Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Biokimia merupakan cabang ilmu dari biologi yang cakupan bahasannya meliputi
berbagai komponen yang ada didalam tubuh makhluk hidup beserta reaksi kimianya. Salah
satu komponen yang ada dalam tubuh makhluk hidup adalah darah.
Darah adalah komponen yang sangat penting bagi makhluk hidup, karena mempunyai
peran yang banyak, terutama dalam pengangkutan zat-zat yang penting untuk metabolisme
tubuh. Darah yang menyuplai jaringan dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme
dan mengandung berbagai bahan penyusun sistim imun yang bertujuan untuk
mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Di dalam darah terdapat heme yang berperan
penting dalam menjalankan tugasnya sebagai zat angkut oksigen dan nutrisi.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas yang berhubungan dengan darah dan fungsinya
sebagai komponen pengantar oksigen dan zat nutrisi lain maka kami merasa tertarik untuk
mengangkat masalah tersebut yang kemudian kami tuangkan dalam bentuk makalah dengan
judul “Darah dan Heme”.

C. TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Biokimia.
2. Untuk mengetahui macam-macam sel darah, sifat fisik dan peranannya
3. Untuk mengetahui pembentukan heme
a. Struktur porfirin, sifat dan contoh zat
b. Biosintesis porfirin, pembentukan heme dan Hb
4. Untuk mengetahui katabolisme Heme
a. Katabolisme Hb
b. Ikterus
5. Untuk mengetahui porfirin (Penyakit gangguan metabolisme porfirin)
6. Untuk mengetahui proses pembekuan darah
7. Untuk mengetahui gangguan Pembekuan darah
BAB II
PEMBAHASAN
A. DARAH DAN HEME
1. Macam-macam sel darah, sifat fisik dan peranannya
Macam-macam sel darah ada 3, yaitu:
a. Sel darah merah
Sel darah merah (eritrosit) atau Red Blood Cell adalah sel darah yang
paling banyak dan fungsinya untuk mengangkut oksigen ke jaringan tubuh
lewat darah. Bagian dari eritrosit terdiri dari hemoglobin yaitu sebuah
biomolekul yang dapat mengikat oksigen.
Kepingan eritrosit pada manusia memiliki diameter sekitar 6-8 µm dan
ketebalan 2 µm, lebih kecil dari sel-sel lainnya yang terdapat dalam tubuh
manusia. Eritrosit normal memiliki volum sekitar 9fL dan sekitar sepertiga
dari volum diisi oleh hemoglobin, dimana setiap molekul membawa 4 gugus
heme.
Orang dewasa memiliki 2-3 x 1013 eritrosit setiap waktu (wanita
memiliki 4-5 juta eritrosit per mikroliter darah dan pria memiliki 5-6 juta).
Sedangkan orang yang tinggal di dataran tinggi yang memiliki kadar oksigen
yang rendah maka cenderung untuk memiliki sel darah merah yang lebih
banyak. Eritrosit terkandung di dalam darah dalam jumlah yang tinggi
dibandingkan dengan partikel darah yang lain.
Hemoglobin dalam eritrosit mempunyai peran untuk mengantarkan
lebih dari 98 persen oksigen ke seluruh tubuh. Eritrosit dalam tubuh
menyimpan sekitar 2,5 gram besi, mewakili sekitar 65 persen kandungan besi
di dalam tubuh.
Proses dimana eritrosit diproduksi dinamakan eritropoesis. Secara terus
menerus eritrosit diproduksi di sumsum tulang, dengan laju produksi sekitar 2
juta eritrosit per detik. Produksi dapat distimulasi oleh hormone eritropoetin
(EPO) yang disintesa oleh ginjal. Hormon ini sering digunakan dalam aktifitas
olahraga sebagai doping. Saat sebelum dan sesudah meninggalkan sumsum
tulang belakang, sel yang berkembang ini dinamakan retikulosit dan
jumlahnya sekitar 1 persen dari seluruh darah yang beredar. Eritrosit
dikembangkan dari sel punca melalui retikulosit untuk mendewasakan eritrosit
dalam waktu sekitar 7 hari dan eritrosit dewasa akan hidup selama 100-120
hari.

b. Sel darah Putih


Sel darah putih (leukosit) atau White Blood Cell adlah sel yang
membentuk komponen darah. Leukosit ini berfungsi untuk membantu tubuh
melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari system kekebalan
tubuh. Leukosit tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara
amoebeid, dan dapat menembus dinding kapiler. Dalam keadaan normalnya
terkandung 4×109 hingga 11×109 leukosit di dalam seliter darah manusia
dewasa yang sehat sekitar 7000-25000sel per tetes. Dalam setiap millimeter
kubik darah terdapat 6000 sampai 10000 (rata-rata 8000) leukosit. Dalam
kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 5000 sel per tetes.
Di dalam tubuh, leukosit tidak berasosiasi secara ketat dengan organ
atau jaringan tertentu, mereka bekerja secara bebas dan berinteraksi dengan
menangkap serpihan seluler, partikel asing atau mikroorganisme penyusup.
Selain itu, leukosit tidak membelah diri atau bereproduksi dengan cara
mereka sendiri melainkan mereka adalah produk dari sel puca hematopoietic
pluripoten yang ada pada sumsum tulang.
Ada beberapa jenis leukosit di darah yang disebut granulosit atau sel
polimorfonuklear yaitu:
– Basofil terutama bertanggung jawab untuk memberi reaksi
alergi dan antigen dengan jalan mengeluarkan histamine kimia
yang menyebabkan peradangan.
– Eosinofil terutama berhubungan dengan infeksi parasit, dengan
demikian meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit.
– Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap
infeksi bakteri serta proses peradangan kecil lainnya, serta
biasanya juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap
infeksi bakteri. Aktifitas dan matinya neutrofil dalam jumlah
banyak menyebabkan adanya nanah (pus).

Dan dua jenis lain tanpa granula dalam sitoplasma yaitu :


– Limfosit lebih umum dalam system limfa. Darah mempunyai 3
jenis limfosit yaitu
1. Sel B yang berfungsi membuat antibody yang mengikat
pathogen lalu menghancurkannya.
2. Sel T CD4+ (pembantu) berfungsi mengkoordinir tanggapan
ketahanan (yang bertahan dalam infeksi HIV) serta penting
untuk menahan bakteri intraselular. CD8+ (sitotoksik) dapat
membunuh sel yang terinfeksi virus.
3. Sel Natural Killer dapat membunuh sel tubuh yang tidak
menunjukan sinyal bahwa dia tidak boleh dibunuh karena telah
terinfeksi virus atau telah menjadi kanker.

– Monosit
Monosit membagi fungsi pembersih (fagositosis) dari neutrofil,
tetapi lebih jauh dia hidup dengan tugas tambahan yaitu
memberikan potongan pathogen kepada sel T sehingga pathogen
dapat dihafal dan dibunuh, atau dapat membuat tanggapan antibody
untuk menjaga. Monosit juga dikenal sebgai makrogaf setelah dia
meninggalkan aliran darah serta masuk ke dalam jaringan

c. Keping darah adalah sel yang tidak mempunyai nucleus pada DNA-nya
dengan bentuk tidak beraturan dan ukuran diameter 2-3 µm yang merupakan
fragmentasi dari megakariosit. Keping darah (trombosit) tersirkulasi dalam
darah dan terlibat dalam mekanisme hemostatis tingkat sel dalam proses
pembekuan darah dengan membentuk darah beku. Rasio plasma keping darah
normal berkisar antara 200.000-300.000 keping/mm3, nilai dibawah rentang
tersebut dapat menyebabkan perdarahan, sedangkan nilai diatas rentang
tersebut dapat meningkatkan resiko trombositosis. Trombosit memiliki bentuk
yang tidak teratur, tidak berwarna, tidak berinti, berukuran lebih kecil dari
eritrosit dan leukosit dan mudah pecah bila tersentuh benda kasar.
2. Pembentukan heme
a. Struktur porfirin, sifat dan contoh zat
Porfirin adalah suatu senyawa yang mengandung 4 cincin pirol, suatu
cincin segi lima yang terdiri dari 4 atom karbon dengan atom nitrogen pada
satu sudut. Empat atom nitrogen di tengah molekul porfirin dapat mengikat
ion logam seperti magnesium, besi, seng, nikel, kobal, tembaga dan perak.
Tiap-tiap logam yang diikat akan memberkan sifat yang berbeda-beda. Jika
logam yang diikat di pusat adalah besi, maka komplek porfirin disebut
ferroporfirin atau heme. Empat gugus heme ini dapat bergabung menyusun
hemoglobin, yang berfungsi mengikat oksigen.
Struktur porfirin yaitu C20H14N4 menyingkat rumus porfirin dengan
menghhilangkan jembatan metenil dan setiap cincin pirol yang diperlihatkan
sebagai tanda kurung dengan 8 tanda subtituen.
Sifat dari porfirin adalah atom nitrogennya mampu mengikat ion
logam. Contohnya: Porfirin+Fe2=heme, Porfirin+Mg2=klorofil.

b. Biosintesis porfirin, pembentukan heme dan Hb


– Biosintesis porfirin
Porfirin terjadi karena adanya ikatan senyawa yang mengandung 4
cincin pirol yang terdiri dari 4 atom karbon dengan atom nitrogen pada
satu sudut.
– Pembentukan Heme
Heme adalah gugus prostetik yang terdiri dari atom besi yang terdapat
di tengah-tengah cincin organic heterosiklik yang luas yang disebut
porfirin. Tidak semua porfirin mengandung besi, tapi fraksi metalloprotein
yang mengandung porfirin memiliki heme sebagai hemoprotein.
– Pembentukan Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein yang mengandung zat besi (metalloprotein)
di dalam darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari
paru-paru ke seluruh tubuh. Molekul hemoglobin terdiri dari globin,
apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organic dengan satu
atom besi. Adapun proses pembentukannya berlangsung beberapa tahap
dan dapat diikhtisarkan sebagai berikut:

1. 2suksinil –KoA + 2glisin membentuk senyawa pirol.


2. 4 pirol akan membentuk senyawa protoporfirin IX
3. Protoporfirin IX + Fe2+ membentuk senyawa Hem
4. 4Hem + Polipeptida membentuk Rantai Hemoglobin (α dan β)
5. Rantai 2α + Rantai 2β membentuk hemoglobin A

3. Katabolisme Heme
a. Katabolisme Hb
Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin. Bagian protein globin
diurai menjadi asam amino-asam amino pembentuknya kemudian digunakan
kembali. Besi akan dilepaskan dari heme kemudian memasuki depot besi yang
juga dapat dipakai kembali. Sedangkan porfirinnya akan di katabolisme dan
menghasilkan bilirubin.
Komplek pertama dari katabolisme heme dilakukan oleh kompleks
enzim heme oksigenase. Pada saat mencapai heme oksigenase besi umumnya
sudah teroksidasi menjadi bentuk feri membentuk hemin. Hemin kemudian
direduksi dengan NADPH, besi feri di rubah kembali menjadi fero. Dengan
bantuan NADPH kembali, oksigen ditambahkan pada jembatan a metenil
(antara cincin perl I dan II) membentuk gugus hidroksil, besifero teroksidasi
kembali menjadi feri. Heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrat.
Selanjutnya dengan penambahan oksigen lagi ion feri dibebaskan serta
terbentuk karbon monoksida dan biliferdin IXa yang berwarna hijau. Pada
reaksi ini heme bertindak sebagai katalisator. Dengan bantuan enzim biliferdin
reduktase terjadi reduksi jembatan metenil antara cincin pirol III dan IV
menjadi gugus metilen, membentuk bilirubin IXa yang berwarna kuning. Satu
gram hemoglobin diperkirakan menghasilkan 35 mg bilirubin. Perubahan
heme menjadi bilirubin secara in vivo dapat diamati pada warna ungu
hematom yang perlahan-lahan berubah menjadi bilirubin yang berwarna
kuning.

b. Ikterus
Ikterus (Jaundice) adalah kondisi dimana tubuh memiliki terlalu
banyak bilirubin sehingga kulit dan putih mata menjadi kuning. Bilirubin
adalah bahan kimia kuning di dalam hemoglobin. Bila eritrosit rusak, tubuh
akan membangun sel-sel baru di liver untuk menggantikannya. Jika hati kita
tidak dapat menangani eritrosit yang rusak maka bilirubin akan menumpuk di
dalam tubuh dan kulit akan terlihat kuning. Orang awam menyebutnya
penyakit kuning.
Ikterus juga dapat menjadi tanda masalah sebagai berikut:
– Hepatitis
– Penyumbatan saluran empedu
– Infeksi
– Penyakit darah

4. Porfirin (Penyakit gangguan metabolisme porfirin)


Penyakit turunan atau bisa berupa penyakit yang didapat yang disebabkan
oleh defisiensi salah satu enzyme pada jalur biosintesa heme dan mengakibatkan
penumpukan dan peningkatan porfirin atau prazatnya di jaringan atau di dalam
urine (Porfiria). Kelainan ini jarang dijumpai tapi perlu difikirkan dalam keadaan
tertentu misalnya sebagai diagnose banding pada penyakit dengan keluhan nyeri
abdomen, fotosensitivitas dan ganggan psikiatri.
Porfiria digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
– Porfiria eritropoetik, merupakan kelainan congenital. Terjadi karena
ketidakseimbangan enzyme kompleks uroporfirinogen sintase dan
kosintase. Pada jenis ini dibentuk uroporfirinogen I yang tidak diperlukan
dengan jumlah besar. Juga terjadi penumpukan uroporfirinogen I,
koproporfirin I dan derivate simetris lainnya. Penyakit ini diturunkan
secara otosomal resesif dan memunculkan fenomena yang memunculkan
eritrosit berumur pendek, urine pasien merah karena ekskresi uroporfirin I
dalam jumlah besar, gigi yang berfluoresensi merah karena deposisi
porfirin dan kulit yang hipersensitif terhadap sinar karena porfirin yang
diaktifkan cahaya bersifat sangat reaktif.

– Porfiria Hepatik
Porfiria hepatic dibagi menjadi beberapa jenis antara lain:
a. Intermitten Acute Porfiria (IAP)
IAP terjadi karena defisiensi parsial uroporfirinogen I sintase,
diturunkan secara otosomal dominan. Pada penyakit ini dijumpai
ekskresi porfobilinogen dan asam amino levulenat yang meningkat
menyebabkan urine berwarna gelap.
b. Koproporfiria Herrediter
Terjadi karena defisiensi parsial koproporfirinogen oksidase,
diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan ekskresi
koproporfirinogen dan menyebabkan urine berwarna merah.
c. sPorfiria Variegata
Terjadi karena defisiensi parsial protoporfirinogen oksidase,
diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan ekskresi
hampir seluruh zat-zat antara sintesa heme.
d. Porforia Cutanea Tarda
Terjadi karena defisiensi parsial uroporfirinogen dekarboksilasi,
diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan ekskresi
uroporfirin yang bila terpapar cahaya menyebabkan urin berwarna
merah. Porfiria ini paling sering dijumpai dibanding yang lainnya.
e. Porfiria Toksik
Porfiria Toksik atau akuisita disebabkan oleh obat atau zat toksik
seperti griseofulvin, barbiturate, heksachlorobenzene, Pb dan
sebagainya.

– Protoforfiria (gabungan)
Terjadi dikarenakan defisiensi parsial ferrokatalase, diturunkan
secara autosomal dominan. Terdapat ekskresi protoporfirin dalam urin.
Gejala klinis yang dapat muncul dapat dikelompokkan dalam dua
patogenesa yaitu bila kelainan enzim sintesa heme menyebabkan
penumpukan asam amino levulenat dan porfobilinogen di sel atau cairan
tubuh akan menghabat kerja ATP ase dan meracuni neuron sehingga
menimbulkan gejala-gejala neuron psikiatri sedangkan bila kelainan
enzim sintesa heme menyebabkan penumpukan porfirinogen dikulit dan
di jaringan lain akan teroksidasi spontan membentuk porfirin yang
apabila terpapar dengan cahaya, porfirin akan bereaksi dengan
O2molekuler membentuk suatu radikal bebas yang sangat reaktif dan
merusak jaringan atau kulit dimana porfirin terdeposisi, peristiwa ini
memunculkan gejala-gejala fotosensitivitas.

5. Proses pembekuan darah


a. Kulit terluka menyebabkan darah keluar dari pembuluh. Trombosit ikut
keluar juga bersama darah juga kemudian menyentuh permukaan-permukaan
kasar dan menyebabkan trombosit pecah. Trombosit akan mengeluarkan
enzim yang disebut trombokinase.
b. Trombokinase akan masuk ke dalam plasma darah dan akan mengubah
protrombin menjadi enzim aktif yang disebut thrombin. Perubahan tersebut
dipengaruhi ion kalsium (Ca2+) di dalam plasma darah. Protrombin adalah
senyawa protein yang larut dalam darah yang mengandung globulin. Zat ini
merupakan enzim yang belum aktif yang dibentuk oleh hati. Pembentukannya
dibantu oleh vitamin K. Trombin yang terbentuk akan mengubah fibrinogen
menjadi benang-benang fibrin.
c. Terbentuknya benang-benang fibrin akan menyebabkan luka tertutup
sehingga darah tidak mengalir keluar lagi. Fibrinogen adalah sejenis protein
yang larut dalam darah.

6. Gangguan Pembekuan darah


Hemofilia adalah kelainan akibat gangguan pembekuan darah. Luka kecil saja
bisa menyebabkan perdarahan yang sulit dihentikan, dikarenakan adanya
gangguan pembekuan darah berupa sedikitnya jumlah trombosit dalam darah.
Sedangkan adapun keadaan sebaliknya yaitu meningkatnya jumlah trombosit
diatas 450.000 per mm3 dalam darah disebut trombositosis yang artinya akan
menyebabkan sumbatan pembuluh darah.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Setelah menyelesaikan tugas makalah ini, terdapat beberapa hal yang
dapat kami ambil sebagai kesimpulan, diantaranya:
1. Kami dapat memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Biokimia.
2. Kami dapat mengetahui macam-macam sel darah, sifat fisik dan
peranannya
3. Kami dapat mengetahui pembentukan heme
a. Struktur porfirin, sifat dan contoh zat
b. Biosintesis porfirin, pembentukan heme dan Hb
4. Kami dapat mengetahui katabolisme Heme
c. Katabolisme Hb
d. Ikterus
5. Kami dapat mengetahui porfirin (Penyakit gangguan metabolisme
porfirin)
6. Kami dapat mengetahui proses pembekuan darah
7. Kami dapat mengetahui gangguan Pembekuan darah

B. SARAN
1. Dalam mengerjakan tugas biokimia sangat diperlukan sumber yang banyak,
baik sumber pustaka dalam bentuk buku ataupun sumber pustaka internet.
2. Kerja tim dalam mengerjakan tugas biokimia ini sangat diperlukan untuk
memperbanyak sumber yang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai