Anda di halaman 1dari 14

KRISIS AIR BERSIH DI NUSA TENGGARA TIMUR

Jeffry Ovrintino (315180028)

Program Studi S1 Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara,


jeffry.315180028@stu.untar.ac.id

Abstrak
Pada tahun 2020, pemakaian air akan meningkat sampai 40%, dan lebih
dari 17% air akan dibutuhkan untuk produksi bahan pangan seiring dengan
semakin meningkatnya populasi manusia di dunia. Ketersediaan air yang terbatas
disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dunia, peningkatan konsumsi
yang berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan air berkisar 25% sampai
57%.Tujuan penelitian Untuk memahami perkembangan tingkat ketersediaan air
bersih di Nusa Tenggara Timur, Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kuantitatif deskriptif dengan pendekatan Analisis data sekunder. Memanfaat data
sekunder dari beberapa sumber antara lain artikel,literatur dan jurnal penelitian.
ketersediaan terbatas disebabkan karena iklim di Nusa Tenggara Timur curah
hujan rendah, mengakibatkan kekeringan Panjang, bahwa faktor eksternal
mempengaruhi aksesibilitas Warga mendapatkan air.

Kata kunci: 3-5 kata kunci : krisis ; air bersih ; keterbatasan akses ; iklim ; manusia.

WATER CRISIS IN EAST NUSA TENGGARA


Abstract

By 2020, water use will increase by 40%, and more than 17% of water will be needed for food
production as the world's human population increases. Limited water availability is caused by
the increasing number of world population, increasing consumption which has implications for
increasing water needs ranging from 25% to 57%. The purpose of the study To understand the
development of the level of clean water availability in East Nusa Tenggara, this study used a
descriptive quantitative research method with an analytical approach. secondary data.
Utilizing secondary data from several sources including articles, literature and research
journals. availability is limited due to the climate in East Nusa Tenggara with low rainfall,
resulting in a long drought, that external factors affect the accessibility of residents to get
water.

Keywords: 3-5 keywords: crisis; clean water ; limited access; climate ; human.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang:

Indonesia merupakan salah satu negara terkaya dalam sumber daya air karena menyimpan 6%
potensi air dunia, tetapi dalam 30 sampai dengan 50 tahun terakhir terjadi penurunan kuantitas dan
kualitas sumber daya air yang disebabkan oleh perubahan iklim dan ekonomi. Tahun 1999, United
Nations Environmental Programme (UNEP), sebuah organisasi lingkungan hidup di bawah
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyatakan, ketersediaan dan akses air bersih menjadi isu sentral
bagi krisis sumber daya alam di seluruh dunia.

Sekitar sepertiga dari populasi dunia hidup di negara yang memiliki ketersediaan air yang minim,
karena lebih dari 10% air konsumsi merupakan hasil olahan dari sumber air yang ada. Dari 80 negara,
40% dari populasi dunia mengalami penderitaan yang serius,karena kekurangan air pada
pertengahan tahun 1990-an (CSD, 1997).

Pada tahun 2020, pemakaian air akan meningkat sampai 40%, dan lebih dari 17% air akan
dibutuhkan untuk produksi bahan pangan seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia
di dunia (World Water Council, 2000). Ketersediaan air yang terbatas disebabkan oleh meningkatnya
jumlah penduduk dunia, peningkatan konsumsi yang berimplikasi pada meningkatnya kebutuhan air
berkisar 25% sampai 57% (Molle & Mollinga, 2003), baik untuk sektor pertanian, industri, dan air
bersih (Mekonnen & Hoekstra, 2011; SIDA, 2005; UNEP, 2012). Perserikatan Bangsa Bangsa
memprediksi bahwa peningkatan jumlah populasi penduduk dunia dari sekitar 7 miliar penduduk
menjadi 9,6 miliar pada tahun 2050, dan negara berkembang berkontribusi besar terhadap
peningkatan jumlah penduduk (+41%) (Bringezu et al., 2014). Sektor pertanian menjadi faktor
dominan penyebab penurunan jumlah air dan terjadinya krisis air, dengan konsumsi air terbesar
untuk kebutuhan pengairan tanaman mencapai 85%-90% dari konsumsi global blue water
(Mekonnen & Hoekstra, 2011; Richter et al., 2013;Lawrence et al., 2003; Shiklomanov, 1998;
Sullivan, 2002; UNESCO, 2012).

Indonesia yang memiliki cadangan air sebesar 3.221 miliar m3/tahun, atau negara dengan cadangan
air terbesar kelima di dunia. Dari potensi cadangan air sebesar 3.221 miliar m3/ tahun tersebut,
sebanyak 691,3 miliar m3/tahunnya dapat dimanfaatkan. Sebanyak 175,1 miliar m3/tahun sudah
dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan domestik, perkotaan, industri, dan juga irigasi, 80,5% atau
141 miliar m3/tahunnya digunakan untuk kebutuhan air irigasi, 6,4 miliar m3/tahun untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga dan air perkotaan, serta 27,7 miliar m3/tahun dimanfaatkan
untuk kebutuhan industri. Total potensi air terbesar terdapat di Pulau Kalimantan sebesar 1.008
miliar m3/tahun dengan jumlah ketersediaan air per kapita sebanyak 98.800 m3/kapita/tahun.
Sedangkan potensi air terendah terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
sebesar 60 miliar m3/tahun, ketersedian air per kapita di provinsi ini hanya sebesar 5.500
m3/kapita/tahun (Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, 2011).

Penelitian berfokus ketersediaan air bersih pada Provinsi Nusa Tenggara Timur,memiliki iklim semi
arid menurut klasifikasi Koppen, dengan curah hujan yang rendah antara 1.000-1.250 mm per tahun
dan 1.000–2.000 mm per tahun.
1.2 Pertanyaan Penelitian :

1. Apa saja yang dapat mempengaruhi kualitas air bersih di Nusa Tenggara Timur ?

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi ketidak tersediaan air bersih di Nusa Tenggara Timur ?

3. Bagaimana pentingnya ketersediaan air bersih di Nusa Tenggara Timur ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk memahami perkembangan tingkat ketersediaan air bersih di Nusa Tenggara Timur

2 Untuk mendalami faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan air bersih di Nusa Tenggara
Timur

3 Memperjuangkan hak air bersih bagi warga Kabupaten Nusa Tenggara Timur

1.4 Manfaat Penelitian

1. Mendapatkan pengetahuan tentang pentingnya penghematan ketersediaan air bersih


2. Mendapatkan faktor-faktor penyebab dari kurangnya ketersediaan air di Nusa Tenggara
Timur
3. Menampung dan Meningkatkan kualitas air bersih di Nusa Tenggara Timur

2. KAJIAN LITERATUR

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pengertian Air Bersih

Menurut Kodoatie (2003), air bersih adalah air yang dipakai sehari-hari untuk keperluan mencuci,
mandi, memasak dan dapat diminum setelah dimasak. Sedangkan Menurut Suripin (2002), yang
dimaksud air bersih yaitu air yang aman (sehat) dan baik untuk diminum, tidak berwarna, tidak
berbau, dengan rasa yang segar.

Mengingat betapa pentingnya air bersih untuk kebutuhan manusia, maka kualitas air tersebut harus
memenuhi persyaratan (Peraturan Menteri Kesehatan No.416/PerMenKes/IX/1990), yaitu :

1. Syarat fisik: air harus bersih dan tidak keruh, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa, suhu
antara 10o – 25 o C (sejuk).

2. Syarat kimiawi: tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun, tidak mengandung
zat-zat kimiawi yang berlebihan, cukup yodium, pH air antara 6,5 – 9,2

3. Syarat bakteriologi: tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, kolera dan bakteri
patogen penyebab penyakit. Di Indonesia ketentuan mengenai standar kualitas air bersih mengacu
kepada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 416 tahun 1990 tentang syaratsyarat dan pengawasan
kualitas air. Penyediaan air bersih di Indonesia untuk masyarakat dilakukan masyarakat itu sendiri
(sistem individual dan komunal) dan oleh pemerintah. Kualitas air bersih penduduk, baik yang
dihasilkan oleh sumber yang ada di masyarakat ataupun oleh pemerintah sampai saat ini belum
semuanya memenuhi syarat yang ditentukan. Hal ini diperlukan sekali pengawasan dan
pengontrolan atas kualitas air bersih. Karena air bersih digunakan untuk keperluan sehari-hari
seperti minum, memasak, mencuci dan lain-lain. Dalam penelitian ini akan membatasi pengertian air
bersih yaitu pada air yang digunakan sehari- hari untuk keperluan minum, masak, MCK dan lain-lain
10 dengan kualitas standar air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416.IX/1990.

2.1.2 Kebutuhan Air Bersih Penduduk

Kebutuhan/permintaan air adalah jumlah air yang diperlukan untuk menunjang segala kegiatan
manusia. Kebutuhan air penduduk meliputi kebutuhan air bersih domestik dan non domestik
(Kodoatie, 2003).

Air domestik adalah air yang digunakan untuk keperluan rumah tangga. Kebutuhan air domestik
sangat ditentukan oleh jumlah penduduk dan konsumsi perkapita. Kecenderungan populasi dan
sejarah populasi dipakai sebagai dasar perhitungan kebutuhan air domestik terutama dalam
penentuan kecenderungan laju pertumbuhan. Pertumbuhan ini juga tergantung dari rencana
pengembangan dari tata ruang wilayah. Daerah permukiman di perkotaan dengan daerah
permukiman dipedesaan dalam kebutuhan airnya sangat berbeda karena mempunyai karakterstik
yang berbeda. Dalam pedoman tentang kualitas air minum, WHO mendefinisikan air domestik
sebagai air yang digunakan untuk semua keperluan domestik termasuk konsumsi, mandi, dan
persiapan makanan (WHO dalam howard dan bartram, 2003). Ini berarti bahwa kebutuhan akan
kecukupan air digunakan untuk semua kebutuhan dan tidak semata-mata untuk konsumsi air saja.
Air merupakan nutrisi dasar dari tubuh manusia dan berperan penting bagi kehidupan manusia yang
mendukung dalam proses pencernaan makanan, adsorpsi, transportasi, dan lain-lain dalam tubuh
manusia. Air juga berperan penting dalam persiapan pangan dan makanan, yang semuanya itu
termasuk dalam kebutuhan konsumsi. Dengan mempertimbangkan kebutuhan minum dan
memasak, maka sekitar 7,5 liter per hari dapat dikalkulasi sebagai dasar minimum air yang
diperlukan (Howard & Bartram, 2003). Perlunya tambahan volume untuk menjaga kebersihan
makanan dan personal seperti mencuci tangan dan makanan, mandi, dan mencuci pakaian.

Di dalam lingkungan rumah tangga peranan air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup secara fisik,
higienis, dan kenyamanan. Bila kepentingan untuk fisik dan higienis terpenuhi, maka fungsi air untuk
kenyamanan kemudian berkembang sejalan dengan cara hidup dan sulit untuk menyatakan ukuran
kebutuhan air untuk kenyamanan tersebut. Dalam memperkirakan jumlah kebutuhan air untuk
rumah tangga sehari-hari dihitung berdasarkan standar kebutuhan minimum penduduk yang
meliputi kebutuhan air untuk makan, minum, mandi, kebersihan rumah dan menyiram tanaman.

Air non domestik adalah air yang digunakan untuk keperluan perkantoran, pariwisata, tempat
ibadah, tempat sosial serta tempat komersil dan umum lainnya. Kebutuhan air komersil untuk suatu
daerah cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan penduduk dan perubahan tataguna lahan.
Kebutuhan air ini dapat mencapai 20 persen sampai dengan 25 persen dari total suplai (produksi) air.

Kebutuhan air bersih untuk saat ini dapat diidentifikasi namun untuk untuk kebutuhan industri yang
akan datang cukup sulit untuk diperkirakan karena kesulitan mendapat data yang akurat (Kodoatie,
2003).
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Air

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air dibagi menjadi 3 yaitu antara lain faktor fisika, faktor
kimia, dan faktor biologi. Dibawah ini akan di jelaskan faktor-faktornya yaitu :

A. Faktor Fisik

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 tahun 2010 tentang persyaratan kualitas air minum
menyatakan bahwa air yang layak dikonsumsi dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air
yang mempunyai kualitas yang baik sebagai sumber air minum maupun air baku (air bersih), antara
lain harus memenuhi persyaratan secara fisik, tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh, serta tidak
berwarna. Adapun sifat-sifat air secara fisik dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya
sebagai berikut:

1. Suhu

Temperatur air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air tersebut dan dapat pula
mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahannya terutama apabila temperatur sangat tinggi.
Temperatur yang diinginkan adalah ±3ºC suhu udara disekitarnya yang dapat memberikan rasa
segar, tetapi iklim setempat atau jenis dari sumbersumber air akan mempengaruhi temperatur air.
Disamping itu, temperature pada air mempengaruhi secara langsung toksisitas.

2. Bau dan Rasa

Bau dan rasa biasanya terjadi secara bersamaan dan biasanya disebabkan oleh adanya bahan-bahan
organik yang membusuk, tipetipe tertentu organism mikroskopik, serta persenyawaan-
persenyawaan kimia seperti phenol. Bahan–bahan yang menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari
berbagai sumber. Intensitas bau dan rasa dapat meningkat bila terdapat klorinasi. Karena
pengukuran bau dan rasa ini tergantung pada reaksi individu maka hasil yang dilaporkan tidak
mutlak. Untuk standard air minum dan air bersih diharapkan air tidak berbau dan tidak berasa.

3. Kekeruhan

Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi
sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan
kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar dari partikel-partikel
kecil yang tersuspensi. Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam
penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi segi estetika,
menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan mengurangi efektivitas usaha desinfeksi.

4. Warna

Warna di dalam air terbagi dua, yakni warna semu (apparent color) adalah warna yang disebabkan
oleh partikel-partikel penyebab kekeruhan (tanah, pasir, dll), partikel halus besi, mangan,
partikelpartikel mikroorganisme, warna industri, dan lain-lain. Yang kedua adalah warna sejati (true
color) adalah warna yang berasal dari penguraian zat organik alami, yakni humus, lignin, tanin dan
asam organik lainnya.

Penghilangan warna secara teknik dapat dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya: koagulasi,
flokulasi, sedimentasi, filtrasi, oksidasi, reduksi, bioremoval, terapan elektro, dsb. Tingkat zat warna

14 air dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium dengan metode fotometrik.


5. Zat Padat Terlarut (TDS) dan Residu Tersuspensi (TSS)

Muatan padatan terlarut adalah seluruh kandungan partikel baik berupa bahan organik maupun
anorganik yang telarut dalam air. Bahan-bahan tersuspensi dan terlarut pada perairan alami tidak
bersifat toksik, akan tetapi jika berlebihan dapat meningkatkan kekeruhan selanjutnya akan
menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya akan berpengaruh terhadap
proses fotosíntesis di perairan. Perbedaan pokok antara kedua kelompok zat ini ditentukan melalui
ukuran/diameter partikel-partikelnya.

B. Faktor Kimia

Air bersih yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang
berbahaya bagi kesehatan antara lain Besi (Fe), Flourida (F), Mangan ( Mn ), Derajat keasaman (pH),
Nitrit (NO2), Nitrat (NO3) dan zat-zat kimia lainnya. Kandungan zat kimia dalam air bersih yang
digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan untuk standar
baku mutu air minum dan air bersih.

1. Besi (Fe) dan Mangan (Mn)

Air sungai pada umumnya mengandung besi (iron, Fe) dan mangan (Mn). Kandungan besi dan
mangan dalam air berasal dari tanah yang memang mengandung banyak kandungan mineral dan

logam yang larut dalam air tanah. Besi larut dalam air dalam bentuk fero-oksida. Kedua jenis logam
ini, pada konsentrasi tinggi menyebabkan bercak noda kuning kecoklatan untuk besi atau kehitaman
untuk mangan, yang mengganggu secara estetika. Kandungan kedua logam ini meninggalkan
endapan coklat dan hitam pada bak mandi, atau alat-alat rumah tangga.

2. Klorida (Cl)

Kadar klorida umumnya meningkat seiring dengan meningkatnya kadar mineral. Kadar klorida yang
tinggi, yang diikuti oleh kadar kalsium dan magnesium yang juga tinggi, dapat meningkatkan sifat
korosivitas air. Hal ini mengakibatkan terjadinya perkaratan peralatan logam. Kadar klorida > 250
mg/l dapat memberikan rasa asin pada air karena nilai tersebut merupakan batas klorida untuk
suplai air, yaitu sebesar 250 mg/l (Effendi, 2003).

3. Kesadahan (CaCO3)

Kandungan ion Mg dan Ca dalam air akan menyebabkan air bersifat sadah. Kesadahan air yang tinggi
dapat merugikan karena dapat merusak peralatan yang II-20 terbuat dari besi melalui proses
pengkaratan (korosi), juga dapat menimbulkan endapan atau kerak pada peralatan. Kesadahan yang
tinggi di sebabkan sebagian besar oleh Calcium, Magnesium, Strontium, dan Ferrum. Masalah yang
timbul adalah sulitnya sabun membusa, sehingga masyarakat tidak suka memanfaatkan penyediaan
air bersih tersebut.

4. Nitrat (NO3N) dan Nitrit (NO2N)

Nitrit merupakan turunan dari amonia. Dari amonia ini, oleh bantuan bakteri Nitrosomonas sp,
diubah menjadi nitrit. Nitrit biasanya tidak bertahan lama dan biasanya merupakan keadaan
sementara proses oksidasi antara amonia dan nitrat. Keadaan nitrit menggambarkan
berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik dengan kadar oksigen terlarut sangat
rendah. Kadar nitrit pada perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat
5. Derajat Keasaman (pH)

pH menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer, dan mewakili
konsentrasi hidrogen ionnya. Air minum sebaiknya netral, tidak asam/basa, untuk mencegah
terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air minum. pH standar untuk air
bersih sebesar 6,5 – 8,5. Air adalah bahan pelarut yang baik sekali, jika dibantu dengan pH yang tidak
netral, dapat melarutkan berbagai elemen kimia yang dilaluinya.

6. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)

Pengukuran BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk
atau Rata-rata industri, dan untuk mendesain sistem-sistem pengolahan biologis bagi air yang
tercemar tersebut. Semakin banyak Kandungan BOD maka, jumlah bakteri semakin besar. Tingginya
kadar BOD dalam air menunjukkan kandungan zat lain juga kadarnya besar secara otomatis air
tersebut di kategorikan tercemar.

7. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)

COD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada didalam air dapat
teroksidasi melalui reaksi kimiawi.

8. Oksigen Terlarut (DO)

DO (Dissolved oxygen) DO adalah kadar oksigen terlarut dalam air. Penurunan DO dapat diakibatkan
oleh pencemaran air yang mengandung bahan organik sehingga menyebabkan organisme air

terganggu. Semakin kecil nilai DO dalam air, tingkat pencemarannya semakin tinggi. DO penting dan
berkaitan dengan sistem saluran pembuangan maupun pengolahan limbah.

9. Fluorida (F)

Sumber fluorida di alam adalah fluorspar (CaF2), cryolite (Na3AlF6), dan fluorapatite. Keberadaan
fluorida juga dapat berasal dari pembakaran batu bara. Fluorida banyak digunakan dalam industri

besi baja, gelas, pelapisan logam, II-22 aluminium, dan pestisida. Sejumlah kecil fluorida
menguntungkan bagi pencegahan kerusakan gigi, akan tetapi konsentrasi yang melebihi kisaran 1,5
mg/liter dapat mengakibatkan pewarnaan pada enamel gigi, yang dikenal dengan istilah mottling.
Kadar yang berlebihan juga dapat berimplikasi terhadap kerusakan pada tulang.

10. Seng (Zn)

Kelebihan seng ( Zn ) hingga dua sampai tiga kali AKG menurunkan absorbs tembaga. Kelebihan
sampai sepuluh kali AKG mempengaruhi metabolism kolesterol, mengubah nilai lipoprotein, dan
tampaknya dapat mempercepat timbulnya aterosklerosis. Dosis konsumsi seng ( Zn ) sebanyak 2
gram atau lebih dapat menyebabkan muntah, diare, demam, kelelahan yang sangat, anemia, dan
gangguan reproduksi. Suplemen seng ( Zn ) bisa menyebabkan keracunan, begitupun makanan yang
asam dan disimpan dalam kaleng yang dilapisi seng (Zn) ( Almatsier, 2001 ).

11. Sulfat (SO4)

Sulfat merupakan senyawa yang stabil secara kimia karena merupakan bentuk oksida paling tinggi
dari unsur belerang. Sulfat dapat dihasilkan dari oksidasenyawa sulfida oleh bakteri. Sulfida

tersebut adalah antara lain sulfida metalik dan senyawa organosulfur. Sebalikya oleh bakteri
golongan heterotrofik anaerob, sulfat dapat direduksi menjadi asam sulfida.Secara kimia sulfat
merupakan bentuk anorganik daripada sulfida didalam lingkungan aerob. Sulfat didalam lingkungan
(air) dapat berada secara ilmiah dan atau dari aktivitas manusia, misalnya dari limbah industry dan
limbah laboratorium. Selain itu dapat juga berasal dari oksidasi senyawaorganik yang mengandung
sulfat adalah antara lain industrikertas,tekstil dan industri logam.

12. Zat Organik (KMnO4)

Kandungan bahan organik dalam air secara berlebihan dapatterurai menjadi zat-zat yang berbahaya
bagi kesehatan.

13. Faktor Bakteorologis

Dalam parameter bakteriologi digunakan bakteri indikator polusi atau bakteri indikator sanitasi.
Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri yang dapat digunakan sebagai petunjuk adanya polusi feses
dari manusia maupun dari hewan, karena organisme tersebut merupakan organisme yang terdapat
di dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan. Air yang tercemar oleh kotoran manusia
maupun hewan tidak dapat digunakan untuk keperluan minum, mencuci makanan atau memasak
karena dianggap mengandung mikroorganisme patogen yang berbahaya bagi kesehatan, terutama
patogen penyebab infeksi saluran pencernaan.

2.1.4 Faktor - Faktor Mengalami Kelangkaan Air Bersih

1.Kekeringan

Kabupaten Timor Tengah Selatan,(TTS), Kabupaten yang merupakan bagian dari Provinsi
NTT,memiliki iklim semi arid menurut klasifikasi Koppen, dengan curah hujan yang rendah antara
1.000-1.250 mm per tahun dan 1.000–2.000 mm per tahun. Dari 32 kecamatan di Kabupaten TTS,
hanya 4 kecamatan yang memiliki curah hujan tertinggi yaitu 1.855 mm dan terendah 1.203 mm per
tahun, sisanya hanya berkisar 900 mm hingga 476 mm per tahun (BPS Kabupaten TTS, 2013). Karena
itu Kabupaten TTS masuk dalam kategori wilayah yang mengalami kekeringan sepanjang tahun,
dengan demikian mengalami keterbatasan/ kelangkaan sumber daya air. Sumber air utama 80%
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan domestik didapatkan dari mata air, sisanya dari sumur atau
sungai.

2.Overpopulasi

Salah satu faktor penyebab kelangkaan air adalah pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yang diproyeksikan dari 55,96% pada tahun 2010
menjadi 65,05% di tahun 2025 (Schensul, 2013). Penduduk Indonesia berjumlah 270,21 juta jiwa.
Jumlah ini bertambah sebanyak 32,56 juta jiwa dibandingkan dengan hasil sensus pada 2010.
( Sensus Penduduk BPS,2020)

3.Pertanian

Sektor pertanian menjadi faktor dominan penyebab penurunan jumlah air dan terjadinya krisis air,
dengan konsumsi air terbesar untuk kebutuhan pengairan tanaman mencapai 85%-90% dari
konsumsi global blue water (Mekonnen & Hoekstra, 2011; Richter et al., 2013;Lawrence et al., 2003;
Shiklomanov, 1998; Sullivan, 2002; UNESCO, 2012). Saat ini sektor pertanian menggunakan air paling
banyak yaitu 70 persen, sektor industri 20 persen, dan rumah tangga 10 persen. (Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Indonesia,2019).
Gambar 1. Skema Kerangka Teoritis Tentang Air Bersih

3. METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif dengan pendekatan Analisis
data sekunder. Memanfaat data sekunder dari beberapa sumber antara lain artikel,literatur dan
jurnal penelitian.

Populasi untuk penelitian ini adalah masyarakat di Nusa Tenggara Timur. Sugiyono (2017:80)
populasi adalah wilayah yang mempunyai ciri khas tersendiri yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dianalisis. Sugiyono (2017:81) sampel adalah bagian dari populasi yang ditetapkan oleh peneliti.
Gambar 2. Sensus Penduduk 2020 Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber: Sensus Penduduk, 2020

Gambar 3. Mata Pencaharian Penduduk 2020 Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sumber: PDRB, 2020

4. DISKUSI DAN HASIL


Tabel 1. Proyeksi Kebutuhan Air Perkotaan Tahun 2015-2019 di Provinsi NTT

Sumber : RAD Prov. NTT, 2016

Menurut Jurnal Lingkungan Hidup, Air dan Konflik: Studi Kasus Kabupaten Timor Tengah Selatan,
(Jocom,Kameo, Utami,Kristijanto,2016.) Desa Oetuke dan Nununamat di Kec. Kolbano, terletak di
dataran tinggi atau wilayah perbukitan berdekatan dengan wilayah pesisir pantai Selatan, dihuni
sekitar + 2100 jiwa, dengan pekerjaan utama petani. Masyarakat mengandalkan mata air untuk
memenuhi kebutuhan air bersih. Di sekitar dua desa tersebut terdapat 7 mata air yang menjadi
sumber air bersih masyarakat, namun saat ini hanya 3 mata air yang tidak kering. Mata air terdekat
berjarak + 3 km dengan waktu tempuh 3-4 jam untuk mendapatkan 30-40 liter air guna memenuhi
kebutuhan satu keluarga (4-5 anggota keluarga) dalam satu hari tersebut, terbagi atas kebutuhan
minum 10-20 liter, masak 10 liter, keperluan kakus 10 liter.

Hasil riset dari Kompas.com yang mengambil informasi dari BMKG, ada 13 kabupaten dan satu kota
di Nusa Tenggara Timur yang berstatus awas kekeringan di sepanjang 2020, Hal ini dirasakan oleh
1.717 penduduk Desa Pana, Kecamatan Kolbano, Timor Tengah Selatan. Mereka harus mengambil
air bersih untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga bahkan sebelum matahari terbit. Salah satu
warga Desa Pana, Nusa Tenggara Timur yaitu Mama Eda bercerita kalau ia harus menuruni bukit
yang curam dan licin untuk mengambil air bersih."Kami harus bangun pagi dan menempuh jarak
jauh dengan tenaga kami untuk mendaki gunung kami baru tiba,Jarak jauh dan tidak bersahabat
tersebut karena harus ditempuh sejauh 1 kilometer " ucap Mama Eda.

Hasil riset dari news.okezone.com Warga Kota Kupang saban tahun 2020 pasti akan mengalami krisis
air bersih dalam rumah. Pemenuhan mulai terasa tak lagi normal jika memasuki musim kemarau
seperti sekarang. Air tak lagi terlayani secara baik ke rumah konsumen melalui pipa-pipa PDAM. Pun
jika sempat mengalir, kualitas tak layak minum. "Sudah hampir dua pekan tak ngalir lagi. Pun jika
sewaktu-waktu ngalir, pasti warna airnya kuning dan tak laik konsumsi. Hanya bisa dipakai untuk
menyiram tanaman," ucap seorang warga Kelurahan Penfui, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang,
Melkiades beberapa waktu lalu.

Hasil riset tim https:/theconversation.com pada tahun 2016-2017 menunjukan banyak penduduk
Kabupaten Timor Tengah Selatan di Nusa Tenggara Timur harus menempuh jarak sepanjang 10 km
untuk membeli air bersih seharga 2000 per jerigen berisi liter, pada 2021 harganya menjadi Rp.2500
perliter, Kondisi ini sangat umum ditemukan di sana dan kontras dengan data pada 2019 yang
menyatakan 75% warga NTT memiliki akses terhadap sumber air yang berkelanjutan.

Tabel 2. Proyeksi Penduduk Kabupaten TTS tahun 2016-2021

Sumber : RAD Prov. NTT, 2016

Jadi warga Nusa Tenggara Timur sulit mendapatkan air bersih karena jarak tempuh 3-4 jam mata air
dan ketersediaan air bersih terbatas,oleh karena itu ketersediaan terbatas disebabkan iklim arid di
Nusa Tenggara Timur curah hujan rendah, mengakibatkan kekeringan panjang. Kebutuhan air di
Timor Tengah Selatan, meningkat dari 97,43 di tahun 2015 sampai 99,27 di tahun 2019, karena
adanya peningkatan penduduk dari tahun 2016 sebanyak 462.984 – 481.803 di tahun
2021,Peningkatan populasi penduduk berdampak dalam ketersediaan air, karena pengguna air
bertambah.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Nusa Tenggara Timur masih sulit dalam mendapatkan hak air
bersih dan ditemukan faktor eksternal dan internal, bahwa faktor eksternal mempengaruhi
aksesibilitas warga mendapatkan air, sedangkan internal karena pertumbuhan penduduk yang
inkremental meningkat selama 5 tahun.

Saran
Beberapa saran yang dapat kami berikan yaitu penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah
jumlah sampel sekunder dan memperluas ruang lingkup penelitian. Penelitian selanjutan diharapkan
dapat memperbaiki atau menambahkan indikator tertentu, atau juga mengubah atau menambah
variabel-variabel untuk penelitian

REFERENSI

- Buku :

 Dua pengarang Larry W. Harrington., Myles J. Fisher. (2014). Water Scarcity, Livelihoods
and Food Security: Research and Innovation for Development, UK

- Artikel jurnal :

 (Jocom et al., 2016; Mayssara A. Abo Hassanin Supervised, 2014; Santos Pereira et al., 2009;
Theodolfi & Waangsir, 2014; Pereira, L. S., Cordery, I., & Iacovides, I. (2009); Shiklomanov, I.
A. (1998); . UNESCO, & Earthscan. (2009); UNESCO, & WWAP. (2006)

 Jocom, H., D Kameo, D., Utami, I., & Kristijanto, A. I. (2016). Air dan Konflik: Studi Kasus
Kabupaten Timor Tengah Selatan. Jurnal Ilmu Lingkungan, 14(1), 51.
https://doi.org/10.14710/jil.14.1.51-61
 Mayssara A. Abo Hassanin Supervised, A. (2014). 済 無 No Title No Title No Title. Paper
Knowledge . Toward a Media History of Documents.
 Santos Pereira, L., Cordery, I., & Iacovides, I. (2009). Coping with water scarcity: Addressing
the challenges. In Coping with Water Scarcity: Addressing the Challenges (Issue January).
https://doi.org/10.1007/978-1-4020-9579-5
 Theodolfi, R., & Waangsir, F. W. F. (2014). ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH KOTA KUPANG
MENURUT KETERSEDIAAN SUMBER AIR BERSIH DAN ZONA PELAYANAN Analysis of Clean
Water Needs in Kupang City According to the Availability of Clean Water Sources and Service
Zones. Jurnal MKMI, 90–95.
http://journal.unhas.ac.id/index.php/mkmi/article/download/490/303
 Pereira, L. S., Cordery, I., & Iacovides, I. (2009). Coping with Water Scarcity. Dordrecht:
Springer Netherlands. http://doi.org/10.1007/978-1-4020-9579-5 Shiklomanov, I. A. (1993).
World fresh water resources.
 n P. H. Gleick (Ed.), Water in crisis a guide to the world’s fresh water resources (pp. 13–24).
New York: Oxford University Press. Shiklomanov, I. A. (1998).

- Halaman Web :
Rosary,Ebed de (2021), NTT Alami Krisis Air Bersih. Apa yang Harus
Dilakukan?,https://www.mongabay.co.id/2021/05/01/ntt-alami-krisis-air-bersih-apa-yang-harus-
dilakukan/1013

Okezone (2020),  Kekeringan di Kupang, Warga Kini Terpaksa Beli Air Tangki,
https://news.okezone.com/read/2020/10/15/340/2294052/potret-kekeringan-di-kupang-warga-
kini-terpaksa-beli-air-tangki

Kompas.com (2020),  Kekeringan di NTT, Warga Harus Tempuh 1 KM untuk Ambil Air Bersih,
https://www.kompas.com/parapuan/read/532620421/kekeringan-di-ntt-warga-harus-tempuh-1-
km-untuk-ambil-air-bersih

- Publikasi Kementrian (Kebijakan Pemerintah) :

 (BPS, 2013)BPS. (2013). Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik.

 World Water Resources: A New Appraisal and Assessment for The 21st Century. Paris,
France: UNESCO. UNESCO, & Earthscan. (2009). The United Nations World Water
Development Report 3: Water in Changing World. Paris, France.

Anda mungkin juga menyukai