Anda di halaman 1dari 12

BAB 8

METODE DETEKSI VIRUS

1. Pengertian virus
Virus adalah entitas yang ada di mana-mana dan bergantung pada organisme
inang untuk bereplikasi. Mereka ada di semua habitat dan mampu menginfeksi
berbagai bentuk kehidupan, mulai dari bakteri hingga tumbuhan dan hewan. Secara
struktural, virus minimal terdiri dari dua komponen inti. Ini adalah genom asam
nukleat, terdiri dari DNA atau RNA beruntai ganda atau tunggal, dan kapsid. Kapsid
adalah struktur yang sangat simetris, dibenttuk oleh banyak salinan sejumlah kecil
protein dan dikodekan oleh genom virus (DOMINGI, 2015). Ada banyak virus dalam
lingkungan seperti bakteri, fungi, serbuk sari, serta kotoran binatang dan tanaman.
Yang terkecil dari semua partikel adalah virus. Mereka rentang dalam ukuran dari 10
sampai 300 nm. Sebaliknya, sel darah merah rata-rata sekitar 6-8 mikron, bakteri
berkisar dari 1 sampai 4 mikron, dan jamur berkisar dari 5 sampai 10 mikron [50].
Diagnostik virus umumnya dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu deteksi
tidak langsung dan langsung. Tinjauan ini bertujuan untuk menilai secara kritis
metode detkeksi virus yang saat ini digunakan dan memeriksa kesesuaiannya, dengan
memperhatikan skenario dimana test mungkin perlu dikembangkan dengan cepat,
seperti selama epidemi atau pandemi.

2. Diagnostik Virus

a. Metode Tidak Langsung


Metode deteksi tidak langsung melibatkan perbanyakan partikel virus melalui
pengenalannya ke garis sel inang yang sesuai. Ini disebut isolasi virus. Isolasi virus
menjadi metode yang relevan dan penting, terutama karna metode ini menawarkan
bagaimana cara untuk menyebarkan virus yang sudah ada dan yang baru muncul
untuk analisis dan karakterisasi lebih lanjut walaupun kultur sel virus tradisional
dianggap sebagai metode diagnostik relatif yang lambat (Leland dan Ginocchio,
2007).

1
 Metode Isolasi Virus Yang Ditingkatkan
Teknik shell-vial atau pelat sumur yang ditingkatkan dengan sentrifugasi, disebut
pelat kluster, memfasilitasi adsorpsi virus secara cepat ke dalam garis sel inang
dengan menerapkan sentrifugasi tingkat rendah, sehingga sangat mengurangi
lamanya waktu yang diperlukan untuk inokulasi garis sel. (Gleaves et al., 1984 ;
Hematian et al., 2016).
 Metode Diagnostik Dalam Isolasi Virus
Setelah berkembang dalam kultur sel, ada dua kategori metode yang digunakan
untuk mendiagnosis virus. Mereka terdiri dari metode yang menggunakan observasi
efek sitopatik (CPE) dan metode yang menggunakan metode molekuler, yang dikenal
sebagai pra-CPE. Infeksi sel dengan virus sitopatik menyebabkan kerusakan dan
perubahan morfologi selanjutnya pada sel yang terinfeksi, dan perubahan ini disebut
CPE. Inspeksi kultur sel di bawah mikroskop cahaya digunakan untuk menentukan
ada atau tidaknya CPE. Diperlukan waktu antara 48 jam hingga beberapa minggu
agar perkembangan CPE terlihat jelas. Oleh karena itu, metode ini tidak serta merta
memberikan waktu penyelesaian yang cepat untuk mencapai hasil (Fenner et al.,
1974).

Perbandingan deteksi CPE vs Pra-CPE dalam kultur vial cangkang. (A) Sampel yang
mengandung virus diaplikasikan pada botol cangkang. (B) Gaya sentrifugal
diterapkan, mendorong inokulasi virus ke dalam lapisan tunggal sel. (C) Sel-sel
monolayer yang tumbuh pada kaca objek dapat dihilangkan untuk diinterogasi. (D)
CPE mungkin memerlukan waktu berhari-hari hingga berminggu-minggu untuk
berkembang dalam sel yang dikultur. (E) Deteksi pra-CPE menggunakan antibodi
berlabel untuk mengidentifikasi penanda spesifik virus; ini dapat dideteksi dalam

2
hitungan jam-hari. (F) Mikroskop dapat digunakan untuk memeriksa perubahan
morfologi dalam diagnosis CPE, atau sinyal yang timbul dari adanya antibodi
berlabel untuk deteksi pra-CPE.
b. Metode Deteksi Langsung
Metode deteksi langsung menghilangkan kebutuhan akan penyebaran virus.
Sebaliknya, virus terdeteksi langsung dari sumber yang dicurigai. Metode deteksi
langsung biasanya melibatkan teknik canggih, termasuk deteksi asam nukleat dan
imunologi.
 Metode Deteksi Berbasis Asam Nukleat
Elemen kunci dari deteksi berbasis asam nukleat adalah reaksi berantai polimerase
(PCR) yang menggunakan beberapa siklus suhu bertahap, dan polimerase, untuk
memperkuat untaian DNA (Mullis et al., 1986). Polimerase standar yang digunakan
dalam PCR hanya dapat mensintesis dari cetakan DNA, sehingga amplifikasi RNA
memerlukan penggunaan enzim dengan aktivitas transkripsi terbalik (Bustin, 2000).
 Reaksi Rantai Polimerase Kuantitatif Waktu Nyata
PCR kuantitatif waktu nyata (qPCR waktu nyata) mengukur produksi amplikon
target selama reaksi. Hal ini difasilitasi oleh pewarna interkalasi DNA, seperti SYBR
® green, atau probe berlabel fluoresensi.Banyak jenis probe yang digunakan dalam
qPCR, namun probe yang umum mencakup probe yang harus berikatan dengan
wilayah tertentu pada DNA target agar fluoresensi dapat dicapai, misalnya probe
hidrolisis atau hibridisasi ( Navarro et al., 2015 ) .

Deteksi amplikon target di qPCR melalui pewarna dan probe. Wilayah target virus
diperkuat oleh beberapa putaran amplifikasi eksponensial pada PCR. Selama

3
amplifikasi, berbagai metode digunakan untuk memantau produksi DNA target
secara real-time. (A) Pewarna berinterkalasi tanpa pandang bulu dengan DNA
beruntai ganda, menyebabkan peningkatan fluoresensi seiring dengan meningkatnya
jumlah DNA beruntai ganda dalam sampel. Probe hidrolisis dan hibridisasi
memerlukan pengikatan pada urutan tertentu pada amplikon target untuk
memungkinkan fluoresensi. Fluoresensi dicapai dengan pembelahan probe ketika
menggunakan probe hidrolisis (B) , atau melalui pengikatan probe ke daerah target
yang berdekatan satu sama lain, seperti halnya probe hibridisasi (C) .

Sehubungan dengan pengembangan tes diagnostik virus yang cepat, qPCR real-time
memiliki kelebihan dan kekurangan.Meskipun ada beberapa perangkat yang tersedia
secara komersial yang memfasilitasi isolasi DNA atau RNA secara cepat, perangkat
tersebut memiliki kelemahan yaitu biaya tambahan (Clark et al., 2016).

 Metode Deteksi Nukleotida Komersial

Banyak perusahaan diagnostik molekuler dan lembaga sedang berupaya


mengembangkan alat molekuler terintegrasi, acak, dan perawatan untuk diagnosis
infeksi SARS-CoV-2 yang lebih cepat dan akurat (Loeffelholz dan Tang, 2020).

3. Metode Dan Diagnosis Infeksi Virus Lainnya

 Metode ELISA

Didasarkan pada kerja immunologi yang dikombinasi dengan reaksi


enzimatik, reaksi immunologi dalam sistem ELISAadalah adanya ikatan antigen-
antibodi atau sebaliknya.Reaksi enzimatik antara enzim dan reaktan digunakanuntuk
menandakan adanya reaksi yang kemudian dapat diukur secara kualitatif berdasarkan
pada perubahan warna dalam sistem. Keunggulan metode ini adalah reaksinya yang
cepat dan relatif murah jika dibandingkan dengan metode molekuler lainnya.

Berdasarkan sistem kerja dalam reaksinya ELISA terbagi menjadi tiga


kelompok yaitu Direct Elisa, Indirect ELISA dan Sandwich ELISA.Pengelompokkan
tersebut didasarkan pada kompetisiatau inhibisi dari ELISA. Direct ELISA adalah
salah satu jenis ELISA yang paling sederhana dalam reaksinya. Jenis ELISA ini
hanya membutuhkan antigen, antibodi, enzim dan substrat (Sirois, 2016) .

4
Tahapan pengujian ELISA menurut Crowther(2001) diantaranya adsorpsi
antigen atau antibodi padafase padat, penambahan sampel dan reagen, inkubasi,
pemisahan dengan reaktan, penambahan reagen enzim, penambahan enzim
pendeteksi, dan pembacaan hasil. Dalam penelitian dengan metode ELISA
didasarkan oleh nilai absorbansi. Penggunaan metode ELISA lebih sensitif dan
akurat sehingga dapat digunakan lebih mudah dan cepat untuk penelitian walaupun
memiliki kandungan protein yang rendah (Alamdari etal., 2005). Penelitian sampel
saus bumbu impor dihasilkan sampel A positif mengandung sapi tetapi negative
darikandungan babi, unggas, dan kambing. Pada sampel B,C, D, E dan F diperoleh
hasil yang negatif dari kandungan sapi, babi, unggas, dan kambing. ELISA baik
digunakan untuk menentukankeaslian makanan secara sensitif dan spesifik juga cepat
dan murah. Meskipun demikian ELISA memiliki keterbatasan pada pengujian
makanan yang dimodifikasi secara genetik (Asensio, et al., 2007) .

 Metode Enzyme Immunoassays (EIA)

Enzyme immunoassays (EIA) menggunakan sifat katalitik enzim untuk


mendeteksi dan mengukur reaksi imunologi. Uji imunosorben terkait enzim (ELISA)
adalah teknik EIA heterogen yang digunakan dalam analisis klinis. [1] Dalam
pengujian jenis ini, salah satu komponen reaksi teradsorpsi secara nonspesifik atau
terikat secara kovalen pada permukaan fase padat, seperti sumur mikrotiter, partikel
magnetik, atau manik plastik. Keterikatan ini memudahkan pemisahan reaktan yang
terikat dan yang berlabel bebas.

 Metode Hemaglutinasi

Hemaglutinasi adalah uji serologis untuk mengidentifikasi virus yang


dicurigai dan mendeteksi antibodi yang sesuai. Pengujian ini menggunakan sel darah
merah sebagai sumber antigen.

Hemaglutinasi adalah reaksi yang menyebabkan gumpalan sel darah merah


dan beberapa virus menyelimuti, seperti virus flu. Sebuah glikoprotein pada
permukaan virus, yaitu hemagglutinin, berinteraksi dengan sel-sel darah merah,
sehingga terbentuklah gumpalan sel darah merah dan terbentuknya kisi-kisi.

5
Karena tidak ada virus terselubung, sel-sel darah merah mengendap di dasar wadah,
membentuk titik berwarna merah. Akan tetapi, karena ada virus, gumpalan sel darah
merah tercerai - berai, tidak membentuk titik berwarna merah. Ini adalah prinsip
dasar dari assay hemagglutinasi.

 Enhanced chemiluminescence (ECL)

Imunoblotting adalah teknik analitis yang digunakan oleh banyak


laboratorium untuk mempelajari ekspresi protein. Hal ini mencakup pemisahan
protein oleh sodium dodecyl sulfat polyacrylamide gel elektroforesis (SDS-PAGE),
imosilisasi protein-protein ini pada membran nitroselulosa atau polisvinylidene
difluorida, inkubator membran dalam antibodi monoklonal atau polisiklorin dan
deteksi dengan metode standar seperti meningkatnya kematisan kimia (ECL). Untuk
mencapai hal ini, kebanyakan laboratorium memilih untuk menggunakan perangkat
kimia uminesens yang tersedia secara komersial yang dapat diterima namun relatif
mahal. Dalam laporan teknis ini, kami menunjukkan bahwa bahan kimia yang sudah
disiapkan sendiri lebih unggul daripada peralatan yang diperoleh secara komersial
dalam hal kepekaan, durasi sinyal, penggunaan dan tempat tinggal tetapi dengan
biaya lebih murah dari biaya kit.

 Metode Hambatan Aglutinasi (HI)

Untuk memastikan bahwa pengujian HI dapat dibandingkan antara beberapa


plate, jumlah partikel virus yang sama harus digunakan untuk setiap plate. Uji HA
(juga disebut titrasi HA) dilakukan untuk mengukur partikel virus yang diperlukan
untuk hemaglutinasi, dan dicatat dalam satuan HA. Sebuah "unit" hemaglutinasi
adalah unit operasional yang bergantung pada metode yang digunakan untuk titrasi
HA dan bukan merupakan pengukuran jumlah absolut virus. Dengan demikian, unit
HA didefinisikan sebagai jumlah virus yang diperlukan untuk mengaglutinasi
suspensi RBC standar dengan volume yang sama. Menurut WHO, jumlah standar
yang digunakan untuk uji HI adalah 4 unit HA per 25 µL.

6
Uraian dan Contoh

Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa virus dapat menginfeksi sel sel kita
di dalam tubuh. Jika respon imun tidak mampu melawannya, maka yang terjadi
adalah kita menjadi sakit. Jalur masuknya virus ke dalam tubuh kita bermacam-
macam, antara lain melalui :

a. Mata.
b. Saluran pernafasan; hidung ke paru-paru
c. Saluran pencernaan; mulut ke saluran pencernaan lain.
d. Saluran reproduksi.
e. Kulit; melalui luka.
f. Gigitan serangga

Setelah menginfeksi satu sel, virus dapat menginfeksi ke sel-sel di sekitarnya


sehingga dapat menginfeksi jaringan bahkan organ tertentu. Selain itu, virus dapat
juga menyebar dan menginfeksi beberapa jaringan atau organ. Infeksi seperti ini
dinamakan dengan infeksi sistemik. Terjadinya infeksi sistemik karena virus dapat
menyebar melalui (a) peredaran darah atau (b) melalui sistem saraf.

A. Jalur masuk virus hingga ke aliran darah.

Telah disebutkan bahwa virus memiliki jalur masuk yang bermacammacam.


Setelah itu virus dapat masuk ke aliran darah dan menyebar ke beberapa organ target.
Kondisi Ketika virus berada di dalam aliran darah disebut dengan viremia. Virus
akan mengikuti aliran darah, sehingga dapat mencapai organ target yang letaknya
jauh dari tempat masuknya.

Gambar 3. Virus dapat masuk


melalui epitel di permukaan
tubuh, kemudian masuk ke kelenjar getah
bening, dan kemudian ke aliran darah
(sumber:

Selain dengan
mekanisme di atas, virus juga

7
dapat dengan mudah berada pada kondisi viremia dengan adanya beberapa kejadian
atau kegiatan pada manusia, seperti :

• Transfusi darah • Gigitan serangga (nyamuk)

• Tato • Gigitan hewan terinfeksi


(anjing yang terinfeksi rabies)
• Penggunaan Jarum Suntik

B. Penyebaran virus melalui jaringan saraf.


Selain melalui aliran darah, virus juga dapat menyebar melalui jaringan saraf.
Hal ini bisa dilakukan oleh beberapa virus, seperti virus rabies. Proses penyebaran
terjadi melalui saraf sensori (jaringan saraf yang meneruskan sinyal ke susunan saraf
pusat) dan saraf motorik (jaringan saraf yang meneruskan sinyal dari susunan saraf
pusat ke otot).

Terdapat 2 kemungkinan akibat infeksi virus terhadap sel, yaitu:

a) Sitopatik, artinya virus dapat mengakibatkan kerusakan pada sel yang


diinfeksinya. Contohnya pada infeksi HIV terhadap sel-sel limfosit T CD4+ .
b) Non-sitopatik, artinya infeksi virus ke dalam sel tidak menyebabkan
kerusakan pada sel tersebut. Contohnya pada infeksi virus rabies pada sel-sel
saraf tidak menyebabkan kerusakan pada sel-sel tersebut, tetapi membantu
dalam perbanyakan virus.
c) Virus tidak merusak sel dan juga tidak memperbanyak diri di dalam sel, pada
kondisi seperti ini virus menggunakan sel untuk bersembunyi, menghindari
respon imun tubuh.

4. Aplikasi Biosensor Terbaru dalam Deteksi Virus

a. Human Immunodeficiency Virus

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah anggota dari subset retrovirus


yang disebut lentivirus. Lentivirus ini juga termasuk virus yang lambat, hal ini

8
menunjukkan periode antara awal infeksi dan munculnya gejala. HIV menginfeksi
sel T CD4+ dan mulai bereplikasi dengan cepat setelah memasuki aliran darah [ 82 ].
Tahap akhir dari infeksi Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sering mucul. Beberapa penelitian
terbaru tentang adanya deteksi virus menggunakan biosensor. Misalnya; Babamiri
dkk. mengembangkan biosensor elektrochemiluminescence berbasis cetak untuk
deteksi gen HIV-1 [84].

Mereka menggunakan HIV aptamer sebagai templat dan o-phenylenediamine


sebagai monomer fungsional. Setelah dilakukannya percobaan, mereka mengamati
bahwa respon meningkat secara signifikan setelah reaksi hibridisasi. Mereka
mencapai deteksi gen HIV yang sangat sensitif (0,3 fM) dalam kisaran 3,0 fM hingga
0,3 nM. Biosensor yang disiapkan menunjukkan spesifisitas yang baik untuk deteksi
HIV bila dibandingkan dengan rangkaian non-komplementer. Mereka juga menguji
sampel serum dan memperoleh kesembuhan yang tinggi pada kisaran 95-101,2%.
Glikoprotein41 (Gp41) merupakan protein transmembran HIV-1 dan memiliki peran
penting dalam fusi membran antara sel yang terinfeksi dan virus. Tingkat
perkembangan AIDS dan kemanjuran intervensi terapeutik dapat dipantau dengan
Gp41. Lu dkk. mengembangkan biosensor dengan tujuan mendeteksi Gp41 terkait
HIV [ 85 ].

Gambar 1. Representasi skema elektro-chemiluminescence ( a ) dan keseimbangan mikro kristal


kuarsa; ( b ) biosensor untuk mendeteksi HIV-1.

b. Hepatitis

9
Hepatitis B adalah salah satu infeksi utama umat manusia, diperkirakan
menyebabkan sekitar 800.000 kematian setiap tahunnya, sebagian besar disebabkan
oleh kanker hati dan sirosis. Hampir 15-40% pasien yang terinfeksi akan mengalami
gagal hati, sirosis hati, atau karsinoma hepatoseluler dan 15-25% pada akhirnya akan
meninggal [ 88 ].

Uzun dkk. juga mendeteksi antibodi permukaan hepatitis B yang


menggunakan biosensor resonansi plasmon permukaan untuk diagnosis hepatitis
dalam serum manusia [ 91 ]. Mereka melakukan studi kinetik dengan menggunakan
sampel serum manusia positif antibodi permukaan hepatitis Bi lain, Li dkk.

c. Ebola

Infeksi Ebola disebabkan penyakit parah pada manusia. Pasien memiliki efek
samping umum seperti influenza sebelum penyakit berkembang pesat yang ditandai
dengan kegagalan banyak organ, perdarahan, dan sindrom seperti syok setelah masa
inkubasi (3-21 hari) [ 96 ].

Misalnya, Ilkhani dkk. membuat biosensor elektrokimia untuk diagnostik


DNA virus Ebola dengan deteksi yang diperkuat enzim [ 99 ]. Selain itu, Yanık dkk.
mendemonstrasikan platform biosensor optofluida yang secara langsung mendeteksi
seluruh virus dari media biologis [ 100 ].

Daftar Pustaka

Adams IP, Glover RH, Monger WA, Mumford R., Jackeviciene E., Navalinskiene
M., dkk. (2009). Pengurutan generasi berikutnya dan analisis
metagenomik: alat diagnostik universal dalam virologi tanaman . mol.
Tanaman Pathol. 10 , 537–545.

Aydin S. A short history, principles, and types of ELISA, and our laboratory
experience with peptide/protein analyses using ELISA. Peptides. 2015
Oct;72:4-15

Chamberlain, Jeffrey S., et al. "Deletion screening of the Duchenne muscular


dystrophy locus via multiplex DNA amplification." Nucleic acids
research 16.23 (1988): 11141-11156.

Goldmann DA. Transmission of viral respiratory infections in the home. The


Pediatric Infectious Disease Journal. 2000;19

10
Jennings, L. C., G. Barns, and K. P. Dawson. "The association of viruses with acute
asthma." The New Zealand Medical Journal 100.829 (1987): 488-490.

Killian, Mary Lea. "Hemagglutination assay for the avian influenza virus." Avian
influenza virus (2008): 47-52.

Killian, Mary Lea. "Hemagglutination assay for influenza virus." Animal influenza
virus (2014): 3-9.

Lwoff A. The concept of virus. Journal of General Microbiology. 1957;17(2):239–


253.

Pang, Xiaoli L., et al. "Pre-analytical and analytical procedures for the detection of
enteric viruses and enterovirus in water samples." Journal of virological
methods 184.1-2 (2012): 77-83.

Papafragkou, Efstathia, and Michael Kulka. "Approaches to the viral extraction,


detection, and identification of hepatitis viruses, HAV and HEV, in
foods." Journal of AOAC International 99.1 (2016): 130-142.

Profil Penulis

Kelas C
Nama

No Nama NIM No. HP


1 Chrisma Lumban Tobing P07534021113 085361590605
2 Fitri Rangkuti P07534021119 087818638304
3 Geby Berutu P07534021120 082272259188
4 Putri Khairunnisa P07534021134 081318811695

11
12

Anda mungkin juga menyukai