Anda di halaman 1dari 16

BIOTEKNOLOGI FARMASI

“IMUNOHISTOKIMIA”

Disusun oleh:

Kelompok 3

Abdullah Saiful Mukmin (207117034)


Siti Sapitri (207117037)
Yanuar Ahsan (207117040)
Adhe Yoshua Abi (207117045)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH
CILACAP
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena
berkat dan limpahan rahmat nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Berikut ini kami persembahkan sebuah makalah tentang “Imunohistokimia”
yang menurut kami dapat memberi manfaat yang besar bagi kita untuk
mempelajari materi tersebut.
Makalah ini dibuat guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Bioteknologi
Farmasi. Melalui kata pengantar ini kami lebih dahulu meminta maaf dan
memohon pemakluman bila dalam isi makalah ini ada kekurangan dan tulisan
yang kurang tepat. Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat
kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu kritik dan saran para pembaca akan
kami terima dengan senang hati demi penyempurnaan makalah ini untuk masa
yang akan datang.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima
kasih dan semoga Allah swt memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan
manfaat.

Cilacap, 19 Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................2
1.3 Tujuan ................................................................................................................2
1.4 Manfaat ..............................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN ...................................................................................................3
2.1 Pengertian Imunohistokimia ...............................................................................3
2.2 Metode dalam Melakaukan Proses Imunohistokimia .........................................5
2.2.1 Metode Direct (Metode Langsung) .............................................................5
2.2.2 Metode Indirect (Metode Tidak Langsung) ................................................6
2.2.3 Metode Peroxidase – anti – Peroxidase (PAP) ...........................................6
2.2.4 Metode Avidin-Biotin-Complex (ABC) .....................................................7
2.3 Teknik-teknik dalam Proses Imunihistokimia ....................................................7
2.4 Aplikasi Imunohistokimia ..................................................................................9
2.5 Masalah-Masalah dalam Teknik Imunohistokimia ........................................... 10
BAB 3 PENUTUP .......................................................................................................... 12
1.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 12
1.2 Saran ................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 13

iii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Imunohistokimia atau immunohistochemistry (IHC) adalah suatu metode
kombinasi dari anatomi, imunologi dan biokimia untuk mengidentifikasi
komponen jaringan yang memiliki ciri tertentu dengan menggunakan interaksi
antara antigen target dan antibodi spesifik yang diberi label. Imunohistokimia
merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat imunitas atau kadar
antibodi atau antigen dalam sediaan jaringan. Nama imunohistokimia diambil dari
nama immune yang menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam proses ini ialah
penggunaan antibodi dan histo menunjukkan jaringan secara mikroskopis. Dengan
kata lain, imunohistokimia adalah metode untuk mendeteksi keberadaan antigen
spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan menggunakan prinsip pengikatan
antara antibodi (Ab) dan antigen (Ag) pada jaringan hidup. Pemeriksaan ini
membutuhkan jaringan dengan jumlah dan ketebalan yang bervariasi tergantung
dari tujuan pemeriksaan.
Pewarnaan sediaan jaringan menimbulkan ikatan antibodi pada antigen di
permukaan atau didalam sel yang selanjutnya dapat dideteksi dengan cara dilabel
dengan enzim, isotop, fluoropore,atau coloidal gel. Untuk mempelajari morfologi
sel, sel dalam jaringan difiksasi kemudian dilokalisasi diantara sel dan
divisualisasikan dengan mikroskop elektron atau mikroskop cahaya.
Teknik imunohistokimia dapat digunakan untuk mempelajari distribusi enzim
yang spesifik pada struktur sel intak (normal/lengkap), mendeteksi komponen sel,
biomakro molekul seperti protein, karbohidrat. Imunohistokimia merupakan
teknik deteksi yang sangat baik dan memiliki keuntungan yang luar biasa untuk
dapat menunjukkan secara tepat di dalam jaringan mana protein tertentu yang
diperiksa. Teknik ini telah digunakan dalam ilmu saraf, yang memungkinkan
peneliti untuk memeriksa ekspresi protein dalam struktur otak tertentu.
Kekurangan dari teknik ini adalah kurang spesifik terhadap protein tertentu tidak
seperti teknik imunoblotting yang dapat mendeteksi berat molekul protein dan
sangat spesifik terhadap protein tertentu. Teknik ini banyak digunakan dalam
diagnostik patologi bedah terhadap kanker, tumor, dan sebagainya.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan metode imunohistokimia?
2. Apa saja metode yang dilakukan dalam melakukan proses
imunohistokimia?
3. Bagaimana teknik-teknik dalam melakukan proses imunohistokimia?
4. Bagaimana aplikasi imunohistokimia?
5. Bagaimana masalah-massalah dalam teknik imunohistokimia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui metode imunohistokimia
2. Untuk mengetahui metode yang dilakukan dalam melakukan
imunohistokimia.
3. Untuk mengetahui teknik-teknik proses imunohistokimia.
4. Untuk mengetahui aplikasi imunohistokimia
5. Untuk mengetahui masalah-masalah teknik iminohistokimia.

1.4 Manfaat
1. Diharapkan dengan membaca makalah ini mahasiswa dapat mengetahui
dan lebih memahami tentang Imunohistokimia.
2. Menambah pengetahuan mahasiswa untuk bekal penunjang sebelum
melakukan praktikum imunohistokimia.

2
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Imunohistokimia


Imunohistokimia (IHC) merupakan proses untuk mendeteksi antigen (protein,
karbohidrat, dsb) pada sel dari jaringan dengan prinsip reaksi antibody yang
berikatan terhadap antigen pada jaringan. Nama imunohistokimia diambil dari
nama “immune” yang menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam proses ini ialah
penggunaan antibodi dan “histo” menunjukkan jaringan secara mikroskopis.
Imunohistokimia seringkali digunakan untuk mengukur dan mengidentifikasi
proses proliferasi sel dan apoptosis sel. Imunohistokima juga sering digunakan
untuk penelitian dasar dalam rangka mengetahui distribusi dan lokasi biomarker
ataupun protein terekspresi pada berbagai macam jaringan pada tubuh. (Ramos
Vara, 2005). Untuk memvisualisasikan hasil interaksi antara antigen dan antibodi
dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, dimana cara yang paling sering
digunakan ialah dengan konjugasi antibodi dengan enzim seperti peroksidase.
Selain itu juga bisa digunakan fluorophore seperti fluoreseen atau rhodamin.
Untuk mempelajari morfologi sel, sel dalam jaringan difiksasi kemudian
dilokalisasi diantara sel dan divisualisasikan dengan mikroskop elektron atau
mikroskop cahaya. (Rantam, 2003).
Imunohistokimia merupakan pemeriksaan imunopatologik yang sangat
potensial untuk memeriksa antigen secara lokal di jaringan yang menggunakan
antibody spesifik. Pemeriksaan imunohistokimia mempunyai kemampuan yang
tinggu untuk memisahkan, menseleksi, dan bersifat spesifik. Pemeriksaan
imunohistokimia untuk mendeteksi adanya antigen, hal ini disebabkan adanya
ikatan spesifik antara antigen dan antibody (Ambari, 2003; Roitt el al., 1989;
Hainers and Chelack, 1991). Interaksi antara antigen dan antibody dapat dilihat
pada gambar 1.0

3
Gambar 1.0

Imunohistokimia merupakan gabungan antara histologi atau sitology dan


imunologi. Imunohistokimia adalah salah satu metode pewarnaan substansi atau
bahan aktif di dalam jaringan dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar
imunologi yaitu pengikatan bahan aktif (antigen) pada sisi aktif yang spesifik oleh
suatu anti bahan aktif (antibodi). Hasil reaksi antigen dan antibodi ini dapat
diidentifikasi pada spesimen bila antibodi diikat oleh suatu penanda (marker)
berupa fluoresin, enzim, bahan partikel, atau isotop yang dapat divisualisasikan,
sehingga dapat menandai keberadaan bahan aktif tersebut dalam jaringan. Bahan
aktif tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, asam nukleat, lemak, bahan-
bahan alami lainnya serta bahan-bahan sintetik. (Nurhidayat, 2002; Setijantio,
2002).
Pemeriksaan imunohistokimia dapat memberi informasi mengenai kandungan
berbagai unsur molekul didalam sel normal maupun sel neoplastik. Dasar dari
pemeriksaan ini adalah pengikatan antigen (yang terkandung dalam sel) dengan
antibodi spesifiknya yang diberi label chromogen. Teknik ini diawali dengan
prosedur histoteknik yaitu prosedur pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk
diamati di bawah mikroskop. Irisan jaringan yang didapat kemudian memasuki
prosedur imunohistokimia. (Hardjolukito, 2005; Sudiana, 2005).
Interaksi antara antigen dan antibodi adalah reaksi yang tidak kasat mata.
Oleh karena itu, diperlukan visualisasi adanya ikatan tersebut dengan molekul
antibodi yang digunakan dengan enzim atau fluorokrom. Enzim (yang dipakai

4
untuk molekul) selanjutnya direaksikan dengan substrat chromogen (yaitu substrat
yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut) yang dapat diamati
dengan mikroskop bright fiekl (mikroskop bidang terang). Imunohistokimia yang
menggunakan fluorokrom untuk molekul antibodi, dapat langsung diamati
dibawah mikroskop fluorescence. (Sudiana, 2005).
Berbagai jenis molekul yang yang terkandung dalam sel dapat dideteksi
dengan teknik ini, termasuk berbagai jenis reseptor, onkoprotein, faktor
pertumbuhan dan protein-protein lainnya. Dengan ditemukannya teknik ini maka
berbagai pemahaman-pemahaman baru di bidang penyakit, termasuk onkologi,
menjadi semakin baik sehingga telah membawa dunia kedokteran kepada era yang
baru. (Hardjolukito, 2005).
Imunohistokimia menjadi teknik pilihan untuk menentukan petanda-petanda
biologik tersebut karena relatif mudah, murah dan dapat diterapkan pada sediaan
rutin histopatologik. Namun demikian perlu diperhatikan sejumlah faktor yang
dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan, dimana pengaruh faktor-faktor tersebut
dimulai dari tahap pembedahan, pengolahan jaringan hingga penilaian hasil
pulasan. (Hardjolukito, 2005; Sudiana, 2005).
Untuk dapat menagani penderita secara lebih sempurna, seyogyanya
pemeriksaan ini dijadikan pemeriksaan rutin bagi setiap penderita
kanker. (Hardjolukito, 2005).

2.2 Metode dalam Melakaukan Proses Imunohistokimia


Dalam melakukan iminohistokimia, terdapat 4 metode yaitu (Sudiana, 2005) :
2.2.1 Metode Direct (Metode Langsung)
Prinsip dari metode imunohistokimia direct adalah menggunakan antibodi
primer yang sudah terlabel dan berikatan langsung dengan antigen target secara
langsung. Metode langsung (direct method) merupakan metode pengecatan satu
langkah karena hanya melibatkan 1 jenis antibodi, yaitu antibodi yang terlabel,
contohnya antiserum terkonjugasi fluorescein isothiocyanate (FITC) atau
rodhamin Pada metode direct, antibodi spesifik yang mengenali antigen jaringan
akan dimodifikasi dengan mengkonjugasikan molekul indikator pada antibodi
tersebut. molekul indikator tersebut dapat berupa molekul yang berpendar

5
seperti biotin atau enzim peroksidase, sehingga apabila diberikan substrat akan
memberikan warna pada jaringan tersebut.
2.2.2 Metode Indirect (Metode Tidak Langsung)
Prinsip metode imunohistokimia indirect menggunakan antibodi primer
yang tidak ada labelnya, namun digunakan juga antibodi sekunder yang sudah
memiliki label dan akan bereaksi dengan IgG dari antibodi primer. Metode tidak
langsung (indirect method) menggunakan dua macam antibodi, yaitu antibodi
primer (tidak berlabel) dan antibodi sekunder (berlabel). Antibodi primer
bertugas mengenali antigen yang diidentifikasi pada jaringan (first layer),
sedangkan antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi primer (second
layer). Antibodi kedua merupakan anti-antibodi primer. Pelabelan antibodi
sekunder diikuti dengan penambahan substrat berupa kromogen. Kromogen
merupakan suatu gugus fungsi senyawa kimiawi yang dapat membentuk
senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu.
Penggunaan kromogen fluorescent dye seperti FITC, rodhamin, dan
Texas-red disebut metode immunofluorescence, sedangkan penggunaan
kromogen enzim seperti peroksidase, alkali
fosfatase, atau glukosa oksidase disebut metode immunoenzyme. Pada metode
ini antibodi spesifik yang mengenali antigen jaringan disebut sebagai antibodi
primer dan tidak dilakukan modifikasi pada antibodi ini. Namun diperlukan
antibodi lain yang dapat berikatan dengan antibodi primer yang disebut dengan
antibodi sekunder. Antibodi sekunder ini dimodifikasi sehingga memiliki
molekul indikator pada antibodi tersebut. Setiap 1 antibodi primer dapat dikenali
oleh lebih dari 1 antibodi sekunder, oleh karena itu, setelah diberikan substrat
akan terbentuk warna yang lebih jelas pada jaringan tersebut.
2.2.3 Metode Peroxidase – anti – Peroxidase (PAP)
Adalah analisis imunohistokimia menggunakan tiga molekul peroksidase
dan dua antibodi yang membentuk seperti roti sandwich. Teknik ini
memanfaatkan afinitas antibodi terhadap antigen (enzim) untuk membentuk
kompleks imun stabil sebagai perlawanan terhadap proses kimia terkonjugasi
Fitur unik dari prosedur ini adalah larutan enzim – antibodi dan kompleks imun
PAP. Enzim Horseradish Peroksidase, protein imunogenik, digunakan untuk

6
menyuntik spesies tertentu dan merespon imun poliklonal yang dihasilkan
terhadap enzim. Antiserum ini dipanen dan ditempatkan dalam larutan pada
enzim sehingga membentuk kompleks imun yang larut.
2.2.4 Metode Avidin-Biotin-Complex (ABC)
Adalah metode analisis imunohistokimia menggunakan afinitas terhadap
molekul avidin- biotin oleh tiga enzim peroksidase. Situs pengikatan beberapa
biotin dalam molekul avidin tetravalen bertujuan untuk amplifikasi dan
merespon sinyal yang disampaikan oleh antigen target.

2.3 Teknik-teknik dalam Proses Imunihistokimia


Teknik imunohistokimia bermanfaat untuk identifikasi, lokalisasi, dan
karakterisasi suatu antigen tertentu, serta menentukan diagnosis, therapi, dan
prognosis kanker. Teknik ini diawali dengan pembuatan irisan jaringan (histologi)
untuk diamati dibawah mikroskop. Interaksi antara antigen-antibodi adalah reaksi
yang tidak kasap mata. Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik
diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa
divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker.
(Dako, 2002)
Adapun beberapa marker yang berupa senyawa berwarna antara lain :
1. Luminescence
2. Zat berfluoresensi : fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin
3. Logam berat : colloidal, microsphere, gold, silver, label radioaktif
4. Enzim : Horse Radish Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase.
Enzim (yang dipakai untuk melabel) selanjutnya direaksikan dengan
substrat kromogen (yaitu substrat yang menghasilkan produk akhir
berwarna dan tidak larut) yang dapat diamati dengan mikroskop bright
field (mikroskop bidang terang). Akan tetapi seiring berkembangnya ilmu
pengetahuan khususnya dunia biologi, teknik imunohistokimia dapat
langsung diamati (tanpa direaksikan lagi dengan kromogen yang
menghasilkan warna) dibawah mikroskop fluorescense. (Dako, 2002)
Langkah-langkah dalam melakukan imunohistokimia dibagi menjadi 2, yaitu
preparasi sampel dan labeling. (Dako, 2002)

7
1. Preparasi sampel adalah persiapan untuk membentuk preparat jaringan dari
jaringan yang masih segar. Preparasi sample terdiri dari pengambilan jaringan
yang masih segar, fiksasi jaringan biasanya menggunakan formaldehid,
embedding jaringan dengan parafin atau dibekukan pada nitrogen cair,
pemotongan jaringan dengan menggunakan mikrotom, deparafinisasi dan
antigen retrieval untuk membebaskan epitop jaringan, dan bloking dari protein
tidak spesifik lain.
2. Labeling sampel adalah pemberian bahan-bahan untuk dapat mewarnai
preparat. Sampel labeling terdiri dari imunodeteksi menggunakan antibodi
primer dan sekunder, pemberian substrat, dan counterstaining untuk mewarnai
jaringan lain di sekitarnya.
IHC merupakan teknik deteksi yang sangat baik dan memiliki keuntungan
yang luar biasa untuk dapat menunjukkan secara tepat di dalam jaringan mana
protein tertentu yang diperiksa. IHC juga merupakan cara yang efektif untuk
memeriksa jaringan. Teknik ini telah digunakan dalam ilmu saraf, yang
memungkinkan peneliti untuk memeriksa ekspresi protein dalam struktur otak
tertentu. Kekurangan dari teknik ini adalah kurang spesifik terhadap protein
tertentu tidak seperti teknik imunoblotting yang dapat mendeteksi berat molekul
protein dan sangat spesifik terhadap protein tertentu. Teknik ini banyak digunakan
dalam diagnostik patologi bedah terhadap kanker, tumor, dan sebagainya.
Adapun marker untuk diagnosa IHC adalah sebagai berikut:
1. Carcinoembryonic antigen (CEA): digunakan untuk identifikasi
adenocarcinoma.
2. Cytokeratins: digunakan untuk identifikasi carcinoma tetapi juga dapat
terekspresi dalam beberapa sarkoma.
3. CD15 and CD30 : digunakan untuk identifikasi Hodgkin's disease
4. Alpha fetoprotein: untuk tumor yolk sac dan karsinoma hepatoselluler
5. CD117 (KIT): untuk gastrointestinal stromal tumors (GIST)
6. CD10 (CALLA): untuk renal cell carcinoma dan acute lymphoblastic
leukemia
7. Prostate specific antigen (PSA): untuk prostate cancer estrogens dan
progesterone staining untuk identifikasi tumor. (Valez and Howard, 2012)

8
8. Identifikasi sel B limfa menggunakan CD20
9. Identifikasi sel T limfa menggunakan CD 3.

2.4 Aplikasi Imunohistokimia


Imunohistokimia dapat digunakan untuk mendeteksi berbagai penyakit, seperti
kanker, tumor dan dapat digunakan untuk identifikasi sel atau jaringan. Contoh
penyakitnya yang dapat dideteksi dengan Imunohistokimia adalah
adenocarcinoma, carcinoma, sarcoma, Hodgkin’s disease, tumor yolk sac,
karsinoma hepatoselluler, gastrointestinal stromal tumors (GIST), renal cell
carcinoma, acute lymphoblastic leukemia, Identifikasi sel B dan sel T limfa. IHC
juga dapat digunakan pada jaringan kuda laut untuk menentukan adanya protein
baik dimana dan kapan protein akan berfungsi.
Metode imunohistokimia yang diterapkan pada kuda laut adalah dengan
membagi menjadi 4 section. Awalnya, dilakukan penguraian untuk melakukan
labeling wholemount pada sel embrio kuda laut, penguraian ini diprotocol secara
umum. Kemudian, section kedua menutupi section variasinya untuk labeling
wholemount pada larva untuk menanggulangi kesulitan antibodi dalam melakukan
penetrasi di jaringan. Metode ini, didasarkan pada protocol yang membentuk larva
medaka., dikembangkan untuk penggunaan khusus dengan anti-asetat tubulin
antibody pada 2 sampai 6 larva tertua. Dan mungkin tidak diterapkan untuk
antibodi primer, jadi yang digunakan memang biasanya antibodi sekunder.
labeling jaringan yang dilakukan pada jaringan dewasa biasanya akan lebih
menyulitkan metode labeling wholemount ini, sehingga penetrasi antibodi yang
tidak lengkap. Untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan pembagian material
sebelumnya yang akan dilakukan labeling. Ini disebut sebagai section ketiga.
Section terakhir menjadi akhir dari proses labeling pada jaringan yang sama
dengan dua antibodi yang berbeda, dan mengikat serta membagi label jaringan
yang akan diuraikan.

9
2.5 Masalah-Masalah dalam Teknik Imunohistokimia
Menurut (Hardjolukito, 2005) menyatakan bahwa masalah-maslaah dalam
teknik imunohistokimia, meliputi:
1. Faktor-faktor pra analisis
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang relative mudah dan murah.
Keuntungan lain dari teknik ini adalah dapat diterapkan pada sediaan rutin yang
diterima pada laboratorium histopatologi dan dapat dilakukan secara retrospektif
pada sediaan-sediaan arsip.
Namun demikian, untuk mendapatkan hasil yang dapat dipercaya hasilnya,
sejumlah persyaratan harus dipenuhi. Fiksasi sangat penting peranannya, karena
teknik ini bertumpu pada reaktifitas antigen dalam sel. Fiksasi yang suboptimal
dapat menurunkan bahkan meniadakan reaktifitas antigen, sehingga memberikan
sinyal yang lemah atau negative palsu. Secara umum, proses fiksasi jaringan harus
dilakukan sesegera mungkin tanpa penundaan dan dilakukan dengan sempurna.
Fiksasi yang dianjurkan adalah da;am formalin berdapar fosfat 10%. Waktu
fiksasi bervariasi antara 6 hingga 24 jam dan dalam keadaan terendam scara
merata. Jika jaringan tumor berukuran besar, maka harus dilakukan sayatan-
sayatan parallel menyerupai “toast rack” berjarak 1 cm untuk menjamin paparan
cairan formalin yang merata, dan jumlah cairan fiksatif minimal 5-10 kali volume
jaringan.
Selanjutnya, pengolahan jaringan harus dilakukan secara sempurna tahap demi
tahap melalui alcohol yang bertingkat kadarnya dan impregnasi dalam paraffin
dengan titik leleh maksimum 600 . Pengolahan jaringan yang tidak sempurna
dapat menghambat proses pulasan karena jaringan yang tidak homogen dalam
paraffin mudah terlepas dari kaca benda. Mudahnya jaringan terlepas dari kaca
benda disebabkan karena pada proses pulasan, dilakukan prosedur “antigen
retrieval” yaitu pemaparan terhadap gelombang elektromagnetik atau pemanasan;
serta pemaparan dengan larutan-larutan yang keras sifatnya, dimana tahapan-
tahapan ini tidak dilakukan pada prosedur pulasan hematoksilin eosin yang rutin.
2. “Quality Control dan “Quality Assurance”
Berbagai faktor menyebabkan perbedaan hasil pemeriksaan, antara lain jenis
antibody, metode “antigen retrieval”, factor-faktor preanalitik dan interpretasi

10
hasil. Untuk menekan perbedaan ini dianjurkan melakukan “quality control” dan
“quality assurance”.
3. Nilai Cut Off
Walupun sedikit, variasi dalam penggunaan nilai cut off masih dilaporkan.
Namun demikian, pada berbagai penelitian, untuk berbagai petanda lazimnya
digunakan nilai cut off 10%.
4. Teknik Pemeriksaan
Teknik ini relative mudah dalam arti prosedurnya sederhana, namun
diperlukan kecermatan yang tinggi dalam pelaksanaannya pada setiap tahap. Di
United State Kingdom, dianggap bahwa laboratorium yang ideal adalah yang
melakukan tes minimal 250 kasus dalam 1 tahun. Laboratorium lokal yang ingin
melakukan tes ini sangat dianjurkan untuk melakukan “quality assurance”.

11
BAB 3 PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Imunohistokimia merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat
imunitas atau kadar antibodi atau antigen dalam sediaan jaringan. Pewarnaan
sediaan jaringan menimbulkan ikatan antibodi pada antigen di permukaan atau
didalam sel yang selanjutnya dapat dideteksi dengan cara dilabel dengan enzim,
isotop, fluoropore,atau coloidal gel. Metode yang dilakukan dalam
Imunohistokimia adalah metode direct, metode indirect, Metode Peroxidase – anti
– Peroxidase (PAP), Metode Avidin-Biotin-Complex (ABC). Mekanisme
Imunohistokimia dimulai dengan pengambilan sampel lalu pembuatan paraffin
block. Setelah itu dilakukan pewarnaan imunohistokimia. Teknik
Imunohistokimia dapat digunakan untuk deteksi berbagai jenis kanker, tumor,
Hodgkin’s disease, identifikasi sel B dan sel T dan dapat digunakan pada jaringan
kuda laut untuk mengetahui aktivitas proteinnya.

1.2 Saran
Pemeriksaan imunohistokimia merupakan pemeriksaan yang penting dalam
menentukan diagonosis dari pasien. Sehingga perlu tingkat akurasi dan ketelitian
yang baik dalam melakukan pemeriksaan imunohistokimia. Untuk itu bagi
pemeriksa atau laboran perlu memperhatikan tahap-tahap dalam melakukan
pemeriksaan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ambari, E. 2003. Deteksi Antigen Taxoplasma dengan Teknik Imunohistokimia


pada Abortus Spontan. Tesis. Fakultas Kedokteran. Semarang.

Dako. 2002. Monoclonal Mouse Anti-Human Collagen IV Clone CIV 22 Code No.
M 0785 Lot 020. Edition 04.09.02

Hardjolukito, Endang SR. The 8th Course and Workshop, Basic Science In
Oncology, Modul A, Putaran Ke-3. Jakarta, 19 - 21 Mei 2005.

Nurhidayat. 2002. Deteksi Bahan Aktif Dengan Metode Immunohistokimia.


Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Rantam, F.A. 2003. Metode Imunologi. Airlangga University Press. Surabaya. Hal
3-88.

Sudiana, I Ketut. Teknologi Ilmu Jaringan dan Imunohistokimia. Jakarta, Sagung


Seto, 2005, hal. 36 – 47.

Velez & Howard. 2012. Collagen IV in Normal Skin and in Pathological


Processes. US National Library of Medicine National Institutes of Health.
Diakses https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3289483/ pada 24
Oktober 2019.

13

Anda mungkin juga menyukai