Anda di halaman 1dari 6

NAMA : BERNASHA SEPTIANITA

NIM : 151810113037
REVIEW MATERI MKP VIROLOGI

1. PEMERIKSAAN HBsAg METODE ELISA


Penyakit Hepatitis B adalah peradangan hati yang terjadi karena adanya infeksi dari Virus
Hepatitis B (HBV) dan biasanya menular dari ibu ke anak saat proses kelahiran atau pada anak
usia dini (Selamoglu, 2009). Hepatitis B dapat juga ditularkan melalui pemaparan mukosa
terhadap darah atau cairan tubuh lain yang terinfeksi termasuk cairan semen dan vagina. Gejala
hepatitis B adalah urin yang gelap, penyakit kuning, kelelahan yang berlebihan, mual, muntah,
dan nyeri perut (WHO, 2013). HBV adalah virus yang termasuk dalam keluarga
Hepadnaviridae berbentuk bulat dengan diameter 42 nm (Selamoglu, 2009). Virus ini memiliki
selubung dan nukleokapsid yang berbentuk ikosahedral. Nukleokapsid pada HBV berfungsi
untuk melindungi material genetik berupa rcDNA (relaxed circular DNA) dan DNA
Polimerase. HBV memiliki tiga antigen yang dapat dikenali oleh sistem imun tubuh, yaitu
HBcAg, HBeAg, dan HBsAg (Selamoglu, 2009). Core (HBcAg) merupakan antigen yang
berada di bagian inti HBV, Pre core (HBeAg) merupakan partikel yang disekresikan oleh sel
inang dan merupakan partikel yang infeksius, sedangkan HBsAg adalah antigen yang terletak
pada permukaan selubung HBV (Lunsdorf et al., 2011).
Pemeriksaan imunoserologi untuk HBsAg umumnya dilakukan dengan metode ELISA
(Enzyme Linked Imunosorbent Assay) karena merupakan prosedur Gold standard namun masih
jarang dilakukan di laboratorium sederhana, hal ini disebabkan karena metode tersebut
biayanya relatif mahal, memerlukan peralatan khusus, rumit, dan agak lama dibandingkan
dengan metode imunokromatografi. Prinsip ELISA adalah antigen yang tidak dikenal
ditempelkan pada suatu permukaan kemudian antibodi spesifik ditambahkan pada permukaan
tersebut sehingga terjadi ikatan dengan antigennya, antibodi yang terikat dengan enzim
ditambahkan substansi yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal yang dapat dibaca.
Sampel dengan jumlah antigen yang tidak diketahui dimobilisasai pada suatu permukaan solid
baik spesifik maupun non-spesifik. Setelah antigen dimobilisasi antibodi pendeteksi
ditambahkan membentuk komplek antigen-antibodi. Antibodi pendeteksi juga berikatan
dengan enzim atau dideteksi oleh antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim melalui
biokonjugasi. Diantara tiap tahapan, plate harus dicuci dengan larutan deterjen lembut untuk
membuang kelebihan protein atau antibodi yang tidak terikat. Setelah tahap pencucian terakhir
dalam plate ditambahkan substrat enzimatik untuk memproduksi sinyal visibel yang
menunjukkan kuantitas antigen dalam sampel (Kresna, 2001).
Prinsip ELISA menggunakan indikator enzim mempunyai kelebihan yaitu cukup sensitif,
reagen mempunyai jangka waktu kedaluwarsa yang cukup panjang serta pembacaan atau
reader dapat menggunakan spektrofotometer biasa dan mudah. Teknik ELISA dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu teknik ELISA kompetitif yang menggunakan konjugat antigen-enzim
atau konjugat antibodi-enzim, dan teknik ELISA nonkompetitif yang menggunakan dua
antibodi (primer dan skunder). Pada teknik ELISA nonkompetitif, antibodi sekunder akan
dikonjugasikan dengan enzim yang berfungsi sebagai sinyal. Teknik ELISA nonkompetitif
inilah yang disebut teknik ELISA sandwich (Turgeon, 2014).
Ada tiga macam teknik ELISA yang sering digunakan antara lain : ELISA Direct, ELISA
Indirect dan ELISA Sandwich.
a. ELISA Direct
Merupakan teknik yang paling sederhana dan sering digunakan untuk mendeteksi dan
mengukur konsentrasi antigen pada sampel dengan suatu antibody spesifik (monoklonal) untuk
mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan. Teknik ini memiliki beberapa kelemahan,
yakni immunoreaktifitas antibodi kemungkinan akan berkurang akibat bertaut dengan enzim,
membutuhkan waktu lama dan mahal, tidak fleksibel dalam pemilihan enzim dari antibodi pada
tes yang berbeda, amplifikasi sinyal sedikit. Tetapi memiliki kelebihan, yaitu menggunakan
satu antibodi saja, kemungkinan gagal dapat diminimalisir.
b. ELISA Indirect
Teknik yang sederhana tetapi dikhususkan untuk deteksi atau pengukuran konsentrasi
antibodi. ELISA indirect menggunakan antigen spesifik (monoklonal) dan antibodi sekundar
spesifik bertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antibodi yang diinginkan pada
sampel yang diuji. Beberapa kelemahan teknik ini adalah membutuhkan waktu relatif lama
karena membutuhkan 2 kali waktu inkubasi. Kelebihan teknik ini antara lain: banyak variasi
antibodi sekunder, eimmunoreaktifitas antibodi yang diinginkan tidak terpengaruh oleh tautan
enzim signal ke antibodi sekunder karena penautan dilakukan pada wadah yang berbeda,
tingkat sensitifitas meningkat (Turgeon, 2014).
c. ELISA Sandwich
Teknik ini menggunakan antibodi primer spesifik untuk menangkap antigen yang
diinginkan dan antibodi sekunder tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antigen
dalam sampel. Prinsipnya hampir sama dengan ELISA direct, tetapi larutan antigen yang
didinginkan tidak dimurnikan. Antigen tersebut berinteraksi dengan antibodi primer spesifik
dan antibodi sekunder spesifik tertaut enzim signal. Teknik ini cendrung dikhususkan pada
antigen yang memiliki 2 sisi antigenic (sisi interaksi dengan antibodi) atau antigen yang
bersifat multivalent seperti polisakarida atau protein. Antibodi primer sebagai antibodi
penangkap sedangkan antibodi sekunder sebagai antibodi deteksi. Kelebihan dari teknik
ELISA Sandwich adalah tingkat sensitifitasnya yang relatif lebih karena antigen yang
didinginkan harus berinteraksi dengan dua jenis antibodi, yaitu antibodi penangkap dan
antibodi detector, kemampuan menguji sampel yang tidak murni. Kelemahannya, hanya dapat
diaplikasikan untuk mendeteksi antigen yang bersifat multivalent serta sulit mendapatkan dua
jenis antibodi yang dapat berinteraksi dengan antigen yang sama pada sisi antigenic yang
berbeda (Turgeon, 2014).
Ada tiga tahapan penting dalam uji ELISA yaitu :
1. Pelapisan (coating) dengan antigen atau antibodi pada plate (fase padat).
Pelapisan dengan dengan antigen untuk penentuan antibodi untuk penentuan antigen.
2. Penambahan bahan yang diperiksa.
Contoh : serum, plasma, saliva, dan cairan tubuh yang lain.
3. Penambahan detektor yang berfungsi untuk mendeteksi ikatan Ag – Ab yang terjadi. Ada
dua detektor yang digunakan yaitu :
a. Penambahan konjugat yaitu antigen atau antibodi yang berlabel enzim, misalnya Horse
Radish Peroxidase (HRPO). Alkaline Phosphatase, Urease, Glukose-Oxidase (GOP) dan lain-
lain.
b. Penambahan substrat yang berfungsi memberi perubahan warna pada reaksi.
Misalnya TMB (Tetra Methyl Benzidine, O- Toluidine, OPD, ABTS dsb.
Prinsip Tes HBsAg ELISA
Teknik ELISA antigen langsung menggunakan microwells yang dilapisi dengan
antibodi monoklonal (mab, mouse) terhadap HBsAg. Sampel uji bereaksi bersamaan dengan
mab fase padat dan dengan sebuah antibodi anti-HBs poliklonal dikonjugasikan dengan
horseradish peroxidase. Jika HBs Ag ada dalam sampel, kompleks yang mengandung
peroksidase ditangkap di permukaan microwell (Langkah 1). Setelah inkubasi, konjugat enzim
tak terikat dihilangkan dengan cara mencuci. Larutan substrat ditambahkan (Langkah 2) dan
selama inkubasi lanjutan, warna biru timbul. Setelah pemberhentian reaksi dengan larutan
asam, warna berubah menjadi kuning. Intensitas warna ini, sebanding dengan jumlah HBsAg
dalam spesimen. Penyerapan kontrol dan spesimen ditentukan dengan menggunakan ELISA
READER atau sistem ELISA otomatis (seperti HUMAN's Humareader atau jalur ELISYS).
Hasil untuk sampel pasien diperoleh dengan perbandingan dengan cut off value (nilai batas
ambang negatif).
2. PEMERIKSAAN RAPID DENGUE IgG DAN IgM SEMI KUANTITATIF
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai dengan
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Vektor virus dengue
melalui nyamuk Aedes aegypty, Aedes albopictus dan Aedes polynesiensis (Aryati et al., 2012).
Infeksi virus dengue dibagi menjadi demam yang tidak dapat dibedakan (undifferentiated
fever), Demam Dengue (DD), dan Demam Berdarah Dengue (DBD) (Soegijanto, 2006).
Virus dengue merupakan virus RNA untai tunggal, genus flavivirus, yang terdiri dari
empat serotipe yaitu D1, D2, D3 dan D4, struktur antigen dari keempat serotipe ini sangat mirip
satu dengan yang lain, namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat
memberikan perlindungan silang (Aryati, 20 Deteksi anti dengue IgM sampel tunggal
merupakan cara diagnostik yang paling sering digunakan (Soegijanto, 2006). Keberadaan anti
dengue IgM di pasien infeksi virus dengue menandakan kejadian akut primer (Fry et al., 2011).
Infeksi primer virus Dengue menyebabkan terbentuknya antibodi IgM yang meningkat hingga
kadar yang dapat dideteksi dalam waktu 3 sampai 5 hari sejak adanya demam. Antibodi IgM
pada umumnya menetap selama 30 hingga 90 hari (Yamada et al., 2003). Kebanyakan pasien
penderita infeksi Dengue di daerah endemik mengalami infeksi sekunder, sehingga memiliki
antibodi IgG spesifik dengan kadar yang tinggi sebelum atau bersamaan dengan adanya respon
berupa antibodi IgM. Oleh karena itu deteksi antibodi anti-Dengue spesifik berupa IgM dan
IgG dapat membantu membedakan infeksi primer dan infeksi sekunder.
Alat rapid test IgM/IgG anti-Dengue merupakan tes yang menggunakan kombinasi
partikel berwarna yang dilapisi antigen Dengue untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG dalam
darah lengkap manusia, serum atau plasma. Tes ini terdiri atas dua komponen yaitu komponen
IgM dan komponen IgG. Pada komponen IgM, antibodi berupa anti-IgM manusia dilekatkan
di daerah garis tes 1 (IgM). Selama pengujian, jika antibodi IgM Dengue ada dalam sampel,
maka akan bereaksi dengan partikel yang dilapisi antigen Dengue pada strip tes, komplek ini
selanjutnya akan ditangkap oleh anti-IgM manusia, membentuk garis berwarna pada daerah tes
1 (IgM). Pada komponen IgG, antibodi berupa anti-IgG manusia dilekatkan di daerah garis tes
2 (IgG). Oleh karena itu, jika sampel mengandung antibodi IgM anti-Dengue, garis berwarna
tampak di daerah tes IgM. Jika sampel mengandung antibodi IgG anti-Dengue, garis berwarna
tampak di daerah tes IgG. Jika sampel tidak mengandung antibodi antiDengue, tidak akan
terbentuk garis berwarna di kedua daerah tes dan menandakan hasilnya negatif. Sebagai kontrol
pemeriksaan, garis berwarna selalu berubah dari merah menjadi biru pada derah kontrol, hal
ini menandakan bahwa volume sampel sudah benar dan terjadi migrasi sampel pada membran.
Hasil positif untuk IgM spesifik terhadap virus Dengue bisa mengindikasikan
terjadinya infeksi primer virus Dengue, sedangkan hasil positif untuk IgG spesifik terhadap
virus Dengue bisa mengindikasikan terjadinya infeksi sekunder virus Dengue, dan hasil positif
untuk antibodi IgM dan IgG spesifik terhadap virus Dengue bisa mengindikasikan terjadinya
infeksi sekunder virus Dengue.
Cara Kerja
1) Alat rapid test dibiarkan mencapai suhu kamar kemudian dikeluarkan dari kantung
alumunium dan segera digunakan
2) Alat ditempatkan pada permukaan yang bersih
3) Tambahkan sampel 5 µl untuk serum dan plasma atau 10 µl untuk whole blood ke dalam
sumur sampel (S)
4) Tambahkan 2 tetes buffer (80 µl).
5) Dibaca setelah 10-15 menit.

3. PEMERIKSAAN RAPID HBsAg SEMI KUANTITATIF


Penyakit Hepatitis B adalah peradangan hati yang terjadi karena adanya infeksi dari Virus
Hepatitis B (HBV) dan biasanya menular dari ibu ke anak saat proses kelahiran atau pada anak
usia dini (Selamoglu, 2009). Hepatitis B dapat juga ditularkan melalui pemaparan mukosa
terhadap darah atau cairan tubuh lain yang terinfeksi termasuk cairan semen dan vagina. Gejala
hepatitis B adalah urin yang gelap, penyakit kuning, kelelahan yang berlebihan, mual, muntah,
dan nyeri perut (WHO, 2013). HBV adalah virus yang termasuk dalam keluarga
Hepadnaviridae berbentuk bulat dengan diameter 42 nm (Selamoglu, 2009). Virus ini memiliki
selubung dan nukleokapsid yang berbentuk ikosahedral. Nukleokapsid pada HBV berfungsi
untuk melindungi material genetik berupa rcDNA (relaxed circular DNA) dan DNA
Polimerase. HBV memiliki tiga antigen yang dapat dikenali oleh sistem imun tubuh, yaitu
HBcAg, HBeAg, dan HBsAg (Selamoglu, 2009). Core (HBcAg) merupakan antigen yang
berada di bagian inti HBV, Pre core (HBeAg) merupakan partikel yang disekresikan oleh sel
inang dan merupakan partikel yang infeksius, sedangkan HBsAg adalah antigen yang terletak
pada permukaan selubung HBV (Lunsdorf et al., 2011).
Kehadiran HBsAg dalam serum atau plasma mengindikasikan adanya infeksi aktif dari
Hepatitis B bisa infeksi akut ataupun kronik. Pada infeksi Hepatitis B, HBsAg akan terdeteksi
pada 2 sampai 4 minggu sebelum tingkat ALT menjadi abnormal dan 3 sampai 5 minggu
sebelum timbul gejala klinis. HBsAg memiliki 4 subtipe, yaitu adw, ayw, adr, ayr (Kramvis et
al., 2005). Keberadaan HBsAg dalam serum atau plasma manusia dapat dites secara cepat
dengan metode imunokromatografi. HBsAg dengan konsentrasi 5 ng/ml dapat dideteksi dalam
waktu 10 menit dan bila kadarnya 1 ng/ml diperlukan waktu 15 menit (Diaspot, 2002).
Pemeriksaan rapid HBsAg semi kuantitatif dapat mendeteksi antigen permukaan virus
hepatitis B dalam serum atau plasma manusia secara semi kuantitatif untuk tujuan klinis.
Prinsip pemeriksaan Adanya antibodi spesifik terhadap HBV di dalam sampel akan bereaksi
dengan antigen HBV yang melapisi membran uji dan yang kemudian akan bermigrasi secara
kromatografi di sepanjang membran dan membentuk kompleks antigen-antibodi yang
ditunjukkan dengan terbentuknya garis warna pada membran uji, kemudian apabila terdapat
hasil positif pada alat rapid maka dilanjutkan pemeriksaan lebih lanjut dengan dimasukkan
kedalam alat Conviscope G-20 untuk mendeteksi kadar antibody pada sampel pasien.
Confiscope G20 adalah perangkat portabel untuk pembacaan dan interpretasi otomatis dari tes
cepat imunokromatografi GenBody.
Untuk pemeriksaan semikuantitatif yang paling praktis dan murah adalah RPHA, namun
akhir - akhir ini banyak digunakan kit dengan hasil lebih cepat seperti dipstick atau
imunokromatografi dengan kepekaan yang hampir sama dengan RPHA (Friedman et al.,
2003). Tes paling sederhana dan paling banyak digunakan untuk deteksi kualitatif atau semi-
kuantitatif antigen/antibodi HBV atau antibodi HCV adalah lateral-flow immunoassays
(Koczula et al., 2016). Setelah dimuat pada absorbent pad, sampel yang dianalisis bergerak
melalui zona polimer strip yang berbeda di mana molekul yang dapat berinteraksi dengan
antigen atau antibodi yang dicari telah terlampir. Pembacaan paling umum yaitu muncul garis
dengan intensitas yang berbeda, Garis uji positif menunjukkan adanya antigen atau antibodi,
sedangkan garis control menegaskan migrasi cairan yang tepat melalui strip dengan volume
yang cukup. Keuntungan utama dari lateral-flow immunoassays RDT adalah prosedur
pengujian yang sangat cepat, dengan hasil umumnya tersedia dalam waktu kurang dari 20
menit. Meskipun banyak cairan tubuh yang dapat digunakan termasuk whole blood, serum,
plasma, cairan oral, urin, eksudat atau feses namun hanya kapiler whole blood dan cairan oral
yang dapat diterima untuk penggunaan dengan POC test.
Keterbatasan rapid test semi kuantitatif adalah hanya dapat digunakan pada diagnosis in
vitro, menggunakan specimen serum ataupun plasma. Tes ini juga tidak dapat mendeteksi
kadar anti HBs kurang dari 10mIU/ ml karena pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan semi
kuantitatif yang hasilnya dari tiap pengenceran adalah berupa estimasi nilai. Beberapa referensi
menyatakan bahwa batas nilai proteksi anti-HBs adalah 10mIU/ml, tetapi beberapa
laboratorium punya nilai yang lebih tinggi yakni di atas 24mIU/ml. Hal ini berkaitan dengan
perbedaan jenis alat dan reagen, meski pada penatalaksanaan klinis akan memiliki interpretasi
dan tata laksana yang berbeda pula.
DAFTAR PUSTAKA
Aryati. 2010. Manfaat tes dengue stick IgM dan IgG pada Demam Berdarah. Surabaya:
Clinical Pathology and Medical Laboratory.
Aryati., Wardhani, P., Yohan, B., Aksono, E.B., Sasmono, R.T.. 2012. Distribusi Serotipe
Dengue di Surabaya Tahun 2012. Indonesian Journal.
Friedman, S., Grendell, J., McQuaid, K.. 2003. Current diagnosis and treatment in
gastroenterology. Edisi ke-2. London: McGraw-Hill.
Fry, S.R., Meyer, M., Semple, M.G., Simmons, C.P., Sekaran, S.D., Huang, J.X.. 2011. The
diagnostic sensitivity of dengue rapid test assays is significantly enhanced by using a
combined antigen and antibody testing approach. PLOS Neglected Tropical Disease 2011;
5 (6): 1–7.
Koczula, K.M., Gallotta, A.. 2016. Lateral flow assays. Essays Biochem. 2016;60:111–120.

Kramvis, A., Kew, M., Francois, G.. 2005. Hepatitis B Virus Genotypes. Vaccine Reviews
23: 2409 – 2423.
Soegijanto, S. 2006. Bahaya yang mengintai endemisitas DBD di Indonesia. Surabaya:
Airlangga University Press.
Turgeon, M.L.. 2005. Clinical Hematology : Theory and Procedures. 4th ed. Philadelpia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Yamada, K.. 2003. Antibody responses determined for Japanese dengue fever patients by
neutralization and hemagglutination inhibition assays demonstrate cross-reactivity
between dengue and Japanese encephalitis viruses. Clin Diagn Lab Immunol. 10(4): 725-
728.

Anda mungkin juga menyukai