari air PDAM yang diambil dari Masjid
Kampus Unhas yang dilakukan dengan menggunakan botol plastik yang
diisi dengan air PDAM dari mesjid kampus, tetapi pada botol tidak
disisakan ruang kosong didalamnya ataupun terdapat gelembung pada
botol yang mengakibatkan udara masuk dalam botol, yang dapat memicu
kontaminasi dengan udara. Pada pengisian air didalam botol sebaiknya
dipindahkan lebih dahulu ke wadah yang ukurannya lebih besar untuk
menghindari kesalahandalam pengisian. Dimulai dari mengambil sampel
dan kemudian diberi label pada cuvet dengan nama kelompok. Pemberian
nama kelompok bertujuan untuk memberikan identitas kepemilikan.
Setelah cuvet diberi label maka sampel air tersebut dipipet sebanyak 5 mL
ke dalam cuvet. Ditambahkan 1 bungkus powder pillow HS-Fe (T)
kedalam cuvet sampel lalu ditutup dan dihomogenkan dengan cara
dibolak-balik selama 10 detik, fungsi penambahan powder pillow HS-Fe
(T) adalah untuk mengkalibrasi besi dalam air. Hasil tersebut didiamkan
selama 5 menit. Kemudian untuk pemeriksaan pertama-tama dipastikan
alat Spectrophometer HS-3300 terhubung dengan sumber arus listrik, dan
ditekan tombol “power” pada alat untuk menghidupkan kemudian pilih
menu “water anlyzer”. Dicari metode 4100 HS-Fe(T) setelah itu diseka
cuvet kontrol menggunakan tisu dan memasukkan cuvet kontrol kedalam
cell holder lalu tekan “zero base”. Dikeluarkan cuvet kontrol lalu
masukkan cuvet sampel yang sebelumnya diseka tisu kedalam cell holder.
Ditekan “read” hingga muncul hasil pada layar untuk pembacaan dan
setelah itu catat hasilnya.
Hasil pemeriksaan kadar Fe menunjukkan bahawa kadar Fe pada
sampel adalah 0,22 mg. Hasil ini berada di bawah batas kadar maksimum
yang diperbolehkan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 492
Tahun 2010 tentang Air Minum yaitu 0,3 mg. Hal ini menunjukan bahwa
air tersebut berada dibawah nilai ambang batas yang telah ditentukan dan
memenuhi syarat.
Logam Fe termasuk logam essensial yang keberadaannya dalam
jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam
jumlah berlebih dapat menimbulkan efek racun. Tingginya kandungan
logam Fe akan berdampak terhadap kesehatan manusia diantaranya bisa
menyebabkan keracunan (muntah), kerusakan usus, penuaan dini hingga
kematian mendadak, radang sendi, cacat lahir, gusi berdarah, kanker,
sirosis ginjal, sembelit, diabetes, diare, pusing, mudah lelah, hepatitis,
hipertensi, insomnia (Supriyantini, 2015).
Besi merupakan salah satu logam berat dalam kadar rendah yang
sering ditemukan di air. Standar konsentrasi maksimum besi di dalam air
minum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI tahun 2010 yaitu
kurang dari 0,3 mg/L. Jika Kadar Fe melebihi batas dari yang ditetapkan
pemerintah dikonsumsi secara terus menerus dalam jangka waktu lama,
maka dapat mengakibatkan sirosis pada hati, hemochromatosis, diare,
lethargy, coma, irritability, seizures, dan sakit perut. Selain itu, Fe yang
terakumulasi di dalam alveoli menyebabkan berkurangnya fungsi paru-
paru hingga menyebabkan kematian (Andini, 2018).
Kadar besi pada perairan yang mendapat cukup aerasi (aerob)
hampir tidak pernah lebih dari 0.3 M. Kadar besi pada perairan alami
berkisar antara 0.05-0.2 M. Konsentrasi Fe yang tinggi ini dapat dirasakan
dan dapat menodai kain dan perkakas dapur. Dalam air minum Fe
menimbulkan rasa, warna (kuning), pengendapan pada dinding pipa,
pertumbuhan bakteri besi dan kekeruhan. Zat besi merupakan suatu
komponen dari berbagai enzim yang mempengaruhi seluruh reaksi kimia
yang penting di dalam tubuh. Besi juga merupakan komponen
hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dan
mengantarkannnya ke jaringan tubuh (Situmorang, 2017).
Karena kadar besi yang terkandung dalam air PDAM mssjid Unhas
sudah sesuai dengan Permenkes 492, dan tidak melebihi ambang batas
maka dalam hal ini kita harus menjaga agar kualitas kimia air tersebut
tetap dalam batasan normal, tidak mengandung zat-zat kimia seperti Fe
dalam jumlah yang tinggi.
3. Pemeriksaan pH pada air PDAM
Pada pemeriksaan pH air PDAM yang diambil dari Masjid Kampus
Unhas dengan menggunakan botol plastik yang diisi dengan air PDAM
dari mesjid kampus, tetapi pada botol tidak disisakan ruang kosong
didalamnya ataupun terdapat gelembung pada botol yang mengakibatkan
udara masuk dalam botol, yang dapat memicu kontaminasi dengan udara.
Pada pengisian air didalam botol sebaiknya dipindahkan lebih dahulu ke
wadah yang ukurannya lebih besar untuk menghindari kesalahandalam
pengisian. Setelah pengambilan sampel, alat dan bahan disiapkan dimulai
dengan dibilas gelas beaker dengan aquades, lalu dimasukkan sampel
kedalam gelas beaker hingga 5 ml. Kemudian, ditambahkan 5 tetes larutan
indikator dan homogenkan, dan ditempatkan gelas beaker pada bagian
tengah skala indikator dan bandingkan warna larutan dengan warna pada
strip Indikator.
Hasil pemeriksaan pH menunjukkan bahawa kadar pH pada sampel
adalah 7. Hasil ini sesuai dengan batas pH maksimum yang diperbolehkan
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010 tentang
Air Minum yaitu 6,5 - 8,5.
pH dapat menyatakan derajat kemasaman dari suatu cairan encer,
dan mewakili konsentrasi ion hidrogennya. pH merupakan parameter
penting dalam analisis kualitas air karena pengaruhnya terhadap proses
proses biologis dan kimia di dalamnya. Air dengan kualitas yang baik
sebaiknya memiliki pH netral karena nilai pH berhubungan dengan
efektivitas klorinasi. pH pada prinsipnya dapat mengontrol keseimbangan
proporsi kandungan antara karbon dioksida, karbonat dan bikarbonat
(Ginanjarwatri dkk, 2018).
Istilah pH yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan
asam atau basa suatu larutan. pH merupakan satu faktor yang harus
dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaman dari air akan sangat
mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya dalam
melakukan koagulasi kimiawi, desinfeksi, pelunakan air (water softening)
dan dalam pencegahan korosi. Pengaruh yang menyangkut aspek
kesehatan dari pada penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal
pH ini yakni bahwa pH yang lebih kecil dari 6,5 dan lebih besar dari 9,2
akan dapat menyebabkan korosi pada pipa-pipa air, dan dapat
menyebabkan bebeapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang
mengganggu kesehatan (Anwar, 2018).
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan salah
satuperusahaan daerah yang bergerak dalam pengolahan air baku menjadi
air yang dapat dikonsumsi atau diminum. Kualitas air minum yang baik
tentunya dapat kita lihat dari nilai persyaratan yang diberikan atau
ditunjukkan dalam tabel persyaratan untuk air minum. Jika nilai parameter
air berada dibawah baku mutu persyaratan Menkes berarti air tersebut
memenuh standar untuk dikonsumsi seperti pada kadar pH. Sebaliknya
jika nilai parameter air tersebut melebihi baku mutu maka air tersebut
tidak memenuhi syarat untuk diminum. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui konsistensi kualitas air bersih dipantau pada interval waktu
tertentu (setiap 2 minggu) dan sampling dilakukan pada meteran (inlet)
rumah tangga (Zamaruddin, 2018).
Dari hasil data yang diperoleh bahwa kadar pH pada air PDAM
termasuk dalam kategori normal yang harus dilakukan dalam hal ini
adalah bagaimana kita dan pemilik PDAM tetap menjaga agar kadar pH
air PDAM tetap berada dalam kategori normal sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah, sebagai berikut:
1. Berdasarkan pemeriksaan bakteriologi, didapatkan hasil air PDAM tersebut
tidak mengandung E.Coli.
2. Berdasarkan pemeriksaan Fe pada sampel air PDAM didapatkan hasil 0,22
mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa air tersebut memiliki kadar Fe yang
normal yaitu berada di bawah ambang batas sehingga aman untuk
dikonsumsi atau digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Berdasarkan pemeriksaan pH pada sampel air PDAM , pHnya adalah 7,0.
Hal ini menunjukkan bahwa kadar pH pada air PDAM termasuk dalam
kategori normal dan aman dikonsumsi maupun digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
B. Saran
1. Untuk Pemerintah
Peran pemerintah dan khususnya PDAM dapat meningkatkan lagi
kualitas air bersihnya dan memberikan perlindungan dari pencemar bakteri
yang membahayakan kesehatan manusia.
2. Untuk Institusi
Sebaiknya pihak dari institusi bisa menyediakan alat-alat praktikum
secara lengkap dan menyeluruh, agar kedepannya praktikum bisa berjalan
lebih lancar lagi dan tidak kekurangan peralatan ketika praktikum akan
dilakukan.
3. Untuk Masyarakat
Sebaiknya masyarakat perlu berhati-hati dalam pemakaian air,
masyarakat juga seharusnya bisa mencari informasi terkait dengan standar
kualitas air yang layak digunakan setiap harinya, agar bisa terhindar dari
akibat buruk terhadap kualitas air yang tidak normal atau bahkan tercampur
dengan bakteri, yang bisa membahayakan kesehatannya sendiri.
4. Untuk Asisten
Sebaiknya asisten memberi penyampaian teori dengan baik dan ramah
agar tidak menimbulkan kesan yang buruk pada praktikan, selagi praktikum
yang dilakukan hanya satu kali pertemuan.
DAFTAR PUSTAKA

Akili, R.H., Afnal, S., & Maureen, I.P., 2019. Analisis kandungan bakteri total
coliform dalam air bersih dan escherchia coli dalam air minum pada depot
air minum isi ulang di wilayah kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado.
Kesmas Universitas Sam Ratulangi, [Online] 7(1), hal.47-52.
https://www.hindawi.com/journals/jdr/2012/895185/ [Diakses pada 1 April
2019].

Alang, Hasria, 2015. Deteksi coliform air PDAM di beberapa Kecamatan Kota
Makassar. Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA, STKIP-PI. Hal 16-20.
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/psb/article/viewFile/2104/2029
[Diakses pada 18 april 2019].

Amita, S, dkk., 2017. Gambaran higiene sanitasi dan keberadaan Escherichia coli
dalam jajanan kue basah di Pasar Kota Kendari Tahun 2016. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. http://terbitan.biotek.lipi.go.id/index.
php /biotrends/article/download/19/21 [Diakses pada 18 april 2019].

Andini, Ary, 2018. Analisis kadar Fe(III) air di Kecamatan Tanggulangin


Sidoarjo. Medical Technology and Public Health Journal. 2(1), hal 19-24.
http://journal.unusa.ac.id/index.php/mtphj/article/view/668 [Diakses: 18
April 2019].

Fardiaz, Srikandi, 1992. Polusi Air & Udara. Yogyakarta: Kanisius

Gusril., H, 2016. Studi kualitas air minum pdam di kota duri riau. Jurnal
Geografi, [Online] 8(2), hal. 190-196. https://jurnal.unimed.ac.id [Diakses
15 April 2019].

Hamidah, 2016. Uji kandungan Escherichia coli pada air minum PDAM
Donggala. Jurnal Kesehatan Tadulako. 2(2), hal 9-15. http://jurnal.
Untad.ac.id/jurnal/index.php/HealthyTadulako/article/view/8327 [Diakses
pada 15 April 2019].
Herlambang, A., 2017. Penyediaan air bersih berbasis kelembagaan dan
masyarakat studi kasus di Kepulauan Pangkajene, Sulawesi Selatan. JAI,
[Online] 3(2), hal. 136-145 http://tinyurl.com/y5ea8e5p [Diakses pada 15
April 2019].
Jumiati, Susilawaty, A., & Rusmin, 2015. Peningkatan kualitas air sumur gali
berdasarkan parameter besi (fe) dengan pemanfaatan kulit pisang kapok.
Higiene, [Online] 1 (1), hal. 61-66. http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/44admium/article/view/1219 [Diakses pada 14
April 2019]

Kusumawardani, Y. & Astuti, W., 2018. Evaluasi pengelolaan sistem penyediaan


air bersih di PDAM Kota Madiun. Jurnal Neo Teknika, 4(1), hal. 1–10.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25205322. [Diakses pada 19 April
2019].

Lagu, A. M. H., Amansyah, M. And Mubarak, F., 2016. Gambaran Penyediaan


Air Bersih Pdam Kota Makassar Tahun 2015’, Public Health Science
Journal Alamat Korespondensi, 8(2), hal. 171–179. Available at:
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/Al-Sihah/article/view/2657/2508.
[Diakses pada 19 April 2019].

Lipinwati, dkk., 2016. Uji kualitas air minum isi ulang di kota jambi. Jmj [Online]
4 (2), hal. 203 – 210. https://online- journal.unja.ac.id/kedokteran/article/vi
ew/4498/3131 [Diakses pada 14 April 2019].

Marwal, MR., & Abdullah, M., 2018. Pengukuran kinerja pdam kota makassar
berbasis balanced scorecard. https://e-jurnal.stienobel-indonesia.ac.id/index
php/akmen/article/download/528/514/ [Diakses pada 18 April 2019].

Melvani, R.P., Hilda, Z., & Muhammad, F., 2019. Analisis faktor yang
berhubungan dengan kejadian diare balita di kelurahan Karyajaya Kota
Palembang. Jurnal Jumantik, [Online] 4 (1), hal. 57-67. www.research
gate.net [Diakses 18 April 2019]

Murtie, Afin & Yahya, Marzuki, 2015. Khasiat Air Alkali Plus Antioksidan.
Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.

Nursaiful, Andi. 2004. Laut Cara Mudah Memindahkan Panorama Kehidupan


laut ke Rumah Anda. Jakarta : Seri Agrihobi.

Purbalisa, W & Mulyadi, 2013. pH dan Cu pada badan air dan tanah sawah sub-
das solo hilir Kabupaten Lamongan. Agrologia. 2(2), hal. 1-10 [Online]
https://ojs.unpatti.ac.id/index.php/agrologia/article/view/266 [Diakses pada
18 April 2019].
Putri, A. D.N. & Irma, K., 2013. Analisis kandungan besi di badan air dan
sedimen di Surabaya. Jurnal Kimia FMIPA. [Online]. 5(1), hal. 28-32
http://infestasi.trunojoyo.ac.id/agrointek/article/view/1932/1565 [Diakses
pada 29 Maret 2019].
Prasetyo, Rizki Imam, dkk., 2018. Pengaruh Filtrasi dengan Metode Up Flow
Terhadap Kekeruhan, Besi (Fe), dan Derajat Keasaman (pH). World of Civil
and Environmental Engineering 1(1), hal. 9-14 [Online]
http://jom.untidar.ac.id/index.ph-p/sipil/article/view/245 [Diakses pada
tanggal 18 April 2019].
Raihani, Anwar, 2018. Penentuan kadar Cuprum (Cu) pada air filter dan air
reservoir menggunakan metode spektrofotometri serapan atom di PDAM
Tirtanadi Sisingamangaraja Medan. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. http://repositori.usu.ac.id
/handle/1234567 89/7970 [Diakses: 18 April 2019].
Rasman., & Muh, S., 2016. Penurunan kadar besi (fe) dengan sistem aerasi dan
filtrasi pada air sumur gali (eksperimen). Journal Experiment. Vol 2 No 3,
hal 160-167. http:/ /repo.stikesborneolestari.ac.id/275/ [Diakses 22 April
2019].
Renngiwur, J., Lasaiba, I., & Mahulauw, A., 2016. Analisis kualitas air yang di
konsumsi warga desa batu merah kota ambon. Jurnal Biology Science &
Education, [Online] 5 (2), hal. 101-111. http://jurnal.iainambon.ac.Id
/index.php/BS/article/download/490/375 [Diakses 15 April 2019].

Restina, Devi, 2017. Identifikasi bakteri Escherichia coli pada air minum PDAM
dan sumber air sumur di kelurahan Gedong Air Bandar Lampung. Fakultas
Kedokteran, Universitas Lampung Bandar Lampung. https://docplayer.
info/56828776-Identifikasi-bakteri-escherichia-coli-pada-air-pdam-dan-air-
sumur-di-kelurahan-gedong-air-bandar-lampung-skripsi-oleh-devi-restina.
html [Diakses pada 15 April 2019].
Ronny & Dedi M.S., 2016. Studi kondisi sanitasi dengan kualitas bakteriologis
depot air minum isi ulang di Kecamatan Panakkukang Kota Makassar.
Higiene, [Online] 2 (2), hal. 82-90. http://journal.uin-alauddin.ac.id/
index.php/45admium/article/viewFile/1816/1763 [Diakses 15 April 2019]

Subhiandono, B. K., Onny, S, & Tri, J., 2016. Perbedaan kualitas bakteriologis
(coliform) dan fisik (warna dan kekeruhan) pada air baku dan air isi ulang di
Kecamatan Pontianak Utara. Jurnal Kesehatan Masyarakat, [Online]. 4(3),
hal. 711-724 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25480461 [Diakses
pada 18 April 2019].

Sunarsih, Elvi., dkk., 2018. Analisis paparan kadmium, besi, dan mangan pada air
terhadap gangguan kulit pada masyarakat desa ibul besar Kecamatan
Indralaya Selatan kabupaten Ogan Ilir. Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia, [Online] 17 (2), hal. 68 – 73. https://ejournal.undip.ac.id/index.
Php/jkli/article/viewFile/18644/13925 [Diakses 18 April 2019]

Supriyantini, Endang dan Hadi, 2015. Kandungan logam berat Besi (Fe) pada air,
sedimen, dan kerang hijau (perna viridis) di Perairan Tanjung Emas
Semarang. Jurnal Kelautan Tropis. Vol 18 No. 1, hal 38-45. https://ejournal
2.undip.ac.id/index.php/jkt/article/view/512 [Diakses pada 18 April 2019].
Sutresna, Nana, 2007. Cerdas Belajar Kimia. Bandung: Grafindo Media Pratama.

Tambayong, Jan, 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : Buku


Kedokteran EGC.

Ummi, N. And Setiawan, H., 2015. Peningkatan kualitas air bersih dan pelayanan
kepada pelanggan PDAM melalui pendekatan quality function deployment
(QFD) dan six sigma’. Jurnal Untirta. https://jurnal.untirta.ac.id
/index.php/jiss/article/download/1542/1220. [Diakses pada 19 April 2019].

Zamaruddin, N., 2018. Monitoring dan evaluasi kualitas air pada perusahaan
daerah air minum (pdam) area Aceh besar bulan april dan juli. J of Aceh
Phys. Soc. Vol 7 No. 1, hal. 39-42 http://e-journals.unmul.ac.id /index.Php
/TL/article/view/1572 [Diakses pada 22 April 2019].

Zikra, Wahyu., dkk., 2018. Identifikasi bakteri Escherichia coli (E.coli) pada air
minum di Rumah Makan dan Cafe di Kelurahan Jati serta Jati Baru Kota
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol 7 No 2, hal 212-216.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.Php/jka/article/view/804 [Diakses pada 15
April 2019].
LAMPIRAN DOKUMENTASI KEGIATAN

A. Alat
1. Pemeriksaan Bakteri

Autoclave Botol Sampel Bulb

Cawan Petri Incubator Korek Api

Pembakar Bunsen Pipet Ukur


2. Pemeriksaan Kadar Fe

Bulb Cuvet Pipet Ukur

Rak Tabung Spektrofotometer HS-3300 Stopwatch

3. Pemeriksaan pH

Kertas Indikator pH Bulb Pipet Ukur


B. Bahan
1. Pemeriksaan Bakteriologis

Alcohol Pads Aquades Kertas Label

Larutan EMBA Sampel Air Tisu kering

2. Pemeriksaan Kadar Fe

Kertas Label Powder pillow HS-Fe Sampel Air


Tisu kering

3. Pemeriksaan pH

Kertas Label pH indicator solution

Sampel Air Tisu kering

C. Prosedur Kerja
1. Pemeriksaan Bakteri

Pembakar bunsen dinyalakan Pipet ukur difiksasi


Cawan petri difiksasi Dipipet air sampel Dituangkan EMBA
ke dalam cawan petri

Dihomogenkan membentuk Didiamkan selama 10 menit Dimasukkan ke dalam


angka 8 sebanyak 12 kali hingga EMBA memadat inkubator

Hasil pemeriksaan bakteriologis


setelah diinkubasi selama 1x24 jam
2. Pemeriksaan Kadar Fe

Pipet 5 ml air sampel Tambahkan 1 bungkus Diamkan cuvet


powder pillow selama 5 menit
HS-Fe(T) ke dalam cuvet

alat Spectrofotometer Dicari metode 4100 Dicatat hasil


HS-3300 terhubung HS-Fe (T) pengamatan
dengan sumber arus pada layar

3. Pemeriksaan pH

Dibilas botol tes Dimasukkan sampel Ditambahkan


dengan aquades kedalam larutan pH
botol tes indicator sollution
Sampel air dan larutan Dibandingkan warna larutan dengan
indikator dihomog warna pada strip Indikator

Anda mungkin juga menyukai