Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH

“Analisis Nilai Anak dalam Gerakan Keluarga Berencana bagi


Keluarga Melayu”

DISUSUN
OLEH:

AGUNG YUSAM
NPM : 20170409003

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AL-ASYARIAH MANDAR

PTA. 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena atas rahmat dan
karunianya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari
makalah ini adalah “Analisis Nilai Anak dalam Gerakan Keluarga Berencana bagi Keluarga
Melayu”. Makalah ini di susun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah PERENCANAAN &
EVALUASI KESEHATAN. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang
sebesar- besarnya kepada dosen mata kuliah yang bersangkutan yang telah memberikan tugas
terhadap penyusun.
Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu
dalam pembuatan makalah ini yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu. Penyusunan makalah
ini jauh dari sempurna. Dan ini merupakan langkah yang  baik dari studi yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan penyusun, maka kritik dan saran yang
membangun senantiasa  penyusun mengharapkan semoga makalah inidapat berguna bagi penyusun
pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.

April, 2020

Penyusun
Agung Yusam
DAFTAR ISI
SAMPUL..............................................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 .Identifikasi Masalah...................................................................................................................3
1.3 Perumusan masalah.....................................................................................................................3
1.4 Tujuan Penelitian.................................................................................................................................3
1.5 Manfaat Penelitian...............................................................................................................................5
BAB II KAJIAN PUSTAKA.............................................................................................................................5
2.1 Pengertian KB.........................................................................................................................................6
2.2. Tujuan dan Sasaran Gerakan Keluarga Berencana............................................................................6
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................................................................10
3.1 Nilai Anak Dalam Gerakan Keluarga Berencana Bagi Keluarga Melayu Riau.......................................10
3.2 Nilai Anak Dalam Keluarga Melayu Dipandang Dari Segi Nilai Sosial.................................................10
3.3 Nilai Anak Dalam Keluarga Melayu Dipandang Dari Segi Nilai Ekonomi............................................11
3.4 Nilai Anak Dalam Keluarga Melayu Dipandang Dari Segi Nilai Budaya...............................................11
3.5 Nilai Anak Dalam Keluarga Melayu Dipandang Dari Segi Nilai Agama................................................11
3.6 Nilai Anak Dalam Keluarga Melayu Dipandang Dari Segi Nilai Psikologis..........................................12
3.7 Pelaksanaan Gerakan Keluarga Berencana.............................................................................................15
BAB IV PENUTUP..........................................................................................................................................16
4.1 Kesimpulan..............................................................................................................................................16
4.2 Saran........................................................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keluarga Berencana (KB) di Indonesia dimulai sejak 23 Desember 1957 yang pada masa itu
disebut dengan Program Keluarga BerencanaIndonesia (PKBI), setelah itu diubah menjadiLembaga
Keluarga Berencana Nasional (LKBN)yang di bentuk pada tanggal 17 oktober 1968.Kegiatan
keluarga berencana telah ditingkatkanmenjadi suatu gerakan nasional. Sesuai denganperkembangan
pelaksanaannya dibutuhkan penyempurnaan organisasi sehingga pada 29 Juni1970 diubah menjadi
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dan sesuai dengan UU No 52tahun 2009 diubah lagi
menjadi Gerakan Keluarga Berencana Nasional. (BKKBN, 2000).
Gerakan Keluarga Berencana Nasional bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan ibu dan anak maupun keluarga serta bangsa secara menyeluruh. Tujuan lain adalah
untuk meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat dengan mengurangi angka kelahiran sehingga
pertumbuhan penduduk tidak melebihi kapasitas produksi.Indonesia merupakan negara berkembang
dengan jumlah penduduk yang besardan tidak merata. Hal ini di tunjukkan oleh data sensus penduduk
pada tahun 2010 bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2000 berjumlah 206.264.595 jiwa dan
pada tahun 2010 berjumlah 237.641.326 jiwa (BPS, 2016). Dari data tersebut dapat di ketahui
peningkatan jumlah penduduk Indonesia sebesar 31.376.731 jiwa dalam kurun waktu 10 tahun.
Dengan jumlah penduduk yang banyak ini Indonesia di hadapkan pada masalah kependudukan.
Laju pertumbuhan penduduk Indonesia berkisar 1,49%. pada tahun 2010. Tingkat pertumbuhan
penduduk yang sangat besar ini apabila tidak di atur serta di batasi, akan berdampak negatif terhadap
bidang kependudukan baik dari segi kuantitas maupun kualitas penduduk. Permasalahan-
permasalahan yang menyangkut kuantitas tersebut antara lain (1) jumlah dan tingkat pertumbuhan
penduduk yang relatif besar, (2) penyebaran dan kepadatan penduduk tidak merata, serta (3) struktur
umur penduduk yang tidak seimbang yaitu perbandingan jumlah penduduk yang produktif secara
ekonomi (15-64 tahun) tidak seimbang dengan jumlah penduduk nonproduktif (0-14 tahun dan >65
tahun yang menghasilkan angka beban ketergantungan. Sedangkan permasalahan dari segi kualitas
penduduk adalah masih rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya tingkat kesehatan dan rendahnya
pendapatan perkapita di Indonesia (Meilani, 2010).

. Kebijaksanaan kependudukan adalah kebijaksanaan suatu negara yang menyangkut


kemakmuran penduduknya dengan melakukan berbagai usaha yang salah satunya adalah keluarga
berencana yang bertujuan menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk. Dalam rangka menurunkan
tingkat pertumbuhan penduduk, Indonesia menerapkan Gerakan Keluarga Berencana (KB) mulai
tahun 1969, dengan sasaran langsung untuk menurunkan angka kelahiran (Fertilitas). Setelah
program KB Dilaksanakan selama empat pelita (tahun 1989), maka program KB mulai menampakkan
hasilnya. Total Fertility Rate (TFR) turun dari 5,55 pada tahun 1969 menjadi 3,33 pada tahun 1989.
Gerakan keluarga berencana merupakan bagian gerakan pembangunan Nasional Indonesia yang
sudah dimulai sejak awal Pembangunan Lima Tahun I (1969) yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak dalam mewujudkan keluarga bahagia dan sejahtera dengan cara
pengaturan kelahiran dan juga pengendalian laju pertumbuhan penduduk sehingga tidak melampaui
kemampuan produksi hasil pembangunan.
Pada awal pelaksanaan Program Keluarga Berencana di Indonesia (tahun 1957), program
keluarga berencana ini merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk menjarangkan
kelahiran. Jumlah anak yang di anggap ideal adalah 4 anak yakni 2 laki-laki dan 2 anak perempuan.
Namun seiring berjalannya waktu, sejak Pelita V program keluarga berencana berubah menjadi
Gerakan Keluarga Berencana Nasional. Pada dasarnya tujuan Gerakan KB Nasional mencakup 2
(dua) hal yaitu: 1) Tujuan kuantitatif yaitu menurunkan dan mengendalikanpertumbuhan penduduk;
2) Tujuan kualitatif yaitu menciptakan atau mewujudkan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan
Sejahtera (NKKBS). Tujuan inilah yang harus dicapai bersama agar Gerakan Keluarga Berencana ini
berhasil.
Gerakan Keluarga Berencana dilaksanakan atas dasar sukarela serta tidak bertentangan dengan
agama, kepercayaan dan moral pancasila. Dengan demikian maka bimbingan, pendidikan serta
pengarahan amat diperlukan agar masyarakat dengan kesadarannya sendiri dapat menghargai dan
menerima pola keluarga kecil sebagai salah satu langkah utama untuk meningkatkan kesejahteraan
hidupnya. Kegiatan pengarahan dan pendidikan tentang keluarga berencana ini di rancang untuk
menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang arti penting KB. Oleh karena itu
pelaksanaan gerakan keluarga berencana tidak hanya menyangkut masalah teknis medis semata,
melainkan berbagai segi penting lainnya dalam tata hidup dan kehidupan masyarakat.
Gerakan keluarga berencana nasional tidak bisa lepas dari peran aktif masyarakat sebagai objek.
Guna meningkatkan peran serta masyarakat, pemerintah desa Melayu Besar menggiatkan fungsi
Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Tugas PLKB ini ialah sebagai pembantu teknis
Kepala Desa dalam bidang KB. Artinya PLKB adalah sebagai wakil pengawas KB yang ada di Desa
yang tugasnya meliputi: (a) perencanaan (b) pelaksanaan (c) pembinaan (d) pencatatan pelaporan dan
(e) evaluasi (BKKBN 1985). Dengan adanya Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)
masyarakat di harapkan lebih berpartisipasi ikut dalam gerakan Keluarga Berencana agar pemahaman
mereka terhadap anak bisa berubah.
Desa Melayu Besar merupakan salah satu desa Melayu di Kecamatan Tanah Putih Tanjung
Melawan yang memiliki jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk yang besar. Jumlah penduduk
di desa ini pada tahun 2010 berjumlah 7.847 jiwa atau 1.635 KK, sedangkan pada tahun 2016 jumlah
penduduknya 9.995 jiwa dan ada 1.977 KK. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah setempat
membuat kebijakankebijakan penting, salah satunya dengan melaksanakan Gerakan Keluarga
Berencana. Dari tahun 2012 – 2016 tingkat pertumbuhan penduduk di desa Melayu Besar sebesar
1,59 %.

1.2 .Identifikasi Masalah

Sesuai latar belakang masalah dalam penelitian ini, maka identifikasi masalah pada gerakan
keluarga berencana meliputi faktor sosial, Ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan psikologi di Desa
Melayu Besar Kecamatan Tanah Putih Tanjung Melawan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.

1.3 Perumusan masalah

1. Bagaimana Nilai Anak Dalam Gerakan Keluarga Berencana Bagi Keluarga Melayu Riau ?
2. Bagaimana Nilai Anak Dalam Keluarga Melayu Dipandang Dari Segi Nilai Sosial ?
3. Bagaimana Nilai Anak Dalam Keluarga Melayu Dipandang Dari Segi Nilai Budaya ?
4. Bagaimana Nilai Anak Dalam Keluarga Melayu Dipandang Dari Segi Nilai Ekonomi ?
5. Bagaimana Nilai Anak Dalam Keluarga Melayu Dipandang Dari Segi Nilai Agama ?
6. Bagaimana Nilai Anak Dalam Keluarga Melayu Dipandang Dari Segi Nilai Psikologis ?

1.4 Tujuan Penelitian

 Tujuan secara umum


Penelitian ini adalah untuk Menganalisis Nilai Anak dalam Gerakan Keluarga Berencana bagi
Keluarga Melayu dengan pendekatan studi deskriptif kuantitatif.

 Tujuan khusus
Penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran implementasi program dan Peran Nilai anak
dalam Pelaksanaan Gerakan Keluarga Berencana.

1.5 Manfaat Penelitian

Setelah peneliti selesai melakukan penelitian diharapkan hasilnya dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kabupaten Rokan Hilir pada umumnya melalui Dinas
Kependudukan dan khususnya Desa Melayu Besar Kecamatan Tanah Putih Tanjung Melawan
dalam membuat kebijakan untuk mengatasi masalah pertambahan penduduk melalui Gerakan
Keluarga Berencana.
2. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat khususnya masyarakat di Desa Melayu Besar pentingnya
pelaksanaan Gerakan Keluarga Berencana.
3. Menambah wawasan bagi penulis untuk karya ilmiah dalam bentuk makalah.
4. Sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi peneliti dalam penelitian yang sama pada objek
yang berbeda.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian KB

Konsep keluarga berencana telah banyak dikemukakan para ahli. Menurut Hartanto (2004),
Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk
mendapatkan objek tertentu, yaitu: (1) menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) mendapat
kelahiran yang diingikan, (3) mengatur interval dintara kehamilan, (4) menentukan jumlah anak
dalam keluarga. Sesuai dengan (BKKBN,2015) keluarga berencana adalah upaya untuk mewujudkan
keluarga yang berkualitas melalui promosi, perlindungan, dan bantuan dalam mewujudkan hak-hak
reproduksi serta penyelenggaraan pelayanan, pengaturan dan dukungan yang diperlukan untuk
membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal, mengatur jumlah, jarak, dan usi ideal melahirkan
anak, mengatur kehamilan dan membina ketahanan serta kesejahteraan anak. Selanjutnya Mukti
(2000) menyatakan keluarga berencana adalah sebagai upaya ikhtiar untuk memberikan jaminan
kesehatan, untuk sang anak maupun ibu, jaminan pendidikan merupakan bekal yang sangat berharga
untuk kehidupan kelak dalam masyarakat, untuk memenuhi kesejahtraan dan kemakmuran keluarga
lahir dan batin.
Selanjutnya Marjo (1998) mengatakan keluarga berencana adalah menjarangkan/ mengatur
kehamilan dengan harapan perhitungan keseimbangan ekonomi, baik untuk pendidikan anak-anak
dan lain-lain, dan hal ini dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi. Selanjtnya Hartanto (2004)
mengemukakan keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami
istri untuk mendapatkan objek tertentu, yaitu:
(1) menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) mendapatkan kelahiran yang diinginkan,
(3) mengatur interval diantara kehamilan, (4) menentukan jumlah anak dalam keluarga. Berdasarkan
UU No 52 Tahun 2009, keluarga berencana adalah suatu program masyarakat yang menghimpun dan
mengajak segenap potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan
membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera dalam rangka meningkatkan mutu
sumber daya manusia melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan
ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

2.2. Tujuan dan Sasaran Gerakan Keluarga Berencana

a.Tujuan Gerakan KB
Tujuan gerakan keluarga berencana secara umum adalah mewujudkan keluarga kecil yang
bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui
pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk. Menurut Aputra (2004) Tujuan Gerakan
Keluarga Berencana (KB) adalah menurunkan tingkat kelahiran dengan mengikut sertakan seluruh
lapisan potensi yang ada, mengembangkan usaha-usaha untuk membantu meningkatkan kesejahtraan
ibu dan anak, memperpanjang harapan hidup, menurunkan tingkat kematian bayi dan anak balita serta
memperkecil kematian ibu karena resiko kehamilan dan persalinan, meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap maslah kependudukan yang menjurus ke arah penerimaan, penghayatan dan
pengalaman NKKBS sebagai cara hidup yang layak dan bertanggung jawab.
Berdasarkan Undang-Undang No. 52 tahun 2009 tujuan gerakan KB mencakup 2 hal, antara
lain: Mewujudkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan kebijakan kependudukan guna
mendorong terlaksananya pembangunan nasional dan daerah yang berwawasan kependudukan,
mewujudkan peduduk tumbuh seimbang melalui pelembagaan keluarga kecil bahagaia sejahtera.

b.Sasaran Gerakan KB
Sasaran KB adalah orang yang dapat berperan sebagai objek maupun subjek dalam gerakan
keluarga berencana terutama pasangan usia subur yang berusia 15-49 tahun. Menururt Handayani
(2010) sasaran KB yaitu sasaran langsung dan tidak langsung. Sasaran langsung yakni pasanga usia
subur yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara
berkelanjutan, dan sasaran tidak langsung yakni pelaksana dan pengelola KB dengan cara
menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam
rangka mencapai keluarga yang bekualitas, keluarga sejahtera. Selanjutnya Aputra (2004)
mengatakan sasaran gerakan KB adalah generasi muda yang dapat berperan sebagai subjek maupun
secara objek dalam gerakan KB. Untuk mempertajam sasaran gerakan KB dibedakan dalam sasaran
awal dan sasaran akhir.
1)Sasaran awal a)Organisasi kepemudaan. Organisasi kepemudaan meliputi perkumpulan
pemuda yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kepentigan pembinaan generasi muda pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya seperti antara lain KNPI, Pramuka, Karang Taruna, OSIS,
Remaja Mesjid dan Lembaga Kemahasiswaan. b)Instansi pemerintah Instansi pemerintah meliputi
Depertemen Lembaga Pemerintah lainnya baik secara langsung ataupun tidak langsung mempunyai
kaitan dengan kegiatan gerakan KB,
seperti antara lain: Depertemen pendidikan & Kbudayaan, Depertemen Sosial, Depertemen
Tenaga Kerja, Kantor Menteri Pemuda dan Olahraga, dan Badan Koordinasi Penyelenggaraan dan
Pembinan Generasi Muda. c)Instusi masyarakat Instusi masyarakat meliputi organisasi yang tumbuh
dan berkembang berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat sendiri, yang mempunyai kaitan
langsung ataupun tidak langsung dengan seperti antara lain: PKK, LKKNU. 2)Sasaran Akhir
a)Pasangan suami istri yang hidup bersama dalam satu rumah atau tidak, dimana istri berumur antara
20-45 tahun. b)Seluruh generasi muda dengan prioritas sasaran yang berusia antara 15 – 24 tahun. 3.
Norma Keluarga Kecil Bahagia dan SejahteraNorma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)
merupakan tujuan dari program Keluarga Berencana Nasional.
Pengertian norma dapat kita artikan dengan aturan atau tatacara, sedangkan keluarga kecil
adalah keluarga yang memiliki dua orang anak saja (laki-laki atau perempuan sama saja). Bahagia
dalam arti yang memenuhi kebutuhan hidup sesuai dengan tingkat perekonomiannya kehidupan dan
sejahtera dalam arti yang mempunyai kehidupan sosial ekonomi baik (http://bkkbn.go.id/default.aspx,
di akses 03 mei 2016) Menurut BKKBN (2010) Pelembagaan dan pembudayaan NKKBS di
masyarakat memberikan norma:
a) Norma jumlah anak yang sebaiknya dimiliki 2 (dua) anak. b)Norma jenis kelamin anak, laki-
laki atau perempuan sama saja. c)Norma saat yang tepat seorang wanita untuk melahiran umur 20 -30
tahun. d)Norma pemakaian alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan. e)Norma usia yang tepat
untuk menikah, untuk wanita 20 tahun. f)Norma menyusui anak sampai umur 2 tahun. Salah satu
faktor yang banyak berpengaruh terhadap perencanaan besarnya keluarga adalah menentukan
besarnya jumlah anak yang diinginkan.
Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam usaha menentukan jumlah anak yang
diinginkan antara lain: 1)Anak, sebagai fitrah Tuhan, perlu mendapat perawatan yang sebaik-baiknya.
Perawatan anak yang tidak sekedar cukup makan tetapi harus terpenuhi pula cukup kasih sayang,
kesehatan, pendidikan dan bimbingan dari kedua orang tua. 2)Setelah melahirkan anak, seorang ibu
memerlukan waktu yang cukup untuk mengembalikan kesehatannya. Menurut kesehatan waktu ideal
yang diperlukan untuk menggembalikan kesehatannya paling sedikit 3 tahun. 3)Setelah persalinan,
seorang ibu menyusui bayinya. Dibandingkan dengan susu kaleng, air susu ibu ibu (ASI) adalah yang
paling sempurna untuk sang bayi. Hal ini disebabkan karena susu ibu padat gizi tetapi juga praktis
dan dijamin kebersihannya. Selain itu dekapan ibu pada waktu anak menyusui akan mempercepat
hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi/ anak. Bila ibu yang sedang hamil kembali, zat makanan
dari ibu terpaksa dibagi dua untuk bayi dan untuk zanin yang sedang dikandung. Selain itu, besar
kemungkinan air susu ibu akan terhenti. 4)Perlu diingat pula bahwa kemampuan seseorang untuk
memperoleh penghasilan relatif terbatas. Oleh karena itu biaya kehidupan keluarga kecil relatif lebih
ringan dibandingkan dengan keluarga besar.
Seorang ibu yang melahirkan pada usia yang terlalu muda akan berakibat kurang baik bagi ibu
maupun bagi bayi yang dilahirkannya. Hal ini dikarenakan pada usia muda seorang ibu secara mental
dan fisiknya belum siap untuk mengasuh anak. Demikian halnya juga kurang baik bagi seorang ibu
melahirkan pada usia lanjut. Dari segi kesehatan, usia terbaik bagi seorang ibu untuk melahirkan
adalah 20 tahun – 30 tahun. Bila seorang malahirkan sebelum 20 tahun atau sesudah tiga puluh tahun,
maka resiko kematian ibu melahirkan jauh lebih tinggi dari pada persalinan yang terjadi pada 20 – 30
tahun. Berdasarkan pertimbangan kependudukan dan kesehatan dapat dikatakan bahwa jumlah anak
yang dilahirkan paling ideal adalah 2 (dua) (Aputra, 2004). Untuk mencapai NKKB bukanlah hal
yang mudah karena daerah dan suku-suku tertentu di Indonesia berlaku aturan yang mengikat atau
mempunyai nilai-nilai yang harus dilakukan atau dijalankan sehingga berpengaruh terhadap
penerimaan ide-ide baru yang berasal dari luar kebiasaan, misalnya dalam arti nilai anak.
Penilaian yang berbeda-beda akan berpengaruh kepada jumlah anak yang diinginkan. Bila
sebuah keluarga mempunyai anak laki-laki dianggap mempunyai nilai tambah, penerimaan ide
dengan mempunyai anak cukup dengan dua orang saja akan sulit diterima sehingga menghambat
tercapainya NKKBS (http://bkkbn.go.id/default.aspx, di akses 03 mei 2016) 5. Faktor-faktor
Ketidakberhasilan Gerakan Keluarga Berencana Faktor ketidak berhasilan gerakan keluarga
berencana dipengaruhi oleh faktor, umur pasangan usia subur (15- 49 tahun), pendidikan (SD, SMP,
SMA, Perguruan Tinggi), pekerjaan (pertanian dan non pertanian), budaya ( faktor keturunan, banyak
anak banyak rejeki, anak sebagai faktor ekonomi, kualitas pelayanan akseptor KB (pilihan metode
kontrasepsi, kualitas pemberian informasi, kemampuan teknis petugas, hubungan
interpersonal, mekanisme pelayanan ketetapan konstelasi pelayanan akseptor KB, strategi
penerapan pelaksanaan gerakan keluarga berencana). (BKKBN,2016).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab I Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara. Sebagaimana tercantum dalam UU RI No.20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang sistem
pendidikan nasional di jelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. (Bagong, 2010).
Menurut Pidarta (2007) tujuan pendidikan adalah membuat manusia menjadi lebih sempurna
dan mampu meningkatkan hidupnya dari kehidupan alamiah menjadi berbudaya atau untuk
membudayakan manusia. Dalam hal yang sama Zuriah (2007) mengemukakan pendidikan pada
umumnya untuk mengadakan perubahan mendasar, karena membawa perubahan individu sampai ke
akar-akarnya. Pendidikan kembali akan merobohkan tumpukan pasir jahiliah (kebodohan),
membersihkan kemudian menggantikannya dengan bangunan nilai-nilai baru yang lebih baik, kokoh
(dewasa), dan bertanggung jawab. Secara lebih khusus lagi, tujuan pendidikan (edukasi) dalam
mengadakan perubahan (transformasi) masyarakat, tampak sebagai berikut:
1)Menjaga generasi sejak masa kecil dari berbagai penyelewengan ala jahiliah.
Mengembangkan pola hidup, perasaan dan pemikiran mereka sesuai fitrah, agar mereka menjadi
fondasi yang kukuh dan sempurna di masyarakat.
2)Karena pendidikan berjalan seiring dengan perkembangan anak-anak, maka pendidikan akan
sangat memengaruhi jiwa dan perkembangan anak serta akan menjadi bagian dari kepribadiannya
untuk kehidupannya kelak kemudian hari. Menurut UU No. 20 tahun 2003 Bab VI pasal 31 ayat 1
jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan formal adalah
jalur yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga
dan lingkungan.
Menurut Pidarta (2007) jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang
akan dikembangkan. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi. a)Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan dasar.
Pendidikan dasar terdiri dari Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidayah (MI) atau bentuk lain
yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan
pendidikan dasar bentuk lainnya yang sederajat. b)Pendidikan Menengah Pendidikan menengah
merupakan lanjutan dari pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah
umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah menengah umum
(SMU) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah dalam hubungan kebawah berfungsi
sebagai lanjutan dan
perluasan pendidikan dasar, dan dalam hubungan keatas mempersiapkan peserta didik untuk
mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan pekerjaan. c)Pendidikan Tinggi Pendidikan
tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yaitu program pendidikan
diploma, sarjana, magister dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi untuk
mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik
yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan teknologi dan
kesenian. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula ilmu pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat dijadikan sebagai modal pembangunan nasional khususnya dalam
bidang kependudukan yakni dalam penentuan jumlah anak. Sebab semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka akan semakin tinggi pula pola fikir terhadap penentuan jumlah anak.
Pendidikan juga berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat masyarakat untuk memahami
dan melaksanakan peraturan yang ada khususnya dalam bidang kependudukan. Pemahaman dan
pengetahuan tentang pentingnya pelaksanan gerakan keluarga berencana akan mempengaruhi
tindakan masyarakat dalam melaksanakan gerakan tersebut. Dengan kata lain pendidikan berpengaruh
terhadap pandangan serta partisipasi masyarakat tentang pelaksanaan gerakan keluarga berencana.
c.Pekerjaan Menurut Daldoeni (1987) pekerjaan merupakan aktivitas manusia untuk memperoleh
taraf hidup yang layak dimana antara daerah yang satu dengan daerah lainnya berbeda sesuai dengan
taraf kemampuan penduduknya dan keadaan demografinya, baik itu pekerjaan pokok maupun
pekerjaan sampingan. Jenis-jenis pekerjaan meliputi dua golongan yaitu pertanian dan non pertanian.
1)Pertanian
Pertanian mencakup: perikanan, peternakan, perkebunan, meliputi: mengolah lahan (berladang)
buruh tani, peternak, tambak, penggrap, pengemudi traktor, karyawan kebun dan lain sebagainya.
2)Non pertanian
terdiri dari: a)Industri melipti buruh kasar industri, buruh pengerajin, operasi mesin, buruh
pengolahan hasil pertanian meliputi: pengolahan hasil pertanian, tekstil, batik, jahit, industri plastik,
industri makanan dan minuman dan lain sebagainya. b)Pedagang/ pengusaha penjual meliputi pemilik
toko baju, toko roti, toko perabot, toko emas, pedagang keliling, kios, kedai, warung, glosir dan lain
sebagainya. c)Jasa meliputi pelayan rumah makan, belah ikan, pembantu rumah tangga, penjahit,
tukang becak, salon, , tukang kebn, jasa keamanan, dan lain sebagainya. d)Profesional meliputi: Guru,
TNI, bidan, dokter, arsitek, perawat. (Daldjoeni, 1987).
Status pekerjaan dapat berpengaruh terhadap keikutsertaan dalam KB karena adanya faktor
pengaruh lingkungan, pekerjaan yang mendorong seseorang untuk ikut dalam ber-KB, sehingga
secara tidak langsung akan mempengaruhi status dalam pemakaian alat kontrasepsi. Kondisi ekonomi
yang lemah akibat jenis pekerjaan yang disandang akan mempengaruhi daya beli termasuk
kemampuan membeli alat kontrasepsi, sehingga dapat diketahui bahwa keluarga miskin pada
umumnya yang memiliki penghasilan yang rendah karena jenis pekerjaannya yang disandang
cenderung memiliki banyak anak. Penghasilan yang tidak memadai menjadikan PUS yang berada
pada ekonomi lemah atau ekonomi kelas bawah membuat mereka pasif dalam gerakan KB karena
tidak memiliki akses untuk ikut serta dalam gerakan KB, sehingga tingkat partisipasi PUS terhadap
pembinaan ketahanan keluarga, terutama pembinaan tumbuh kembang anak masih rendah (Aputra,
2004).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Nilai Anak Dalam Gerakan Keluarga Berencana Bagi Keluarga Melayu Riau

Pandangan setiap orang terhadap nilai anak berbeda-beda, tergantung bagaimana dia
menginterpretasikan nilai itu sendiri. Begitu pula yang terjadi di Desa Melayu Besar masyarakat
menginterpretasikan nilai anak sesuai dengan pengetahuan yang didapatkan selama ini. Dalam
pengetahuan mengenai jenis kelamin anak sebagian besar masyarakat melayu tidak pernah
mempermasalahkan jenis kelamin anak. Bagi mereka anak laki-laki maupun perempuan sama saja
yang penting lahir dengan keadaan sehat.
Hal ini terbukti terhadap 100 keluarga melayu, 91 mengatakan bahwa jenis kelamin tidak
berpengaruh sama sekali. Walaupun jenis kelamin tidak berpengaruh, keinginan untuk menambah
jumlah anak masih tinggi, 89 responden menjawab ingin menambah anak lagi. Hal ini disebabkan
oleh banyaknya nilai anak yang dipercaya oleh orang tua yang terdapat pada setiap anaknya.
Umumnya masyarakat melayu sangat mempercayai petuah-petuah dari leluhur mereka. Salah
satu petuah yang mereka yakini ialah petuah yang mengatakan “tuah ayam karena kakinya, tuah
manusia pada anaknya” yang mana artinya akan semakin beruntunglah orang tua apabila memiliki
banyak anak. Hal ini terbukti dari hasil wawancara 92 keluarga melayu mengatakan setuju dan
percaya dengan petuah tersebut.

3.2 Nilai Anak Dalam Keluarga Melayu Dipandang Dari Segi Nilai Sosial

Nilai sosial merupakan konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga
masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat penting dalam hidup. Hal yang amat
penting dalam hidup masyarakat melayu salah satunya mengenai nilai anak. Nilai anak dalam
keluarga melayu di Desa Melayu Besar dipandang dari segi nilai sosial sebagian besar (79%)
responden mengatakan anak sebagai sumber ketentraman dalam keluarga. Sumber ketentraman disini
maksudnya orang tua akan sangat merasa lengkap, bahagia dalam lingkungan sosial apabila memiliki
anak. Sedangkan (21%) responden mengatakan nilai anak dipandang darisegi sosial untuk
meningkatkan status sosial mereka di lingkungan masyarakat.
Hal ini seirama dengan yang dikemukakan oleh Robbin Williams yang mengatakan nilai sosial
adalah hal yang menyangkut kesejahteraan bersama melalui konsesus yang efektif diantara mereka,
sehingga nilai-nilai sosial dijunjung tinggi oleh banyak orang Dapat disimpulkan bahwa tingginya
nilai anak dipandang dari segi sosial membuat PUS di Desa Melayu Besar ingin menambah jumlah
anak lagi.
3.3 Nilai Anak Dalam Keluarga Melayu Dipandang Dari Segi Nilai Ekonomi

Nilai anak dipandang dari segi ekonomi sebagian besar responden (62%) mengatakan anak
sebagai sumber pendapatan dan melahirkan 1-8 orang anak. Anak dipandang sebagai sumber
pendapatan apabila mereka beranjak dewasa, sudah bekerja dan usia orang tua mereka sudah tidak
sanggup lagi bekerja dan orang tua pun menggantungkan harapan mereka pada anakanaknya.
Misalnya dengan memberikan bantuan ekonomi dalam hal ini mengirimkan bantuan dalam bentuk
uang dari hasil pekerjaannya. Disinilah nilai ekonomi seorang anak, yaitu sebagai sumberpendapatan.
Sedangkan (38%) responden mengatakan anak merupakan jaminan masa tua mereka kelak.
Kehadiran seorang anak dapat menjadi jaminan masa tua dalam hal materi maupun bantuan moril
dalam merawat, mengasihi, memberikan kasih sayang, mengurus dan membahagiakan orang tuanya
terutama anak perempuan sebagai bentuk balasan mereka ketika mereka dirawat pada saat mereka
masih kecil serta dapat membahagiakan mereka disisa hidupnya kelak.
Hal ini seirama dengan yang dikemukakan oleh Notonagoro yangmengatakan ada nilai berupa
nilai materil, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia. Begitu juga nilai anak yang
dipandang dari nilai ekonomi. Faktor ekonomi inilah yang menyebabkan PUS terus menambah
jumlah anak dan menyebabkan pelaksanaan gerakan keluarga berencana di Desa Melayu Besar tidak
berhasil.Pemahaman nilai anak haruslah berubah agar kehadiran seorang anak tidak dikaitkan dengan
nilai ekonomi.

3.4 Nilai Anak Dalam Keluarga Melayu Dipandang Dari Segi Nilai Budaya

Nilai anak dipandang dari segi budaya sebagian besar responden (84%) yang mengikuti gerakan
KB dengan jumlah anak yang dilahirkan 1- 8 orang dengan alasan banyak anak banyak rezeki,
sedangkan (5%) responden yang mengatakan anak sebagai ahli waris dalam keluarga melahirkan
anak 1-4 orang belum mengikuti gerakan KB sesuai yang diharapkan pemerintah. Dengan demikian
dapat dikemukakan bahwa nilai anak dipandang dari segi budaya masih sangat tinggi dikalangan
masyarakat dan menjadi penghambat gerakan KB. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
pandangan budaya lama tentang nilai dan jumlah anak yang dianut dapat mempengaruhi pola pikir
masyarakat. Pandangan budaya lama tentang nilai anak “banyak anak banyak rezeki” yang dianut
masyarakat haruslah berubah dan diganti dengan “anak lebih dari 2 merupakan beban” . Karena
mensejahterakan dan merawat anak lebih penting daripada menambah jumlah anak.

3.5 Nilai Anak Dalam Keluarga Melayu Dipandang Dari Segi Nilai Agama

Nilai anak dipandang dari segi agama di Desa Melayu Besar sebagian besar responden (59%)
menjawab anak merupakan amanah, dengan jumlah anak yang dilahirkan 1-8 orang, sedangkan(41%)
responden lainnya menjawab anak merupakan pembawa rezeki di dalam rumah tangga dan
melahirkan anak 1-8 orang. Ini membuktikan bahwa nilai anak dalam keluarga berencana dari segi
agama sangat tinggi.
Dalam sudut pandang yang dibangun oleh agama khususnya dalam hal ini adalah agama islam,
anak merupakan makhluk yang dhaif dan mulia, yang keberadaannya adalah kewenangan dari
kehendak Allah SWT dengan melalui proses penciptaan. Oleh karenanya anak mempunyai nilai
kehidupan yang mulia dalam pandangan agama islam, maka anak harus diperlakukan secara
manusiawi seperti diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh
menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat bertanggung jawab dalam mensosialisasikan dirinya
untuk mencapai kebutuhan hidupnya dimasa mendatang.
Dalam pengertian Islam, anak adalah titipan/amanah Allah SWT kepada kedua orang tuanya
yang senantiasa harus dijaga. Oleh sebab itulah masyarakat melayu yang mayoritas beragama Islam
di Desa Melayu Besar banyak yang tidak aktif ber KB dan tidak menggunakan alat kontrasepsi
dengan alasan jika ikut KB berarti merencanakan jumlah anak yang akan dimiliki. Mereka
menganggap merencanakan jumlah anak adalah menyalahi aturan Tuhan.

3.6 Nilai Anak Dalam Keluarga Melayu Dipandang Dari Segi Nilai Psikologis

Anak sebagai fungsi kesenangan tidak memiliki nilai ekonomi. untuk semua orang, anak
mempunyai nilai pemuas yang bersifat kejiwaan. Keputusan orang tua terhadap anak
dimanifestasikan dalam bentuk kasih sayang orang tua yang diberikan kepada anak yang dapat
menyenangkan hati si anak. misalnya pada saat seorang ibu atau ayah menimang-nimang anaknya,
mereka pasti akan menyanjung-nyanjung anaknya, bahwa anaknya adalah paling ganteng atau paling
cantik, dan sebagainya, walaupun anaknya cacat sekalipun. Nilai anak sebagai pemuas terhadap orang
tua, tidak terbatas pada umur, bahkan sampai dewasa dan si anak menduduki suatu jabatan tertentu.
Orang tua akan merasa bangga, apabila anaknya berprestasi. Sifat dan fungsi anak sebagai faktor
kesenangan dan kepuasan bukanlah milik orang beragama saja, khususnya agama islam saja, petani
atau golongan lainnya, akan tetapi bersifat universal dan tidak dapat secara ekonomis dan eksak.
Dengan demikian anak akan dapat mempererat dan melanggengkan perkawinan antara suami-
isteri, memperkekal rumah tangga,dan sejenisnya, walaupun ada beberapa rumah tangga yang
terpaksa hancur, meskipun sudah memiliki anak. tetapi pada umumnya suatu rumahtangga yang
lengkap ada suami-isteri dan anak, akan lebih kekal dan kokoh dari pada rumah tangga yang tidak
atau belum memiliki anak. Hal ini dapat terlihat dari jawaban dan jumlah anak yang dimiliki
responden yang setuju kalau anak memiliki nilai psikologis, yaitu nilai kesenangan bagi orangtuanya.
Inilah yang menyebabkan jumlah anak yang dilahirkan lebih dari 2, karena responden menganggap
semakin banyak anak maka kesenangan dan kepuasan dalam diri mereka pun kian bertambah.
3.7 Pelaksanaan Gerakan Keluarga Berencana

Sasaran Keluarga Berencana adalah Wanita usia subur (WUS), Wanita dalam usia reproduktif
yaitu usia 15-49 tahun baik yang berstatus kawin, janda, maupun yang belum menikah. Usia
mempengaruhi kesuburan. Pada wanita usia kesuburan berlangsung lebih cepat. Puncak kesuburan
ada pada rentang usia 20-29 tahun. Pada usia ini wanita memiliki kesempatan 95% untuk hamil. Pada
usia 30-an prosentasenya menurun hingga 90%. Sedangkan memasuki usia 40, kesempatan hamil
berkurang hingga menjadi 40%. Setelah usia 40 wanita hanya punya maksimal 10% kesempatan
untuk hamil. Sasaran kedua adalah Pasangan Usia Subur (PUS) merupakan sasaran utama dalam
menekan angka kelahiran, karena dalam usia yang masih produktif itu sering tidak terkendali dalam
melahirkan. Usia subur sangat berpotensi untuk berkembang biak. Lain halnya dengan pasangan yang
sudah beranjak senja, mereka masih bisa memproduksi namun mengingat kondisi baik itu ekonomi
dan lainnya, maka mereka dengan sendirinya bisa menekan angka kelahiran, dengan menunda
kehamilan.
Berdasarkan hasil penelitian, responden di Desa Melayu Besar melangsungkan pernikahan pada
usia 20-24 tahun sebanyak (45%) dan pada usia 15-19 tahun sebanyak (32%), dan hanya (2%)yang
menikah pada saat berusia 30-34 tahun. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jumlah PUS di desa ini
sangat produktif karena pada usia ideal 21- 25 tahun berkemungkinan memiliki anak yang banyak
dilihat dari segi usianya. Oleh sebab itulah petugas PLKB dan Dinas Kesehatan harus melakukan
berbagai pendekatan dengan PUS agar mau ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan gerakan keluarga
berencana untuk memiliki 2 anak saja, dan menjadikan Kbsebagi pembatasan jumlah anak bukan
untuk menjarangkan usia anak. Pilihan metode kontrasepsi ini dapat dilihat dari 2 hal yakni jenis alat
kontrasepsi yang digunakan PUS sebagai akseptor KB dan pemilihan alat kontrasepsi yang digunakan
oleh petugas kesehatan atau pun diri sendiri sehingga dapat diukur kualitas pemilihan metode
kontrasepsi oleh petugas kesehatan terhadap tingkat keberhasilan gerakan KB.
Pemilihan alat kontrasepsi dapat diketahuidari jenis alat kontrasepsi yang digunakan PUS, yakni
sebagian responden (54%) akseptor KB menggunakan alat kontrasepsi jenis suntik dengan jumlah
anak yang dilahirkan 1-8 orang, ini berarti mereka tidak mengikuti gerakan KB sesuai yang
diharapkan pemerintah dinas kependudukan BKKBN, sedangkan sebagian kecil responden (2%) yang
menggunakan implan melahirkan anak 1-2 orang. Berarti responden yang menggunakan alat
kontrasepsi jenis implan sudah mengikuti dan turut menyukseskan program gerakan keluarga
berencana, yakni memiliki dua anak cukup. PUS yang menggunakan alat kontrasepsi jenis suntik
yang memiliki anak lebih dari 2 orang, dikarenakan PUS yang menggunakan jenis alat kontrasepsi
suntik sering lupa ketika sudah waktunya disuntik lagi, sehingga ketika melakukan hubungan suami
istri tidak dapat lagi mencegah kehamilan. Dilihat dari pemilihan alat kontrasepsi, sebagian besar
responden (83%) pasangan usia subur, memilih alat kontrasepsi berdasarkan pilihan diri sendiri. Dan
(17%) lainnya memilih alat kontrasepsi menurut saran bidan.
Sesuai dengan penjelasan tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa pelaksanaan gerakan
keluarga berencana di desa melayu besar di tinjau dari metode pemilihan alat kontrasepsi baik dilihat
dari metode kontrasepsi baik dilihat dari jenis alat maupun dalam pemilihan alat yang digunakan
akseptor KB belum berkualitasdan mendukung keberhasilan gerakan keluarga berencana di Desa
Melayu Besar. Pelaksanaan gerakan keluarga berencana di Desa Melayu Besar ditinjau dari kualitas
pemberian informasi (82%) responden mengatakan sudah jelas dan mengerti tentang apa isi dari
sosialisasi/penyuluhan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Ini berarti pelaksanaan gerakan
keluarga berencana dilihat dari kualitas pemberian informasi sudah berjalan dengan baik. hal ini
ditunjukkan dengan jumlah anak yang dilahirkan oleh responden yang aktif mengikuti sosialisasi 10-
12 kali yang melahirkan anak 1-2 orang.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa pada umumnya PUS yang mengikuti gerakan KB
tidak rutin memiliki anak lebih dari 2, ini berarti mereka belum melaksanakan gerakan KB dengan
baik, sedangkan responden yang rutin mengikuti sosialisasi setiap bulan sebanyak 12 responden
memiliki anak 1-2 orang, berarti mereka sudah paham dan berhasil mengikuti gerakan KB sesuai
dengan yang diharapkan.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Nilai anak dalam gerakan keluarga berencana bagi keluarga Melayu Riau dipandang dari:
a) Segi sosial sebagian besar responden (79%) menganggap anak merupakan sumber ketentraman dan
(21%) lainnya menganggap anak itu untuk meningkatkan status sosial.
b) Segi ekonomi sebagian besar responden (62%) menganggap anak merupakan sumber pendapatan
dan (21%) lainnya menganggap anak merupakan jaminan masa tua kelak.
c) Segi budaya mayoritas responden (84%) menganggap anak merupakan sumber rezeki, dan
masyarakat melayu sangat percaya akan hal itu, sebagian kecil (5%) responden lainnya
menganggap anak sebagai ahli waris dari harta yang dimiliki oleh orang tuanya.
d) Segi agama sebagian besar responden (59%) menganggap anak merupakan amanah dari yang maha
pencipta yang senantiasa harus dirawat dan dijaga, akan tetapi (41%) responden lainnya
menganggap anak itu sebagai penyejuk di dalam rumah tangga.
e) Dari segi psikologis semua responden setuju mengatakan kalau anak memiliki nilai kepuasan
tersendiri bagi keluarga. Dengan masih sangat tingginya pemahaman 5 nilai anak inilah yang
menyebabkan masyarakat ingin menambah jumlah anak lagi. Pelaksanaan gerakan keluarga
berencana di Desa Melayu Besar berjalan akan tetapi masyarakatnya masih patuh terhadap budaya,
hal ini dapat terlihat dengan keaktifan para akseptor KB mengikuti sosialisasi/penyuluhan yang
diadakan Dinas Kesehatan dan Petugas PLKB setiap bulannya. Akan tetapi masih memiliki anak
dengan jumlah yang melebihi 2 orang.

4.2 Saran

Sesuai dengan kesimpulan, maka diperoleh beberapa kesimpulan antara lain:


Gerakan keluarga berencana ditinjau dari faktor budaya belum berhasil, oleh karena itu
disarankan kepada masyarakat kiranya dapat mengubah pola fikir terhadap pandangan tentang budaya
yang mengatakan anak sebagai faktor keturunan atau garis keturunan ayah (mengikuti pepatah batak
yang mengatakan “Anakkon hido hamoraon di au” atau “ Anakku adalah kekayaanku”, “ Maranak
17, Marboru16” atau “ Memiliki anak laki-laki 17 orang dan anak perempuan 16 orang), banyak anak
banyak rezeki, anak sebagai faktor ekonomi dengan pola fikir yang menyatakan dua anak cukup, laki-
laki perempuan sama saja.
Dari segi psikologis semua responden setuju mengatakan kalau anak memiliki nilai kepuasan
tersendiri bagi keluarga. Dengan masih sangat tingginya pemahaman 5 nilai anak inilah yang
menyebabkan masyarakat ingin menambah jumlah anak lagi. Pelaksanaan gerakan keluarga
berencana di Desa Melayu Besar berjalan akan tetapi masyarakatnya masih patuh terhadap budaya,
hal ini dapat terlihat dengan keaktifan para akseptor KB mengikuti sosialisasi/penyuluhan yang
diadakan Dinas Kesehatan dan Petugas PLKB setiap bulannya. Akan tetapi masih memiliki anak
dengan jumlah yang melebihi 2 orang.
DAFTAR PUSTAKA

Fahmi, S, & Pinem. (2018). Analisis Nilai Anak dalam Gerakan Keluarga Berencana bagi Keluarga
Melayu. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 10 (1): 112-119..
Available online http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jupiis

Iregar, Donald (2016) ANALISIS GERAKAN KELUARGA BERENCANA DI DESA ONAN RUNGGU
III KECAMATAN SIPAHUTAR KABUPATEN TAPANULI UTARA. Undergraduate thesis,
UNIMED. http://digilib.unimed.ac.id/20155/
..

Anda mungkin juga menyukai