Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“Krisis Air Bersih di Indonesia dan Ancamannya di Tahun 2025”


Tahun Akademik 2019/2020

ILMU LINGKUNGAN

Dosen Pengampu: Drs. Gautama Wisnubudi, M.Si.


Dr. Khoe Susanto Kusumahadi, M.S.

Dikerjakan oleh:

Stefan Martinus
183112620150085

FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2019
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air merupakan segala sumber kehidupan yang vital bagi lini masa kehidupan, segala
aktivitas mahluk hidup yang ada di bumi membutuhkan air untuk bertahan hidup (viable). Air
yang berada di Indonesia merupakan sumber daya alam (SDA) yang melimpah karena dapat
ditemukan di hamir setiap tempat permukaan bumi. Ia merupakan sumber daya alam yang
sangat penting dan dibutuhkan setiap mahluk hidup. Bagi manusia, kebutuhan akan air adalah
mutlak karena hampir semua aktivitas manusia memerlukan air.
Indonesia sebagai negara yang kaya dimana semua pulau yang ada di wilayahnya
dihubungkan oleh perairan haruslah menjadi negeri air yang melimpah. Indonesia selain
memiliki SDA air yang melimpah mesti lah memiliki pengolaan tata air yang mumpuni agar
mampu mengolah SDA yang melimpah. Undang-undang, tenaga ahli, dana dalam APBN
maupun aktivis perairan banyak di Indonesia namun dengan sedihnya hal ini tidak mampu
membuat Indonesia sebagai negara yang merdeka dalam SDA Perairan. Kondisi umum SDA
di Indonesia berdasarkan hasil riset Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air
Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2009 disebutkan Indonesia masih memiliki cadangan air
yang cukup besar yaitu sebanyak 2.530 km3. Atau menduduki peringkat kelima di dunia. Meski
begitu, sesungguhnya sebaran sumber daya air di Indonesia tidak merata. Di wilayah barat
cukup besar namun di wilayah timur dan selatan kurang sehingga ancaman krisis air di
sejumlah wilayah di Indonesia kerap terjadi dan dikhawatirkan akan semakin meluas. Hal ini
diperparah dengan bertambahnya jumlah penduduk yang tidak merata, seperti di Pulau Jawa
yang hanya tujuh persen dari luas lahan di Indonesia, sekitar 65 persen penduduk Indonesia
tinggal di pulau ini dan potensi airnya hanya 4,5 persen dari potensi air di Indonesia
(Qodriyatun, 2015).
Forum Air Dunia II (World Water Forum) di Den Haag, Belanda pada Maret 2000
sudah memprediksi Indonesia termasuk salah satu negara yang akan mengalami krisis air pada
tahun 2025. Penyebabnya adalah kelemahan dalam pengelolaan air. Salah satu di antaranya
pemakaian air yang tidak efisien. Laju kebutuhan akan sumber daya air dan potensi
ketersediaannya sangat pincang dan semakin menekan kemampuan alam dalam menyuplai air
(Qodriyatun, 2015). Semakin diperparah lagi dengan keadaan krisis air di dunia, hanya 1%
jumlah air di dunia yang dapat dikonsumsi. Dari 1% air bersih yang tersedia tersebut, tidak
semuanya dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat. Data WHO 2015 menemukan bahwa
663 juta penduduk masih kesulitan dalam mengakses air bersih (Rochmi, 2016). Berkaitan
dengan krisis air ini, diramalkan pada tahun 2025 nanti hampir dua pertiga penduduk dunia
akan tinggal di daerah-daerah yang mengalami kekurangan air (Unesco, 2017). Ramalan itu
dilansir World Water Assesment Programme (WWAP), bentukan United Nation Educational,
Scientific, and Cultural Organization (UNESCO). Terkait Indonesia, pada tahun 2012
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat Indonesia menduduki peringkat
terburuk dalam pelayanan ketersediaan air bersih dan layak konsumsi se-Asia Tenggara
(Rochmi, 2016). Bahkan Direktur Pemukiman dan Perumahan Kementerian PPN (Bappenas)
memperkirakan bahwa Indonesia juga akan mengalami krisis air. Hal ini karena melihat
ketersediaan air bersih melalui jumlah sungai yang mengalirkan air bersih terbatas, sedangkan
cadangan air tanah (green water) di Indonesia hanya tersisa di dua tempat yakni Papua dan
Kalimantan. Indonesia juga diprediksi bahwa akan ada 321 juta penduduk yang kesulitan
mendapatkan air bersih. Sebab permintaan air bersih naik sebesar 1,33 kali, berbanding terbalik
dengan jumlah penduduk yang kekurangan air (Rochmi, 2016).
B. Tujuan
Adapun makalah ini memiliki tujuan untuk:
- memberikan gambaran dan kesadaran bahwa dunia sedang mengalami krisis air.
- memberikan pemahaman bahwa pada tahun 2025 Indonesia akan menjadi negara
yang mengalami krisis air bersih.
- menjelaskan faktor-faktor kelangkaan air di Indonesia.
BAB II. PEMBAHASAN

A. Air Bersih
Air merupakan kebutuhan pokok setiap makhluk hidup di bumi. Manusia tergantung
pada air bukan hanya memenuhi kebutuhan domestik rumah tangga melainkan juga untuk
kebutuhan – kebutuhan seperti kebutuhan produksi, kebutuhan industri dan kebutuhan lainnya.
Seiring berjalannya waktu, meningkatnya jumlah populasi berbanding lurus pada
meningkatnya kebutuhan akan air, padahal menurut siklus hidrologi, jumlah air adalah tetap.
Hal ini tentu saja akan menimbulkan masalah di kemudian hari, yakni krisis air. Menurut
Kodoati dan Sjarief (2010) Air merupakan sumber daya alam yang paling unik jika
dibandingkan dengan sumber daya lain karena sifatnya yang terbarukan dan dinamis. Artinya
sumber utama air yang berupa hujan akan selalu datang pada musimnya sesuai dengan waktu.
Namun, pada kondisi tertentu air bisa bersifat tak terbarukan, misal pada kondisi geologi
tertentu dimana proses perjalanan air tanah memerlukan waktu ribuan tahun, sehingga bila
pengambilan air tanah dilakukan secara berlebihan, air akan habis (Kodoati dan Roestam,
2010).
Air merupakan sumber daya yang vital bagi kehidupan. Pada dasarnya air digunakan
untuk kegiatan sehari - hari seperti minum, mandi, memasak, maupun mencuci. Oleh karena
itu, ketersediaan air yang mencukupi sangat diprioritaskan baik di Perkotaan dan Pedesaan.
Ketersediaan air yang kurang mencukupi jika dibandingkan dengan kebutuhan air bersih akan
menimbulkan krisis dan kelangkaan air yang tentu saja menyulitkan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya sehari -hari.
B. Air Bersih di Indonesia
Dalam kondisi alami, sebagian besar air hujan meresap ke dalam tanah sehingga hanya
sebagian kecil yang mengalir langsung ke dalam sungai. Semakin banyaknya pendirian
bangunan, berdampak pada berkurangnya jumlah air yang mengalir melalui bawah tanah.
Kondisi ini diperburuk oleh pengambilan air melalui sumur-sumur yang lebih dalam karena
persaingan untuk mendapatkan sumber air (Whitten, Soeriaatmadja, & Afiff, 1999). Banyak
faktor yang mempengaruhi ketersediaan daya air. Penyebab permasalahannya adalah terkait
penyimpanan dan distribusinya ke daerah-daerah kota atau pinggiran kota. Menurut UNESCO
(1978) dalam Engineer Weekly (2016), volume total air dunia sebesar ± 1,8 milyar kilometer
kubik, dan sekitar 11 juta meter kubik air tawar berada di permukaan dan dalam tanah.
Diketahui pula bahwa jumlah air tawar kira-kira hanya 2,6% air di bumi dan hampir semuanya
tertahan sebagai salju, glasier, dan air tanah. Hanya 0,007% berada di danau, 0,005% di dalam
tanah yang lembab, dan 0,0001% di dalam sungai (Whitten, Soeriaatmadja, & Afiff, 1999).
Pada tahun 2000, data dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melaporkan
bahwa ketersediaan air permukaan hanya cukup untuk memenuhi sekitar 23% kebutuhan
penduduk.
Terkait air bersih, saat ini dilaporkan bahwa jumlah air bersih di dunia hanya 1% yang
dapat dikonsumsi dan tidak semuanya dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Organisasi kesehatan dunia menemukan bahwa di tahun 2015, terdapat 663 juta penduduk
masih kesulitan dalam mengakses air bersih (Rochmi, 2016). Bahkan diramalkan pada tahun
2025 nanti hampir dua pertiga penduduk dunia akan tinggal di daerah-daerah yang mengalami
kekurangan air (Unesco, 2017). Kondisi inilah mengapa disebut bahwa dunia saat ini
mengalami krisis air bersih, termasuk Indonesia. Bahkan kondisi defisit air bersih sudah
dilaporkan di Jawa dan Bali sejak tahun 1995 (Whitten, Soeriaatmadja, & Afiff, 1999). Status
krisis air bersih ini didasarkan pada kajian bahwa jumlah sungai yang mengalirkan air bersih
di Indonesia terbatas, sedangkan cadangan air tanah (green water) di Indonesia hanya tersisa
di dua tempat yakni Papua dan Kalimantan. Selain itu, Indonesia juga dikategorikan memiliki
pelayanan ketersediaan air bersih dan layak konsumsi yang buruk di Asia-Tenggara, bahkan
diprediksikan akan ada 321 juta penduduk yang kesulitan mendapatkan air bersih karena
adanya peningkatan permintaan air bersih sebesar 1,33 kali yang berbanding terbalik dengan
jumlah penduduk yang kekurangan air (Rochmi, 2016). Environmental performance index juga
menunjukkan bahwa di tahun 2016, Indonesia menduduki peringkat ke-128 terkait sumber air
dan peringkat ke 104 terkait air bersih dan sanitasi se-Asia Tenggara (Engineer Weekly, 2016).
Secara lebih spesifik, capaian rumah tangga dengan sumber air bersih yang layak berdasarkan
provinsi disajikan pada (Tabel 1).
Berdasarkan laporan dari Badan Pusat Statistik tersebut, dapat diketahui bahwa
persentase rumah tangga dengan sumber air bersih di Indonesia pada tahun 2018 yaitu ±74%
dengan capaian tertinggi di daerah Bali (90,90%) dan Jakarta 89,59% sedangkan capaian
terendah di daerah Bengkulu (49,37%) dan Lampung (56,78%). Capaian air bersih di tahun
2018 ini mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2012 (41%). Semenjak adanya
Millenium Development Goals pada tahun 2000, akses air minum yang sehat menjadi salah satu
tujuannya. Berbagai upaya dilakukan untuk mencapai target yang diharapkan. Capaian ini
menjadi salah satu bukti keberhasilan dari berbagai strategi yang dilakukan pemerintah
Indonesia selama ini, baik dalam penyediaan air bersih maupun pemberdayaan masyarakat
melalui perubahan perilaku higienis (Badan Pusat Statistik, 2015). Namun jika dibandingkan
dengan capaian di beberapa negara tetangga, capaian akses air bersih di Indonesia ini masih
tergolong rendah. Menurut the Economist World Figures in Pocket 2016, negara yang sudah
sukses dengan akses air bersih yaitu Singapura (100%), Korea (100%), Malaysia (99,6%),
Brazil (97,5%), Thailand (95,8%), Vietnam (95%), India (92,6%), China (91,9%), dan
Philipina (91,8%) (Engineer Weekly, 2016). Untuk itu, masih dibutuhkan upaya keras dari
semua pihak terutama dinas-dinas terkait untuk meningkatkan persentase akses terhadap air
bersih dari 73% menuju 100% yang dapat menjangkau penduduk di tahun 2019 sesuai dengan
RPJMN 2015-2016.

Tabel 1. Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Sumber Air Minum Layak Tahun 2016-2018
(Sumber: bps.go.id)

Tahun
Provinsi
2016 2017 2018
Aceh 63,31 64,85 66,48
Sumatera Utara 70,61 70,07 71,95
Sumatera Barat 67,33 68,83 69,53
Riau 75,49 75,12 79,68
Jambi 63,23 65,73 66,66
Sumatera Selatan 63,77 64,02 65,31
Bengkulu 37,35 43,83 49,37
Lampung 52,41 53,79 56,78
Kepulauan Bangka Belitung 63,95 68,14 66,83
Kepulauan Riau 85,31 83,95 83,56
DKI Jakarta 92,44 88,93 89,59
Jawa Barat 67,62 70,50 71,06
Jawa Tengah 76,30 76,09 78,16
DI Yogyakarta 81,04 77,19 80,62
Jawa Timur 75,83 75,54 75,20
Banten 67,47 66,11 72,83
Bali 88,71 90,85 90,90
Nusa Tenggara Barat 73,98 70,48 73,61
Nusa Tenggara Timur 60,04 65,20 72,41
Kalimantan Barat 66,19 68,77 72,88
Kalimantan Tengah 61,26 63,90 65,38
Kalimantan Selatan 58,63 60,62 62,67
Kalimantan Timur 78,93 82,75 81,26
Kalimantan Utara 82,69 83,78 88,30
Sulawesi Utara 70,22 73,29 76,20
Sulawesi Tengah 62,15 67,10 71,13
Sulawesi Selatan 73,42 76,34 77,93
Sulawesi Tenggara 75,82 79,83 80,95
Gorontalo 71,59 75,00 78,99
Sulawesi Barat 58,99 60,66 62,98
Maluku 67,20 68,34 76,47
Maluku Utara 62,99 65,73 69,17
Papua Barat 68,76 73,12 77,12
Papua 52,69 59,09 58,35
Total 71,14 72,04 73,68
C. Persyaratan Air Bersih
Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan
suatu keperluan tertentu. Air bersih, air minum, air kolam renang, ataupun air pemandian umum
memiliki indikator kualitas yang berbeda-beda, namun tulisan ini difokuskan pada pembahasan
air bersih. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 disebutkan bahwa air bersih harus
memenuhi persyaratan yang dikelompokkan secara fisika, kimia, mikrobiologis, dan radiologis
pada (Lampiran 1).
Berdasarkan Lampiran 1 menunjukkan adanya batas kadar maksimum suatu zat dalam
air sehingga air aman untuk dikonsumsi. Apabila air dengan kandungan bahan kimia yang
berlebih tetap dikonsumsi akan menimbulkan gejala keracunan yang akan nampak setelah
bertahun-tahun mengonsumsinya.
D. Kelangkaan Air
Menurut FAO Water, kelangkaan air merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan
antara ketersediaan dan permintaan, degradasi kualitas air tanah dan air di permukaan,
kompetisi, konflik regional dan internasional, dan semua yang memberikan kontribusi terhadap
terjadinya kelangkaan air. Kelangkaan air yang saat ini sedang dikhawatirkan oleh banyak
orang memang terjadi karena ketidakseimbangan antara ketersediaan dan permintaan
masyarakat dunia. Pada dasarnya, air di muka bumi ini hanya 2,5% saja yang merupakan air
bersih (fresh water). Air jenis inilah yang seharusnya digunakan untuk melakukan semua
aktivitas manusia, mulai dari mandi, memasak, mencuci, dan lainnya. Namun sayangnya, 2,5%
air ini tidak tersedia begitu saja di muka bumi ini. Sekitar 68,7% fresh water masih berbentuk
gletser dan es sehingga perlu makan waktu yang lama untuk menunggunya mencair. Kemudian,
30,1% ada di bawah tanah. Sedangkan sisanya, 1,2% inilah yang tersedia di permukaan.
Kemudian, sisa air yang hanya 1,2% ini juga tidak bisa begitu saja dikonsumsi. Ada sekitar
69,0% yang masih berbentuk es, 20,9% ada di danau, dan 0,49% ada di sungai (Martha, 2017).
Biasanya, air di sungai inilah yang dikonsumsi oleh manusia. Persebaran air bersih yang ada di
bumi berada pada (Gambar 1).
Gambar 1. Distribusi air yang ada di bumi

Air yang sulit didapatkan ini akan semakin berkurang dan hal ini lah yang
menyebabkan terjadinya kelangkaan air. Menurut WWF, setidaknya ada empat faktor utama
penyebab terjadinya kelangkaan air, antara lain sebagai berikut:
1. Perubahan Iklim
Dari hari ke hari, iklim di bumi terus mengalami perubahan dan terasa semakin
cepat dari sebelumnya. Perubahan iklim merupakan gejala naiknya suhu di permukaan
bumi sehingga dapat memicu terjadinya pemanasan global. Kenaikan suhu ini dipicu
oleh semakin tingginya kadar gas rumah kaca di atmosfer dan salah satu penyebab
utama naiknya kadar gas rumah kaca adalah aktivitas manusia. Perubahan iklim yang
semakin tidak wajar inilah penyebab krisis air di bumi. Adanya perubahan iklim
membuat kekeringan lebih sering terjadi dan ditemukan di banyak wilayah.
Kekeringan yang berkepanjangan akhirnya mengakibatkan pergantian musim yang
tidak stabil. Di sisi lain akan ada daerah yang terusmenerus mengalami banjir. Selain
itu, gletser dan salju pun akan menghilang sehingga persediaan air untuk pertanian,
pembangkit energi, ekosistem, dan lainnya akan terancam.

2. Polusi
Polusi air bisa terjadi karena banyak faktor, tetapi sebagian besar dipengaruhi
disebabkan oleh aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab. Polusi air bisa
disebabkan oleh pembuangan limbah industri ke perairan, pembuangan limbah rumah
tangga, rumah sakit, peternakan, atau penggunaan pupuk dan pestisida yang
berlebihan. Polutan juga bisa berupa bakteri yang berasal dari kotoran manusia.
Aktivitas-aktivitas tersebut membuat air menjadi kotor, tidak layak untuk dikonsumsi
ataupun digunakan oleh manusia.
3. Agrikultur
Bagi sebagian negara, agrikultur memegang peranan yang sangat penting. Produk-
produk agrikultur telah menjadi basis perekonomian utama bagi negara-negara seperti
Indonesia, India, dan lainnya. Namun ternyata sektor ini juga menjadi salah satu faktor
penyebab kelangkaan air di dunia. Mengapa? WWF menjelaskan bahwa hampir 70%
air di muka bumi ini digunakan dalam sektor pertanian. Namun sekitar 60% dari air
tersebut terbuang percuma karena sistem irigasi yang bocor, tidak efektif dan efisien,
serta budidaya tanaman yang terlalu banyak membutuhkan air. Akibatnya sungai,
danau, dan air bawah tanah mulai mengering. Kondisi ini sedang terjadi di India, Cina,
Australia, Spanyol, dan Amerika Serikat. Kelima negara ini telah mencapai batas
maksimal penggunaan sumber daya air mereka. Selain itu, penggunaan pupuk dan
pestisida tanaman pun ikut mempengaruhi polusi air tawar.
4. Pertumbuhan Penduduk
Dalam 50 tahun terakhir ini, populasi manusia telah bertambah dua kali lipat. Laju
pertambahan populasi yang tidak berbanding lurus dengan ketersediaan air bersih ini
menyebabkan air semakin sulit ditemukan. Berdasarkan data yang dihimpun oleh
WWF, 41% populasi di dunia berada di wilayah yang mengalami water stress.
Permasalahan ini pun menjadi semakin kompleks karena kebutuhan penduduk
terhadap air tidak bisa disubstitusi dengan sumber daya lainnya. Maka dari itu, banyak
ahli yang memprediksi bahwa pada tahun 2050, satu dari empat orang akan mengalami
kekurangan air bersih
BAB IV. PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan bawa:
 Air merupakan sumber daya alam yang sangat vital bagi kehidupan manusia,
dengan jumlah air bersih di dunia yang hanya tersisa 1% diharapkan adanya
kebijakan dalam pengelolaannya.
 Kelangkaan air yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh beberapa hal, seperti:
perubahan iklim, agrikultur, polusi dan pertumbuhan penduduk
DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2019. Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi dan Sumber Air Minum Layak.
https://www.bps.go.id/statictable/2009/04/06/1549/persentase-rumah-tangga-
menurut-provinsi-dan-sumber-air-minum-layak-1993-2018.html. Diakses pada 09
Desember 2019.
Engineer Weekly. 2016. Mengelola air bersih. http://pii.or.id.Diakses pada 09 Desember 2019
Kodoatie, Robert J dan Sjarief, Roestam. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta: Penerbit Andi
Kemenkes. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan NOMOR 907/MENKES/SK/VII/2002.
https://onlimo.bppt.go.id/Regulasi/km9072002.htm. Diakses pada 09 Desember 2019
Martha J. 2017. Isu kelangkaan air dan ancamannya terhadap keamanan global. Jurnal Ilmu
Politik dan Komunikasi. Vol VII. No 2. Hal 147-158.
Qodriyatun SN. 2015. Penyediaan air bersih di Indonesia peran pemerintah, pemerintah daerah,
swasta, dan masyarakat. Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan Azza Grafika.
Rochmi, MN. 2016. Akses air bersih masih jauh dari target.
https://beritagar.id/artikel/editorial/hapuskan-perdapenyebab-ekonomi-biaya-tinggi.
Diakses pada 09 Desember 2019.
Unesco. 2017. Global climate change. www.unesco.org. Diakses pada 09 Desember 2019.
Whitten T, Soeriaatmadja RE, dan Afiff SA. 1999. Ekologi Jawa dan Bali. Alih bahasa oleh
Kartikasari SN, Utami TB, dan Widyantoro A. Jakarta: Prenhallindo.
LAMPIRAN

Lampiran 1:
Keputusan Menteri Kesehatan NOMOR 907/MENKES/SK/VII/2002
1. BAKTERIOLOGIS
Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan
1 2 3 4
a. Air Minum

E. Coli atau fecal coli Jumlah per 0


100 ml sampel
b. Air yang masuk 0
sistem distribusi
E. Coli atau fecal coli Jumlah per 0
100 ml sampel

Total Bakteri Coliform Jumlah per 0


c. Air pada sistem
distribusi 100 ml sampel

E.Coli atau fecal coli 100 ml sampel


Jumlah per 0

Total Bakteri Coliform Jumlah per 0


2. KIMIA 100 ml sampel
A. Bahan-bahan inorganik (yang memiliki pengaruh langsung pada
kesehatan)
Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan
1 2 3 4
Antimony (mg /liter) 0.005
Air raksa (mg /liter) 0,001
Arsenic (mg /liter) 0.01
Barium (mg /liter) 0.7

Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan


yang diperbolehkan
1 2 3 4
Boron (mg /liter) 0.3

Cadmium (mg /liter) 0.003


Kromium (mg /liter) 0.05
Tembaga (mg /liter) 2
Sianida (mg / liter) 0,07
Fluoride (mg / liter) 1.5
Timah (mg / liter) 0.01
Molybdenum (mg / liter) 0.07
Nikel (mg / liter) 0.02
nitrat (sebagai NO ) -
(mg / liter) 50
3
-
nitrit (sebagai NO ) (mg / liter) 3
2
Selenium (mg / liter) 0.01
B. Bahan-bahan inorganik (yang kemungkinan dapat menimbulkan
keluhan pada konsumen)
Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan
1 2 3 4
Ammonia mg/l 1,5
Alumunium mgl 0,2
Klorida mg/l 250
Copper mg/l 1
Kesadahan mg/l 500
Hidrogen sulfida mg/l 0.05
Besi mg/l 0.3
Mangan mg/l 0.1
pH - 6,5 – 8,5
Sodium mg/l 200
Sulfate mg/l 250
Total padatan terlarut mg/l 1000
Seng mg/l 3
C. Bahan-bahan Organik (yang memiliki pengaruh langsung pada
kesehatan)
Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan
1 2 3 4
Chlorinated alkanes

carbon tetrachloride ( g/liter) 2


dichloromethane ( g/liter) 20
1,2-dichloroethane ( g/liter) 30
1,1,1-trichloroethane ( g/liter) 2000
Chlorinated ethenes
vinyl chloride ( g/liter) 5
1,1-dichloroethene ( g/liter) 30
1,2-dichloroethene ( g/liter) 50
Trichloroethene ( g/liter) 70
Tetrachloroethene ( g/liter) 40
Aromatic hydrocarbons
Benzene ( g/liter) 10
Toluene ( g/liter) 700
Xylenes ( g/liter) 500
benzo[a]pyrene ( g/liter) 0.7
Chlorinated benzenes
Monochlorobenzene ( g/liter) 300
1,2-dichlorobenzene ( g/liter) 1000
1,4-dichlorobenzene ( g/liter) 300
Trichlorobenzenes (total) ( g/liter) 20
Lain-lain
di(2-ethylhexyl)adipate ( g/liter) 80
di(2-ethylhexyl)phthalate ( g/liter) 8
Acrylamide ( g/liter) 0.5
Epichlorohydrin ( g/liter) 0.4
Hexachlorobutadiene ( g/liter) 0.6
edetic acid (EDTA) ( g/liter) 200
Tributyltin oxide ( g/liter) 2
D. Bahan-bahan organik (yang kemungkinan dapat menimbulkan keluhan
pada konsumen)
Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan
1 2 3 4
Toluene g/l 24 - 170

Xylene g/l 20 - 1800


Ethylbenzene g/l 2 - 200
Styrene g/l 4 - 2600
Monochlorobenzene g/l 10 - 120
1.2 -dichorobenzene g/l 1 - 10
1.4-dicholorobenzene g/l 0.3 - 30
Trichorobenzenes(Total) g/l 5 - 50
Desinfektan dan hasil
sampingannya

2-cholorophenol
Chlorine g/l
g/l 0,1- -1000
600 10
2,4-dichlorophenol g/l 0.3 - 40
2,4,6-trichlorophenol g/l 2 - 300
E. Pestisida
Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan
1 2 3 4

Alachlor ( g/liter) 20
Aldicarb ( g/liter) 10
aldrin/ dieldrin ( g/liter) 0.03
Atrazine ( g/liter) 2
Bentazone ( g/liter) 30
Carbofuran ( g/liter) 5
Chlordane ( g/liter) 0.2
Chlorotoluron ( g/liter) 30
DDT ( g/liter) 2
Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan
1 2 3 4

1,2-dibromo- 3- ( g/liter) 1
chloropropane
2,4-D ( g/liter) 30
1,2-dichloropropane ( g/liter) 20
1,3-dichloropropene ( g/liter) 20
Heptachlor and Heptachlor ( g/liter) 0.03
epoxide
Hexachlorobenzene
( g/liter) 1
Isoproturon ( g/liter) 9
Lindane ( g/liter) 2
MCPA ( g/liter) 2
Methoxychlor ( g/liter) 20
Metolachlor ( g/liter) 10
Molinate ( g/liter) 6
Pendimethalin ( g/liter) 20
Pentachlorophenol ( g/liter) 9
Permethrin ( g/liter) 20
Propanil ( g/liter) 20
Pyridate ( g/liter) 100
Simazine ( g/liter) 2
Trifluralin ( g/liter) 20
Chlorophenoxy
herbicides selain 2,4-D
dan MCPA

Dichlorprop (( g/liter)
g/liter) 100
90
2,4-DB
Fenoprop ( g/liter) 9
Mecoprop ( g/liter) 10
2,4,5-T ( g/liter) 9
F. Desinfektan dan hasil sampingannya

Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan


yang diperbolehkan
1 2 3 4

Monochloramine Mg/lite 3
r
Chlorine 5
Mg/lite
Bromate
r
25
Chlorite
Chlorophenol ( g/liter)
200
2,4,6-trichlorophenol ( g/liter)

Formaldehyde
200
( g/liter)
Trihalomethanes
( g/liter)
Bromoform 900
Dibromochloromethane
Bromodichloromethane
( g/liter)
Chloroform
( g/liter) 100
Chlorinated acetic acids ( g/liter)
100
( g/liter)
Dichloroacetic acid
60
Trichloroacetic acid
( g/liter) 200
Chloral hydrate ( g/liter)

(Trichloroacetal-dehyde)
50
( g/liter)
Halogenated acetonitriles
Dichloroacetonitrile 100

Dibromoacetonitrile
Trichloracetonitrile ( g/liter)
( g/liter) 10
Cyanogen chloride
( g/liter)
(sebagai CN)
3. RADIOAKTIFITAS
Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan
yang diperbolehkan
1 2 3 4
Gross alpha activity (Bq/liter) 0.1
Gross beta activity (Bq/liter) 1
4. FISIK
Parameter Satuan Kadar Maksimum
yang diperbolehkan
1 2 3 Keterangan
4
Parameter Fisik
Warna TCU 15

Rasa dan bau - -


0
Temperatur 0C Suhu udara + 3 C
Kekeruhan NTU 5

Tdk berbau dan berasa

Anda mungkin juga menyukai