Oleh :
Lamhot SF
090100192
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Lamhot SF
NIM : 090100192
Pembimbing Penguji I
(dr. Yetty Machrina, M.Kes) (Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS, Sp.FK)
NIP. 197903242003122002 NIP. 195304171980032001
Penguji II
ABSTRAK
Kata Kunci : asap bakaran, gangguan fungsi saluran pernapasan, peak flow meter
ABSTRACT
Air is the medium of living space, which is a basic human need and should
get a serious attention. But without realizing much air pollution around us who are
less serious attention. Many occupation that are often exposed to air pollution,
such as satay seller. The burnt satay smoke has very small particulat molecules
that can endanger human respiratory health, especially the satay seller. This
research was aimed to know the effect of burnt satay smoke on respiratory health
of satay seller that measured with peak flow meter.
The type of this research is descriptive study with analytic methods and
cross sectional design with sample size of twenty people. Sample was carried out
by using a quota sampling. Data were collected by interviews based on
questionnaires, and then the researcher asked respondents to blow a peak flow
meter to measure respiratory function of satay seller.
The result of this research showed that there were no relationship between
duration of smoke exposure with decreased of respiratory function (p value =
0,292) and no relationship between duration of smoke exposure with respiratory
symptomps (p value = 1,00). But from the research found that there were twelve
peoples (60%) who had a decreasing of respiratory function measured by peak
flow meter.
From this research is expected that all workers who are often exposed to
burnt smoke offering to always use self protection instrument while doing work
that is often be exposed to burnt smoke.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, segala
saran dan kritik sangat diharapkan demi kemajuan kualitas penelitian ini.
Lamhot SF
(NIM: 090100192)
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan. .. . . i
Abstrak.............................................................................................................. ii
Abstract.............................................................................................................. iii
Kata Pengantar................................................................................................. iv
Daftar Isi............................................................................................................ vi
Daftar Gambar.................................................................................................. viii
Daftar Tabel...................................................................................................... ix
Daftar Lampiran............................................................................................... x
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 29
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengaruh Polutan Asap Bakaran terhadap Sistem Pernapasan dan 6
Organ Lain
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Presentasi Responden Menurut Tingkat 21
Usia
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Presentasi Responden Menurut Lama 21
Berjualan
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi dan Presentasi Responden Menurut Gejala 22
Gangguan Pernapasan yang Didapat
Tabel 5.4 Fungsi Saluran Pernapasan berdasarkan Pengukuran 22
Peak Flow Meter
Tabel 5.5 Hubungan Antara Lama Berjualan Sate dengan Fungsi Saluran 23
Pernapasan
Tabel 5.6 Hubungan Antara Lama Berjualan Sate dengan Munculnya Gejala 23
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRAK
Kata Kunci : asap bakaran, gangguan fungsi saluran pernapasan, peak flow meter
ABSTRACT
Air is the medium of living space, which is a basic human need and should
get a serious attention. But without realizing much air pollution around us who are
less serious attention. Many occupation that are often exposed to air pollution,
such as satay seller. The burnt satay smoke has very small particulat molecules
that can endanger human respiratory health, especially the satay seller. This
research was aimed to know the effect of burnt satay smoke on respiratory health
of satay seller that measured with peak flow meter.
The type of this research is descriptive study with analytic methods and
cross sectional design with sample size of twenty people. Sample was carried out
by using a quota sampling. Data were collected by interviews based on
questionnaires, and then the researcher asked respondents to blow a peak flow
meter to measure respiratory function of satay seller.
The result of this research showed that there were no relationship between
duration of smoke exposure with decreased of respiratory function (p value =
0,292) and no relationship between duration of smoke exposure with respiratory
symptomps (p value = 1,00). But from the research found that there were twelve
peoples (60%) who had a decreasing of respiratory function measured by peak
flow meter.
From this research is expected that all workers who are often exposed to
burnt smoke offering to always use self protection instrument while doing work
that is often be exposed to burnt smoke.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Asap
Asap merupakan perpaduan atau campuran karbon dioksida, air, zat yang
terdifusi di udara, zat partikulat, hidrokarbon, zat kimia organik, nitrogen oksida
dan mineral. Ribuan komponen lainnya dapat ditemukan tersendiri dalam asap.
Komposisi asap tergantung dari banyak faktor, yaitu jenis bahan pembakar,
kelembaban, temperatur api, kondisi angin, dan hal lain yang mempengaruhi
cuaca, baik asap tersebut baru atau lama. Jenis kayu dan tumbuhan lain yang
terdiri dari selulosa, lignin, tanin, polifenol, minyak, lemak, resin, lilin dan
tepung, akan membentuk campuran yang berbeda saat terbakar. (WHO
Guidelines, 2005)
Materi partikulat atau Particulate Matter (PM) adalah istilah yang
digunakan untuk campuran partikel padat dan tetesan cairan (droplet) yang
tersuspensi di udara. Partikel-partikel ini berasal dari berbagai sumber, seperti
pembangkit listrik, proses industri, dan truk diesel, lalu terbentuk di atmosfer
dengan transformasi emisi gas buang. Materi partikulat merupakan bagian penting
dalam asap kebakaran untuk pajanan jangka pendek (jam atau mingguan).
Karakteristik dan pengaruh potensial materi partikulat terhadap kesehatan
tergantung pada sumber, musim, dan keadaan cuaca. (WHO Air Quality
Guidelines, 2005)
Materi partikulat dibagi menjadi:
1. Ukuran lebih dari 10 m biasanya tidak sampai ke paru; dapat
mengiritasi mata, hidung dan tenggorokan.
2. Partikel kurang atau sama dengan 10 m; dapat terinhalasi sampai ke
paru.
3. Partikel kasar (coarse particles) berukuran 2,5 10 m.
4. Partikel halus (fine particles) berdiameter kurang dari 2,5m.
Partikel debu atau materi partikulat melayang (suspended particulate
matter) merupakan campuran sangat rumit berbagai senyawa organik dan
2.2. Pembakaran
Proses pembakaran adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan api,
bahan bakar, faktor iklim termasuk ketinggian dan meteorologi. Pembakaran
bahan organik adalah proses oksidasi yang menghasilkan uap air dan
karbondioksida (CO2) sehingga terbentuk senyawa yang tidak teroksidasi
sempurna (misalnya karbon monoksida) atau terbentuk senyawa tereduksi
(misalnya metana dan amonia). Senyawa ini ditemukan dalam asap yang terdiri
dari partikel terhirup iritan dan gas serta dalam beberapa kasus mungkin
karsinogenik. Asap sendiri adalah kompleks campuran dengan komponen yang
bergantung pada jenis bahan bakar, kadar air, bahan bakar aditif seperti pestisida
yang disemprot pada dedaunan atau pohon. (Malilay, 1998)
Pengaruh asap terhadap kesehatan terjadi melalui berbagai mekanisme,
antara lain iritasi langsung, kekurangan oksigen yang menimbulkan sesak napas,
serta absorpsi toksin. Cedera termal (luka bakar) terjadi pada daerah terkena pada
permukaan eksternal tubuh, termasuk hidung dan mulut; luka bakar di bawah
trakea jarang terjadi karena adanya efisiensi saluran napas bagian atas yang
menyerap panas. Kematian karena menghirup asap tanpa luka bakar jarang terjadi
(sekitar <10%), sedangkan kematian karena menghirup asap dengan luka bakar
lebih sering, yaitu sekitar 30-50%. (California Thoracic Society American Lung
Association, 2008)
gangguan janin
Hidrokarbon Karsinogenik Kanker paru
aromatik polisiklik Kanker mulut, nasofaring dan
(benzo-alpyrene) laring
Nitrogen dioksida Pajanan akut Mengi, asma eksaserbasi
menyebabkan reaktivitas Infeksi saluran napas
bronkus Berkurangnya fungsi paru
Pajanan kronik dapat anak
meningkatkan kerentanan
infeksi bakteri dan virus
Sulfur dioksida Pajanan akut Mengi, asma eksaserbasi
menyebabkan reaktivitas PPOK eksaserbasi
bronkus Penyakit kardiovaskuler
Pajanan kronik sulit
untuk memisahkan
efek partikel
Kondesat asap Absorpsi racun ke Katarak
biomass, termasuk dalam lensa sehingga
hidrokarbon terjadi perubahan
aromatik polisiklik oksidatif
dan ion metal
mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat glotis yang merupakan
pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah. (Price, 1994)
Setelah melalui saluran hidung dan faring, tempat udara pernapasan
dihangatkan dan dilembabkan dengan uap air, udara inspirasi berjalan menuruni
trakhea, melalui bronkiolus, bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris
sampai ke alveoli.
Antara trakhea dan sakus alveolaris terdapat 23 percabangan saluran udara.
Enam belas percabangan pertama saluran udara merupakan zona konduksi yang
menyalurkan udara dari dan ke lingkungan luar. Bagian ini terdiri dari bronkus,
bronkiolus dan bronkiolus terminalis. Tujuh percabangan berikutnya merupakan
zona peralihan dan zona respirasi, tempat terjadinya pertukaran gas dan terdiri
dari bronkiolus respiratorius, duktus elveolaris dan alveoli. Tiap alveolus
dikelilingi oleh pembuluh kapiler paru. (Pearce, 1986)
Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar, merupakan kelanjutan
dari trakhea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya bronkus utama kiri lebih
panjang dan lebih sempit, merupakan kelanjutan trachea dengan sudut yang lebih
tajam.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus
lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi
bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli
(kantung udara). Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah
sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru - paru. (E. Pearce)
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit
fungsional paru paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (l)
bronkiolus respiratorius yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli
pada dindingnya, (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan (3)
sakus alveolaris, merupakan struktur akhir paru - paru. Paru - paru yang berisi
sekitar 300 juta alveoli, membentuk suatu selaput pernapasan seluas sekitar 1.100
kaki persegi atau kira - kira seluas permukaan lapangan tenis.
3. pengangkutan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke
dan dari sel jaringan tubuh
4. pengaturan ventilasi dan hal hal lain dari respirasi (Guyton, 2007)
2. Batuk Berdarah
Batuk berdarah atau hemoptisis sering merupakan petunjuk tentang adanya
penyakit yang serius. Penyebab hemoptisis sangat beragam, namun penyebab
tersering di seluruh dunia adalah tuberculosis, sedangkan di negara maju
penyebab hemoptisis tersering adalah: bronchitis, bronkiektasis, dan kanker
bronkogenik. Dahak yang bercampur darah sering didapati pada perokok yang
masih sehat dan biasanya tidak dipedulikan oleh orang tersebut.
3. Sesak Napas
Sesak napas atau dispnea adalah gejala subjektif berupa keinginan penderita
untuk meningkatkan upaya mendapatkan udara pernapasan. Karena bersifat
subjektif, dispnea tidak dapat diukur (namun terdapat gradasi sesak napas).
Dispnea sebagai akibat peningkatan upaya untuk bernapas dapat dijumpai pada
berbagai kondisi klinis penyakit. Penyebabnya adalah meningkatnya tahanan
jalan napas seperti pada obstruksi jalan napas atas, asma, dan pada penyakit
obstruksi kronik.
4. Napas Berbunyi
Wheeze adalah napas yang berbunyi seperti bunyi suling yang menunjukkan
adanya penyempitan saluran napas, baik secara fisiologis (oleh karena dahak)
ataupun secara anatomic (oleh karena konstriksi). Wheezing dapat terjadi
secara difus di seluruh dada seperti pada asma atau secara lokal seperti pada
penyumbatan oleh lendir ataupun benda asing. Wheezing juga dapat timbul
saat melakukan kegiatan agak berat.
5. Nyeri pleuritik
Nyeri pleuritik adalah salah satu dari dua jenis nyeri dada (chest pain); nyeri
dada yang lain adalah nyeri sentral (central pain, visceral pain). Nyeri pleuritik
dapat ditentukan lokasinya dengan mudah, rasa nyeri ini intensitasnya
bertambah jika batuk atau bernapas dalam. Nyeri pleuritik berkaitan dengan
penyakit yang menimbulkan inflamasi pada pleura parietalis, seperti infeksi
(pneumonia, empiema, tuberculosis), trauma, tumor.
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.3. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah semakin lama terpapar asap maka akan
mempengaruhi kesehatan pernapasan penjual sate tersebut.
BAB 4
METODE PENELITIAN
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Presentasi Responden Menurut Tingkat Usia
20 - 25 tahun 6 30
26 - 30 tahun 4 20
31 - 35 tahun 5 25
36 - 40 tahun 1 5
41 - 45 tahun 1 5
46 - 50 tahun 3 15
Total 20 100
Dari tabel 5.1 terlihat bahwa sebagian besar penjual sate berusia antara 20
tahun s/d 25 tahun yaitu 6 orang (30%) dan hanya terdapat 2 orang (10%) yang
berusia 36 tahun s/d 45 tahun.
0 - 4 tahun 8 40
4 - 8 tahun 4 20
8 - 12 tahun 5 25
12 - 16 tahun 1 5
16 - 20 tahun 1 5
20 - 24 tahun 1 5
Total 20 100
Dari tabel 5.2 terlihat bahwa hanya 3 orang (15%) yang telah berjualan sate
selama >12 tahun, yaitu 12 16 tahun (5%), 16 20 tahun (5%), dan 20 24
tahun (5%), sedangkan yang telah berjualan sate selama <12 tahun adalah
tidak ada 12 60
batuk batuk 2 10
batuk berdahak 2 10
batuk berdahak dan sesak napas 1 5
batuk berdahak dan nyeri dada 2 10
batuk berdahak, sesak napas, dan nyeri 1 5
dada
Total 20 100
Dari tabel 5.3 terlihat bahwa 12 responden (60%) tidak mempunyai keluhan
selama berjualan sate, sedangkan sebagian kecil (40%) mempunyai beberapa
keluhan gangguan pernapasan.
Tabel 5.4. Fungsi Saluran Pernapasan berdasarkan Pengukuran Peak Flow Meter
Total 20 100
< 12 tahun 10 5 15
> 12 tahun 2 3 5
Total 12 8 20
Tabel 5.6. Hubungan Antara Lama Berjualan Sate dengan Munculnya Gejala
5.2. Pembahasan
Asap mempunyai ukuran partikel molekul yang lebih kecil dari 2,5m.
Dengan ukuran yang sangat kecil ini tentunya mempunyai efek yang sangat
berbahaya terhadap fungsi saluran pernapasan. Semakin lama terpapar asap maka
partikel asap yang terhirup juga akan semakin banyak.
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti Yulaekah tentang
Hubungan antara Paparan Debu Terhirup dengan Fungsi Paru, terdapat hubungan
antara tingkat paparan debu dengan gangguan fungsi paru (p = 0,02), dimana debu
mempunyai ukuran partikel molekul yang lebih besar. Semakin kecil ukuran
partikel molekul yang terhirup maka akan semakin berbahaya terhadap saluran
pernapasan. (Yulaekah, 2007)
Namun, dari penelitian yang dilakukan oleh Dorce Mengkidi, tentang
Gangguan Fungsi Paru dan Faktor Faktor yang Mempengaruhinya pada
Karyawan PT. Semen Tonasa, juga mengatakan tidak ada hubungan antara lama
paparan dengan fungsi saluran pernapasan pada karyawan PT. Semen Tonasa
yang terpapar selama 9 jam per hari dengan p = 0,244. (Mengkidi, 2006)
Dari tabel 5.5 terdapat bahwa 12 orang (60%) mempunyai fungsi saluran
pernapasan yang kurang baik. Namun dari 12 orang tersebut, hanya 2 orang (10%)
yang telah berjualan selama >12 tahun mempunyai fungsi saluran pernapasan
yang kurang baik. Uji statistik dengan Chi Square menunjukkan tidak ada
hubungan antara lama paparan asap dengan penurunan fungsi saluran pernapasan.
Hal ini mungkin dikarenakan karena ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi
kapasitas paru, seperti kebiasaan merokok yang berat, bentuk anatomis tubuh
seseorang, aktivitas fisik, dan kekuatan otot pernapasan.
Ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh pada inhalasi bahan pencemar
ke dalam paru, yaitu faktor komponen fisik, faktor komponen kimiawi dan faktor
penderita itu sendiri. Aspek komponen fisik yang pertama adalah keadaan dari
bahan yang diinhalasi (gas, debu, uap, atau asap). Ukuran dan bentuk akan
berpengaruh dalam proses penimbunan dalam paru. Demikian juga dengan
kelarutan dan nilai higroskopisitasnya. Komponen kimia yang berpengaruh antara
lain kecenderungan untuk bereaksi dengan jaringan sekitarnya dan keasaman atau
tingkat alkalisitas tinggi yang dapat merusak silia atau sistem enzim. Bahan-bahan
tersebut dapat menimbulkan fibrosis yang luas di paru dan dapat bersifat antigen
yang masuk paru. (Wahyu, 2004)
Selain faktor bahan yang masuk ke dalam paru maka faktor manusianya
sendiri tentu amat penting diperhitungkan. Sistem pertahanan paru baik secara
antomis maupun secara fisiologis merupakan satu mekanisme yang baik dalam
melindungi saluran napas dan paru. Mekanisme ini tentu saja dapat terganggu,
baik karena faktor bawaan maupun oleh faktor lingkungan. Orang-orang tertentu
mempunyai silia yang aktif sekali bekerja menyapu debu yang masuk, sementara
pada sebagian orang lain gerak cambuk silia relatif lebih lambat.
Mekanisme penimbunan debu dalam paru : debu diinhalasi dalam bentuk
partikel debu solid, atau suatu campuran dan asap. Udara masuk melalui rongga
hidung disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga fungsi tersebut disebabkan
karena adanya mukosa saluran pernapasan yang terdiri dari epitel toraks
bertingkat, bersilia, dan mengandung sel goblet. Partikel debu yang kasar dapat
disaring oleh rambut yang terdapat pada lubang hidung, sedangkan partikel debu
yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa (Wilson, 1995). Gerakan silia
mendorong lapisan mukosa ke posterior, ke rongga hidung dan kearah superior
menuju faring. Debu yang berukuran antara 5-10 akan ditahan oleh saluran
napas atas, debu yang berukuran 3 - 5 akan ditahan oleh bagian tengah jalan
pernapasan, debu yang berukuran 1-3 merupakan ukuran yang paling berbahaya,
karena akan tertahan dan tertimbun (menempel) mulai dari bronkiolus terminalis
sampai alveoli dan debu yang berukuran 0,1-1 bergerak keluar masuk alveoli
sesuai dengan gerak brown. (WHO, 1986)
Dari tabel 5.6 terdapat bahwa hanya 8 orang (40%) yang menunjukkan
adanya gejala gangguan pernapasan. Hal ini tidak berhubungan dengan lamanya
seseorang terpapar asap bakaran. Namun hal ini tidak menandakan bahwa partikel
yang berukuran < 1 mikron tidak terhirup kedalam saluran pernafasan. Karena
ukuran partikel < 1 mikron dapat mengendap ke dalam alveoli dan terabsorbsi ke
dalam darah, tanpa menunjukan gejala bila dalam kondisi yang rendah.
(Pudjiastuti, 2002)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
6.1.1. Distribusi karakteristik responden berdasarkan usia dijumpai penjual sate
yang berusia antara 20 tahun s/d 25 tahun sebanyak 6 orang (30%) dan
hanya terdapat 2 orang (10%) yang berusia 36 tahun s/d 45 tahun.
6.1.2. Distribusi karakteristik responden berdasarkan lamanya berjualan sate
dijumpai hanya 3 orang (15%) yang telah berjualan sate selama >12 tahun,
sedangkan yang telah berjualan sate selama <12 tahun adalah sebanyak 17
orang (85%).
6.1.3. Distribusi karakteristik responden berdasarkan gejala gangguan
pernapasan yang didapat, dijumpai 12 responden (60%) tidak mempunyai
keluhan selama berjualan sate dan hanya 8 orang (40%) mempunyai
beberapa keluhan gangguan pernapasan.
6.1.4. Hasil uji analisa statistik dengan Chi Square antara lamanya berjualan sate
dengan fungsi saluran pernapasan menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara lamanya berjualan sate dengan penurunan fungsi saluran
pernapasan. (p = 0,292)
6.1.5. Hasil uji analisa statistik dengan Chi Square antara lamanya berjualan sate
dengan munculnya gejala gangguan pernapasan menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara lamanya berjualan sate dengan munculnya gejala
gangguan pernapasan. (p = 1,00)
6.2. Saran
6.2.1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan agar menambah jumlah sampel
untuk dapat melihat adanya efek asap bakaran sate terhadap kesehatan
pernapasan penjual sate.
DAFTAR PUSTAKA
A Guide for Public Health Officials. 2008. Wildfire smoke revised July 2008.
Available from: http://www.arb.ca.gov/smp/progdev/pubeduc/wfgv8.pdf
[Accessed 29 April 2012]
Brauer, M. 2007. Health Impact of Biomass Air Pollution. WHO. Available from:
http://www.firesmokeheealth.org. [Accesed 15 Mei 2012]
Guyton. A.C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC
Lorriane. M.W, Sylvia A.P. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit edisi 4. Jakarta : EGC
Malilay, J. 1998. A review of factors affecting the human health impacts of air
pollutants from forest fires. Health Guideline for Vegetation Fire: 255-70.
National Interagency Fire Center. 2011. The science of wildland fire. National
Interagency Fire Center. Available from
www.nifc.gov/preved/comm_guide/wildfire/fire 4.html. [Accessed 30
April 2012]
Price, S.A and Wilson. LM. 1994. Patofisiologi Konsep Klinik Proses- Proses
Penyakit, Edisi ke Empat, Buku II, Judul Asli Pathophysiology clinical
concept. Jakarta : EGC.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem edisi 2. Jakarta : EGC.
WHO Air Quality Guidelines. 2005. WHO Air Quality Guidelines for particulate
matter, ozone, nitrogen dioxide and sulfur dioxide. World Health
Organization.
peak flow rate antara mini wright peak flow meter dengan spirometer
elektronik pada anak. Majalah Kedokteran Indonesia 42: 575-84
World Health Organization. 2005. WHO Guidelines for Vegetation Fire Events.
Available from: http://www.who.effn/egry/fire.html. [Accessed 20 April
2012]
Yulaekah, S. 2007. Paparan Debu Terhirup dan Gangguan Fungsi Paru pada
Pekerja Industri Batu Kapur. Universitas Diponegoro. Available from :
http://eprints.undip.ac.id/18220/1/SITI_YULAEKAH.pdf. [Accesed 3
Desember 2012
Efek Asap Bakaran Sate yang Diukur dengan Peak Flow Meter terhadap
Kesehatan Pernapasan Penjual Sate
di Kota Medan Tahun 2012
No. Responden :
Tanggal Wawancara :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
4. Apakah gangguan pernapasan yang saudara/i alami timbul sebelum atau setelah
menjadi penjual sate ?
a. sebelum menjadi penjual sate
b. setelah menjadi penjual sate
5. Apa saja gejala yang anda rasakan selama menjadi penjual sate? (boleh lebih
dari satu)
Batuk Batuk Ya Tidak
Lamhot SF
Peneliti Responden
(Lamhot SF) ( )
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Count
> 12 tahun 2 3 5
Total 12 8 20
N of Valid Cases 20
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.00.
Count
timbulpenyakit
> 12 tahun 2 3 5
Total 8 12 20
Chi-Square Tests
N of Valid Cases 20
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.00.