Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

IMUNOSEROLOGI II
”ELISA”

OLEH;

NAMA : SITTI FATIMA


NIM : B1D119054
KELAS : 2019 B

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS FARMASI, TEKNOLOGI RUMAH SAKIT DAN
INFORMATIKA
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu usaha pencegahan dan penanggulangan infeksi A.
hydrophila selama ini dilakukan dengan identifikasi bakteri menggunakan uji
biokimia yang relatif membutuhkan waktu lama, dan akhir-akhir ini deteksi
bakteri menggunakan metode molekuler telah dilakukan. Dalam rangka usaha
pencegahan dan pengendalian A. hydrophila, selain mendeteksi bakteri
penyebab infeksi, deteksi antibodi anti A. hydrophila perlu dikembangkan
mengingat deteksi antibodi dapat digunakan sebagai uji skrining, diagnosa
banding, dan konfirmasi infeksi A. hydrophila dan sekaligus dapat
dimanfaatkan untuk mengukur efektivitas tindakan vaksinasi yang kini
digalakkan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dikembangkan
metode deteksi dan sekaligus merancang alat deteksi cepat antibodi anti A.
hydrophila pada ikan mas yang sensitif sekaligus diketahui hasilnya dengan
cepat (Mufidah, dkk 2015).
ELISA merupakan salah satu metode yang selama ini banyak
digunakan untuk deteksi antibodi berdasarkan prinsip ikatan antigen-antibodi
spesifik. Aplikasi metode ini digunakan untuk skrining maupun konfirmasi
diagnosa suatu penyakit, akan tetapi pada kondisi tertentu uji ELISA terkadang
tidak bisa dilakukan, hal tersebut dapat terjadi misalnya pada keperluan deteksi
segera di lokasi kejadian penyakit, keterbatasan peralatan laboratorium,
ketidaktersediaan bahan kimia, maupun tidak adanya tenaga laboratorium yang
memiliki keahlian menjalankan tes dan perlunya hasil tes untuk segera
diketahui. Untuk itu, selain pengembangan metode ELISA untuk deteksi
antibodi anti A. hydrophila perlu juga dirancang alat diagnostik yang bisa
digunakan untuk kondisi tersebut. Pengembangan tes diagnostik berdasarkan
modifikasi prinsip ELISA dilakukan agar memungkinkan uji serologis dengan
aplikasi yang mudah, cepat, tidak memerlukan fasilitas laboratorium yang
lengkap, dan masih memungkinkan untuk dikembangkan menjadi uji serologi
cepat, dan bersifat multi diseases-multi species. Salah satu uji yang layak
dikembangkan untuk memenuhi keperluan di atas adalah dengan menggunakan
imunostik. Uji ini biasa disebut uji cepat imunostik atau FELISA (field ELISA)
yang mempunyai prinsip uji yang sama dengan ELISA yang dimodifikasi
(Mufidah, dkk 2015).
Pada akhirnya metode ELISA dan imunostik akan saling melengkapi
untuk mendeteksi antibodi anti A. hydrophila pada ikan mas. Beberapa aplikasi
dan penelitian mengenai uji cepat imunostik yang ada saat ini adalah imunostik
untuk diagnosis cepat schisto- somiasis, leptospirosis pada susu (Linnode
bulletin, Ireland), toksoplasmosis diagnosis pada kasus rheumatoid arthritis
serta imunostik dalam keamanan pangan yaitu mendeteksi daging ikan kerapu
(grouper) yang sering dipalsukan karena bernilai ekonomis tinggi di pasaran.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengembangkan metode ELISA dan membuat alat deteksi cepat imunostik
untuk mendeteksi antibodi anti A. hydrophila pada ikan mas (Mufidah, dkk
2015).
Metode ELISA didasarkan pada kerja immunologi yang dikombinasi
dengan reaksi enzimatik, reaksi immunologi dalam sistem ELISA adalah
adanya ikatan antigen-antibodi atau sebaliknya. Reaksi enzimatik antara enzim
dan reaktan digunakan untuk menandakan adanya reaksi yang kemudian dapat
diukur secara kualitatif berdasarkan pada perubahan warna dalam sistem.
Keunggulan metode ini adalah reaksinya yang cepat dan relatif murah jika
dibandingkan dengan metode molekuler lainnya. Berdasarkan sistem kerja
dalam reaksinya ELISA terbagi menjadi tiga kelompok yaitu Direct Elisa,
Indirect ELISA dan Sandwich ELISA. Pengelompokkan tersebut didasarkan
pada kompetisi atau inhibisi dari ELISA. Direct ELISA adalah salah satu jenis
ELISA yang paling sederhana dalam reaksinya. Jenis ELISA ini hanya
membutuhkan antigen, antibodi, enzim dan substrat (Rohima dan Nurminabari,
2018).
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana cara menganalisis dan mengaplikasikan ELISA?
C. TUJUAN
Untuk menganalisis dan mengaplikasikan ELISA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam beberapa dekade terakhir, keberadaan bakteri patogen dalam
bahan makanan yang terkontaminasi telah terdeteksi menggunakan teknik analitik
seperti penghitungan koloni tipikal, polimerase berbasis genetik reaksi berantai
(PCR) dan metode berbasis immunoassay seperti uji immunosorbent terkait-enzim
(ELISA) terkait-enzim dan uji imunokromatografi berbasis aliran lateral (ICA).
Namun, pendekatan ini memiliki kelemahan yang signifikan terutama dalam
identifikasi awal mikroorganisme yang terkontaminasi karena memakan waktu
(mis., Satu hingga beberapa hari), tidak terlalu sensitif, dan melibatkan banyak
langkah yang melelahkan. Selain itu, penting bahwa sebagian besar metode saat
ini yang disebutkan di atas biasanya membutuhkan waktu budidaya yang lebih
lama sehingga jumlah bakteri cukup untuk dapat dideteksi oleh metode analitis.
Di sini kami mengembangkan metode analitik yang sensitif dan mudah digunakan
yang akan menghindari kelemahan teknis saat ini dan dapat diimplementasikan
untuk pengujian rutin (Il-Hoon dan Irudayaraj, 2015).
Kami mengusulkan immunoassay baru yang berjudul ‘in-situ immuno-
gold jaringan nanopartikel ELISA 'dikombinasikan dengan pemisahan immuno-
magnetik untuk memajukan status teknik ELISA heterogen untuk deteksi bakteri.
Untuk meningkatkan kinerja analitisnya dalam deteksi langsung patogen dalam
matriks makanan, kami menggunakan nanopartikel magnetik dan emas yang
keduanya digabungkan dengan antibodi spesifik terhadap bakteri target. Dengan
menggunakan komponen magnetik dari skema penginderaan, konsentrasi
immuno-magnetik (IMC) pertama kali dilakukan untuk memisahkan dan
mengkonsentrasikan bakteri target yang tersuspensi baik dalam buffer atau dalam
makanan cair. Selanjutnya, partikel nano emas berukuran 30 nm difungsikan
dengan antibodi sekunder untuk mengenali dan mengikat target komplementer
pada permukaan sel untuk membentuk struktur jaringan yang dapat tumbuh
seiring waktu untuk meningkatkan sinyal dalam struktur jaringan. Kami berharap
pendekatan ELISA kami yang baru dan disempurnakan berdasarkan perakitan
nanopartikel bersama dengan pendekatan IMC dapat mendeteksi pathogen dengan
cepat dan pada tingkat sensitivitas yang sangat tinggi tanpa perlu enugasi dalam
sampel makanan nyata (Il-Hoon dan Irudayaraj, 2015).
Deteksi untuk toksoplasmosis biasanya menggunakan metode serologis,
seperti Dye Test (DT), Modified Aglutination Test (MAT), Enimyme-Linked
Immunosorbent Assay (ELISA), uji aglutinasi imunosorben (ISAGA), Uji
Antibodi Fluoresen Tidak Langsung (IFAT) dan Tes Tidak Langsung
Haemagglutination Assays (IHA) untuk mendeteksi antibodi Tg.
Mendemonstrasikan parasit dalam jaringan dapat dilakukan dengan kultur parasit
(in vivo dan in vitro) dan deteksi asam nukleat spesifik menggunakan metode
penyelidikan DNA, PCR dan L-AMP. Enzyme-Linked Immunosorbent Assays
(ELISA) adalah metode yang lebih mudah populer dan tersedia secara komersial
untuk deteksi klinis toksoplasmosis. Kit ELISA komersial menggunakan antigen
dari tachyzoit asli yang tumbuh pada tikus atau kultur jaringan dan mungkin
mengandung berbagai jumlah bahan ekstraparasit. Keterbatasan antigen
tachyzoite untuk tes serologis dapat menjadi masalah serius, antigen lain harus
menjadi tes alternatif, seperti menggunakan pemurnian antigen rekombinan yang
diekspresikan oleh tachyzoite dan bradyzoite. Namun, seluruh tes antigen asli
tachyzoite sulit untuk dibakukan dan dalam beberapa kasus menghasilkan reaksi
positif palsu. Tachyzoites bukan satu-satunya komponen yang dapat mengaktifkan
respon imun untuk menghasilkan antibodi, ekspresi antigen yang diekskresikan
dari bradyzoit dapat menginduksi produksi antibodi. dan IgG Tg spesifik selalu
ada dalam masa inang yang terinfeksi (Muflikhah dan Artama, 2017). 002
Program monitoring pada petemakan yang umum dilakukan adalah
dengan iiji serologi Rapid Serum Agglutination (RSA) dengan antigen berwama.
Uji ini cukup cepat, praktis, murah, dan efisien, tetapi uji ini dapat memberikan
reaksi non spesifik dan reaksi silang dengan Mycoplasma lain. Hasil
pembacaannya bersifat subyektif dan tidak ada standar intemasional untuk
interpretasi uji ini. Pengujian dengan metode lain yang lebih spesifik dan sensitif
perlu dilakukan untuk konfinnasi uji RSA yaitu dengan Enzyme-Linked
Immunosorbent Assay (ELISA). ELISA telah banyak digunakan di petemakan
unggas untuk xiji screening terhadap Mycoplasma baik karena infeksi atau
vaksinasi (Rachmawati, dkk 2018).
ELISA merupakan uji serologi yang digunakan sebagai konfirmasi uji
RSA dan bersifat kualitatif maupun kuantitatif Teknik ELISA yang digunakan
untuk mendeteksi antibodi memerlukan antigen untuk coating. Jenis antigen M.
gallisepticum yang digunakan untuk teknik ELISA dipreparasi dengan berbagai
cara dan menggunakan bahan kimia yang berbeda. Antigen tersebut diantaranya
menggunakan antigen rekombinan, yang dipreparasi dengan bahan kimia seperti
sodium dodecyl sulfate (SDS), Tween 20, Triton,carbonat bicarbonat, dan boric
acid. Preparasi antigen memerlukan teknik yang cukup sulit dan biaya yang cukup
mahal. Oleh karena itu dalam penelitian ini dikembangkan teknik ELISA dengan
menggunakan soluble antigen sebagai coating antigen yang dipreparasi dengan
metode yang lebih sederhana yaitu dengan freeze-thawing. Metode freeze-thawing
adalah salah satu cara melisiskan sei untuk pemumian protein. Cara freeze-
thawing ini dapat dilakukan dengan menggunakan nitrogen cair. Tujuan dalam
penelitian ini adalah mengembangkan kit ELISA untuk deteksi antibodi terhadap
M. gallisepticum menggunakan antigen yang dipreparasi denganfreeze-thawing
(Rachmawati, dkk 2018).
Diagnosis pada tuberkulosis didasarkan pada identifikasi agen
penyebab, uji serologi, dan pengujian yang berbasis respons imun seluler.
Isolasi dan identifikasi MAP dari sampel feses atau jaringan merupakan
metode yang paling spesifik dan sebagai uji gold standard untuk deteksi
paratuberculosis. Walaupun sebagai gold standard, metode kultur
memerlukan waktu yang cukup lama (8-16 minggu) dan media khusus
untuk memperoleh hasilnya. Uji serologi yang umum digunakan adalah
enzyme-linked immuno- sorbent assay (ELISA), complement fixation test
(CFT), dan agar gel immunodiffusion (AGID) (Adji, dkk 2015). 004
Antigen protoplasmik (PPA) atau antigen ekstrak seluler dan
lipoarabinomannan (LAM) sampai saat ini merupakan antigen utama yang
digunakan untuk uji serologi paratuberkulosis, terutama ELISA. Senyawa
PPA yang digunakan berasal dari Mycobacterium strain 18
(Mycobacterium avium serovar 2) atau MAP strain 316. Perbedaan isolat
atau strain dan metode ekstraksi, menyebabkan perbedaan sensitifitas dan
spesifitasnya. Senyawa PPAMAP isolat lapang kemungkinan juga
mempunyai komponen protein antigenik yang berbeda dengan
Mycobacterium strain 18 atau MAP strain lain. Pemanfaatan antigen dari
isolat lapang untuk pengembangan ELISA kemungkinan dapat
menghasilkan sensitifitas dan spesifitas yang lebih tinggi (Adji, dkk 2015).
004
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum yaitu :
a. Mikropipet
b. ELISA Reader
c. Well-Plate
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu :
Serum Darah

B. PROSEDUR KERJA
a. Preparasi Sampel
Serum: Simpanlah sampel serum pada suhu ruangan selama 10-20
Menit, kemudian sentrifugasi dengan kecepatan 2000-3000 rpm selama 20
Menit.
b. Preparasi Reagen
1) Keluarkan reagen dari dos KIT, kemudian simpanlah reagen pada suhu
ruangan
2) Standard: Standar yang akan dianalisis diduplo dengan larutan standar
sebagai berikut:
c. Prosedur Kerja
1) Tambahkan 50μl larutan standar pada well-plate
2) Tambahkan 40μl sampel pada well sampel, kemudian 10μl antibody
anti-IL-8, 50μl streptavidin-HRP (Tidak ditambahkan pada well blank).
Mix dan inkubasi selama 60 menit pada suhu 37°C
3) Cucilah well-plate dengan wash buffer, aspirasi selama 5 kali dan
keringkan dengan tisue
4) Tambahkan 50μl substrate solution A pada tiap well dan tambahkan
substrate solution B pada tiap well. Tutup well dengan seal kemudian
inkubasi selama 10 menit dengan suhu 37°C dalam kondisi gelap
5) Tambahkan 50μl Stop Solution pada tiap well, perubahan warna biru
menjadi kuning akan Nampak pada well
6) Ukurlah optical density (OD value) pada well sesegera mungkin,
dengan 450 nm setelah 30 menit penambahan stop solution
Gambar 1. Standar dan sampel pada well plate

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel hasil pembacaan ELISA

2. Tabel hasil pembacaan ELISA


3. Hasil interpretasi data

B. PEMBAHASAN
Pada praktikum menganalisis dan mengaplikasikan ELISA. ELISA
(Enzyme-linked immunosorbent assay) atau 'penetapan kadar imunosorben
taut-enzim' merupakan uji serologis yang umum digunakan di berbagai
laboratorium imunologi. Uji ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik
pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang
cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan
Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di
dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor (reporter
label).
Umumnya ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu competitive
assay yang menggunakan konjugat antigen–enzim atau konjugat antobodi–
enzim, dan non-competitive assay yang menggunakan dua antibodi. Pada
ELISA non-competitive assay, antibodi kedua akan dikonjugasikan dengan
enzim sebagai indikator. Teknik kedua ini sering kali disebut sebagai
"Sandwich" ELISA.
Uji ini memiliki beberapa kerugian, salah satu di antaranya adalah
kemungkinan yang besar terjadinya hasil false positive karena adanya reaksi
silang antara antigen yang satu dengan antigen lain. Hasil berupa false negative
dapat terjadi apabila uji ini dilakukan pada window period, yaitu waktu
pembentukan antibodi terhadap suatu virus baru dimulai sehingga jumlah
antibodi tersebut masih sedikit dan kemungkinan tidak dapat terdeteksi.
Terdapat beberapa jenis teknik ELISA, yaitu Indirect ELISA, Direct
ELISA, ELISA Sandwich, ELISA Multiplex dan 2 ELISA Biotin Streptavidin.
Dalam penggunaan sehari-hari ELISA bisa digunakan unruk melabel suatu
antigen atau mengetahui antibody yang ada dalam tubuh. Apabila kita ingin
mengetahui antigen apa yang ada di dalam tubuh, maka yang diendapkan
adalah antibodynya, begitu pula sebaliknya.
Pada praktikum ini menggunakan uji ELISA Sandwich. Uji ELISA
Sandwich adalah Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibody primer
spesifik untuk menangkap antigen yang diinginkan dan antibody sekunder
tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan.
Pada dasarnya, prinsip kerja dari ELISA sandwich mirip dengan ELISA direct,
hanya saja pada ELISA sandwich, larutan antigen yang diinginkan tidak perlu
dipurifikasi. Namun, karena antigen yang diinginkan tersebut harus dapat
berinteraksi dengan antibody primer spesifik dan antibody sekunder spesifik
tertaut enzim signal, maka teknik  ELISA sandwich ini cenderung dikhususkan
pada antigen memiliki minimal 2 sisi antigenic (sisi interaksi dengan antibodi)
atau antigen yang bersifat multivalent seperti polisakarida atau protein. Pada
ELISA sandwich, antibody primer seringkali disebut sebagai antibody
penangkap, sedangkan antibody sekunder seringkali disebut sebagai antibody
penangkap, sedagkan antibody sekunder seringkali disebut sebagai antibody
deteksi.
Untuk melakukan teknik "Sandwich" ELISA ini, diperlukan beberapa
tahap yang meliputi:
1. Well dilapisi atau ditempeli antigen.
2. Sampel (antibodi) yang ingin diuji ditambahkan.
3. Ditambahkan antibodi kedua yang dikonjugasikan dengan enzim tertentu
seperti peroksidase alkali. Antibodi kedua ini akan menempel pada
antibodi sampel sebelumnya.
4. Dimasukkan substrat enzim yang dapat menimbulkan warna tertentu saat
bereaksi.
5. Intensitas warna campuran diukur dengan spektrofotometer yang disebut
ELISA reader hingga mendapatkan hasil berupa densitas optis (OD).
Dengan menghitung rata-rata kontrol negatif yang digunakan, didapatkan
nilai cut-off untuk menentukan hasil positif-negatif suatu sampel. Hasil
OD yang berada di bawah nilai cut-off merupakan hasil negatif, dan
demikian juga sebaliknya.
Kelebihan teknik ELISA sandwich ini pada dasarnya berada pada
tingkat sensitivitasnya yang relatif lebih tinggi karena antigen yang diinginkan
harus dapat berinteraksi dengan dua jenis antibody, yaitu antibody penangkap
dan antibody detector, kemampuannya menguji sampel yang tidak murni, dan
mampu mengikat secara selektif antigen yang dikehendaki. Tanpa lapisan
pertama antibodi penangkap, semua jenis protein pada sampel (termasuk
protein serum) dapat diserap secara kompetitif oleh permukaan lempeng,
menurunkan kuantitas antigen yang terimobilisasi.
Namun demikian, teknik ELISA sandwich ini juga memiliki
kelemahan, yaitu teknik ini hanya dapat diaplikasikan untuk medeteksi antigen
yang bersifat multivalent serta sulitnya mencari dua jenis antibody yang dapat
berinteraksi antigen yang sama pada sisi antigenic yang berbeda (epitopnya
harus berbeda).
Fungsi dari test ELISA yaitu bukan hanya untuk mengetahui
keberadaan suatu antigen dengan antibodi tetapi juga untuk mengukur kadar
antigen atau antibodi tersebut dengan menggunakan alat spektrofotometer.
Spektrofotometer adalah sebuah alat yang dapat mengukur jumlah dari cahaya
yang menembus sumuran dari microplate. Kompleks antigen-antibodi 3 yang
terjadi pada well mcroplate dan setelah pemberian substrat, enzim yang terikat
pada antibody ke dua pada kompleks antigen-antibodi yang terbentuk akan
memberikan perubahan warna pada cairan tersebut, sehingga akan memberikan
optical density yang berbeda. Optical density dapat dinyatakan meningkat atau
menurun berdasarkan pengenceran material standart, sehingga akan
menghasilkan kurva dose-response yang nantinya akan digunakan untuk
mengestimasi kadar protein tersebut.
Kemudian praktikum ini menggunakan serum darah. Di dalam plasma
darah ada 3 fraksi protein yaitu: - Albumin; Globulin dan Fibrinogen. Serum
darah adalah plasma tanpa fibrinogen, sel dan faktor koagulasi lainnya.
Konsentrasi serum protein dapat digunakan untuk mengukur status protein.
Penggunaan pengukuran status protein ini didasarkan pada asumsi bahwa
penurunan serum protein disebabkan oleh penurunan produksi dalam hati.
Penentuan serum protein dalam tubuh meliputi: albumin, transferrin,
prealbumin (yang dikenal juga dengan trasthyeritin dan thyroxine-binding
prealbumin-TBPA), retinol binding protein (RBP), insulin-Like growth factor-
1 dan fibronectin.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan pengamatan tersebut dapat di simpulkan bahwa uji
ELISA menggunakan uji jenis ELISA Sandwich dengan prinsip adalah teknik
yang menggabungkan spesifisitas antibodi dengan sensitivitas uji enzim secara
sederhana, dengan menggunakan antibodi atau antigen yang digabungkan ke
suatu enzim yang mudah diuji. Dari praktikum diatas memperoleh hasil yaitu:
 S1 = 2,17 . 6101 ng/mL
 S2 = 200 . 4374 ng/mL
 S3 = 2,7 . 6101 ng/mL
B. SARAN
Disarankan agar praktikan selalu menggunakan APD (Alat Pelindung
Diri) yang lengkap pada saat melakukan praktikum, dan lebih teliti pada saat
melakukan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Adji, dkk (2015). Pengembangan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay


Paratuberkulosis Dengan Antigen Protoplasmik Mycobacterium Avium
Subspecies Paratuberculosis Isolat Lapang. Vol. 16, No. 2. Hal (160).
Il-Hoon dan Irudayaraj, (2015). In-Situ Immuno-Gold Nanoparticle
Network Elisa Biosensors For Pathogen Detection. Vol. 16, No. 4.
Hal (70).

Mufidah, dkk. (2015). Pengembangan Metode Elisa Dan Teknik Deteksi Cepat
Dengan Imunostik Terhadap Antibodi Anti Aeromonas Hydrophila Pada
Ikan Mas (Cyprinid Carpio). Vol. 10, No. 4. Hal (554).
Muflikhah dan Artama, (2017). An Evaluation Study Of Enzyme-Linked
Immunosorbent Assay (Elisa) Using Recombinant Protein Gra1 For
Detection Of Igg Antibodies Againts Toxoplasma Gondii Infections.
Vol. 6, No. 5. Hal (106).
Rachmawati, dkk (2018). Penggunaan Antigen Mycoplasma Gallisepticum
Freeze-Thawing Dalam Teknik Enzyme-Linked Immunosorbent Assay.
Vol. 36, No. 2. Hal (152).
Rohima dan Nurminabari, (2018). Identifikasi Protein Hewani Pada Produk
Bumbu Instan Dengan Metode Elisa (Enzyme Linked Immunosorbent
Assay). Vol. 5, No. 3. Hal (169).
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai